Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL SKRIPSI

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK


SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK di PALANGKA RAYA

OLEH

NAMA : ELISABET ANDINI SIMBOLON


NIM : 203020601099

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS HUKUM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan karena Berkat Kemurahan


Kasih dan Penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan
proposal skripsi ini dengan baik. Adapun judul proposal skripsi ini adalah
“PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK
SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUNAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK DI PALANGKA RAYA)”.
Penulisan proposal skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mengerjakan skripsi pada program Strata-1 di Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum di Universitas Palangka Raya.
Dalam Penulisan proposal skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan
masukkan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Suriansyah Murhaini, S.H., M.H, selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
2. Ibu Claudia Yuni Pramita, S.H., M.H, selaku Dosen Mata Kuliah
Metode Penulisan dan Penelitian Hukum.
3. Ayahnda tercinta M.Simbolon dan Ibu terkasih Riawati Simanjuntak
beserta kedua saudara tercinta saya Brilliant Aryansyah Simbolon, Indah
Damayanti Simbolon dan Jhon Chalef M. Simbolon yang selalu
memberikan dukungan dan Doa sehingga saya bisa menyelesaikan karya
ilmiah berupa Proposal skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dalam penulisan, narasi diksi, bahkan dalam penggunaan
aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, hal mana disebabkan
keterbatasan kemampuan serta pengetahuan yang Penulis miliki. Untuk itu Penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
penyempurnaan penulisan karya ilmiah lebih lanjut.
Penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca terkhususnya bagi kalangan peminat di bidang Hukum. Untuk itu akhir
kata, Penulis mengucapkan terima kasih.

Palangka Raya, Maret 2023


Penulis

ELISABET ANDINI SIMBOLON


NIM. 203020601099
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................iii
1.1. LATAR BELAKANG............................................................................1
1.2. RUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH.................................9
1.3. TUJUAN PENELITIAN........................................................................9
1.4. MANFAAT PENELITIAN...................................................................10
1.5. METODOLOGI PENELITIAN...........................................................10
1. Jenis penelitian.........................................................................................10
2. Sifat penelitian.........................................................................................10
3. Pendekatan penelitian...............................................................................10
4. Sumber data..............................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................10
1. Tindak Pidana...........................................................................................10
2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak......................................................11
2.1. Pengertian Perlindungan Terhadap Anak..........................................11
2.2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak...............................................14
3. Korban......................................................................................................14
4. Kekerasan Seksual...................................................................................15
4.1. Pengertian Kekerasan........................................................................15
4.2. Kekerasan Seksual.............................................................................16
5. Kekerasan Terhadap Anak.......................................................................17
5.1. Pengertian Anak................................................................................17
5.2. Kekerasan Terhadap Anak................................................................18
5.3. Faktor dan Dampak Kekerasan Terhadap Anak................................19

BAB III PEMBAHASAN ...............................................................................10


BAB IV PENUTUP .........................................................................................10
4.1. kesimpulan.........................................................................................17
4.2. Saran..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum, hal ini ditegaskan


dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia
adalah negara hukum”.1 Berdasarkan bunyi Undang-Undang
Pasal tersebut, maka masyarakat Indonesia harus tunduk pada
aturan-aturan hukum.
Perlindungan hukum merupakan salah satu cara Negara
Indonesia untuk mengakui hak asasi warga negara sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut membuktikan bahwa
negara menjamin perlindungan terhadap warganya agar dapat
mencapai tujuan yang dikehendaki yakni kesejahteraan. Salah
Satu warganegara yang termaksud di dalamnya adalah anak.
Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan
Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam
dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian
dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dan Koverensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
hak-hak anak.2

1
Oksidelfa Yanto, 2020, Negara Hukum Kepastian, Keadilan Dan
Kemanfaatan Hukum Dalam Sistem Peradilan Indo nesia, Pustaka Reka Cipta, Bandung,
Hlm 1.
2
Mohammad Taufik Makarao, 2014, Hukum Perlindungan Anak dan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm 105.
1
2

Kejahatan seksual merupakan suatu problematika yang

kenyataannya terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kejahatan

seksual itu sendiri mencakup perzinahan, pemerkosaan,

pencabulan maupun pelecehan seksual. Di Indonesia, kasus

kejahatan seksual merupakan kasus yang semakin darurat dan

terus meningkat setiap tahunnya dan yang menjadi

korbannyapun bukanlah orang dewasa melainkan remaja, anak-

anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dan

perhatian yang cukup besar dari keluarga maupun masyarakat.

Karena perlu diketahui bahwa anak merupakan sebagai

generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa,

calon-calon pemimpin bangsa dimasa mendatang dan sebagai

sumber harapan bagi generasi terdahulu, yang dimana perlu

mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh

dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani dan

sosial.

Kekerasan seksual terhadap anak juga dikenal dengan

istilah child sexual abuse. Dalam banyak kejadian, kasus

kekerasan seksual terhadap anak sering tidak dilaporkan kepada

pihak kepolisi. Kasus tersebut cenderung dirahasiakan, bahkan

jarang dibicarakan baik oleh pelaku maupun korban. Para

korban merasa malu karena menganggap hal itu sebagai

sebuah aib yang harus disembunyikan rapat-rapat atau korban


3

merasa takut akan ancaman pelaku. Sedangkan si pelaku

merasa malu dan takut akan di hukum apabila perbuatannya

diketahui. Dampak yang muncul dari kekerasan seksual

kemungkinan adalah depresi, fobia, mimpi buruk, curiga

terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama, membatasi

diri dengan lingkungan. Bagi korban perkosaan yang

mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada

kemungkinan akan
4

merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri. kekerasan


seksual rawan terjadi pada anak berumur 3-15 tahun dan 90%
dilakukan oleh orang terdekat, kebanyakan merupakan sosok
yang mereka kenal.3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, anak diartikan sebagai seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Diartikan pula bahwa,
perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, serta mendapatkan perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.4

Bentuk perlindungan terhadap anak diatur dalam


Konvensi Hak Anak (Convention of the Right of The
Child) yang dideklarasikan oleh PBB pada tanggal 20
November 1989, yang telah diratifikasi dengan Keputusan
Presiden Nomor 39 Tahun 1990 (selanjutnya disebut Keppres
39/1990). Diratifikasinya Konvensi Hak Anak tersebut,
terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia yakni salah satunya adalah memberikan
jaminan perlindungan kepada anak terhadap segala jenis
kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan kekuasaan,
penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi) serta
penyalahgunaan / pelecehan seksual.5

3
Hennyati, Sri, “Kekerasan Seksual Pada Anak di Kabupaten Karang,Volume
4 No. 02, Juli 2018.
4
Ruslan Renggong, 2016, Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik di
Luar KUHP, Kencana, Jakarta, Hlm 265.
5
Shehzad, Nooraini, 2018, Konversi Hak Anak: Versi anak-anak,
5

https://www.unicef.org/indonesia/id/konvensi-hak-anak-versi-anak-anak (diakses pada


hari senin 19 oktober 2020 pukul 19:30).
6

Selain itu, bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban


kekerasan terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 Tentang Perlindungan anak yaitu hak untuk hidup, tumbuh berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta perlindungan hukum diberikan agar mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi yang akan menimpa anak. Perlindungan hukum
terhadap anak sebagai korban juga diatur dalam Pasal 76A sampai dengan 76J
yang isinya mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang apabila dilakukan oleh
orang ataupun kelompok kepada anak akan dipidana penjara dan denda seperti
didalam Pasal 77 sampai dengan 89 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan anak.

Bentuk upaya yang di berikan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan


lembaga lainnya yang berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan
perlindungan khusus pada anak korban kejahatan seksua terdapat pada
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang perlindungan Anak
pada Pasal 69A yang berbunyi:
Perlindungan Khusus bagi Anak korban kejahatan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan melalui upaya:
a. Edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai
kesusilaan
b. Rehabilitasi sosial;
c. Pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan
d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat
pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan
pemeriksaan di sidang pengadilan.
Kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi di Indonesia. Seperti
yang terjadi di Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah, Kejadian
tersebut terjadi pada tanggal 1 Februari 2020 sekitar pukul 23:00 WIB,
7

korban diajak oleh teman laki-lakinya kebarak di Jl. G.Obos VIII Kota Palangka
Raya dan sesampainya ditempat tersebut korban dan teman laki-lakinya rebahan
didalam barak sambil bermain game dan sekitar pukul 01:00 WIB korban
terbangun dari tidur karena digigit nyamuk lalu teman korban bertanya
“kenapa?” namun korban tidak menjawab lalu pelaku menindih badan korban
dan mencium bibir korban kemudian pelaku membuka baju dan tali BH korban.
Setelah puas melakukan aksinya keesokan harinya sekitar pukul 12:00 WIB
pelaku mengantar korban kerumah temannya di Jl. Mendawai. Pada tanggal 3
Februari 2020 korban berangkat kesekolah bersama teman korban, setelah
melaksanakan upacara korban di panggil oleh guru BK dan dijemput kaka
korban untuk pulang kerumah. Sesampainya dirumah korban ditanya dan
dimarahi oleh keluarga korban karena tidak pulang kerumah, korban pun
menceritakan semuanya sambil menangis. Karena keluarga korban tidak terima
dan merasa keberatan akhirnya melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian
untuk ditindak lanjuti. Setelah dilakukan penindakan pelaku mengakui semua
perbuatannya dan mengetahui bahwa korban masih berusia 14 tahun, dan atas
perbuatan pelaku tersebut diancam pidana dalam Pasal 81 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan pertama atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
8

Bila dicermati lebih lanjut, ketentuan penyelesaian perkara anak


menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam Pasal 5 Undang- Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi: “sistem peradilan anak wajib
mengutamakan pendekatan keadilan restoratif” hanya berlaku bagi anak sebagai
pelaku dan juga anak sebagai korban. Namun demikian pada undang-undang ini
hanya berlaku bagi anak sebagai korban, anak sebagai pelaku dan juga anak
sebagai saksi. Bila pelakunya adalah adalah orang dewasa dan korbannya adalah
anak, Undang-Undang Sistem Peradialn Pidana Anak tidak dapat diterapkan.
Dalam hal pelaku adalah orang dewasa dengan korban anak maka diterapkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 mengenai Perubahan pada Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban
dan juga Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mengenai Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak.6
Anak-anak harus mendapatkan keadilan dari pihak-pihak yang berwenang.
Untuk mendapatkan keadilan tersebut jalan satu-satunya adalah melalui jalan
pengadilan agar si pelaku menjadi jera dengan diberikannya sanksi pidana yang
setimpal atas perbuatannya, oleh karena itu pemerintah berupaya memberikan
perlindungan pada anak. Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah telah
menerbitkan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
tentang perlindungan anak yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang
dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan
seksual bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat
melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya,
masyarakat, dan pemerintah.

6
Haryono M. T., Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual Melalui
Pendekatan Keadilan Restoratif, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017.
9

1.2. Rumusan Masalah Dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Yang Menjadi Korban Kekerasan Seksual di Palangka Raya Menurut

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ?

2. Apa Yang Menjadi Hambatan Dalam Pelaksanaan Perlindungan

Hukum Terhadap Anak Yang Menjadi Korban Kekerasan Seksual di

Palangka Raya ?

Adapun batasan masalah dalam penulisan proposal skripsi ini yaitu

membahas tentang upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap

anak yang menjadi korban kekerasan seksual di Kota palangka raya dan

apa saja yang menjadi hambatan dalam perlindungan hukum bagi korban

kekerasan seksual di Kota palangka raya

1.3. Tujuan Penelitian

Ada pun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan Proposal Skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual

di kota palangka raya


10

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan

perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kekerasan seksual

di Kota palangka raya

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian proposal skripsi ini diharapkan dapat memberikan kegunaan


baik dari segi praktis maupun teoritis sebagai berikut :
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang Hukum.
2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat di gunakan sebagai
sumber bacaan dan informasi bagi masyarakat luas, praktisi
hukum atau instansi terkait dalam perlindungan hukum terhadap
anak sebagai korban kekerasan di Kota Palangka Raya.
3. Secara akademik sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
1.5 Metodologi Penelitian

Adapun metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan


proposal skripsi ini dapat diuraikan yaitu sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan, dimana permasalahan digambarkan
dengan didasari data-data yang terdapat dalam literatur atau
dokumen, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengambil suatu
kesimpulan. Disebut sebagai penelitian kepustakaan karena
sumber data dalam penelitian ini merupakan sumber data dalam
penelitian ini merupakan sumber data kepustakaan.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, yaitu suatu penelitian
11

yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan uraian data yang


terkumpul dan kemudian menganalisis. Analistis dengan cara
menelaah dan menganalisis menggunakan kerangka teori terhadap
bahan-bahan berkaitan dengan penelitian dengan penelitian
dengan tujuan untuk mengolah data supaya didapat suatu
informasi.
3. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif yang biasanya terdiri dari penelitian
terhadap asas-asas hukum, pendekatan Perundang-Undangan,
Pendekatan kasus.
4. Sumber Data
Pada umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan
beberapa metode, baik yang bersifat alternatife maupun kumulatif
yang saling melengkapi. Data yang digunakan dalam penyusunan
skripsi ini menggunakan data sekunder antara lain Data sekunder
merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada seperti studi dokumentasi dan
literarur dengan memperlajari buku-buku, dokumen dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti, yaitu Pelaksanaan Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Seksual Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (amandemen ke IV).
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1946
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang 25
12

Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lemparan Negara
Republik Indonesia Nomor 5606).
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4635).
13

BAB II
Tinjauan Pustaka

1. Tindak Pidana
Peraturan-peraturan dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa
dalam masyarakat di mana peraturan itu dikeluarkan, badan yang
dimaksud adalah Pemerintah. Namun walaupun peraturan-peraturan ini di
keluarkan Pemerintah, masih ada saja orang yang melanggar peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Peraturan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah dalam perspektif ilmu hukum dikatakan Hukum Pidana.
Jadi hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.8
Tindak pidana dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti
perbuatan melanggar hukum, perbuatan kejahatan. Sedangkan tindak
pidana dalam bahasa belanda artinya Straafbaar feit yang merupakan
istilah resmi dalam straafwetboek atau KUHP. Ada juga istilah dalam
bahasa asing yaitu delict, tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Pelaku ini dapat dikatakan
merupakan “subjek” tindak pidana. Tindak pidana menurut Simons
memberikan pengertian sebagi berikut :9
“Sebagai suatu perbuatan (hendeling) yang diancam dengan pidana
oleh Undang-Undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig)
dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang dapat
bertanggung jawab.”

8
Mokhamad, Najih, 2016, Pengantar Hukum Indonesia Sejarah, Konsep Tata
Hukum, dan Politik Hukum Indonesia, Setara Press, Malang, Hlm 160.
9
Rony Wiyanto, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, cv. Mandar Maju,
Bandung, hal 160.
14

2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

2.1. Pengertian Perlindungan Terhadap Anak


Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-
cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa dimasa mendatang dan
sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar
baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Perlindungan anak merupakan
usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan
dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa
dikemudian hari. Jika mereka telah matang pertumbuhan pisik maupun
mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi
terdahulu.Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk
menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan
kewajiban demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik
fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan
adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan
anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum,
baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis.10
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
pada Pasal 1 angka 2, menentukan bahwa:
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabak kemanusian, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

Gultom, Maidin 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem


10

Peradilan Pidana Anak, Reflika Aditama, Bandung, Hlm 40.


15

2.2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak


Dalam masyarakat, setiap orang mempunyai kepentingan sendiri,
yang hanya sama, tetapi juga kadang-kadang bertentangan, untuk itu
diperlukan aturan hukum dalam kenata kepentingan tersebut, yang
menyangkut kepentingan anak diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum
yang berkaitan dengan perlindungan anak, yang disebut dengan Hukum
Perlindungan Anak.
Hukum perlindungan anak adalah hukum yang menjamin hak-hak dan
kewajiban anak, hukum perlindungan anak berupa: hukum adat, hukum
perdata, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana dan
peraturan lain yang menyangkut anak.

3. Korban
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Sementara itu dalam Pengertian korban seperti yang tercantum dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi
dan Korban, Menyatakan bahwa : “Korban adalah seseorang yang mengalami
penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
suatu tindak pidana”.
Istilah korban tidak hanya mengacu kepada perseorangan saja melainkan
mencakup juga kelompok dan masyarakat. Penderitaan yang dialami oleh
korban tidak hanya terbatas pada kerugian ekonomi, cedera fisik maupun
mental juga mencakup pula derita-derita yang dialami secara emosional oleh
para korban, seperti mengalami trauma.

4. Kekerasan Seksual
4.1. Pengertian Kekerasan
Pengertian kekerasan (abuse) tidak hanya diartikan secara fisik,
tetapi juga secara mental bahkan secara pasif (pengabaian). Dapat
diketahui, tidak melakukan apa pun, dapat menghasilkan dampak yang
sama dengan yang ditimbulkan kekerasan.
16

Kekerasan dapat diartikan sebagai perlakuan yang salah, perlakuan yang


kejam. Kekerasan terhadap anak (child abuse) mulai dari pengabaian
sampai pada pemerkosaan dan pembunuhan, yang dapat
diklasifikasikan atas:11
4.1.1. Emosional abuse (kekerasan emosional)

4.1.2. Physical abuse (kekerasan fisik)

4.1.3. Sexsual abuse (kekerasan seksual)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai:

“perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera

atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang

orang lain”.

4.2. Kekerasan Seksual

Banyak jalan terjadinya kekerasan seksual, ada karena kebetulan

bertemu, misalnya perempuan itu meminta tumpang kendaraan,

sehingga pembuat mendapat kesempatan untuk memperkosanya. Ada

yang memang sudah kenal lama bahkan telah berpacaran yang pada

kesempatan tertentu laki-laki itu dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa pacarnya bersetubuh dengan dia.

11
Gultom Maidin, 2018,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan
Perempuan, Reflika Aditama, Bandung, Hlm 83
17

Delik kesusilaan tercantum di dalam Bab XIV Pasal 281- 299


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam Pasal 290 KUHP yang
berbunyi :
“Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang,
padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak
berdaya;
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya,
bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk
dikawin;
3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan
belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di
luar perkawinan dengan orang lain.”

Delik seseorang melakukan perbuatan cabul antara lain:12


1. Melakukan perbuatan cabul dengan seseorang,
2. Yang diketahuinya orang itu pingsan atau tidak berdaya.
3. Melakukan perbuatan cabul dengan seorang
4. Padahal diketahunya atau sepatutnya dapat diduganya, bahwa
umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk kawin

Andi Hamzah, 2011, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam


12

KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm 167.


18

5. Membujuk seseorang yang diketahuinya bahwa umumnya


belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang
bersangkutan belum waktunya untuk kawin
6. Untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

5. Kekerasan Terhadap Anak

5.1. Pengertian Anak


Anak sebagai suatu amanah dan karunia Tuhan yang Maha Esa
yang dalam dirinya melekat harkat dan martabak sebagai manusia
seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi, generasi muda penerus cita-
cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat yang menjamin keterlangsungan eksistensi bangsa dan
negara pada masa depan dan agar setiap anak kelak mampu memikul
tanggungjawab.
Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun
sosial dan berakhlak mulia, perlu dilakuka suatu upaya perlindungan
serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan
jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan
tanpa diskriminasin dan untuk melakukan perlindungan dan
kesejahteraan anak diperlukan dukungan lembaga dan peraturan
perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaanya.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
pada Pasal 1 angka 1, menyebutkan bahwa: “Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih berada dalam kandungan”
19

5.2. Kekerasan Terhadap Anak


Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual,
dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak,
berbahaya dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban
kekerasan menderita kerugian tidak hanya bersifat material, tetapi juga
bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologi, yang
dapat mempengaruhi kehidupan anak. Pelaku tindak kekerasan
terhadap anak bisa saja orang tua (ayah atau ibu), anggota keluarga,
masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak hukum
dan lain-lain).
Kekerasan sering terjadi terhadap anak rawan. Disebut anak
rawan adalah karena kedudukan anak yang kurang menguntungkan.
Anak rawan (children at risk) merupakan anak yang mempunyai
resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam
perkembangannya, baik secara psikologi (mental), sosial maupun fisik.
Anak rawan dipengaruhi oleh kondisi internal maupun kondisi
eksternalnya, di antaranya ialah anak dari keluarga miskiin, anak di
daerah terpencil, anak cacat dan anak dari keluarga retak (broken
home).
Dalam hukum pidana, kerugian yang dialami anak sebagai korban
tindak kekerasan belum secara konkret diatur. Artinya hukum pidana
memberikan perlindungan keapda anak sebagai korban, lebih banyak
merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung,
adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan.
20

Sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidana tidak tertuju pada


perlindungan korban secara langsung dan konkrit, tetapi hanya
perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak.13
5.3. Faktor dan Dampak Kekerasan Terhadap Anak
Penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak-anak sangat
luas sekali, tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus atau sebab
tunggal terjadinya tindak kekerasan seksual pada anak- anak yang
terjadi di Indonesia. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keseluruhan hal
yang terdiri dari bemacam-macam kondisi serta persoalan yang
berbeda-beda. Anak-anak baik laki-laki maupun perempuan merupakan
kelompok yang rentan menjadi korban kekekerasan seksual. Mereka
yang menjadi korban sebagian besar berasal dari keluarga yang rentan.
Dilihat dari sudut pandang pelaku kejahatan seksual, menurut Hari
secara umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya
kejahatan seksual pada anak dibagi menjadi 2 (dua) bagianya itu faktor
interen dan faktor eksteren.14
A. Faktor Interen
Faktor interen adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri
individu. Faktor ini khusus dilihat pada diri individu dan
hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan
seksual.
Pertama, Faktor Kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal
dari seseorang dapat mendorong seseorang melakukan
kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang abnormal dapat
menyebabkan pelaku melakukan pemerkosaan terhadap
korban anak-anak dengan tidak menyadari keadaan diri
sendiri.

13
Ibid, Hlm 2
14
Lewoleba, Kayowuan, Kayus, Studi Faktor-Faktor Terjadinya tindak
Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak, Volume 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2020
21

Psikologis (kejiwaan) seseorang yang pernah menjadi


korban pemerkosaan sebelumnya seperti kasus Emon yang
kejiwaannya telah terganggu sehingga kerap melakukan
kejahatan seksual pada anak.
Kedua, Faktor Biologis. Pada realitanya kehidupan manusia
mempunyai berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi.
Kebutuhan biologis itu terdiri atas tiga jenis, yakni kebutuhan
makanan, kebutuhan seksual dan kebutuhan proteksi.
Kebutuhan seksual sama dengan kebutuhan-kebutuhan lain
yang menuntut pemenuhan.
Ketiga, Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk
menentukan timbulnya kejahatan. Moral sering disebut
sebagai filter terhadap munculnya perilaku menyimpang.
Pemerkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat
rendah. Keempat, Balas Dendam Dan Trauma Masa Lalu.
Pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak-anak
terdorong ingin balas dendam dan dipengaruhi apa yang
pernah dialaminya saat menjadi korban, kemudian ada
motivasi mau merasakan kembali apa yang pernah dirasakan.
Dalam beberapa kasus terutama pelaku kejahatan seksual
sejenis, terutama yang dilakukan oleh orang terdekat seperti
guru dalam kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh
AW(23) Guru honorer di SD Negeri 10 Tugu Cimanggis
Depok, Jawa Barat. Profil pelaku ternyata dikenal sebagai
orang yang berkperribadian baik selama menjadi guru
honorer dan aktif dalam kegiatan kesiswaan disekolah.

B. Faktor External
Faktor eksterenal adalah faktor-faktor yang berada diluar
diri sipelaku.
Pertama, Faktor Budaya. Dalam kehidupan sehari-hari
22

hubungan antara orang dewasa dan anak-anak terbentuk


dalam pola hubungan yang menguasai, atau yang disebut
relasi kuasa. Hal ini disebabkan pandangan yang melekat
bahwa anak menjadi hak kepemilikan bagi orang tua atau
orang dewasa lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kondisi seperti ini telah menyebabkan tidak sedikit anak
yang telah menjadi korban dari kekerasan seksual (sexual
abuse) dan penelantaran (neglect). Meskipun anak masih
berada satu atap dengan orang tua maupun wali asuhnya,
tidak menutup kemungkinan anak bersangkutan menjadi
korban kekerasan dan penelantaran. Hal ini ditunjukan
dengan pemberitaan di media massa yang memaparkan
kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang yang
mempunyai hubungan darah denganya dan bertempat
tinggal dalam rumah yang sama.
Kedua, Faktor Ekonomi (KondisiAnakTerlantar). Faktor
ekonomi yang berujung pada masalah kemiskininan
merupakan salah satu sebab klasik yang menurut beberapa
hasil peneltian. Kemiskinan yang begitu berat dan
berdampak pada langkahnya kesempatan kerja mendorong
jutaan penduduk Indonesia untukmelakukanmigrasidi
dalam dan keluar negeri untuk menemukan cara agar dapat
menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sendiri.
Kemiskinan bukan merupakan satu-satunya indikator
kerentanan seorang anak mengalami kekerasan seksual.
Tapi telaah data menunjukan ada ratusan bakan ribuan anak
dari keluarga miskin yang menjadi korban kekerasan
seksual. Anak-anak yang yang berasal dari keluarga miskin
dan ditelantarkan dan hidup dijalanan cenderung
diperlakukan secara salah dan berpotensi menjadi obyek
kekerasan seksual.
23

Ketiga, Minimnya Kesadaran Kolektif Terhadap


Perlindungan Anak di Lingkungan Pendidikan. Maraknya
tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak-anak
khususnya di tahun 2018 yang menyita perahatian publik.
Kasus kekerasan seperti pemerkosaan yang dilakukan oleh
orang-orang terdekat, kasus pedofilia, sodomi, perdagangan
anak untuk eksploitasi seksual hingga pembunuhan yang
diberitakan di media massa. Kasus kekerasan seksual yang
dilakukan oleh oknum guru SDN Tugu Depok terhadap
belasan siswa menunjukan bahwa sekolah yang seharusnya
menjadi tempat yang aman dan ramah terhadap anak sudah
mengalami degradasi fungsi. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA)
menempatkan 5 (lima) pilar penyelenggara perlindungan
anak yakni, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah
dan negara. Pihak- pihak ini bertanggung jawab secara
bersama-sama untuk mewujudkan kehidupan sosial yang
ramah anak dan menjamin perlindungan maksimal terhadap
kepentingan dan kebutuhan anak.
24

BAB III
PEMBAHASAN
25

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
2
6

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen

ke IV).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981

Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3209).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297,

Tambahan Lemparan Negara Republik Indonesia Nomor 5606).

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan

Korban (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4635).

B. DAFTAR BUKU

Chazawi, Adami, 2007, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori

Pemidanaan & Batas Berlakukanya Hukum Pidana, Rajawali Pers,

Jakarta

Gultom, Maidin, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Reflika Aditama, Bandung


2
7
Gultom, Maidin, 2018, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan

Perempuan, Reflika Aditama, Bandung

Hamzah, Andi, 2011, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam

KUHP, Sinar Grafika, Jakarta

Makarao, Taufik, Mohammad, Bukamo, Weny, 2014, Hukum Perlindungan

Anak Dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Reflika

Aditama, Jakarta

Najih, Mokhamd, 2016, Pengantar Hukum Indonesia Sejarah, KonsepTata

Hukum, dan Politik Hukum Indonesia, Setara Press, Malang

Renggong, Ruslan, 2016, Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik di

Luar KUHP, Kencana, Jakarta

Yanto, Oksidelfa, 2020, Negara Hukum Kepastian Dan Kemanfaatan Hukum

Dalam Sistem Peradilan Indonesia, Pustaka Reka Cipta, Bandung

Yuwono, Dwi, Ismantoro, 2015, Penerapan Hukum Dalam Kasus

Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Pustaka Yudsitira, Yogjokarta

C. Daftar Pustaka Lainnya


Lewoleba Kayowuan Kayus, Fahrozi Helmi Muhammad, Studi Faktor-Faktor
Terjadinya Tindak Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak, Volume 2 No.
1 Bulan Juni Tahun 2020

Haryono M. T., Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual


Melalui Pendekatan Keadilan Restoratif, Volume 10, Nomor 2, Agustus
2017
Shehzad, Nooraini, 2018, Konversi Hak Anak: Versi anak- anak,
https://www.unicef.org/indonesia/id/konvensi-hak-anak-versianak-
anak
Kamus Besar Bahasa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai