Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

KEKERASAN TERHADAP ANAK

Dosen Pembimbing :
DR. Darwati , SH, MH

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa Nomor Induk Fakultas


Mahasiswa

Nur laili Safitri 21410006 Fakultas Teknik Sipil

UNIVERSITAS BOROBUDUR
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang
berjudul “Kekerasan terhadap anak”.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada DR. Darwati , SH., MH selaku dosen mata
kuliah pendidikan pancasila yang sudah memberikan saya untuk menyelesaikan tugas makalah
ini.
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai ujian tengah
semester mata kuliah yang bersangkutan yang diamanatkan oleh dosen saya. Saya juga
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam
cara penulisan maupun dalam isi. Oleh karena itu, saya berharap adanya kritik atau saran
untuk perbaikan penulisan makalah yang akan saya buat dimasa yang akan datang.
Semoga isi dan inti dari makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat untuk para
pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dalam penulisan
makalah ini. Sekian dan terimakasih.

Jakarta , 26 November 2021

(Nur Laili Safitri)

i|Page
Daftar isi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... i
Daftar isi ................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................................4
BAB II INTI PEMBAHASAN .................................................................................................................6
2.1 Pengertian Anak Menurut Undang-Undang.........................................................................................6
2.2 Faktor-faktor Yang Memicu Kekerasan Terhadap Anak .....................................................................7
2.3 Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak ..........................................................................................8
2.4 Dampak Kekerasan Terhadap Anak ....................................................................................................9
2.5 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Selaku Korban Kekerasan .......................................................9
2.6 Solusi Kekerasan Terhadap Anak ......................................................................................................10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................................12
3.2 Saran ..................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................13

ii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain untuk
menggembangkan kemampuannya, karena anak terlahir dengan segala kelemahan maka jika
tidak ada bantun dari orang lain anak tersebut tidak dapat mencapai pada taraf manusia yang
normal. Dalam perkembangannya anak membutuhkan kasih sayang dari orang-orang
terdekatnya. Anak juga mempunyai pikiran, perasaan dan kehendak tersendiri. Hal tersebut
mejadi salah satu dari totalitas psikis dan merupakan sifat-sifat yang berbeda di setiap tipe-
tipe perkembangan saat masa anak-anak. Anak merupakan salah satu asset yang dimiliki oleh
suatu bangsa, anak memiliki peran sebagai successor suatu bangsa. Di Indonesia anak
merupak penerus cita-cita perjungan bangsa. Peran strategis ini sudah disadari oleh
masyarakat Internasional untuk mewujudkan sebuah konvensi yang menekankan posisi anak
sebagai mahkhluk sosial yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang
dimilikinya.
Namun, faktanya anak justru menjadi objek yang dirugikan. Maraknya kasus
kekerasan pada anak di masa Pandemi Covid-19 justru semakin meningkat sekitar 15%.
Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan keluarga, lingkungan maupun
masyarakat dewasa ini. Di Indonesia tindak kekerasan dapat dilakukan dimana saja seperti di
jalanan, di sekolah hingga di dalam rumah tangga. Hal ini dapat menimbulkan secara tidak
sadar anak berkonflik dengan hukum. Kekerasan anak yang terjadi di dalam rumah tangga
dapat melibatkan orang terdekat dari anak tersebut seperti ibu, ayah, atau saudara-saudara
yang lainnya. Kekerasan anak yang terjadi di rumah tangga juga sering terjadi karena adanya
tekanan ekonomi yang dialami oleh orang tua sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
anggota keluarganya. Sebagai orang tua pendidikan yang ditempuh oleh anak merupakan hal
yang paling utama, agar anak tidak terpengaruh dengan lingkungan yang tidak kondusif
sehingga dapat memicu anak tersebut untuk melakukan tindak melanggar hukum seperti
tindak kekerasan di masa yang akan datang.
Semua macam tindakan kekerasan yang dilakukan kepada anak perlu untuk ditangani
atau dicegah sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2002 yang membahas terkait dengan perlindungan anak. Anak harus
mendapatkan perlindungan dan dipenuhi haknya untuk tumbuh dan berkembang secara
normal, dan anak harus diberi kesempatan untuk mengikuti secara optimal untuk
3|Page
mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan. Saat ini, anak juga sudah menjadi pelaku
dari tindakan kekerasan yang melanggar hukum ini.
Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada
penyelesaiannya. Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada
lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan, menyeleksi
tayangan televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih sayang agar anak tersebut
tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan nantinya. Tentunya kita semua tidak
ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa yang tidak menyelesaikan kekerasan
terhadap rakyatnya.
Seharusnya lembaga pengak hukum atau lembaga yang berwenang memberikan
hukuman yang adil untuk pelaku tindak pidana kekerasan supaya hukum benar-benar
didirikan dan diwujudkan dengan adil dalam kehidupan masyarakat. Tetapi, lembaga yang
menegakan hukum harus memperhatikan pertimbangan yang lebih relevan untuk mengambil
suatu keputusan saat memberikan hukum untuk pelaku pidana yang masih anak-anak. Karena
hukuman tidak hanya diharapkan untuk memberi sanksi jera terhadap pelaku yang masih
anak-anak supaya tidak mengulangi perbuatannya serta untuk mencegah orang-orang untuk
melakukan hal yang sama, tetapi juga harus memperhatikan anak-anak karena yang sudah
dijelaskan pada Undang-Undang (UU) Tahun 2012 Nomor 11 yang membahas mengenai
Sistem Peradilan Pidana Anak.

1.2 Rumusan Masalah


Saat ini banyak orang-orang yang kurang memaknai seorang anak itu penting dan
perlu adanya pembimbingan dan perlindungan. Maka, perlu adanya pendalaman tentang
memaknainya, agar lebih mengerti bahwa anak tidak dapat diperlakukan semena-mena.
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang
2. Faktor-faktor yang memicu kekerasan terhadap anak
3. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak
4. Dampak kekerasan terhadap anak
5. Perlindungan hukum terhadap anak selaku korban kekerasan
6. Solusi kekerasan terhadap anak

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antar lain:
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pentingnya anak sebagai penerus bangsa.

4|Page
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang faktor-faktor yang memicu kekerasan terhadap
anak.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tentang bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak.
4. Mahasiswa mampu mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap anak korban
kekerasan.
5. Mahasiswa mampu menerapkan dan mengamalkan tentang Solusi kekerasan terhadap
anak.

5|Page
BAB II
INTI PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Menurut Undang-Undang

Kekerasan terhadap anak adalah perilaku yang salah, baik dari orangtua, pengasuh,
atau orang lain di sekitarnya dalam bentuk perlakuan kekerasan terhadap fisik dan mental,
termasuk di dalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi, mengancam, serta
hal buruk lainnya yang berpengaruh terhadap fisik dan mental anak.

Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan


anak disebutkan bahwa :

“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin”.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan dalam pasal 1 nomor 1 bahwa:

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan
tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”.

Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


tercantum dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi:

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak
yang masih dalam kandungan”.

Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I
butir I UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi anak,
yakni 1:

Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Dengan demikian,
setiap orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental
tidak cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal ini, tidak
dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak.

Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya
melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan.
Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan dimaksudkan untuk
menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-anak. Sebaliknya, dengan
pendekatan perlindungan, maka setiap orang (every human being) yang berusia di bawah 18

6|Page
tahun – selaku subjek hukum dari UU No. 23/2002 – mempunyai hak atas perlindungan dari
Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum dalam UU No. 23/2002.

2.2 Faktor-faktor Yang Memicu Kekerasan Terhadap Anak

Ada banyak faktor yang memicu kekerasan terhadap anak, yaitu :


1. Anak sebagai korban, cenderung lebih bersikap menutup diri, takut dan bersikap pasrah
daripada mencoba melawan, kecuali pada anak yang lebih besar.
2. Adanya anggapan bahwa kekerasan pada anak sering kali masih terbungkus oleh
kebiasaan masyarakat yang meletakkan persoalan ini sebagai persoalan intern keluarga
dan karenanya tidak layak atau tabu atau aib untuk diekspose keluar secara terbuka,
kecuali jika anaknya sudah mengalami kekerasan fisik, psikis atau seksual yang
mengenaskan.
3. Adanya paradigma yang salah bahwa anak adalah ”properti” orangtua atau keluarganya,
sehingga orangtua ”berhak” memperlakukan apa pun pada anaknya atas nama pendidikan,
”budaya”, budi pekerti, dendam masa lalu, harapan/obsesi, atau menjadikan anak lebih
baik dan penurut.
4. Adanya keterbatasan pendidikan dan pemahaman agama yang salah pada orangtua atau
keluarga.
5. Adanya anggapan bahwa kekerasan terhadap anak biasanya hanya terjadi pada keluarga
menengah bawah atau karena impitan ekonomi.
6. Adanya anggapan bahwa kekerasan pada anak hanya bersifat kasuistis dan dianggap
hanya terjadi pada keluarga tertentu yang dianggap bermasalah, baik secara genetik
maupun faktor lingkungan.
7. Pelaku kekerasan memiliki masa lalu yang hampir sama pada masa kanak-kanaknya dulu,
sehingga menjadi ”role model” pola asuh (parenting skill). Akibatnya, pola asuh yang
diterapkan pada anaknya melalui proses imitasi atau modelling yang diperoleh di
lingkungan terdekat yang dipercayainya atau terinternalisasi sebagai suatu ”nilai” atau
”budaya” yang dianggap patut dan wajar.
8. Kekerasan pada anak sering kali terjadi karena hubungan pasangan suami istri yang tidak
seimbang, sehingga anak sering kali menjadi sasaran kemarahan salah satu orangtuanya,
untuk melampiaskan dendam atau amarah pada pasangan lainnya.
9. Untuk kekerasan pada anak yang dilakukan oleh anak (bullying), kasus yang sering kali
terjadi karena:
• Pengaruh lingkungan atau per group.
• Paparan media, termasuk tayangan media yang tidak sehat, vulgar, satanic,
7|Page
pornografi, serta sarat dengan kekerasan dan konsumerisme.

2.3 Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Ada berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yang ditetapkan sebagai tindak pidana
sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Bahwa ada beberapa bentuk kekerasan
terhadap anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Bentuk bentuk kekerasan terhadap
anak tersebut dijabarkan ke dalam berbagai tindak pidana, seperti diatur dalam Pasal 77 s/d
Pasal 89. Berbagai bentuk tindak pidana kekerasan pada anak dalam UU Perlindungan Anak
adalah sebagai berikut:
1. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian materiil
maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya (Pasal 77);
2. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan
fisk, mental, maupun social (Pasal 77);
3. Membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti dalam pengungsian, kerusuhan, bencana
alam, dan/atau dalam situasi konflik bersenjata (Pasal 78);
4. Membiarkan anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkhohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainya (napza), anak korban penculikan, anak korban
perdagangan, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu (Pasal
78);
5. Pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan Pasal 39 (Pasal 79);
6. Melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak (Pasal 80);
7. Melakukan kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan (Pasal 81);
8. Melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul (Pasal 82);
9. Memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual
(Pasal 83);
10. Melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum (Pasal
84);
11. Melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak (Pasal 85);
12. Melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak, tanpa memperhatikan
kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objeknya
tanpa mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, secara melawan hukum (Pasal
8|Page
85);
13. Membujuk anak untuk memilih agama lain dengan menggunakan tipu muslihat atau
serangkaian kebohongan (Pasal 86);
14. Mengeksploitasi ekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain (Pasal 88);
15. Menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam
penyalahgunaan produksi atau distribusi narkotika, psikotropika, alkhohol, dan/atau zat
adiktif lainya (napza) (Pasal89).

2.4 Dampak Kekerasan Terhadap Anak


Berbagai hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan anak-anak yang diasuh,
dididik dan didisiplinkan dengan kekerasan akan mendatangkan berbagai dampak negatif bagi
perkembangan anak secara psikologis maupun fisik. Perkembangan emosi anak usia dini dan
tahap perkembangan afektif anak usia dini pun akan sangat terpengaruh.
Dan berikut beberapa dampak yang dapat dialami oleh seorang anak :
1. Agresif
Ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditujukan saat anak
merasa tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidak bisa
melindunginya itu ada disekitarnya, anak akan langsung memukul datau melakukan
tindak agresif terhadap si pelaku.
2. Depresi
Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki
gangguan tidur dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi
anak yang pemurung, pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.
3. Mudah menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan aman dengan
lingkungan sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa melindunginya,
kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan mudah percaya pada orang lain.
4. Melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain
Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya dulu.
Dan belajar dari pengalamannya, kemudian bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.

2.5 Perlindungan Hukum Terhadap Anak Selaku Korban Kekerasan


Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang
memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti
dilindunginya anak untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup,
9|Page
mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan
hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para pelindungnya. (Arief Gosita, 1996:14).
Menurut pasal 1 nomor 2 , Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan anak disebutkan bahwa:
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.
Pada umumnya, upaya perlindungan anak dapat dibagi menjadi perlindungan
langsung dan tidak langsung, dan perlindungan yuridis dan non-yuridis. Upaya-upaya
perlindungan secara langsung di antaranya meliputi: pengadaan sesuatu agar anak terlindungi
dan diselamatkan dari sesuatu yang membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang
dapat merugikan atau mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari
dalam dirinya atau dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan
pendidikan formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh), penghargaan (reward),
pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.(Arief Gosita, 1996:6)
Sedangkan, upaya perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan
orang lain merugikan, mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-
undangan, peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia anak serta hak dan
kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan anak dan keluarga, pengadaaan sesuatu yang
menguntungkan anak, pembinaan (mental, fisik dan sosial) para partisipan selain anak yang
bersangkutan dalam pelaksanaan perlindungan anak, penindakan mereka yang menghalangi
usaha perlindungan anak.(Arief Gosita, 1996:7)
Seperti dikemukakan di atas, meski UU tersebut sudah menetapkan berbagai bentuk
perlindungan anak korban kekerasan, namun bentuk perlindungan yang bersifat langsung,
baik dari negara ataupun dari pelaku kekerasan belum nampak secara jelas. Oleh karenanya,
perlu ditetapkan model pemberian perlindungan anak korban kekerasan baik dalam UU
Perlindungan Anak secara jelas dan tegas, Sehingga dalam kehidupan selanjutnya anak koban
kekerasan benar-benar mendapat jaminan hukum yang jelas.

2.6 Solusi Kekerasan Terhadap Anak


Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap
anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan
anak.

10 | P a g e
1. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak
agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasan
itu sendiri.
2. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara
apa adanya / berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya
dengan baik dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak, karena
banyak sekali kekerasan pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
3. Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang
kurang dikenal dan lain-lain.
4. Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak
tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan karena
kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan
terhadap anaknya sendiri.

11 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seperti yang sudah dijelaskan dalam pemaparan diatas ternyata kekerasan terhadap
anak bahaya untuk kelangsungan masa depan anak dan suatu bangsa. Sebagaimana yang
sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 yang
membahas terkait dengan perlindungan anak. Anak harus mendapatkan perlindungan dan
dipenuhi haknya untuk tumbuh dan berkembang secara normal, dan anak harus diberi
kesempatan untuk mengikuti secara optimal untuk mendapatkan perlindungan dari tindak
kekerasan.
Oleh karenanya, perlu ditetapkan model pemberian perlindungan anak korban
kekerasan baik dalam UU Perlindungan Anak secara jelas dan tegas, Sehingga dalam
kehidupan selanjutnya anak koban kekerasan benar-benar mendapat jaminan hukum yang
jelas.

3.2 Saran
Adanya Undang-undang yang telah dibuat selayaknya kita semua dapat menaati
peraturan-peraturan tersebut. Barulah akan tercipta keamanan dan kesejahteraan terhadap
anak. Dan masa depan anak akan terjamin lebih cerah.

12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Hadisuprapto, Paulus, (5 Oktober 1996) Masalah Perlindungan Hukum Bagi Anak,


Jakarta:PT.Gramedia Indonesia

Joni, Muhammad (1999) Aspek Hukum Perlindungan Anak


Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti

Sutanto, Retnowulan, (5 Oktober 1996) Makalah “Hukum Acara Peradilan Anak”, Wadong,
Maulana Hassan, (2000) Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT.
Gramedia Indonesia, Jakarta 2000

Rani, (5 Oktober 1996) Makalah “Masalah perlindungan anak“ , Arief, Barda


Nawawi, (1998) Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum
Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Universitas Islam Indonesia, (17 Juli 2020) Kekerasan Pada Anak di Masa Pandemi Covid-
19 Meningkat, https://www.uii.ac.id/kekerasan-pada-anak-di-masa-pandemi-covid-19-
meningkat/
,diakses pada tanggal 26 November 2021.

Wiwik Subekti, Sosialisasi dan Komunikasi Terkait dengan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, http://bali.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=423
,diakses pada tanggal 26 November 2021.

Anonim, Anak dan Aset Bangsa, http://www.koran-jakarta.com/anak-aset-bangsa/


,diakses pada tanggal 26 November 2021.

Rohma Siti, (2005), “Atribusi Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Kesadaran terhadap
Kesetaraan Gender dan Strategi Menghadapi Masalah Pada Perempuan Korban
Kekerasan Rumah Tangga”, Jurnal Psikologi, Vol 32 No.1, hlm 34-46.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai