Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 35 TAHUN 2014”

Dosen Pengampuh : Dr. Okdanasmita, M.Pd

Disusun Oleh :

MELLY ANDRIANI

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NUSANTARA BATANG HARI
2022
KATA PENGANTAR

‫الرحِيم‬
َّ ‫ِالر ْح َم ِن‬
َّ ‫ــــــــــــــــم اﷲ‬
ِ ‫ِب ْس‬

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan


semesta alam yang senantiasa memberikan kemudahan kelancaran
beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat Rahmat dan ridha-Nya penulis dapat


menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “ Undang-undang
perlindungan anak nomor 35 tahun 2014” . makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok tahun akademik 2022

Dalam penyusunan makalah ini Penulis mendapatkan bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis. Begitu pula makalah ini tidak luput dari
kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang bersifat membangun.

Muara Bulian, Mei 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak
diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari
kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal
lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya
seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan
kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi
karena  Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah
hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari
mendisiplinkan anak.
Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling
bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan,
peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh
kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar
mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. 
Kekerasan terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang
sengaja maupun tidak sengaja  yang ditujukan untuk mencederai atau
merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental. Dalam
menyiapkan generasi penerus bangsa anak merupakan asset utama.
Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga,
masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak
banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik biologis, psikis, sosial,
ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-
hak anak.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak telah
disahkan Undang - Undang (UU) Perlindungan Anak yaitu UU No. 23
Tahun 2002 yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan
sejahtera.
Akibat kehilangan hak-haknya, banyak anak menjalani hidup
mereka sendiri. Oleh karena tidak memiliki arah yang tepat, maka
banyak pula anak mulai bersinggungan dengan hukum. Tindakan yang
melawan hukum seperti pencurian, perkelahian dan narkoba sangat
sering dilakukan oleh anak. Hal ini terjadi karena mereka sudah
kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka miliki.
Pasal 13 (1) Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan
orangtua, wali atau pihak lain yang bertanggung jawab atas
pengasuhan.
Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No. 23 tahun 2002 disebutkan
pula bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan
waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai
dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan
diri. Anak adalah pemimpin masa depan siapapun yang berbicara
tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak.
Menyiapkan Indonesia kedepan tidak cukup kalau hanya
berbicara soal income per kapita, pertumbuhan ekonomi, nilai investasi,
atau indikator makro lainnya. Sesuatu yang paling dasar adalah sejauh
mana kondisi anak disiapkan oleh keluarga, masyarakat dan negara.
anak yang karena ketidakmampuan ketergantungan dan
ketidakmatangan baik fisik mental maupun intelektualnya perlu
mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua
(dewasa).
Perawatan, pengasuhan serta pendidikan anak merupakan
kewajiban agama dan kemanusiaan yang harus dilaksanakan mulai
dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat pula harkat, martabat dan
hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan
anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan
dari tindak kekerasan dan diskriminasi. 
Orangtua, keluarga dan masyarakat bertanggungjawab untuk
menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban
yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan
anak, negara dan pemerintah juga bertanggungjawab untuk
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. Upaya
perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari
janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. 
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan
anak, perlu adanya peran masyarakat baik melalui lembaga
perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia
usaha, media massa dan lembaga pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia?
2. Apa saja Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan Perlindungan
Anak di Indonesia
3. Apa saja kesejahteraan pengasuhan dan perlindungan anak ?
4. Apa pengertian pengasuhan Anak ?
5. Apa pengertian perlindungan Anak ?
6. Apa saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan,
Pengasuhan dan Perlindungan Anak ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia
2. Mengetahui Kedudukan Anak Di Indonesia
3. Mengetahui Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan
Perlindungan Anak di Indonesia
4. Mengetahui kesejahteraan pengasuhan dan perlindungan anak
5. Mengetahui pengertian pengasuhan Anak
6. Mengetahui pengertian perlindungan Anak
7. Apa Standar Lembaga Pelayanan Pengasuhan Anak
8. Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan,
Pengasuhan dan Perlindungan Anak
9. Mengetahui Kebutuhan Balita
10. Mengetahui pengertian Anticipatory Guidence
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Perlindungan Anak
Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan
kesejahteraan anak-anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia
berusia antara 13 dan 18 tahun putus sekolah; hampir tiga juta anak
terlibat dalam perburuhan anak berpotensi berbahaya, dan sekitar 2,5
juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap tahun. Lebih dari
80% anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di
belakang bar dan jumlah yang lebih besar adalah tanpa bantuan
hukum. Statistik ini menggarisbawahi kebutuhan untuk mengintensifkan
dan memperkuat upaya saat ini untuk meningkatkan perlindungan anak
di Indonesia. 2008 review dari Pemerintah Program Negara Indonesia
dan UNICEF Kerjasama menyoroti hubungan antara kebutuhan untuk
meningkatkan perlindungan anak dan pengembangan ekonomi
nasional yang adil dan berkelanjutan.
Kesenjangan yang signifikan tetap dalam ketersediaan informasi
pembangunan kerangka kebijakan di Indonesia dan aktual, on-the-
tanah program di bidang hak-hak anak dan perlindungan anak. Ada
kebutuhan mendesak untuk berpindah dari penyediaan ad-hoc,
responsif, dan donor-driven upaya perlindungan anak ke sistem anak
strategis dan komprehensif perlindungan.
Sistem seperti menggunakan proses standar untuk
mengumpulkan data, menggunakan data tersebut untuk program-
program desain, dan alamat keprihatinan perlindungan anak dalam
yang lebih luas sosial, ekonomi, konteks politik dan hukum.
Pusat ini difokuskan pada membangun kapasitas praktisi
pemerintah, profesional muncul, para pemimpin masyarakat sipil dan
akademisi. Hal ini bertujuan untuk mempromosikan seragam, solusi
berkelanjutan untuk masalah kompleks yang mempengaruhi anak-
anak, keluarga, dan masyarakat. Selain itu, ia mendorong kolaborasi
dan pertukaran pengetahuan di kawasan Asia / Pasifik.
Negara Indonesia, saat ini sedang mengembangkan
kesejahteraan anak dan keluarga yang fokus pada sistem untuk
pencegahan dan merespon semua bentuk – bentuk kekerasan pada
anak. Hal ini merupakan refleski pada pendekatan baru pada upaya
perlindungan anak secara internasional.
Kendati negara Indonesia telah mengembangkan sebuah
kerangka kerja progresif untuk hak-hak anak, hanya saja dalam
pelaksanaannya kurang mampu berkembang untuk perlindungan anak.
Disisi lain, belum ada mandat secara jelas bagi sebuah lembaga untuk
mengelola pelayanan pencegahan dan merespon masalah-masalah
anak terkait dengan kewenangan dan akuntabilitas untuk melindungi
secara legal dan efektif.
Pendekatan dalam penyediaan layanan perlindungan anak
berbasis sistem mulai dikembangkan berbeda dengan pendekatan
tradisional yang dijalankan saat ini. Dimana, dalam pendekatan
tradisional dilakukan berdasarkan respon yang berbasis kesejahteraan,
lebih dipimpin oleh NGOs, berorientasi pada kedaruratan, berbasis
pada issu (seperti perdagangan anak; peradilan anak), bekerja
berdasarkan jaringan dan bukan sistem; dan hanya terfokus pada
kelompok anak yang termarjinalkan dan rentan, serta layanan
perlindungan anak lebih mengedepankan pada respon atau gejala saja.
Upaya untuk mengadopsi pendekatan ”membangun sistem” ini
merupakan upaya untuk mengkerangkakan kembali sebuah
pendekatan pada anak yang membutuhkan atau beresiko, memikirkan
kembali bagaimana membangun strategi untuk perlindungan anak,
mendifinisikan apa itu persekutuan/kemitraan, bagaimana peran,
tanggungjawab, serta memprogramkan kembali intervensi dari masing
masing stakeholder diperlindungan anak.
Kerja-kerja yang dilakukan dalam membangun sistem merupakan
kerja-kerja yang komprehensif yang saling terkait satu dengan lainnya
atau saling berinteraksi dalam kondisi yang harmonis dan teratur.
Komponen yang saling terkait antara lain adalah kerangka hukum dan
kebijakan yang kuat untuk PA, tersedianya anggaran yang memadai,
koordinasi multi sektoral, sistem layanan pencegahan yang ramah anak
dan responsif, tenaga kerja PA yang profesional, pengawasan dan
regulasi, serta data dan informasi yang kuat tentang isu isu PA.
B. Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan Perlindungan Anak Di
Indonesia
Kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia telah diatur
oleh berbagai kebijakan dan program, antara lain mulai dari Undang
Undang Dasar 1945, dimana anak terlantar dan fakir miskin
dipelihara oleh Negara. Undang Undang Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak telah mengatur tentang
hak anak yaitu “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan,
asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam
keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar”, dan tanggung jawab orangtua yaitu
bahwa “orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak”.
Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak
Anak (KHA) melalui Keppres 36/1990 pada tanggal 25 Agustus
1990 dimana substansi inti dari KHA adalah adanya hak asasi
yang dimiliki anak dan ada tanggung jawab Negara-Pemerintah-
Masyarakat-dan Orangtua untuk kepentingan terbaik bagi anak
agar meningkatnya efektivitas penyelenggaraan perlindungan
anak secara optimal. Kemudian KHA dikuatkan dengan terbitnya
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Anak, serta
kewajiban dan tanggug jawab negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga
Di samping itu juga diatur tentang kuasa asuh, perwalian,
pengasuhan dan pengangkatan anak serta penyelenggaraan
perlindungan. Permasalahan anak telah direspon oleh berbagai
Kementerian/ Lembaga terkait, antara lain Kementerian Sosial,
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kesehatan,
Pendidikan, Agama, Dalam Negeri, Tenaga Kerja, Hukum dan
HAM, Kepolisian, Pengadilan Negeri, Lembaga donor dan lembaga
kesejahteraan social di tingkat nasional maupun wilayah. Di lingkup
Kementerian Sosial (selanjutnya disebut Kemensos) untuk
mempercepat penanganan masalah sosial anak, pada tahun 2009
Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak mulai mengembangkan
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) melalui kegiatan uji
coba penanganan anak jalanan di lima wilayah yaitu Jawa Barat,
DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Yogyakarta.
PKSA dikuatkan melalui kebijakan pemerintah yaitu keluarnya
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, dimana diperlukan
penyempurnaan program bantuan sosial berbasis keluarga
khususnya bidang kesejahteraan sosial anak balita terlantar, anak
terlantar, anak jalanan, anak dengan disabilitas, anak yang
berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan
perlindungan khusus. Selanjutnya PKSA dikuatkan lagi dengan
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan, yang menetapkan PKSA sebagai
program prioritas nasional yang meliputi PKSA Balita, PKSA
Terlantar, PKS-Anak Jalanan, PKS-Anak yang Berhadapan dengan
Hukum, PKS-Anak Dengan Kecacatan, dan PKS-Anak yang
Membutuhkan Perlindungan Khusus.
Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden, telah ditetapkan
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15A/HUK/2010 Tentang
Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), dan
untuk operasionalisasi PKSA telah diterbitkan Pedoman
Operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) melalui
Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Nomor: 29/RS-
KSA/2011 Tentang Pedoman Operasional PKSA. Mulai tahun 2010,
layanan PKSA telah diperluas jangkauan target sasaran maupun
wilayahnya. PKSA dikembangkan dengan perspektif jangka panjang
sekaligus untuk menegaskan komitmen Kementerian Sosial untuk
merespon tantangan dan upaya mewujudkan kesejahteraan sosial
anak yang berbasis hak. Perwujudan dari kesungguhan
Kementerian Sosial mendorong perubahan paradigma dalam
pengasuhan, peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan
tanggung jawab orangtua/ keluarga, dan perlindungan anak yang
bertumpu pada keluarga dan masyarakat, serta mekanisme
pemenuhan kebutuhan dasar anak yang dapat merespon
keberagaman kebutuhan melalui tabungan.
merupakan respon sistemik dalam perlindungan anak,
termasuk memberikan penekanan pada upaya pencegahan
melalui lima komponen program yaitu: 1) pemenuhan kebutuhan
dasar, 2) aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar, 3)
pengembangan potensi dan kreativitas anak, 4) penguatan
tanggung jawab orangtua, dan 5) penguatan lembaga
kesejahteraan sosial anak. Secara konseptual PKSA lebih
komprehensif dan berkelanjutan dibandingkan program pelayanan
sosial anak pada tahun-tahun sebelumnya karena sudah
berdasarkan pendekatan kepada anak, orangtua atau keluarga
(family base care), dan kepada masyarakat yaitu lembaga
kesejahteraan sosial yang khusus menangani anak (LKSA).
Sebelumnya, pengasuhan anak dan masalah-masalah
perlindungan anak hanya difokuskan pada anak. Keluarga dan
masyarakat belum banyak disentuh. Misalnya penanganan anak
terlantar, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum lebih
banyak diserahkan ke lembaga atau panti sosial dimana di dalam
penanganannya orangtua atau keluarga pengganti kurang
dilibatkan. Anak lebih banyak dicabut dari lingkungan keluarga. Isu
ini dipertegas dengan banyaknya jumlah panti asuhan.
Pada tahun 2011 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) bekerjasama dengan Pusat Kajian Perlindungan Anak
Universitas Indonesia, dan Bank Dunia telah melakukan kajian
yang berfokus pada PKSA yaitu menganalisis proses pelaksanaan
program serta kontribusinya terhadap pengembangan
pendekatan perlindungan. Hasil kajian tersebut menunjukkan
antara lain : “PKSA memberikan manfaat yang sangat berharga
kepada mereka yang membutuhkan, meskipun pelaksanaan
program tersebut masih memiliki banyak kekurangan”. Dari hasil
penelitian ini juga terungkap bahwa pelaksana PKSA belum
memiliki data dasar untuk mengukur keberhasilannya sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan
C. Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan Anak
Kesejahteraan pengasuhan dan perlindungan anak adalah
tiga konsep yang tidak terpisahkan dimana untuk mencapai
kesejahteraan anak membutuhkan pengasuhan dan
perlindungan
1. Kesejahteraan Anak
Sebagaimana diuraikan dalam Child and Family Services
Review process, ada tiga variabel kesejahteraan. Tiga variabel
kesejahteraan dikonseptualisasikan dalam kerangka berikut
yaitu : Pertama, kesejahteraan dalam arti keluarga memiliki
peningkatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan anak-anak
mereka. Konsep ini mencakup pertimbangan kebutuhan dan
pelayanan kepada anak-anak, orangtua, dan orangtua asuh serta
keterlibatan anak-anak, remaja, dan keluarga dalam perencanaan
pemecahan masalah. Dalam hal ini kunjungan pekerja sosial
dengan anak-anak dan orangtua merupakan hal yang penting,
karena hasil penelitian pada 52 negara bagian dan teritori telah
menemukan hubungan yang kuat dan positif yang signifikan
secara statistik antara kunjungan petugas sosial dengan anak-
anak dan hasil keselamatan dan/kesejahteraan anak. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Biro Anak, ada nilai "kekuatan"
untuk kunjungan petugas sosial dengan anak yang berkaitan
secara bermakna dengan nilai “pencapaian substansial” untuk
peringkat kelima dari tujuh hasil
Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979, diamanatkan
bahwa Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan
penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani,
maupun sosial.
2. Perlindungan Anak
Di Indonesia, Perlindungan Anak diatur dalam Undang
Undang Nomor 23 Tahun 2002 yaitu segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sedangkan Perlindungan khusus adalah perlindungan
yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual anak yang diperdagangkan anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika alkohol psikotropika dan zat adiktif
lainnya (napza) anak korban penculikan penjualan,
perdagangan anak korban kekerasan baik fisik dan/atau
mental anak yang menyandang cacat dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran.
3. Azas dan Tujuan Perlindungan Anak
Penyelenggaraan perlindungan anak berazaskan Pancasila
dan berlandaskan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-
Hak Anak meliputi: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik
bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-
hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera. Sejalan dengan tujuan tersebut,
maka hakekat perlindungan anak Indonesia adalah perlindungan
keberlanjutan, karena merekalah yang akan mengambil alih
peran dan perjuangan mewujudkan cita- cita dan tujuan bangsa
Indonesia. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan
orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan
Anak
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
pengasuhan dan perlindungan anak antara lain : pelaksanaan peran
dan fungsi keluarga atau keluarga pengganti dan keberfungsian
lembaga perlindungan anak dan penerapan sanksi terhadap pelaku
perlakuan salah terhadap anak. Setiap keluarga memiliki sejumlah
peranan yang mesti dilaksanakan. Menurut Jhonson (1988),
peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam
posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari
oleh harapan dan pola perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah
sebagai berikut:
Ayah sebagai suami dan ayah dari anak-anak, berperan
sebagai pencari naThah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa
aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai
pencari naThah tambahan dalam keluarganya. Anak-anak
melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Berdasarkan uraian tentang konsep kesejahteraan,
pengasuhan dan perlindungan anak dan remaja sebagaimana
telah diuraikan di atas, maka dalam merumuskankan kebijakan,
pelaksanaan program dan kegiatan kesejahteraan, pengasuhan
dan perlindungan anak seyogyanya memperhatikan kaidah-
kaidah dari konsep tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan
kesejahteraan anak-anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia
berusia antara 13 dan 18 tahun putus sekolah; hampir tiga juta anak
terlibat dalam perburuhan anak berpotensi berbahaya, dan sekitar 2,5
juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap tahun. Lebih dari
80% anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di
belakang bar dan jumlah yang lebih besar adalah tanpa bantuan
hukum.
B. Saran
Setelah menulis makalah ini, penulis menyarankan agar sistem
perlindungan anak di Indonesia harus ditingkatkan lagi, mengingat
banyaknya resiko yang akan terjadi pada anak-anak di Indonesia
karena kesalahan penggunaan Sistem perlindungan anak di Indonesia
ini
DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan
Manusia.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai
Hak UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan
Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia dan Bank
Dunia. (2011). Membangun Sistem Perlindungan Anak di Indonesia,
Sebuah Kajian Pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial RI dan
Kontribusinya terhadap Sistem Perlindungan Anak.
Hikmat, Hari. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Kesejahteraan
Sosial, Pada Tgl 05 Maret 2008 Disampaikan dalam Kegiatan
Finalisasi Pedoman Analsis Kebijakan Kesejahteraan Sosial,
Departemen Sosial RI.
Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS,
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial RI.
Mallon, Gerald P and Peg McCartt Hess. (2005). Child Welfare For
The Twenty-First Century. A Handbook of Practices, Policies,
and Program. Columbia University Press.

Anda mungkin juga menyukai