Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah anugerah yang didambakan setiap pasangan suami, bahkan tidak sedikit
pasangan suami istri yang rela melakukan berbagai upaya untuk memperoleh anak. Anak juga
merupakan amanah yang harus dijaga, diasuh, dan dididik oleh orang tua sehingga menjadi
generasi penerus bangsa yang memberikan manfaat bagi orang lain dan mendoakan orang
tuanya (Lu'luil Maknun, 2018).

Anak sejak dalam kandungan memiliki hak atas hidup dan hak merdeka sebagai hak
dasar dankebebasan dasar sehingga tidak dapat dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi harus
dilindungi dan diperluas hak atas hidup dan hak merdeka tersebut. Hak asasi anak tersebut
merupakan bagian dari HAM yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum baik Hukum
Internasional maupun Hukum Nasional (Bintang Amanta Yustisio, 2022)

Setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda terhadap anak. Dalammenunjukkan
rasa kasih sayangnya kepada anak, beberapa orang tua membangunkomunikasi yang baik,
melakukanbonding( pendekatan ) secara efektif, dan memberikanarahan kepada anak dalam
melakukan segala sesuatunya. Namun, di lain sisi takjarangpula kita temui orang tua yang
mendidik anaknya dengan kekerasan baik secaralisanmaupun fisik, hal tersebut dilakukan
dengan alasan menanamkan sikap disiplin. Sayangnya, banyak orang tua yang kurang
pemahaman tentang ilmu pola asuh terhadapanak, semakin keras didikan orang tua bukannya
menjadikan anak disiplin, namunhanyarasa takut dalam dirinya. Metode pola asuh yang seperti
ini, akan menimbulkansifat ketidakpercayaan diri dan takut untuk mengambil keputusan di masa
mendatang. Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu kasus tertinggi yang terjadi di
Indonesia, hampir di seluruh kota akan selalu kita temui kasus kekerasan terhadap anak
olehorangtua (Erly Pangestuti, 2023).

Mengingat dengan banyaknya terjadi kasus kekerasan terhadap anak, KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia) mengungkapkan bahwa sejak Januari-Juni 2020 terdapat 3.296
anak perempuan dan anak laki-laki 1.319 menjadi korban kekerasan selama rentan waktu
tersebut, baik itu kekerasan fisik, seksual maupun kekerasan emosional. Dari jumlah tersebut,
1.111 anak mengalami kekerasan fisik, 979 anak mengalami kekerasan psikis, 2.556 anak
menderita kekerasan seksual, 68 anak menjadi korban eksploitasi, 73 anak menjadi korban
perdagangan orang, dan 346 anak menjadi korban penelantaran (KPAI, 2020).

Pada tahun 2021 kekerasan terhadap perempuan dan Anak di Provinsi Sumatera Utara
mengalami peningkatan kasus yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2021 ada sebanyak
1.545 kasus yang tercatat. Dimana korban terhadap anak laki-laki adalah sebanyak 373 korban
dan korban perempuan ada sebanyak 1321 orang korban. Dimana kasus tertinggi berada di
Kabupaten Langkat dengan 188 kasus disusul oleh Kabupaten Simalungun dengan 184 kasus.
( Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Sumut, 2021).

Kekerasan terhadap anak menjadikan anak tidak berdaya sehingga memiliki dampak
negatif terhadap perkembangan psikologisnya. Beberapa bentuk kekerasan yang biasanya
dilakukan pada anak seperti kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Kekerasan fisik dalam
hal ini adalah segala bentuk kontak fisik yang dilakukan untuk melukai atau menyakiti
orang lain (Alif Muarifah,2020).

Pelaku kekerasan bisa saja berasal dari orang-orang yang seharusnya menjadi
pelindung bagi anak itu sendiri, misalnya orang tua, kerabat dekat, tetangga, hingga guru.
Beberapa alasan orangtua melakukan kekerasan pada anak antara lain adanya riwayat
orangtua mengalami kekerasan saat kecil, imaturasi emosi, kepercayaan diri rendah,
kurangnya dukungan sosial, memiliki banyak anak hingga ketidaktahuan mengenai
pengasuhan bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan,
peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak (Alif
Muarifah,2020).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pengkajian pada anak dengan kekerasan (fisik, mental dan
seksual) ?
2. Apa yang dimaksud dengan Prinsip atraumatik care?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengkajian pada anak dengan kekerasan fisik, mental dan seksual
2. Untuk mengetahui prinsip atraumatik care selama hospitalisasi untuk mencegah dampak
negatif pada anak dan keluarga

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam pengkajian pada anak dengan kekerasan
fisik, mental dan seksual. Menambah pengetahuan tentang prinsip atraumatik care selama
hospitalisasi untuk mencegah dampak negatif pada anak dan keluarga
2. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan akan pentingnya mengetahui kekerasan pada anak baik secara
fisik, mental dan seksual, Memberikan penjelasan tentang atraumatik care selama
hospitalisasi untuk mencegah dampak negatif pada anak dan keluarga

Anda mungkin juga menyukai