Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Diversita, 6 (1) Juni (2020) ISSN 2461-1263 (Print) ISSN 2580-6793 (Online)

DOI: 10.31289/diversita.v6i1.3582

Jurnal Diversita
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita

Psikoedukasi Pendidikan Seks Kepada Guru dan Orang Tua Sebagai


Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak

Sex Education For Theacher and Parent


as An Effort to Prevent Sexual Violence in Children

I Dewa Ayu Maythalia Joni* & Endang R. Surjaningrum**


Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Indonesia

Diterima; 03 Desember 2019; Disetujui: 24 April 2020; Dipublish: 02 Juni 2020


*Corresponding author: E-mail: gekjon19@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendidikan seks pada guru dan orang tua efektif untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru dan orang tua terkait kekerasan seksual pada anak sebagai
upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan tipe penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen ini dilakukan sebanyak 4 sesi. Subjek dalam penelitian
ini berjumlah 25 orang yang merupakan guru dan orang tua dari tiga taman kanak-kanak berbeda yang berada
pada wilayah Rangkah. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan kuisioner pemahaman kekerasan seksual
yang dirancang oleh Dina Setya Rahaman (2015), berjumlah 31 aitem dengan reliabilitas sebesar 0.61. Peneliti
menganalisis data menggunakan teknik paired samples statistics melalui aplikasi SPSS 21 for windows. Hasil
analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan seks dapat meningkatkan
pemahaman guru dan orang tua terkait kekerasan seksual. Nilai signifikansi pada gain score kekerasan seksual
sebesar 0.000 (sig. < 0.05) sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
terkait pemahaman kekersan seksual antara sebelum dan setelah adanya pemberian materi pendidikan seks pada
guru dan orang tua.
Kata Kunci: Pendidikan Seks; Kekerasan Seksual; Anak.

Abstract
The purpose of this study is to determine the effectivities of sex education for improving the knowledge and skill of
teachers and parents as an effort to prevent sexual violence against children. This research uses quantitative
methods with the experiment. This experiment research was conducted in 4 session. The subject of this study were 25
people who are teachers and parents of three different kindergartens in the Rangkah Region. The measurement that
was used a questionnaire of understanding sexual violence that designed by Dina Setya Rahaman (2015), and consist
of 31 items with a reliability 0.61. Researcher analyzed data using paired samples statistics through the SPSS 21 for
windows application. The result of the analysis indicates that sex education can improve understanding of teachers
and parents related sexual violence. The significance of the gain score of sexual violence is 0.000 (sig. <0.005), so the
conclusion is there are significant differences related to understanding sexual violence between before and after the
sex education to teachers and parents.
Keywords: Sex Education; Sex Violence; Children.

How to Cite: Joni, I.D.A.M. & Surjaningrum, E. R. (2020). Psikoedukasi Pendidikan Seks Kepada Guru
dan Orang tua Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak, Jurnal Diversita, 6(1): 20-27.

20
I Dewa Ayu Maythalia Joni & Endang R. Surjaningrum, Psikoedukasi Pendidikan Seks

PENDAHULUAN menjadi tiga, yaitu dampak fisik, dampak


Kasus kekerasan seksual pada anak psikologis dan dampak sosial. Seperti yang
bukan merupakan fenomena yang baru di kita ketahui, dampak fisik dapat berupa
Indonesia. Orang tua merasa tabu luka fisik, kematian, kehamilan, aborsi
membahas seksualitas dengan anak karena tidak aman, penyakit dan infeksi menular
ada rasa canggung dalam penyampaiannya seskaul hingga infeksi HIV/AIDS. Dampak
secara langsung (Khoerunisa, 2018). psikologis seperti depresi, rasa malu
Komisioner KPAI bidang pendidikan Jawa karena menjadi korban kekerasan, trauma,
Timur menyatakan bahwa pada akhir hilangnya rasa percaya dan harga diri,
bulan Februari 2018 jumlah anak sebagai melukai diri sendiri serta pemikiran dan
korban kekerasan seksual mencapai 117 tindakan bunuh diri, sedangkan pada
anak, sedangkan jumlah kasus anak dampak sosial dapat berupa pengasingan
sebagai pelaku kejahatan seksual mencapai dan penolakan oleh keluarga dan
22 anak (Idhom, 2018). masyarakat, stigma sosial serta dampak
Tahun 2019 hingga bulan Oktober, jangka panjang seperti kehilangan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia kesempatan untuk mendapatkan
(KPAI) menemukan bahwa banyaknya pendidikan, pelatihan, ketrampilan dan
kasus kekerasan seksual pada anak terjadi lapangan pekerjaan serta kecilnya
di lingkungan sekolah. Data KPAI kesempatan untuk menikah.
menyatakan bahwa kasus kekerasan Kekerasan seksual merupakan bentuk
seksual di dunia pendidikan mencapai 17 kontak seksual maupun bentuk lainnya
kasus dengan 89 anak menjadi korban. yang tidak diinginkan secara seksual. O’
Korban terdiri dari 55 anak perempuan Barnett (dalam Matlin, 2008)
dan 34 anak laki-laki (Prasasti, 2019). mengemukakan bahwa kekerasan seksual
Kekerasan seksual dapat pada anak merupakan suatu bentuk
mempengaruhi perkembangan anak yang kekerasan di mana anak dilibatkan dalam
menjadi korban kekerasan seksual. Tidak kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi
hanya berdampak pada permasalahan fisik gairah seksual pelaku yang biasanya
seperti kehamilan yang tidak diinginkan, disertai dengan tekanan psikologis atau
terinfeksi penyakit menular seksual, fisik.
gangguan organ reproduksi, namun dapat Bentuk kekerasan seksual dapat
juga mempengaruhi anak secara psikis dibagi menjadi dua, yaitu kontak fisik dan
seperti konsep diri, gangguan emosi, relasi tanpa kontak fisik. Kontak fisik dapat
interpersonal anak dengan lingkungan berupa pencabulan atau meraba-raba
sosialnya, perubahan perilaku, hingga tubuh anak, meminta anak memegang atau
trauma yang mendalam pada anak (IDAI, meraba bagian tubuh pelaku. Melakukan
2014). sodomi hingga pemerkosaan. Jenis
Menurut Vireo (2005) dampak yang kekerasan seksual tanpa kontak fisik, yaitu
dialami oleh anak yang menjadi korban kekerasan yang termasuk dalam kategori
kekerasan seksual dapat digolongan tanpa kontak fisik seperti
21
Jurnal Diversita, 6 (1) Juni 2020: 20-27.

mempertontonkan alat kelamin pada anak, seksual pada anak. Pendidikan dapat
mempertontonkan gambar atau video yang diberikan saat anak usia golden age atau
menayangkan seksualitas, mengambil foto anak prasekolah dengan rentang usia 3-6
atau video anak dalam keadaan tidak tahun yang dapat dilakukan secara formal
memakai pakaian (tidak senonoh), maupun informal. Pendidikan seks usia
mengucapkan istilah yang mengandung dini dapat diberikan kepada anak dengan
unsur seksual maupun pornografi, hingga penjelasan kepada anak terkait kondisi
memperjualbelikan foto atau video yang tubuhnya, lawan jenis, serta penjelasan
mengandung unsur pornografi pada anak untuk menghindari diri dari kekerasan
(Maharani, 2015). seksual.
Sebagian besar pelaku merupakan Tujuan utama pendidikan seks adalah
orang yang dikenal oleh korban maupun sebagai upaya pencegahan pelecehan
keluarga. 30% pelaku kekerasan seksual maupun kekerasan seks terhadap anak di
pada anak paling sering dilakukan oleh bidang pendidikan dengan membantu anak
saudara laki-laki, ayah, paman, maupun dapat terampil dalam mengidentifikasi
sepupu. Sekitar 60% merupakan kerabat situasi-situasi berbahaya sehingga dapat
keluarga seperti teman dari keluarga mencegah terjadinya pelecehan seks, serta
pengasuh maupun tetangga sekitar, 10% mengajarkan pada anak bentuk-bentuk
selanjutnya dilakukan oleh orang asing sentuhan yang tidak baik, bagaimana cara
(Whealin, dalam Diana 2017). Oleh karena menolak atau mengakhiri interaksi dengan
itu, kekerasan seksual pada anak dapat pelaku atau orang yang mencurigakan,
dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja serta bagaimana meminta pertolongan jika
termasuk di rumah maupun sekolah. berada di situasi membahayakan
Sekolah merupakan rumah kedua (Finkelhor, 2008). Hal tersebut
bagi anak di mana anak menghabiskan menunjukkan bahwa rangkaian pendidikan
waktu dengan guru yang berperan sebagai seks yang telah disebutkan dapat
orangtua di sekolah. Idealnya, orang tua berkontribusi untuk memproteksi anak
dan guru merupakan sosok yang sejak dini dalam lingkungan yang rentan
melindungi anak dari potensi bahaya pada terjadinya kejahatan perilaku seksual.
lingkungan sekitar. Peran guru secara Berdasarkan rangkuman wawancara
umum adalah mendorong siswa agar peneliti dengan kepala sekolah dan guru
mampu menyerap penyebaran informasi, pada tiga Taman Kanak-Kanak (TK) yang
pembentukan sikap, dan keterampilan terdapat di daerah Ploso, terjadinya
(Pramono, 2014). Hal tersebut termasuk kekerasan seksual pada anak dapat
pendidikan seks pada anak sebagai upaya disebabkan oleh perubahan jaman
untuk mencegah terjadinya kekerasan teknologi yang semakin canggih. Anak
seksual pada anak. dengan mudah dapat mengakses hal-hal
Pendidikan seks merupakan upaya yang kurang senonoh dari sosial media
yang sebaiknya diberikan sejak dini untuk tanpa memperoleh penjelasan yang benar
mengurangi jumlah korban kekerasan terkait seksualitas. Oleh karena itu,
22
I Dewa Ayu Maythalia Joni & Endang R. Surjaningrum, Psikoedukasi Pendidikan Seks

kerentanan anak usia dini menjadi korban seksual sebagai upaya pencegahan
kekerasan seksual disebabkan oleh terjadinya kekerasan seksual terhadap
pemahaman yang kurang terkait anak.
seksualitas serta orang-orang sekitar yang Tujuan penelitian ini adalah
memiliki tendensi untuk melakukan mengukur efektivitas pendidikan seks
kekerasan seksual pada anak. terhadap pengetahuan guru dan orang tua
Pada tahun 2016, terdapat kasus sebagai upaya pencegahan kekerasan
kekerasan seksual pada anak yang seksual pada anak. Dengan demikian
bersekolah di TK X daerah Ploso. Anak melalui penelitian ini, dapat memberikan
tersebut menjadi korban kekerasan kontribusi dalam dunia psikologi klinis
seksual yang dilakukan oleh bapak tirinya. serta pendidikan untuk mencegah
Hal tersebut dapat terjadi karena terjadinya kekerasan seksual pada anak.
kurangnya pemahaman bahaya potensi
terjadi kekerasan seksual pada anak yang METODE PENELITIAN
dilakukan oleh orang sekitar. Selain itu, Penelitian ini menggunakan
orang tua juga kerap mengenakan baju pendekatan kuantitatif dengan tipe
minim pada anaknya. eksperimen. Peneliti menggunakan dua
Menurut orang tua siswa pada tiga TK variable dalam penelitian ini yaitu,
di daerah Ploso, pemakaian baju minim pendidikan seks sebagai variabel bebas
pada anak merupakan hal yang biasa di (X) dan pemahaman orang tua terhadap
lingkungan. Namun hal tersebut dapat kekerasan seksual sebagai variabel terikat
meningkatkan potensi anak untuk menjadi (Y). Pendidikan seks merupakan
korban kekerasan seksual. pendidikan seksualitas yang komprehensif
Ketidakwaspadaan orang tua terhadap meliputi dimensi biologis, sosiokultural,
potensi bahaya dapat menjadi faktor psikologis dan spiritual agar individu
penunjang terjadinya kekerasan seksual. mampu melakukan proteksi diri dan
Guru dan orang tua sebagai membuat keputusan yang bertanggung
lingkungan mikrosistem terdekat anak jawab (Haffner, 1990).
dapat mengajarkan anak pendidikan seks Penelitian teknik sampling yang
untuk mencegah terjadinya kekerasan digunakan dalam penelitian ini adalah
seksual. Selain dapat mengajarkan purposive sampling yang mana peneliti
langsung pada anak, guru dan orang tua menetapkan kriteria seperti memiliki atau
dapat menyebarluaskan informasi yang terlibat dengan anak pra sekolah, bisa
didapatkan dari psikoedukasi pendidikan membaca dan menulis, mempunyai waktu
seks kepada orang tua lainnya melalui luang untuk mengikuti sesi penelitian,
organisasi, komunitas maupun interaksi serta memiliki keinginan untuk kooperatif
bersama tetangga sekitar. Dengan selama proses psikoedukasi berlangsung.
demikian, penelitian ini dapat memberikan Penelitian ini melibatkan 10 orang guru
pengaruh terhadap pengetahuan guru dan 15 orang tua murid dari 3 taman
maupun orang tua terhadap kekerasan kanak-kanak (TK) yang berbeda di daerah
23
Jurnal Diversita, 6 (1) Juni 2020: 20-27.

Ploso. Jumlah responden dalam penelitian menggunakan kuisioner penelitian yang


ini berjumlah 25 orang dan berjenis telah ditetapkan.
kelamin perempuan. Kuisioner ini juga akan digunakan
Penelitian dilakukan dalam waktu sebagai alat untuk mengukur post-test
yang berbeda. Sekolah pertama, TK X dengan tujuan untuk mengetahui
dengan jumlah peserta dua orang guru pemahaman peserta setelah mengikuti
dan enam orang wali murid, TK Y meliputi rangkaian kegiatan yang telah dirancang.
empat orang guru, serta TK Z diikuti oleh Analisis data dilakukan dengan teknik
empat orang guru dan sepuluh orang wali paired samples t-test dengan bantuan SPSS
murid. Sehingga total peserta berjumlah 21 for windows untuk melihat
25 orang. perkembangan pemahaman sebelum dan
Alat pengumpulan data berupa sesudah pemberian pendidikan seks.
kuisoner yang dirancang oleh Dina Setya
Rahaman Kelrey tahun 2015 dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitiannya yang berjudul, “Pengetahuan Teknik statistik yang digunakan
Orang Tua tentang Kekerasan Seksual Pada adalah statistik non parametrik dengan uji
Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) di Wilcoxon yang digunakan untuk data yang
Keluraham Grogol Selatan Kebayoran tidak berdistribusi normal. Hipotesis
Lama Jakarta Selatan” meliputi 31 aitem pengujian yang dilakukan, yaitu:
terkait pemahaman kekerasan seksual. H0: Tidak terdapat perbedaan
Skala ini memiliki nilai p>0,05 yang pemahaman responden penelitian sebelum
berarti bahwa data tersebut memiliki dan sesudah mengikuti rangkaian sesi
distribusi normal serta nilai reliabilitas pendidikan seks.
sebesar 0,61 yang berarti bahwa Ha: Terdapat perbedaan pemahaman
instrument penelitian ini dapat dikatakan responden penelitian sebelum dan sesudah
reliable. Pernyataan pada 31 aitem mengikuti rangkaian sesi pendidikan seks.
meliputi pengertian kekerasan seksual Tabel 1 Hasil Uji Paired Samples Statistics
pada anak prasekolah, jenis kekerasan Mean N Std. Std. Error
Deviation Mean
seksual pada anak prasekolah, pelaku Pretest 23.5600 25 3.11020 .62204
kekerasan seskual, korban kekerasan Posttest 27.5600 25 2.51794 .50359
seksual, tanda dan gejala kekerasan
seksual serta pencegahan kekerasan Berdasarkan tabel di atas, diketahui
seksual pada anak pra sekolah. bahwa hasil uji paired samples statistics
Sebelum dilaksanakannya penelitian, terhadap 25 orang responden penelitian,
peneliti memberikan pretest kepada diperoleh nilai rata-rata pretest sebesar
masing-masing peserta dengan tujuan 25.56, sedangkan untuk nilai posttest,
responden penelitian memperoleh nilai
sebagai sarana untuk mengukur
pemahaman peserta terkait kekerasan rata-rata sebesar 27.56. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
seksual sebelum pemberian rangkaian sesi
nilai pretest dan posttest pada responden

24
I Dewa Ayu Maythalia Joni & Endang R. Surjaningrum, Psikoedukasi Pendidikan Seks

penelitian, di mana nilai posttest karena tidak ada pengawasan dan


menunjukkan angka yang lebih tinggi penyaringan informasi dari orang dewasa.
daripada nilai nilai pretest. Penelitian ini memiliki empat sesi
Tabel 2 Hasil Uji-T Paired Samples Statistics pelaksanaan intervensi. Sesi pertama
Paired Differences merupakan awal kegiatan yang mana
Mean Sig. (2-tailed) peneliti melakukan diskusi kontrak
Paired 1 Pretest- -4.00 .0000
Posttest
kegiatan dengan semua peserta hingga
Tabel uji-T paired Samples Statistics pemberian pretest. Kemudian dilanjutkan
menunjukkan nilai p= 0.000 yang mana pada sesi kedua yaitu inti kegiatan berupa
nilai p lebih kecil daripada α= 0.05. hal penyampaian materi dengan metode
tersebut berarti bahwa Ho ditolak dan Ha ceramah. Pada sesi ini peserta diberikan
diterima yang memiliki arti bahwa, kesempatan untuk bertanya kepada
terdapat peningkatan pemahaman peserta peneliti terkait materi yang disampaikan.
terkait pendidikan seksual untuk Terdapat dua pertanyaan yang
mencegah terjadinya kekerasan seksual disampaikan oleh dua peserta, yaitu
pada anak. “bagaimana cara menghubungi Komisi
Salah satu penyebab tingginya angka Anak Nasional?” dan “Apakah mandi
kekerasan seksual adalah kurangnya bersama anak laki-laki berusia 5 tahun
pemahaman masyarakat terkait diperbolehkan? Apakah memperngaruhi
pentingnya pendidikan seksual pada anak. seksualitasnya?”.
Orang tua menganggap topik mengenai Setelah sesi kedua selesai, dilanjutkan
seksualitas merupakan topik yang dengan sesi ketiga yang bertujuan untuk
dianggap tidak layak untuk diketahui oleh mengasah kemampuan peserta
anak. Namun pada dasarnya, anak yang psikoedukasi setelah pemberian materi
memiliki usia di bawah 6 tahun sudah pada sesi kedua. Pada sesi ini peserta
mampu memahami pendidikan seksual diarahkan untuk membagi kelompok
karenapada usia ini terjadi perkembangan berdasarkan jumlah peserta yang hadir
fisik, motorik, intelektual, bahasa, emosi kemudia masing-masing kelompok
maupun moral yang berada pada proses mengerjakan lembar worksheet yang
penyempurnaan sehingga wawasan dan digunakan untuk merancang metode
sikap mereka terkait seks masih mudah kegiatan pendidikan seks kepada anak usia
dibentuk (Listyana, 2012). dini dalam rangka mencegah terjadinya
Apabila tidak terdapat orang dewasa kekerasan seksual. Setelah itu
yang memberikan pendidikan mengenai psikoedukasi ditutup dengan sesi ke-empat
seksualitas, anak akan mencari jawaban yang peneliti gunakan untuk memberikan
dari orang lain, seperti teman sebaya atau peserta posttest untuk mengukur
internet, di mana hal ni dapat pemahaman kekerasan seksual peserta
meningkatkan terjadinya kesalahan setelah dilaksanakannya psikoedukasi
informasi yang didapatkan oleh anak pendidikan seks.

25
Jurnal Diversita, 6 (1) Juni 2020: 20-27.

Hasil penelitian ini menyimpulkan SIMPULAN


bahwa psikoedukasi pendidikan seks dapat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
meningkatkan pemahaman orang tua psikoedukasi pendidikan seks pada guru
untuk mencegah terjadinya kekerasan dan orang tua terbukti efektif untuk
seksual pada anak yang mana berarti meningkatkan pemahaman guru dan
bahwa responden penelitian berhasil orang tua terkait kekerasan seksual.
memahami materi pendidikan seks. Secara Peningkatan pemahaman serta pelatihan
garis besar, guru dan orang tua memiliki ketrampilan merancang metode
kesadaran bawha mereka memiliki peran pemberian materi pendidikan seks pada
yang besar dalam melindungi anak-anak anak diharapkan dapat diimplementasikan
dari kekerasan seksual. kepada masing-masing anak serta
Meningkatnya pemahaman guru dan disebarluarkan melalui komunitas
orang tua ditandai dengan meningkatnya maupun organisasi tertentu.
pemahaman orang tua dan guru terkait Adapun saran bagi peserta kegiatan,
jenis-jenis kekerasan seksual, potensi diharapkan dapat menyebarluaskan
terjadinya kekerasan seksual, dampak informasi yangtelah didapatkan selama
terjadinya kekerasan seksual, materi yang proses kegiatan terhadap lingkungan
dapat diberikan pada anak terkait sekitar. Kepada guru diharapkan dapat
seksualitas serta penanggulangan utama melanjutkan program pendidikan seks
apabila terjadi kekerasan seksual. melalui pertemuan orang tua yang dapat
Selain itu orang tua dan guru mampu dilaksanakan pada waktu tertentu.
merancang kegiatan dengan anak terkait
pemberian psikoedukasi langsung pada DAFTAR PUSTAKA
anak tentang pendidikan seksual. Melalui Diana, N. (2017). Decision Making Sebagai Solusi
rancangan tersebut, orang tua dan guru Kekerasan Terhadap Anak Melalui Play
Therapy. Jurnal Bimbingan dan Konseling,
dapat mendiskusikan kelanjutan dari 13-22.
rancangan program yang telah disusun Finkelhor, et al. (2008). Sexually Assaulted
serta menyesuaikan dengan kondisi anak. Children: National Estimates and
Characteristics. Journal Juvenile Justice
Dilaksanakannya psikoedukasi terkait Bulletin. Vol 7: 1-12.
pendidikan seks untuk mencegah Haffner, D. W. (1990). Sex Education: A Call to
terjadinya kekerasan seksual pada anak Action. New York: Sex Information and
Education of US.
kepada guru dan orang tua siswa karena IDAI. (2014). Pedoman Imunisasi di Indonesia.
orang tua dan guru merupakan kelompok Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
masyarakat yang paling dekat dengan Indonesia.
Idhom, A. M., (2018, Maret 19). KPAI Soroti Kasus
lingkungan mikrosistem anak dan Kekerasan Seksual pada Anak di Jatim
penyebaran informasi yang didapatkan Selama 2018. Tirto.id. Diakses dari
menjadi lebih luas serta efektif dalam https://tirto.id/kpai-soroti-kasus-
kekerasan-seksual-pada-anak-di-jatim-
mencegah terjadinya kekerasan seksual selama-2018-cGqt
pada anak. Khoerunisa, S. (2018). Peran Orang Tua dalam
Sosialisasi Pendidikan seks Kepada Remaja di

26
I Dewa Ayu Maythalia Joni & Endang R. Surjaningrum, Psikoedukasi Pendidikan Seks

Kampung Panawuan, Kabuoaten Garut.


Skripsi: UIN Syarif Hidayattullah Jakarta.
Matlin, M.W. (2008). The Psychology of Woman.
(6th ed). United State of America: Thomson
Wardsworth.
Prasasti, G. D. (2019, 01 November). KPAI:
Oktober 2019, 89 Anak Jadi Korban
Kekerasan Seksual di Sekolah.
Liputan6.com. Diakses dari
https://www.liputan6.com/health/read/409
9755/kpai-oktober-2019-89-anak-jadi-
korban-kekerasan-seksual-di-sekolah
Listiyana, Anik. (2012). Peranan Ibu dalam
mengenalkan pendidikan seks pada anak usia
dini. EGALITA.Vol.5,No.2 di akses pada
Maret 16, 2019, dari
https://ejournal.uinmalang.ac.id/indek.php/e
galita/article/view, 1998.
Maharani, A. (2015). Penyakit Kulit. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press
Pramono, R.B. (2014). Pendidikan Seksual Berbasis
Budaya Sebagai Upaya Pencegahan
Kekerasan Seksual Pada Anak Di
Indonesia. Proseding Seminar Nasional
Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Malang.
Vireo, P. (2005). Melindungi Anak-Anak dari
Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Seksual
dalam Situasi Bencana & Gawat Darurat.
Jakarta: Ecpat.
Whealin, J. (2007). Child Sexual Abuse. National
Center for Post Traumatic Stress Disorder.

27

Anda mungkin juga menyukai