Anda di halaman 1dari 9

Nama : Mitha Binti Islandi

NIM 22530018
Tugas : Pembentukan Karakter Swadaya 2

(1) (2) (3)


Terdapat 3 contoh gambar pembentukan karakter di lingkungan saya
(1) Pada gambar 1, menunjukan ada nya acara bagi para pemuda RW dilingkungan saya,
acara tersebut terselenggara di Puncak, dengan bertema kan Remaja P2MAA Kompak
Selalu, di sini pembentukan karakter terjadi karena ada banyak sosialisasi yang harus
dilakukan oleh saya dan teman-teman saya, di haruskan untuk berani tampil di depan
umum, dan dipaksa untuk bisa ikut andil dalam sebuah permasalahan dari
terselenggaranya acara sampai acara bisa berjalan dengan sukses, dan disini pun jadi
bisa mengenal teman di lingkungan tempat tinggal sendiri.

(2) Pada contoh gambar 2, memperlihatkan seorang siswa yang sedang mengerjakan
tugas dari wali kelasnya dan berada dirumah karena adanya pandemi, disini
pembentukan karakter yang terjadi adalah harus tetap disiplin dan bertanggung jawab
sebagai seorang siswa dimana pun dan kapanpun, karena menuntut ilmu tidak hanya
disekolah, dan menuntut ilmu bisa dilakukan dan dipelajari dimana saja.

(3) Pada contoh gambar yang ke – 3, menunjukan beberapa kelompok siswa sedang
melakukan diskusi untuk mengerjakan tugas perjalanan dari sekolah menuju Pasar
Minggu dilakukan dengan berjalan kaki, disini siswa diminta mampu berdiskusi
dengan teman sekelompoknya dan menentukan pilihan yang tepat agar jalan yang
dilalui benar-benar tepat dengan perkiraan yang disepakati di awal, bahwa jarak
antara ke sekolah dengan ke pasar itu adalah sejauh 2 km, disini pembentukan
karakter nya adalah belajar untuk sabar, dan tidak terburu – buru dalam mengambil
keputusan karena harus diimbangi dengan keputusan yang matang.
Kekerasaan Seksual Terhadap Anak Usia Dini

*Mitha Binti Islandi1


1
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Swadaya
Kecamatan Makassar, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta
*Corresponding author. Email:
mithaislandi.sties@gmail.com

Abstrak

Kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu permasalahan serius yang dihadapi
pemerintah saat ini dikarenakan berkaitan dengan upaya pemerintah untuk melaksanakan UU
perlindungan anak No. 35 Tahun 2014. Disisi lain, anak korban kekerasan seksual merupakan
bagian dari masyarakat yang belum matang perkembangannya baik secara fisik maupun
psikologis sehingga membutuhkan pendampingan khusus dalam penanganannya. Orang yang
paling mempunyai kekuatan untuk melindungi anak nya dari segala tindak kekerasan adalah
orang tua nya, dan keluarga. Namun lingkungan yang paling berpengaruh akan terjaminnya
keamanan dari anak dibawah umur, anak pun harus diberi perbekalan mengenai bagaimana
kekerasan seksual dapat terjadi dan dibantu untuk diberi pemahaman bagaimana cara
menghindari dan melakukan perlawanan. Pemerintah sudah mempersiapkan perlindungan
terhadap anak-anak dibawah umur yang mengalami kekerasan seksual dan membantu
menjamin untuk keberlangsungan kehidupan korban di masa depan, karena trauma dan sakit
fisik adalah hal yang paling berbahaya dan sangat amat berpengaruh terhadap kehidupan di
masa

Kata Kunci: Kesesuaian; Iuran; BPJS Kesehatan

A. Pendahuluan

Keluarga adalah tempat paling utama untuk tumbuh dan berkembang pada seorang
anak, begitupun rumah menjadi tempat pertama anak untuk belajar segala hal yang belum ia
ketahui, orangtua memiliki peranan paling penting dalam tumbuh kembang anak, karena
orang tua lah guru pertama dan pembimbing, fasilitator, dan sebagai teladan bagi anak-
anaknya. Anak adalah harapan dan perwujudan cinta kasih dari kedua orang tua nya dan
sebagai buah hati dari kehidupan orang tua nya, semua orang tua akan melakukan hal yang
terbaik untuk buah hatinya dan akan menjadi pelindung paling utama dikehidupan anak-
anaknya.
Orang tua wajib mengawasi tumbuh kembang anak-anaknya dan peduli terhadap
lingkungan tempat anaknya tumbuh berkembang, menjadi orang tua pun harus siap dengan
segala tuntutan, kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan anak-anaknya
mendapatkan kehidupan, pendidikan, cinta kasih yang cukup, peran orang tua pun sangat
penting agar anaknya menjadi anak yang cerdas, bermoral sehat, dan sesuai pada usia nya.
Kekerasan dilingkungan sekitar terhadap anak masih kerap banyak ditemukan
ditengah masyarakat, mulai dari kekerasan, pembunuhan, dan kekerasan seksual, tindak
kriminal ini pun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki akal sehat ataupun tidak dikenal, namun banyak dari kasus kekerasan seksual
terhadap anak dilakukan dengan sengaja oleh orang yang sangat dekat dengan anak, bahkan
keluarga sendiri.
Tindak kriminal ini bisa dihindari dengan adanya sosialisasi yang baik antara orang
tua dan anak, dengan memberikan pengetahuan sedini mungkin akan hal berbahaya tersebut,
mulai dari mengajarkan apa saja bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat, dan disentuh
orang lain, dan mengajarkan dengan cara jangan takut untuk berbicara tentang hal yang
membuat dia tidak nyaman, dan selalu berikan kasih sayang yang hangat agar anak tidak ragu
untuk bercerita kepada orang tuanya tentang apapun yang terjadi dikehidupannya.
Menurut data yang dilaporkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Indonesia adalah negara darurat kekerasan
seksual terhadap anak. Dicatat kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9,588 kasus
pada tahun 2022, dan dinyatakan jumlah tersebut mengalami kenaikan kasus dari tahun lalu
yang mencapai 4,162 kasus, hal tersebut menyita perhatian pemerintah, dan khususnya orang
tua yang sangat khawatir untuk melepas anaknya dalam bermain diluar rumah ataupun saat
bersekolah.
Kekerasan seksual pada anak atau sering disebut Child Sexual Abuse adalah suatu
bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua lalu
dilakukan kepada anak-anak untuk rangsangan seksual. (Parliansyah, 2022). Hukum
memberikan sanksi yang tegas dan berat kepada pelaku kekerasan seksual yang dilakukan
pada anak dibawah umur, anak umur kerap menjadi korban kehausan orang dewasa yang
jahat dan tidak berprikemanusiaan.
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan seksual terhadap anak
cukup membuat masyarakat terkejut, hal ini bisa terjadi karena kurangnya pendidikan
mengenai seksual yang seharusnya di ajarkan kepada anak usia dini untuk memiliki
pengetahuan atas tubuhnya sendiri, dan tidak bungkam untuk segera melapor kepada pihak
yang berwajib jika mengalami tindakan yang tidak terpuji tersebut. Karena dampak yang
dialami bagi anak ini sangat mendalam dan berdampak panjang, bahkan sampai dewasa,
dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami anak-anak antara lain : pengkhianatan
atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa, atau siapapun, trauma secara
seksual, merasa tidak percaya diri, tidak mudah bergaul dengan lingkungan sekitar dan
stigma.
Hasil penelitian ilmiah menunjukan dampak dari kekerasan seksual terhadap anak
dapat mengakibatkan kerusakan saraf di bagian cortex dan frontal cortex, apabila bagian ini
rusak maka dampaknya anak akan terbunuh karakternya. (KPAI, 2014) dampak yang paling
parah, 70% korban kekerasan seksual menjadi pelaku (Erlinda, 2014). Dan kekerasan ini
merupakan kejahatan yang universal, yang dapat ditemukan diseluruh dunia, pada tiap
tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin. Korban berusia diantara
umur 5-11 tahun.

B. Landasan Teori

I. Pengertian kekerasan seksual

Kekerasan seksual adalah tindakan yang merendahkan, menghina, melecehkan, atau


menyerang tubuh dan fungsi reproduksi seseorang karena ketidakseimbangan adalam
hubungan kekuasan atau gender. Tindakan ini dapat menyebabkan penderitaan psikologis dan
fisik, termasuk gangguan kesehatan reproduksi dan kehilangan kesempatan untuk belajar
dengan aman dan optimal untuk masa depan.
Menurut Unicef, kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas
seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada
anak lainnya. Kekerasan seksual meliputi penggunaan dan pelibatan anak secara komersial
dalam kegiatan seksual, bujukan ajakan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam
kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual dan pelacuran anak.
Definisi kekerasan seksual dapat dipengaruhi nilai-nilai budaya, sosial, hak asasi,
peran gender, inisiatif legal dan kriminal sehingga dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Definisi akan kekerasan seksual dapat membantu usaha global dalam mengidentifikasi dan
mengeliminasinya, namun perlu disadari bahwa definisi-definisi akan kekerasan seksual lahir
dari lensa-lensa kultural, sosio politik dan geografis. Kekerasan seksual didefinisikan sebagai
tindakan seksual, usaha untuk memperoleh seks, komentar atau pendekatan seksual seperti
apapun atau memperjualbelikan seseorang sebagai objek seksual secara paksa, hal-hal
tersebut dapat dilakukan oleh siapapun tidak mempedulikan hubungannya dengan korban,
dan ia dapat terjadi di rumah maupun tempat kerja (WHO, 2002).
Menurut Collins, berdasarkan survey di Amerika Serikat 54% remaja laki – laki dan
17% remaja perempuan berusia 15-18 tahun mengaku sudah terpapar media yang berkonteks
seksual. Berarti mereka terpapar media yang berkonteks seksual sebelum usi 15 tahun. Dan
tercatat pada tahun 2014 di Indonesia jumlah kekerasan seksual pada anak meningkat 100%
dibandingkan tahun sebelumnya.

II. Perlindungan hukum pemerintah mengenai kekerasan seksual pada anak

Aturan hukum mengenai perlindungan dari kekerasan seksual pada anak salah satunya
ialah, UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No 17/2016 tentang Penetapan
Perppu Nomor 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang perlindungan
anak menjadi Undang-Undang, mencantumkan perlindungan :

1. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual dan kekerasan,
termauk di satuan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik tenaga kependidikan sesama
peserta didik, dan atau pihak lain.
2. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak korban kejahatan
seksual.
3. Perlindungan diberikan melalui rehabilitai sosial, pendampingan psikososial saat
pengobatan dan pemulihan, dan pendampingan mulai penyidikan hingga pemeriksaan di
sidang pengadilan.

Setelah penjabaran perlindungan dari pihak pemerintah, adapun hukuman yang akan
diberikan kepada pelaku kekerasan seksual kepada anak ialah :

1. Pelaku kekerasan seksual pada anak dihukum 5 sampai 15 tahun penjara dan denda
maksimal Rp 5 miliar.
2. Hukuman pidana ditambah sepertiga jika pelaku adalah orang dekat (orang tua, keluarga,
pengasuh, pendidik) dan aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh
lebih dari satu orang secara bersama-sama.
3. Jika tindak pidana menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat,
gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau
meninggal, pelaku bisa dipidana mati, seumur hidup, atau dihukum 10 sampai 20 tahun
penjara. Pelaku juga bisa dikenai hukuman berupa kebiri kimia dan pemasangan alat
pendeteksi elektronik.

III. Cara Mengajarkan Pendidikan Seksual kepada Anak

Pendidikan seks bagi anak merupakan suatu upaya tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan. Anak-anak usia sekolah dasar biasanya suka meniru perilaku orang lain sebagai
wujud keingintahuan dan ingin mencoba sesuatu yang dilihat dari perilaku orang lain tapi
tidak disertai dengan suatu pemahaman mengenai apa yang dilihatnya. Rasa keingintahuan
anak harus dapat dimengerti oleh orang tua dan dapat dimanfaatkan untuk membuat anak
merasa tertarik dalam mengetahui tentang kaidah-kaidah pencegahan dalam pendidikan
seksual bagi anak. Berikut beberapa pendapat-pendapat mengenai cara mengajarkan
pendidikan seksual bagi anak :

a) Mempersiapkan anak perempuan dalam menghadapi siklus haid bagi anak


perempuan yang sudah mendekati usia remaja sekitar 11-12 tahun sehingga anak
tidak kaget menghadapi perubahan psikologi, seks, dan kejiawaannya, serta
meminimalisir kekejutannya.
b) Mengetahui sarana-sarana kebersihan dan kesucian selama masa haid / menstruasi.
c) Bagi anak laki-laki juga diajarkan cara bersuci saat mendekati masa remajanya
yang akan mengalami mimpi basah.
d) Menutup aurat dalam islam pandangan kita pada pentingnya menjadikan pakaian
sebagai penutup aurat sehingga tidak menimbulkan fitnah pada orang yang
memandang dan membangkitkan hasrat seksualnya (Madani, 2003:132)

IV. Ruang lingkung kekerasan terhadap anak

Anak bukanlah objek tindakan kesewenangan dari siapapun atau dari pihak manapun,
oleh karena itu komitmen dan perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan
anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan suatu hal yang harus dipegang pemerintah.
Kekerasan terhadap anak dominan terjadi adalah tindak kekerasan pada anak disertai dengan
tindak pidana pencabulan pada anak.
Dampak lebih luas yang diakibatkan oleh hal tersebut adalah dalam hak-hak koran
terbaikan. Terdapat sejumlah kendala dalam proses peradilan pidana atas tindakan kekerasan
domestik terhadap perempuan antara lain karena dalam proses peradilan pidana terdapat
sejumlah masalah seperti :

 Kesulitan untuk mendapat keterangan saksi, karena keenggannya untuk terlibat


dalam proses peradilan.
 Terbatasnya pemahaman dan keahlian penegak hukum dalam menangani kasus
tindak kekerasan pada anak.

V. Keadilan Restoratif Terhadap Anak

Di Indonesia peraturan atau hukum yang menyangkut peradilan anak sebelum


berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(UU SPPA) adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang
mengatur prosedur sesuai dengan instrumen international. Pada dasarnya setiap anak yang
masuk ke dalam Sistem Peradilan Pidana sebagai pelaku, harus memenuhi prinsip-prinsip
non diskriminasi, yang terbaik untuk kepentingan anak, kelangsungan hidup dan
pengembangan anak serta penghargaan terhadap pendapat anak. Walaupun perangkat
peraturan tersebut diatas telah menentukan perlindungan terhadap hak-hak anak namun dalam
kenyatannya masih belum mendapatkan perlakuan yang sangat bermanfaat untuk kepentingan
yang terbaik untuk kepentingan anak.

C. Permasalahan

1. Bagaimana definisi pelecehan seksual ?


2. Bagaimana peran orang tua dalam menghadapi maraknya kekerasan seksual pada
anak dibawah umur?
3. Bagaimana peran penegak hukum untuk menyikapi kasus kekerasan seksual pada
anak?
4. Bagaimana dampak psikologis pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual?
5. Bagaimana cara memberikan pengetahuan terkait kasus tersebut agar tidak banyak
menimbulkan korban baru?

D. Pembahasan

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korban nya. Bentuknya dapat berupa
ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktfitas yang
berkonoasi seksual bisa dianggap pelecehan seksuak atau kekerasan seksual jika mengandung
unsur-unsur sebagai berikut, yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak pelaku,
kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku, kejadian tidak diinginkan korban, dan
mengakibatkan penderitaan pada korban.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Immanuel (2016), menjelaskan bahwa
pelecehan seksual merupakan bentuk pembedaan dari kata kerja melecehkan yang berarti
menghinakan, memandang rendah, mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti yang
berkenaan dengan perkara tubuh antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Ramdhani (2017) Pelecehan seksual ialah tindakan melalui sentuhan fisik
atau non fisik yang sengaja atau berulang-ulang, atau hubungan fisik yang bersifat seksual
bukan sama suka. Namun pelecehan seksual mengacu pada perbuatan yang oleh korbannya
merasakan perasaan yang tidak menyenangkan karna perbuatan tersebut bersifat intimidasi,
menghinakan atau tidak menghargai korban dengan membuat seorang anak sebai objek
pelampiasan seksual.
Peran orang tua sebagai faktor utama bagi seorang anak akan memberikan pengetahuan
mengenai tindakan tidak terpuji tersebut yang merugikan masa depan korban tersebut, dan
orang tua jangan merasa takut untuk mendapatkan keadilan terhadap anaknya apabila
mengalami kasus pelecehan tersebut, karena pemerintah dan komnas perlindungan anak,
sudah memiliki hukum yang kuat untuk menangani kasus terebut.
Anak-anak yang memiliki pengetahuan kurang tentang pendidikan seks akan berisiko
tinggi mengalami pelecehan seksual, mereka anggap tabu untuk membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan reproduksi, sehingga tidak memiliki gambaran yang tepat tentang pendidikan
seks. Usia rata-rata anak jalanan mengalami pelecehan seksual pertama kali yaitu 8-15 tahun.
Dan pelaku nya ialah sesama anak jalanan,.
Pelaku pelecehan seksual biasanya akan membujuk korban dengan diiming-imingi
sesuatu, misalnya diberi sejumlah uang atau dibelikan barang-barang yang korban inginkan.
Bahkan banyak korban yang dipaksa atau diancam oleh pelaku. Anak-anak sering menjadi
korban karena mereka cenderung tidak berani untuk menolak dan tidak memiliki kekuatan
yang lebih terutama pada orang yang mereka kenal. Selain itu, anak-anak mudah sekali untuk
dibujuk.
Berdasarkan penjelasan mengenai pelecehan seksual diatas terdapat bentuk-bentuk
pelecehan seksual, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
1. Pelecehan seksual non-fisik , Pelecehan seksual non fisik meliputi kata-kata menghina,
pandangan tidak senonoh, dilihat dari atas ke bawah, pandangan cabul pada bagian-
bagian tubuh tertentu, dan ucapan-ucapan tentang seks. Pelecehan seksual juga dapat
berupa korban diajak melihat fil porno, diperlihatkan aktifitas seksual secara langsung.
2. Pelecehan seksual secara fisik , dapat berupa pencabulan, sodomi dan pemerkosaan.
Korban pelecehan seksual pada anak yang paling dominan adalah usia di bawah 15
tahun. Lebih luas pelecehan seksual dapat berupa kegiatan, seperti diminta
memerankan adegan berbau seks untuk difilmkan, menyentuh dan mencium zona
erogen anak

Pelecehan seksual berdasarka pelakunya :


1. Insect Incest merupakan bentuk pelecehan seksual dimana pelaku masih memiliki
hubungan darah atau menjadi bagian dalam keluarga inti dengan korban anak,
misalnya kakak, adik, paman, ayah kandung maupun ayah tiri. Insect paling rawan
terjadi pada anak perempuan.
2. Extrafamilial sexual abuse Extrafamilial sexual abuse merupakan pelecehan seksual
dimana pelaku bukan anggota keluarga korban atau terjadi di luar lingkungan keluarga
korban, misalnya anak sekolah dasar mengalami pelecehan seksual dengan cara
disodomi oleh petugas kebersihan di sekolah.
3. Bisnis seks komersial pornografi Bisnis seks komersial pornografi dilakukan oleh
suatu jaringan atau mafia pedofilia, dimana anak-anak diburu dan dimanfaatkan untuk
kepentingan nafsu dan menyimpang mereka. Dalam bisnis seks komersial pornografi
yang diperdagangkan oleh foto-foto dan video anak-anak kurang baik.

Selain itu Pelecehan Seksual telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di


Indonesia untuk meminimalisir perkembangan kejahatan pelecehan seksual. Dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia diistilahkan dengan pencabulan, oleh karena itu pada
umumnya diatur dalam pasal 289 KUHP, yang bunyinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan suatu perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, diancam dengan pidana paling lama
sembilan tahun”
Jika diperhatikan dari bunyi pasal tersebut, terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a) Barangsiapa merupakan suatu istilah orang yang melakukan
b) Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang artinya melakukan kekuatan
badan
c) Memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan suatu
perbuatan pelecehan seksual, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan.
Selain diatur di dalam KUHP, sanksi pidana terhadap pelaku pelecehan seksual juga
diatur dalam Pasal 76 E jo Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20023 Tentang Perlindugan Anak yang
berbunyi :
Pasal 76 E
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 82 UU Perlindungan Anak


Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp. 5,000,000,000,00 (lima miliar rupiah)

E. Kesimpulan
Pelecehan seksual merupakan tindak pelecehan luar biasa yang membutuhkan
penyelesaian masalah yang luar biasa pula agara pelecehan tersebut tidak menjadi ancaman
bagi anak-anak kita dimasa depan. Pelecehan seksual bukan hanya menimbulkan luka fisik
bagi korban tapi ada juga luka yang lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan luka fisik
yaitu luka psikis.
Masalah pelecehan seksual seakan tak ada habisnya, ditambah dengan segala pro kontra
di dalamnya. Pelecahan seksual memang kerap terjadi pada anak, namun tidak menutup
kemungkinan orang dewasa juga ada yang mengalami pelecehan seksual. Beberapa dari
korban pelecehan seksual telah ada yang sadar untuk datang ke psikolog. Namun, banyak
kasus pelecehan seksual yang tidak terdeteksi karena korbannya terlanjur malu untuk
menceritakan hal tersebut kepada orang lain dan harus menanggung bebannya sendiri.
Pelecehan seksual adalah suatu kasus yang harus diperhatikan oleh para orang tua, dan
menjadi perhatian yang sangat khusus, dan anak pun harus mempunyai perbekalan soal hal-hal
seperti ini untuk menghindari hal-hal yang merugikan di masa depan, dan segala bentuk
kekerasan seksual tidak bisa diringankan hukumannya, karena kasus tersebut mempengaruhi
trauma dan mental dari seorang anak.
Pemerintah pun telah memfasilitasi peraturan yang sangat tegas untuk semua pelaku
kekerasan seksual dan memberikan perlindungan terhadap korban, mengungkap kekerasan
seksual dan memberikan perhatian lebih, dukungan kepada anak korban kekerasan seksual.
Tahapan komunikasi terapeutik dalam kegiatan pendampingan dilakukan sejak sebelum
bertemu korban, kemudian perkenalan, penggalian informasi, penyelesaian, hingga proses
terminasi yang terjadi antara pendamping dan korban.
Korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak akan mengalami trauma yang
menyebabkan timbulnya gejala psikis lainnya seperti depresi, rasa takut yang berlebihan, sulit
bersosialisasi, sering murung dan melamun, dan menjadi pribadi yang tertutup atau bahkan
risiko paling buruk untuk mengakhiri hidup.
Dalam hal ini peran keluarga sangat dibutuhkan bagi anak yang menjadi korban
pelecehan seksual. Kasih sayang dan semangat yang diberikan oleh orang tua menjadi obat
bagi trauma yang dialami anak. Namun dalam kenyatannya masih ada orang tua yang
menjadikan anak tersebut sebagai aib keluarga yang memalukan sehingga membuat anak
menjadi lebih depresi yang tidak menutup kemungkinan di kemudian hari anak tersebut dapat
menjadi seorang pelaku juga karena berdasarkan hasil survey pelaku pelecehan seksual di
masa lalu juga merupakan korban pelecehan seksual pula.
Referensi

Margareta, T. S., & Melinda, P. S. J. (2017). Kekerasan Pada Anak Usia Dini (Study Kasus
Pada Anak Umur 6-7 Tahun di Kertapati.
Indonesia, CNN. (2023). https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230127173509
20905780/kemenpppa-ri-darurat-kekerasan-seksual-anak-9588-kasus-selama-2022.
Parliansyah, D., Boy, Arisandy., Bintang, M, P., (2022). https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/
sanksi/article/view/10099.
Ningsih, E, S, B., Sri H., (2018). Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kabupaten Karawang.
Dewi., (2018) Kekerasan Seksual pada anak-anak di SDN 12 Sanur.
Sinombor, S, H., (2022). Kekerasan Seksual Terus Berulang, Perlindungan Anak Harus Semakin
Kuat.
Amalia, Rizky., (2016). Pendidikan anti Kekerasan Seksual pada Anak.
Gadis, A,. (2005). Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak, hlm 4.
Harkristuti, H,. (2000). Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Perspektif
Sosioyuridis, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 14 Vol.7 – 2000, hlm. 165-166

Anda mungkin juga menyukai