NIM 22530018
Tugas : Pembentukan Karakter Swadaya 2
(2) Pada contoh gambar 2, memperlihatkan seorang siswa yang sedang mengerjakan
tugas dari wali kelasnya dan berada dirumah karena adanya pandemi, disini
pembentukan karakter yang terjadi adalah harus tetap disiplin dan bertanggung jawab
sebagai seorang siswa dimana pun dan kapanpun, karena menuntut ilmu tidak hanya
disekolah, dan menuntut ilmu bisa dilakukan dan dipelajari dimana saja.
(3) Pada contoh gambar yang ke – 3, menunjukan beberapa kelompok siswa sedang
melakukan diskusi untuk mengerjakan tugas perjalanan dari sekolah menuju Pasar
Minggu dilakukan dengan berjalan kaki, disini siswa diminta mampu berdiskusi
dengan teman sekelompoknya dan menentukan pilihan yang tepat agar jalan yang
dilalui benar-benar tepat dengan perkiraan yang disepakati di awal, bahwa jarak
antara ke sekolah dengan ke pasar itu adalah sejauh 2 km, disini pembentukan
karakter nya adalah belajar untuk sabar, dan tidak terburu – buru dalam mengambil
keputusan karena harus diimbangi dengan keputusan yang matang.
Kekerasaan Seksual Terhadap Anak Usia Dini
Abstrak
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu permasalahan serius yang dihadapi
pemerintah saat ini dikarenakan berkaitan dengan upaya pemerintah untuk melaksanakan UU
perlindungan anak No. 35 Tahun 2014. Disisi lain, anak korban kekerasan seksual merupakan
bagian dari masyarakat yang belum matang perkembangannya baik secara fisik maupun
psikologis sehingga membutuhkan pendampingan khusus dalam penanganannya. Orang yang
paling mempunyai kekuatan untuk melindungi anak nya dari segala tindak kekerasan adalah
orang tua nya, dan keluarga. Namun lingkungan yang paling berpengaruh akan terjaminnya
keamanan dari anak dibawah umur, anak pun harus diberi perbekalan mengenai bagaimana
kekerasan seksual dapat terjadi dan dibantu untuk diberi pemahaman bagaimana cara
menghindari dan melakukan perlawanan. Pemerintah sudah mempersiapkan perlindungan
terhadap anak-anak dibawah umur yang mengalami kekerasan seksual dan membantu
menjamin untuk keberlangsungan kehidupan korban di masa depan, karena trauma dan sakit
fisik adalah hal yang paling berbahaya dan sangat amat berpengaruh terhadap kehidupan di
masa
A. Pendahuluan
Keluarga adalah tempat paling utama untuk tumbuh dan berkembang pada seorang
anak, begitupun rumah menjadi tempat pertama anak untuk belajar segala hal yang belum ia
ketahui, orangtua memiliki peranan paling penting dalam tumbuh kembang anak, karena
orang tua lah guru pertama dan pembimbing, fasilitator, dan sebagai teladan bagi anak-
anaknya. Anak adalah harapan dan perwujudan cinta kasih dari kedua orang tua nya dan
sebagai buah hati dari kehidupan orang tua nya, semua orang tua akan melakukan hal yang
terbaik untuk buah hatinya dan akan menjadi pelindung paling utama dikehidupan anak-
anaknya.
Orang tua wajib mengawasi tumbuh kembang anak-anaknya dan peduli terhadap
lingkungan tempat anaknya tumbuh berkembang, menjadi orang tua pun harus siap dengan
segala tuntutan, kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan anak-anaknya
mendapatkan kehidupan, pendidikan, cinta kasih yang cukup, peran orang tua pun sangat
penting agar anaknya menjadi anak yang cerdas, bermoral sehat, dan sesuai pada usia nya.
Kekerasan dilingkungan sekitar terhadap anak masih kerap banyak ditemukan
ditengah masyarakat, mulai dari kekerasan, pembunuhan, dan kekerasan seksual, tindak
kriminal ini pun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki akal sehat ataupun tidak dikenal, namun banyak dari kasus kekerasan seksual
terhadap anak dilakukan dengan sengaja oleh orang yang sangat dekat dengan anak, bahkan
keluarga sendiri.
Tindak kriminal ini bisa dihindari dengan adanya sosialisasi yang baik antara orang
tua dan anak, dengan memberikan pengetahuan sedini mungkin akan hal berbahaya tersebut,
mulai dari mengajarkan apa saja bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat, dan disentuh
orang lain, dan mengajarkan dengan cara jangan takut untuk berbicara tentang hal yang
membuat dia tidak nyaman, dan selalu berikan kasih sayang yang hangat agar anak tidak ragu
untuk bercerita kepada orang tuanya tentang apapun yang terjadi dikehidupannya.
Menurut data yang dilaporkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Indonesia adalah negara darurat kekerasan
seksual terhadap anak. Dicatat kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9,588 kasus
pada tahun 2022, dan dinyatakan jumlah tersebut mengalami kenaikan kasus dari tahun lalu
yang mencapai 4,162 kasus, hal tersebut menyita perhatian pemerintah, dan khususnya orang
tua yang sangat khawatir untuk melepas anaknya dalam bermain diluar rumah ataupun saat
bersekolah.
Kekerasan seksual pada anak atau sering disebut Child Sexual Abuse adalah suatu
bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua lalu
dilakukan kepada anak-anak untuk rangsangan seksual. (Parliansyah, 2022). Hukum
memberikan sanksi yang tegas dan berat kepada pelaku kekerasan seksual yang dilakukan
pada anak dibawah umur, anak umur kerap menjadi korban kehausan orang dewasa yang
jahat dan tidak berprikemanusiaan.
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan seksual terhadap anak
cukup membuat masyarakat terkejut, hal ini bisa terjadi karena kurangnya pendidikan
mengenai seksual yang seharusnya di ajarkan kepada anak usia dini untuk memiliki
pengetahuan atas tubuhnya sendiri, dan tidak bungkam untuk segera melapor kepada pihak
yang berwajib jika mengalami tindakan yang tidak terpuji tersebut. Karena dampak yang
dialami bagi anak ini sangat mendalam dan berdampak panjang, bahkan sampai dewasa,
dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami anak-anak antara lain : pengkhianatan
atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa, atau siapapun, trauma secara
seksual, merasa tidak percaya diri, tidak mudah bergaul dengan lingkungan sekitar dan
stigma.
Hasil penelitian ilmiah menunjukan dampak dari kekerasan seksual terhadap anak
dapat mengakibatkan kerusakan saraf di bagian cortex dan frontal cortex, apabila bagian ini
rusak maka dampaknya anak akan terbunuh karakternya. (KPAI, 2014) dampak yang paling
parah, 70% korban kekerasan seksual menjadi pelaku (Erlinda, 2014). Dan kekerasan ini
merupakan kejahatan yang universal, yang dapat ditemukan diseluruh dunia, pada tiap
tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin. Korban berusia diantara
umur 5-11 tahun.
B. Landasan Teori
Aturan hukum mengenai perlindungan dari kekerasan seksual pada anak salah satunya
ialah, UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No 17/2016 tentang Penetapan
Perppu Nomor 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang perlindungan
anak menjadi Undang-Undang, mencantumkan perlindungan :
1. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual dan kekerasan,
termauk di satuan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik tenaga kependidikan sesama
peserta didik, dan atau pihak lain.
2. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak korban kejahatan
seksual.
3. Perlindungan diberikan melalui rehabilitai sosial, pendampingan psikososial saat
pengobatan dan pemulihan, dan pendampingan mulai penyidikan hingga pemeriksaan di
sidang pengadilan.
Setelah penjabaran perlindungan dari pihak pemerintah, adapun hukuman yang akan
diberikan kepada pelaku kekerasan seksual kepada anak ialah :
1. Pelaku kekerasan seksual pada anak dihukum 5 sampai 15 tahun penjara dan denda
maksimal Rp 5 miliar.
2. Hukuman pidana ditambah sepertiga jika pelaku adalah orang dekat (orang tua, keluarga,
pengasuh, pendidik) dan aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh
lebih dari satu orang secara bersama-sama.
3. Jika tindak pidana menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat,
gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau
meninggal, pelaku bisa dipidana mati, seumur hidup, atau dihukum 10 sampai 20 tahun
penjara. Pelaku juga bisa dikenai hukuman berupa kebiri kimia dan pemasangan alat
pendeteksi elektronik.
Pendidikan seks bagi anak merupakan suatu upaya tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan. Anak-anak usia sekolah dasar biasanya suka meniru perilaku orang lain sebagai
wujud keingintahuan dan ingin mencoba sesuatu yang dilihat dari perilaku orang lain tapi
tidak disertai dengan suatu pemahaman mengenai apa yang dilihatnya. Rasa keingintahuan
anak harus dapat dimengerti oleh orang tua dan dapat dimanfaatkan untuk membuat anak
merasa tertarik dalam mengetahui tentang kaidah-kaidah pencegahan dalam pendidikan
seksual bagi anak. Berikut beberapa pendapat-pendapat mengenai cara mengajarkan
pendidikan seksual bagi anak :
Anak bukanlah objek tindakan kesewenangan dari siapapun atau dari pihak manapun,
oleh karena itu komitmen dan perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan
anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan suatu hal yang harus dipegang pemerintah.
Kekerasan terhadap anak dominan terjadi adalah tindak kekerasan pada anak disertai dengan
tindak pidana pencabulan pada anak.
Dampak lebih luas yang diakibatkan oleh hal tersebut adalah dalam hak-hak koran
terbaikan. Terdapat sejumlah kendala dalam proses peradilan pidana atas tindakan kekerasan
domestik terhadap perempuan antara lain karena dalam proses peradilan pidana terdapat
sejumlah masalah seperti :
C. Permasalahan
D. Pembahasan
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korban nya. Bentuknya dapat berupa
ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktfitas yang
berkonoasi seksual bisa dianggap pelecehan seksuak atau kekerasan seksual jika mengandung
unsur-unsur sebagai berikut, yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak pelaku,
kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku, kejadian tidak diinginkan korban, dan
mengakibatkan penderitaan pada korban.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Immanuel (2016), menjelaskan bahwa
pelecehan seksual merupakan bentuk pembedaan dari kata kerja melecehkan yang berarti
menghinakan, memandang rendah, mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti yang
berkenaan dengan perkara tubuh antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Ramdhani (2017) Pelecehan seksual ialah tindakan melalui sentuhan fisik
atau non fisik yang sengaja atau berulang-ulang, atau hubungan fisik yang bersifat seksual
bukan sama suka. Namun pelecehan seksual mengacu pada perbuatan yang oleh korbannya
merasakan perasaan yang tidak menyenangkan karna perbuatan tersebut bersifat intimidasi,
menghinakan atau tidak menghargai korban dengan membuat seorang anak sebai objek
pelampiasan seksual.
Peran orang tua sebagai faktor utama bagi seorang anak akan memberikan pengetahuan
mengenai tindakan tidak terpuji tersebut yang merugikan masa depan korban tersebut, dan
orang tua jangan merasa takut untuk mendapatkan keadilan terhadap anaknya apabila
mengalami kasus pelecehan tersebut, karena pemerintah dan komnas perlindungan anak,
sudah memiliki hukum yang kuat untuk menangani kasus terebut.
Anak-anak yang memiliki pengetahuan kurang tentang pendidikan seks akan berisiko
tinggi mengalami pelecehan seksual, mereka anggap tabu untuk membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan reproduksi, sehingga tidak memiliki gambaran yang tepat tentang pendidikan
seks. Usia rata-rata anak jalanan mengalami pelecehan seksual pertama kali yaitu 8-15 tahun.
Dan pelaku nya ialah sesama anak jalanan,.
Pelaku pelecehan seksual biasanya akan membujuk korban dengan diiming-imingi
sesuatu, misalnya diberi sejumlah uang atau dibelikan barang-barang yang korban inginkan.
Bahkan banyak korban yang dipaksa atau diancam oleh pelaku. Anak-anak sering menjadi
korban karena mereka cenderung tidak berani untuk menolak dan tidak memiliki kekuatan
yang lebih terutama pada orang yang mereka kenal. Selain itu, anak-anak mudah sekali untuk
dibujuk.
Berdasarkan penjelasan mengenai pelecehan seksual diatas terdapat bentuk-bentuk
pelecehan seksual, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :
1. Pelecehan seksual non-fisik , Pelecehan seksual non fisik meliputi kata-kata menghina,
pandangan tidak senonoh, dilihat dari atas ke bawah, pandangan cabul pada bagian-
bagian tubuh tertentu, dan ucapan-ucapan tentang seks. Pelecehan seksual juga dapat
berupa korban diajak melihat fil porno, diperlihatkan aktifitas seksual secara langsung.
2. Pelecehan seksual secara fisik , dapat berupa pencabulan, sodomi dan pemerkosaan.
Korban pelecehan seksual pada anak yang paling dominan adalah usia di bawah 15
tahun. Lebih luas pelecehan seksual dapat berupa kegiatan, seperti diminta
memerankan adegan berbau seks untuk difilmkan, menyentuh dan mencium zona
erogen anak
E. Kesimpulan
Pelecehan seksual merupakan tindak pelecehan luar biasa yang membutuhkan
penyelesaian masalah yang luar biasa pula agara pelecehan tersebut tidak menjadi ancaman
bagi anak-anak kita dimasa depan. Pelecehan seksual bukan hanya menimbulkan luka fisik
bagi korban tapi ada juga luka yang lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan luka fisik
yaitu luka psikis.
Masalah pelecehan seksual seakan tak ada habisnya, ditambah dengan segala pro kontra
di dalamnya. Pelecahan seksual memang kerap terjadi pada anak, namun tidak menutup
kemungkinan orang dewasa juga ada yang mengalami pelecehan seksual. Beberapa dari
korban pelecehan seksual telah ada yang sadar untuk datang ke psikolog. Namun, banyak
kasus pelecehan seksual yang tidak terdeteksi karena korbannya terlanjur malu untuk
menceritakan hal tersebut kepada orang lain dan harus menanggung bebannya sendiri.
Pelecehan seksual adalah suatu kasus yang harus diperhatikan oleh para orang tua, dan
menjadi perhatian yang sangat khusus, dan anak pun harus mempunyai perbekalan soal hal-hal
seperti ini untuk menghindari hal-hal yang merugikan di masa depan, dan segala bentuk
kekerasan seksual tidak bisa diringankan hukumannya, karena kasus tersebut mempengaruhi
trauma dan mental dari seorang anak.
Pemerintah pun telah memfasilitasi peraturan yang sangat tegas untuk semua pelaku
kekerasan seksual dan memberikan perlindungan terhadap korban, mengungkap kekerasan
seksual dan memberikan perhatian lebih, dukungan kepada anak korban kekerasan seksual.
Tahapan komunikasi terapeutik dalam kegiatan pendampingan dilakukan sejak sebelum
bertemu korban, kemudian perkenalan, penggalian informasi, penyelesaian, hingga proses
terminasi yang terjadi antara pendamping dan korban.
Korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak akan mengalami trauma yang
menyebabkan timbulnya gejala psikis lainnya seperti depresi, rasa takut yang berlebihan, sulit
bersosialisasi, sering murung dan melamun, dan menjadi pribadi yang tertutup atau bahkan
risiko paling buruk untuk mengakhiri hidup.
Dalam hal ini peran keluarga sangat dibutuhkan bagi anak yang menjadi korban
pelecehan seksual. Kasih sayang dan semangat yang diberikan oleh orang tua menjadi obat
bagi trauma yang dialami anak. Namun dalam kenyatannya masih ada orang tua yang
menjadikan anak tersebut sebagai aib keluarga yang memalukan sehingga membuat anak
menjadi lebih depresi yang tidak menutup kemungkinan di kemudian hari anak tersebut dapat
menjadi seorang pelaku juga karena berdasarkan hasil survey pelaku pelecehan seksual di
masa lalu juga merupakan korban pelecehan seksual pula.
Referensi
Margareta, T. S., & Melinda, P. S. J. (2017). Kekerasan Pada Anak Usia Dini (Study Kasus
Pada Anak Umur 6-7 Tahun di Kertapati.
Indonesia, CNN. (2023). https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230127173509
20905780/kemenpppa-ri-darurat-kekerasan-seksual-anak-9588-kasus-selama-2022.
Parliansyah, D., Boy, Arisandy., Bintang, M, P., (2022). https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/
sanksi/article/view/10099.
Ningsih, E, S, B., Sri H., (2018). Kekerasan Seksual Pada Anak Di Kabupaten Karawang.
Dewi., (2018) Kekerasan Seksual pada anak-anak di SDN 12 Sanur.
Sinombor, S, H., (2022). Kekerasan Seksual Terus Berulang, Perlindungan Anak Harus Semakin
Kuat.
Amalia, Rizky., (2016). Pendidikan anti Kekerasan Seksual pada Anak.
Gadis, A,. (2005). Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak, hlm 4.
Harkristuti, H,. (2000). Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Perspektif
Sosioyuridis, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 14 Vol.7 – 2000, hlm. 165-166