Anda di halaman 1dari 59

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN BULLYING REMAJA DI MTSN

SOPPENG

OLEH

RAHMADANI

183145105095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

T.A 2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan kecakapan

individu, baik secara sikap maupun perilaku dalam bermasyarakat. Dengan

kata lain, pendidikan adalah proses sosial dimana lingkungan yang

terorganisir seperti sekolah, rumah, mampu mempengaruhi seseorang

untuk mengembangkan kecakapan sikap dan perilaku dalam diri sndiri dan

bermasyarakat.

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri

individu dimasa yang akan datang. Dalam kehidupan sehari-hari kita

mengenal adanya pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

Pendidikan formal diperoleh dari suatu lembaga yang bertanggung jawab

dan berkompetensi yaitu di sekolah yang di mulai dari jenjang, sekolah

dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan berlanjut

perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan nonformal bisa di dapatkan diluar

pendidikan formal contohnya pendidikan yang di peroleh dilingkungan

keluarga.

Undang-undang perlindungan anak No. 23 tahun 2002,

menjelaskan bahwa harapan anak Indonesia akan tumbuh dan


3

berkembang menjadi anak yang sehat, ceria, dan berakhlak mulia.

Bagian keempat dalam Undang-undang ini menjelaskan kewajiban dan

tanggung jawab keluarga dan orang tua. Undang- Undang Dasar 1945

pasal 26 ayat 1 juga menjelaskan bahwa orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan

melindungi anak, selanjutnya menumbuh kembangkan anak sesuai

dengan kemampuan bakat dan minat.

Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan

dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan

yang sangat pesat. Menurut Bichler dalam Fatimah (2017) ciri-ciri

remaja usia 12-15 tahun adalah berperilaku kasar, cenderung berusaha

berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dan tidak berusaha

mengendalikan diri dan perasaan. Kemampuan mengendalikan diri

merupakan salah satu kunci untuk mengurangi terjadinya perilaku

kekerasan karena dengan pengendalian diri individu dapat merasa

tenang sehingga emosional dirinya tidak mudah marah dan pada

akhirnya mampu membina hubungan baik dengan teman (Zahara,

2017). Remaja akan lebih banyak melakukan pelanggaran aturan ketika

berada di lingkungan yang dipenuhi dengan tata tertib seperti di

lingkungan pendidikan (Brook, 2017).

Masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak

menjadi dewasa. Masa transisi remaja dimulai dengan menunjukkan


jati dirinya yaitu dengan berperilaku sesuai dengan karakter dan

kreativitas masing-masing dalam hal-hal yang positif meliputi aktraktif

dan kreatif. Selain itu selama masa transisi ini remaja juga

menunjukkan perilaku-perilaku yang mengarah pada hal-hal negatif

yaitu hura-hura bahkan mengacu pada tindakan kekerasan (King, 2017).

Pada periode ini terdapat resiko tinggi terjadinya kenakalan dan kekerasan

pada remaja baik sebagai korban maupun sebagai pelaku dari tindakan

kekerasan atau bullying .

fisik (memukul). Perilaku bullying di soppeng Menurut survei yang

dilakukan Latitude News terhadap 40 negara di dunia ditemukan fakta

tentang bullying. Salah satu faktanya adalah bahwa pelaku bullying

biasanya para siswa laki-laki. Sedangkan siswa perempuan lebih banyak

menggosip daripada melakukan aksi kekerasan dengan fisik. Dari hasil

survai tersebut juga terdapat negara-negara dengan kasus bullying tertinggi

di dunia. Indonesia termasuk Negara dengan kasus bullying diurutan kedua.

Lima Negara dengan kasus bullying pada posisi pertama ditempati oleh

Jepang, kemudian Indonesia, Kanada, Amerika Serikat, dan Finlandia

(Yolanda, 2018).Gambaran kekerasan yang ada di SMP dikota Yogyakarta

77,5% mengaku ada kekerasan dan 22,5% mengaku tidak ada kekerasan;

Surabaya 59,8% ada kekerasan; Jakarta: 61,1% ada kekerasan (Wiyani,

2019). Perilaku Bullying dilakukan sesama siswa di sulawesi selatan,

tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dengan kategori tertinggi


5

bullying psikologi berupa mengucilkan. Peringkat kedua ditempati

kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan

Hilangnya etika anak bangsa membuat negeri ini semakin terlihat

miris. Bagaimana tidak, jika korban bullying dan kekerasan yang

berjatuhan berasal dari lingkungan sekolah, yang notabene merupakan

tempat anak belajar dan diajarkan mengenai hal-hal baik. Terdapat kasus

kekerasan yang terjadi kepada siswa SMP, Seorang siswi berinisial LA

yang mengalami penganiayaan oleh teman sebayanya. Siswa tersebut

disekap sepulang sekolah dan dianiaya dengan cara dipukuli, rambutnya

digunting, dan disudut dengan rokok (Salinah, 2019).

Bullying atau perundungan merupakan tindakan menyakiti,

mengintimidasi dan merusak seseorang yang dilakukan baik secara fisik

maupun verbal dari seseorang kepada orang lain.

Perlakuan ini merupakan isu global yang telah lama dicari jalan

keluarnya. Melansir situs resmi UNESCO tahun 2018 sebanyak satu

pertiga orang didunia pernah mengalami tindak perundungan, dengan

faktor utama penyebab tindak perundungan ini adalah dengan tingkat

ekonomi yang rendah. Dibeberapa negara, kasus bullying ini lebih sering

terjadi dibanding negara lain. Melansir berbagai sumber, berikut adalah

beberapa diantaranya. Portugal dimana kasus cybullying atau perudungnan


melalui media sisoal merupakan jenis perundungan yang sering digunakan

pelajar untuk mengintimidasi orang lain dinegara ini. Wanita juga

dikabarkan menjadi sasaran utama yang lebih banyak mendapat buly,

sementara laki-laki merupakan pihak yang lebih banyak melakukan

tindakan tersebut. Di Korea selatan juga merupakan negara yang cukup

terkenal dengan kasus bullying yang kerap kali terjadi. Tidak hanya pada

jenjang sekolah, kasus bullying dinegara ini juga kerap terjadi dilingkungan

kerja. Salah satu faktor utama terjadinya tindakan perundungan di negara

ini adalah karena standar hidup yang cukup tinggi di negara ini, termasuk

standar fisik atau kecantikan. Selain Korea Inggris juga merupakan negara

yang melakukan bullying sebanyak 29% sekolah di inngris mendapatkan

laporan akan kasus perundungan yang terjadi di istitusinya hampir setiap

minggu. Hal ini semakin meningkat selama 5 tahun terakhir, dan sebagian

besar kasus ini terjadi dikawasan institusi pendidikan. Selain itu di asia

Jepang merupakan salah satu negara yang juga terkenal akan kasus

bullying yang kerap terjadi. Kasus bullying yang terjadi dinegara ini cukup

parah,hingga tidak jaran korban yang mengalami bullying berakhir dengan

melakukan tindak bunuh diri karena tidak kuat dengan tekanan fisik dan

psikis yang dihadapi. Pemerintah secara aktif mencoba mengurangi

terjadinya kasus bullying. Selain itu Rusia juga dikenal sebagai negara

dengan penduduk yang keras dan cenderung kaku, tingkat perundungan

yang terjadi di negara ini juga terus terjadi. Melangsir themoscotimes.com,


7

1 dari 4 anak dirusia mengaku pernah mengalami perundungan di sekolah,

baik secara fisik mauoun psikis. Perundungan melalui internet juga sering

terjadi dinegara ini.

Di indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

mencatat 17 kasus kekerasan fisik yang melibatkan peserta didik sepanjang

2021. Data ini dikumpulkan hingga 27 desember. Kasus kekerasan tersebut

terjadi di 11 provinsi, meliputi jawa bara, jawa timur, daerah istimewa

jogjakarta (DIY), DKI Jakarta, Banten, kepulauan riau, sulawesi tenggara,

kalimntan utara, NTT, NTB, dan sumatra selatan. Rerno memerinci jenis

kekerasan lainya, yaitu kasus kekerasan berbabsais SARA sebanyak 1

kasus, perundungan atau pembullyan (6 kasus), dan kasus tauran pelajar

(10 kasus). Adapun korban mayoritas adalah anak, hanya 1 kasus korbanya

adalah guru yang mengalami pengroyokan yang dilakukan oleh orang tua

siswa, ujar Rerno. Menurut dia, kasus yang mengenaskan terjadi pada

korban yang meninggal dan mengalami kelumpuhan akibat kekerasan fisik.

(Sutresno wahyudi)

Seorang siswi di sulawesi selatan (sulsel), dibuly oleh 6 temnya

sesama pelajar didalam kelas. Orang tua korban melaporkan kejadian ini ke

polisi. Aksi perundungan ini direkam oleh para pelaku. Korban yang

mendapatkan kekerasan ini juga terlihat menangis. Aksi pemukulan pun

terjadi kepada korban. Saat di konfirmasi wartawan, pada rabu 8 september

2021. Jajaran polres soppeng berhasil meringkus 8 orang pelaku


pengoroyokan 3 orang remaja di permandian alam citta, kabupaten

soppeng. Ketua KPAI Dr. Susanto, MA mengatakan Komisi perlindungan

anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus

perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah

tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai

korban kekerasan fisik dan atau psikis. 27 Januari 2022. Sementara itu,

berdasarkan aduan masyarakat, KPAI mencatat kasus perlindungan anak

sebanyak 2.982 kasus. Berdasarkan trend kasus kluster perlindungan

khusus anak, di dominasi 6 kasus tertinggi, yaitu anak korban kekerasan

fisik dan atau psikis mencapai 1.138 kasus.

Adanya kasus anak menjadi korban kekerasan fisik dan atau psikis

di Indonesia di latarbelakangi oleh beragam faktor. Diantaranya meliputi

adanya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisifitas lingkungan

sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuan, kemiskinan keluarga,

tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat

tinggal yang tidak ramah anak, ungkapnya. Selain itu, KPAI menyoroti

adanya kasus perlindungan di media sosial yang sering terjadi. Anak juga

rentan mengalami kasus kekerasan seksual secara online yang dapat

menimbulkan trauma dan gangguan psikis.

Bullying merupakan kecenderungan agresif yang bertujuan untuk

menyakiti orang lain baik sacara fisik maupun psikis. Pelaku akan

menggunakan berbagai cara agar tujuannya itu tercapai. Oleh karena itu
9

ada banyak kecenderungan yang dapat dikategorikan pada bullying.

Perilaku bullying muncul di segala tempat baik di sekolah dan

lingkungan tempat tinggal. Perilaku bullying dapat terjadi pada anak-

anak atau orang dewasa dan korbanya pun bisa laki-laki atau

perempuan. Perilaku bullying merupakan tindakan negatif dimana

terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan secara

berulang oleh satu siswa atau lebih yang bersifat menyerang karena

adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Pihak

yang kuat tidak hanya berarti kuat dalam segi fisik tetapi juga kuat

secara mental.

Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang

bersifat menyerang yan dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau

sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain,

dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Dampak perialku bullying secara intrapersonal yaitu korban

bullying rentan mengalami masalah pada kesehatan fisik maupun mental

dan dapat menimbulkan berbagai efek negatif bagi korban, seperti

Gangguan mental, mulai dari sensitif, rasa marah yang meluap-luap,

depresi, rendah diri, cemas, kualitas tidur menurun, keinginan

menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri. Dampak perialku bullying secara

interpersonal yaitu hubungannya dengan orang lain yaitu bagi mereka yang

mengalami tindakan bullying berdampak memengaruhi rasa percaya diri


akan menjadi pemalu, atau penakut, sehingga sulit untuk berkomunikasi

dengan orang lain atau melakukan interaksi sosial.

Anak yang melakukan bullying terhadap teman sebayanya ataupun

lingkungan sosial di sekitarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-

faktor tersebut bisa saja berasal dari kondisi psikologis anak yang

terganggu, pola asuh orang tua yang salah, ataupun lingkungan tempat ia

bersosialisasi yang kurang mendukung (Gunardi, 2021).

Pola pengasuhan (parenting style) sangat bergantung pada nilai-

nilai yang dimiliki keluarga. Peran pengasuhan dapat dipelajari

melalaui proses sosialisasi selama tahap perkembangan anak-anak yang

dijalankan melalui interaksi antara keluarga. Anak yang mempunyai

interaksi yang baik dengan keluarga cenderung selalu mempunyai

kesempatan untuk mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan anak akan

lebih terpantau oleh keluarganya. Hasil penilitian Putri (2019)

menjelaskan bahwa ketidakharmonisan keluarga berpengaruh terhadap

perilaku bullying yang di lakukan oleh anak karena anak merasa kurang

perhatian dan meluapkan emosinya dengan berbuat semaunya termasuk

berperilaku kasar pada temannya.

Pola asuh orang tua kepada anak dan remaja adalah salah satu

faktor signifikan yang turut membentuk perilaku dan karakter seorang

anak tersebut. Anak yang dibesarkan dengan celaan dan permusuhan

dalam keluarga akan membuatnyasering memaki bahkan berkelahi


11

dengan orang lain. Berbeda dengan anak yang dididik oleh keluarganya

dengan perlakuan baik dan penuh kasih saying, ia akan bersikap adil

dalam pergaulannya bahkan dapat menumbuhkan rasa cinta dalam

kehidupannya. Hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga

merupakan pendidikan yang utama bagi anak, dan pola asuh orang tua

merupakan interaksi sosial awal untuk mengenalkan anak pada

peraturan, norma, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai dan

ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar

akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Pola

asuh orang juga menjadi gambaran, tata cara atau perbuatan yang

dilakukan oleh orang tua dalam menjaga, mendidik serta merawat anaknya.

Di samping lingkungan sosial yang dimiliki oleh seorang anak, pola asuh

orang tua akan turut menentukan terbentuknya sikap dan watak anak dalam

menjalani hidupnya. Pola asuh orang tua dapat menjadi interaksi sosial

awal yang berguna untuk mengenalkan anak pada peraturan, norma dan

tata nilai yang berlaku pada masyarakat di sekitar anak. Sehingga apabila

pengasuhan orang tua yang kurang tepat seperti terlalu membatasi

kegiatan anak akan membuatnya susah untuk bersosialisasi dengan

orang lain bahkan jika anak terlalu dibebaskan akan membuat anak

bersikap sesuai keinginannya tanpa terkontrol seperti perilaku negative.

Peran ibu di definisikan sebagai kemampuan untuk mengasuh,


mendidik, dan menentukan nilai kepribadian anaknya. Ibu merupakan

peran dan posisi yang penting dan pusat bagi tumbuh kembang anaknya.

Peran ibu dalam keluarga sangat penting bahkan dapat dikatakan bahwa

kesuksesan dan kebahagian keluarga sangat di tentukan oleh peran ibu.

Bisa dikatakan jika seorang ibu yang baik akan baik pula keluarganya, apa

bila ibu itukurang baik akan hancur keluarganya.

Beberapa penelitian yang membahas tentang perilaku pola asuh

orang tua sudah banyak dilakukan. Penelitian Lianasari (2020),

menyebutkan bahwa ada hubungan signifikan antara pola asuh orang

tua dengan konsep diri remaja. Pola asuh orang tua demokratis

mempunyai hubungan dengan tingkat keeratan sedang terhadap konsep

diri remaja usia 12-15 tahun. Selain itu penelitian ini menyimpulkan

bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis maka semakin tinggi pula

konsep diri remaja, sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratis

maka semakin rendah pula konsep diri remaja. Penelitian lain tentang

pola asuh orang tua dengan dengan perilaku remaja dilakukan oleh

Kharie (2020) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua otoriter

mempunyai hubungan dengan tingkat keeratan yang sedang terhadap

perilaku merokok pada remaja laki-laki usia 15-17 tahun. Lebih lanjut

hasil penilitian ini menjelaskan bahwa penerapan pola asuh otoriter

oleh ibu yang selalu menekan akan membuat anak tertekan dan mudah

marah, sehingga kemarahannya dilampiaskan dengan perilaku negatif.


13

Menurut Erine & Villa (2017) bahwa pola asuh yang

dilakukan secara tepat oleh orang tua dengan memberikan

pengasuhan yang penuh dan perhatian berpengaruh positif dalam

menghindarkan remaja dari perilaku yang menyimpang.

Berdasarkan latar belakang inilah penelitian tentang

“ Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Bullying Remaja di MTSN

Soppeng” ini penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Perilaku bullying dapat menimbulkan berbagai dampak baik berupa

fisik maupun psikis. Berbagai studi menunjukkan bahwa bullying dapat

membuat remaja merasa tertindas dan mengalami rasa sakit serta stress.

Selain itu, para korban bullying juga mengalami kelemahan fisik, memiliki

harga diri rendah, menarik diri, pasif dalam kegiatan sosial, merasa malu,

cemas, ketakutan, dan depresi serta cenderung menghindari sekolah atau

bahkan mengisolasi diri. Berdasarkan identifikasi dan latar belakang

masalah yang dipaparkan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah apakah ada hubungan pola asuh ibu dengan bullying remaja

disekolah MTSN Soppeng ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Menganalisis apakah ada hubungan pola asuh ibu dengan bullying

remaja disekolah MTSN Soppeng


Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pola asuh ibu di MTSN Soppeng

2. Mengidentifikasi bullying pada remaja di MTSN Soppeng

3. Menganalisis Hubungan pola asuh ibu dengan bullying pada remaja di

MTSN Soppeng

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memperkaya dan menambah ilmu

pengetahuan tentang perkembangan remaja dan pola asuh orang

tua kaitannya dengan perilaku bullying dan dapat memberikan

kajian ilmu di bidang ilmu keperawatan anak, jiwa, dan

komunitas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi MTSN Soppeng

Penelitian ini memberikan informasi kepada sekolah dan

guru tentang perilaku bullying di MTSN Soppeng.

b. Bagi Orang tua

Penelitian ini memberikan informasi kepada orang tua

mengenai pola asuh dan perilaku bullying, serta diharapkan


15

orang tua dapat memahami dan menerapkan pola asuh yang

benar sesuai dengan karakter anak masing-masing.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini memberikan informasi kepada para siswa

mengenai perilaku bullying dan dampaknya sehingga siswa dapat

mengendalikan diri dengan baik dan menghindari perilaku

bullying.

d. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar untuk

melakukan penelitian selanjutnya. Penelitian yang

berkesinambungan serta berkelanjutan sangat diperlukan di

bidang keperawatan, agar dapat memberikan intervensi yang

tepat untuk mengatasi permasalahan sesuai dengan fenomena

yang terjadi, terutama tentang pola asuh dan perilaku bullying.

E. Bidang Ilmu

Keperawatan anak

Keperawatan anak adalah asuhan keperawatan pada anak yang

berpusat pada keluarga dan upaya pencegahan trauma pada anak ( Henni

zuzana Mediyani ).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Bullying

Bullying adalah perbuatan agresi (negatif) yang dilakukan

berkali-kali oleh seseorang atau kelompok yang bersifat menindas

karena terdapat ketidak seimbang anak kekuatan antara pihak yang

terlibat (Surilena, 2018). Bullying disebut juga dengan ancaman,

ancaman disini di lakukan seseorang untuk menindas dan melukai

orang lain (Lestari,2018).

Bentuk perilaku bullying di sekolah bermacam-macam dari

bentuk fisik, verbal, relasional cyberbullying dan dapat terjadi pada

berbagai tempat yang ada di sekolah. Lokasi yang sering menjadi

tempat melakukan bullying diantaranya di koridor, ruang kelas,

ruang ganti, di belakang sekolah, dan jalan yang sepi (Donellan,

2017). Perilaku bullying di sekolah pada awalnya dapat berupa

serangan-serangan kecil oleh pelaku atau bullies yang dilakukan

secara berulang-ulang. Bullies biasanya akan melontarkan

komentar yang merendahkan korbannya, memukul, mengejek, dan

menganiaya korban secara terus menerus (Wharton, 2019). Baron

dan Byrne (2019) menjelaskan bullying sebagai pola tingkah laku

16
17

dimana terdapat individu yang dipilih sebagai target korban

perilaku agresif secara berulang-ulang yang dilakukan oleh satu

orang atau lebih.

Rigby dan Thomas (2020) menyebutkan bahwa bullying

adalah memperlakukan orang lain dengan berbagai tingkah laku

yang menyakiti, mengancam dan menakuti. Tingkah laku ini

biasanya dilakukan berulang kali dan memperlakukan orang lain

dengan tidak hormat. Ketidakseimbangan antara pelaku dan korban

sangat jelas, sehingga pelaku dapat dengan mudah menganiaya korban

yang jauh lebih kecil atau lemah darinya. Hal ini bisa menjadi

penyebab perilaku bullying bertahan dalam waktu yang lama

karena tidak adanya usaha korban untuk menyelesaikan konflik

dengan pelaku (Rigby, 2017).

a. Bentuk-bentuk bullying

Perilaku bullying ini dapat hadir dalam berbagai bentuk

mulai dari bentuk fisik, non-fisik, sampai perusakan terhadap

properti orang lain. Perilaku bullying terdiri dari dua bentuk,

yaitu perilaku bullying yang dilakukan secara langsung kepada

korban atau direct bullying dan perilaku bullying yang tidak

dilakukan seecara langsung kepada korban atau inderct

bullying dan bersifat lebuh memanipulasi hubungan sosial

(Duffy, 2017). Klasifikasi bullying menurut Sejiwa (2018)


adalah :

a) Bullying fisik, misalnya memukul, mendorong, menendang,

memalak, mencubit, merusak barang milik orang lain,

mengambil barang milik orang lain secara paksa. Serangan

fisik langsung lebih sering terjadi pada anak laki-laki,

sedangkan bentuk tidak langsung lebih umumn terjadi pada

anak perempuan.

b) Bullying verbal, misalnya berkata kasar, mengejek,

menertawakan, memanggil dengan nama julukan yang tidak

disenangi (name calling), dan mengancam.

c) Bullying mental, misalnya mengucilkan, mengabaikan,

menyebarkan gosip yang tidak benar, memndang sinis,

mencibir, dan meneror.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying

Ada beberapa faktor ang menjadi penyebab perilaku

bullying pada remaja yaitu :

a) Faktor keluarga

1. Pola asuh

Latar belakang keluarga memiliki kaitan dengan

perilaku bullying. Perilaku bullying biasanya merupakan

anak dari orang tua yang menerapkan disiplin fisik,

cenderung menolak, bermusuhan, memiliki keterampilan


19

menyelesaikan masalah yang buruk, permisif terhadap

perilaku anak, serta mengajarkan anak untuk menyerang atau

membalas jika mendapat provokasi. Bullying dimakna anak

sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari

lingkungan yang mengancam (Veenstra et al, 2017).

2. Keharmonisan keluarga

Orang tua adalah sumber pengaruh terkait dengan

perilaku bullying pada remaja. Praktek orang tua yang positif

seperti kehangatan keluarga atau dukungan bisa melindungi

remaja dari keterlibatan bullying baik sebagai pengganggu

maupun korban (Wong et al, 2019)

3. Jumlah saudara

Jumlah saudara juga memiiki hubungan dengan

perilaku bullying. Remaja yang berasal dari keluarga yang

besar memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam

bullying antara saudara dibandingkan dengan remaja yang

berasal dari keluarga yang relatif kecil. Bullying antar

saudara terjadi dalam waktu yang lama membuat anak

menganggap perilaku bullying sebagai sesuatu yang normal

dan diterima (Veenstra et al, 2019).

b) Faktor individu

Faktor individu seperti kepribadian juga memiliki peranan


penting dalam bullying misalnya rasa malu, kurangnya kontrol

diri, senioritas, meniru, dan pengalaman bullying dimasa lalu.

c) Faktor lingkungan

1. Sekolah

Ada beberapa faktor sekolah yang berpengaruh terhadap

perilaku bullying, yaitu pergantian guru yang tinggi, sistem

administrasi yang kurang baik, pengawasan yang tidak

adekuat, kurangnya kesadaran dari anak secara individu

(Monks et al, 2019).

2. Hubungan dengan pergaulan

Memiliki banyak teman akan berkaitan dengan terjadinya

kekerasan dan cenderung menjadi pengganggu dari pada

menjadi korban dan cenderung terisolasi secara sosial (Wang

et al, 2019).

c. Dampak perilaku bullying

Perilaku bullying memiliki dampak negatif terhadap semua

pihak yang terlibat didalamnya dan mempengaruhi situasi

belajar. Bullying memberikan dampak dalam jangka waktu

pendek maupun jangka panjang baik sebagai pelaku maupun

korbannya. Orang yang menjadi korban bullying semasa kecil

kemungkinan kurang percaya diri pada masa dewasa dan tidak

menutup kemungkinan dia menjadi pelaku bullying (Sejiwa,


21

2018).

Bullying dapat berpengaruh bagi sekolah dan masyarakat.

Marsh dalam Sanders (2018) mengemukakan bahwa sekolah

dimana bullying itu terjadi seringkali dicirikan dengan para

siswa yang tidak aman selama di sekolah, rasa tidak memiliki

hubungan dengan masyarakat sekolah, ketidakpercayaan

diantara para siswa, pembentukan geng, turunya reputasi sekolah

di masyarakat, dan iklan pendidikan yang buruk.

d. Dampak bagi korban

Perilaku bullying di sekolah akan memberikan dampak

yang buruk bagi korban seperti prestasi yang menurun,

membolos, melanggar kedisiplinan, tidak mengerjakan tugas

sekolah, bahkan ada yang sampai depresi (Wharton, 2019). Bila

bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama dapat

mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial,

memunculkan perilaku menarik diri, rasa tidak nyaman, bahkan

bisa melakukan tindakan bunuh diri. Bullying yang dilakukan

berulang-ulang akan membuat korban merasa depresi dan

mudah marah. Korban akan mudah marah terhadap dirinya,

terhadap pelaku bullying, dan orang-orang disekitarnya (

Coloroso 2019).

e. Dampak bagi pelaku


Pelaku bullying memiliki rasa percaya diri dan harga diri

yang tinggi, cenderung bersifat agresif, berwatak keras, mudah

marah, mudah frustasi, dan memiliki rasa toleransi yang rendah.

Siswa yang menjadi pelaku bullying tidak dapat

mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk

memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati dengan

teman sekolah, serta mengganggap dirinya paling kuat diantara

teman- temannya (Coloroso, 2017). Pelaku bullying akan mudah

terjebak dalam tindakan kriminal, selanjutnya mereka akan

mengalami kesulitan dalam melakukan relasi sosial (Wiyani,

2017).

2. Pola Asuh

Pola asuh adalah interaksi anak dan orang tua mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk

mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

masyarakat (Dagun, 2020:33). Menurut Hetherington & Whiting

dalam Dagun (2020:33) menyatakan bahwa pola asuh sebagai proses

interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti proses

pemeliharaan, pemberian makan, membersihkan, melindungi dan

proses sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar. Orang tua akan

menerapkan pola asuh yang terbaik bagi anaknya dan orang tua akan

menjadi contoh bagi anaknya.


23

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya

dengan kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan

ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu sebenarnya sudah

diletakkan benih- benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak

awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Oleh karena itu, pola

asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam

membentuk kepribadian dan perilaku yang sehat. Apabila pola-pola

yang diterapkan orang tua buruk dalam keluarga, maka yang akan

terjadi adalah terbentuknya perilaku anak yang tidak baik.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh

adalah sistem, cara, atau pola yang digunakan atau diterapkan oleh

orang tua dalam kehidupan sehari-hari terhadap anak, termasuk pola

interaksi antara anak dan orang tua selama dalam pengasuhan. Di

dalam kegiatan ini tidak hanya berarti bagaimana orangtua

memperlakukan anak melainkn serta melindungi anak untuk mencapai

kedewasaan sesuai dengn norma yang berlaku di masyarakat dan

norma yang diharapkam masyarakat pada umumnya.

Anak perlu diasuh dan dibimbing karena mengalami proses

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah bertumbuh anak

dari segi jasmani. Perkembangan ialah berkembangnya kepribadian

anak, dari seorang makhluk yang tadinya secara mutlak bergantung

pada lingkungannya, menjadi seorang yang secara relatif mandiri dan


berguna bagi lingkungannya Harisuprayitno (2020).

Perkembangan anak merupakan proses. Artinya perkembangan

itu meliputi berbagai aspek kehidupan manusia dan terjadi sebagai

hasil interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Agar

perkembangan itu berjalan sebaik-baiknya, anak perlu diasuh dan

dibimbing oleh orang dewasa, terutama dalam lingkungan kehidupan

berkeluarga.

Dua faktor yang perlu diperhatikan dalam mengasuh anak.

Faktor bawaan : sifat yang dibawa anak sejak lahir faktor bawaan

dapat mempercepat, menghambat, atau melemahkan pengaruh faktor

lingkungan. Setiap anak unik, artinya bahwa tidak ada satu anak pun

yang persis sama. Sifat ysng dibawa anak sejak lahir antara lain :

1. Pemarah, penyabar, cerdas, pendiam, banyak bicara, bodoh, dan

lain-lain.

2. Keadaan fisik yang berbeda : tinggi/pendek, hidung

mancung/pesek, berkulit hitam putih/hitam dan lain-lain. Dalam

mengasuh dan membimbing anak, kita tidak boleh

membandingkan perkembangan anak yang satu dengan yang

lainnya, tanpa memperhatikan sifat mereka masing-masing.

3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dapat meransang berkembangnya fungsi

tertentu dari anak,sehingga mempercepat perkembangan anak.


25

Namun, faktor lingkungan juga dapat mengperlambat atau

mengganggu kelangsungan perkembangan anak. Peran orang tua

adalah menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan

anak ke arah yang positif . faktor lingkungan meliputi suasana

lingkungan dalam keluarga dan hal lain yang berpengaruh dalam

perkembangan anak, seperti sarana dan prasarana yang tersedia,

misalnya alat bermain, lapangan bermain atau televisi.

Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam membimbing anak

(Kartono, 2020:90) yaitu:

a. Kesadaran

Orang tua harus memiliki kesadaran bahwa jalan pemikiran

orang tua dengan anak-anaknya tidak sejalan sehingga tidak boleh

menyamakan. Perlu disadari pula bahwa masing-masing anak memiliki

kecerdasan yang tidak sama meskipun mereka anak kembar. Dengan

mengetahui sifat-sifat dalam diri anak, akan memudahkan orang tua

dalam membimbingnya.

b. Bijaksana

Sikap bijaksana diperlukan untuk mengerti kemampuan anak,

kekurang tahuan terhadap kemampuan anak terkadang menumbuhkan

sikap kasar terhadap anak. Sikap kasar akan bertambah persoalannya

bahkan bimbingan yang diberikan terhadapnya justru menjadi tekanan

jiwa dalam dirinya.


Gottman dalam Muryono (2018:139) membagi pengasuhan

orang tua menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Orang tua mengabaikan, yaitu orang tua dalam mengasuh anaknya

tidak mempedulikan perasaan anak mereka, membiarkan segala

tingkah laku anak-anaknya.

b. Orang tua yang tidak menyetujui, yaitu orang tua yang memberi

kecaman, menekan ungkapan emosi anak,menekankan kepatuhan

terhadap pedoman tingkah laku yang baik, menghardik, dan

menghukum anak karena mengungkapkan emosi.

c. Orang tua yang Laissez-Faire, yaitu orang tua yang bebas menerima

semua ungkapan anak, meliputi pemberian petunjuk tingkahlaku,

terlalu mudah memberikan izin, tidak membantu menyelesaikan

masalah, dan tidak mengajarkan anak metode menyelesaikan masalah.

d. Orang tua pelatih emosi, yaitu orang tua yang sabar menghadapi anak

yang sedih, takut dan marah, peka terhadap emosional anak dan tidak

meremehkan perasaan anak.

a. Macam-macam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yaitu :

a) Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter merupakan pola asuh orang tua dimana

orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak

melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka menetapkan

aturan atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti dan tidak
27

boleh dipertanyakan. Anak dituntut untuk mematuhi kata-kata

atau aturan mereka. Mereka akan menghukum setiap perilaku

yang berlawanan dengan standar yang telah dibuat (Wong et al,

2019).

Orang tua otoriter beranggapan bahwa tindakannya adalah

sikap terbaik bagi anaknya, sehingga mereka memperlakukan

anak sesuai nilai yang mereka anut (Yuniantun, 2018). Dampak

dari penerapan pola asuh otoriter adalah anak mengalami

tekanan fisik dan mental, sering tidak bahagia, kehilangan

semangat, cenderung menyalahkan diri, mudah putus asa, tidak

memiliki inisiatif, tidak bisa mengambil keputusan, tidak berani

mengemukakan pendapat, dan memiliki keterampilan

komunikasi yang buruk (Santrock, 2018).

b) Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah merupakan pola asuh dimana

orang tua memiliki sedikit kontrol bahkan tidak sama sekali atas

tindakan anak- anaknya (Wong et al, 2019). Orang tua pada pola

asuh ini membiaran anak-anaknya melakuan apapun yang mereka

inginkan dan hasilnya adalah anak-anak yang tidak pernah belajar

mengendalian perilakunya sendiri dan selalu berharap

kemauannya di turuti (Santrock, 2017). Penerapan pola asuh

permisif pada anak remaja dilatar belakangi orang tua yang tidak
ingin melihat anak remajanya mengalami kesulitan seperti

mereka remaja dulu (Surbakti, 2019).

c) Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis merupakan kombinasi praktik

mengasuh anak dari pola asuh otoriter dan permisif. Orang tua

mengarahkan perilaku dan sikap anaknya agar tidak

menyimpang. Orang tua menghargai individualitas anak dan

memberikan izin anak untuk menyatakan keberataannya

terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol dari orang tua

kuat dan konsisten tetapi dengan dukungan , pengertian dan

keamanan (Wong et al, 2019).

Orang tua yang demokratis bersikap hangat dan kasih

sayang terhadap anak, serta menunjukkan kesenangan dan

dukungan sebagai respon atas perilaku konstruktif anak. Anak

yang memiliki orang tua demokratis sering kali ceria, bisa

mengendalikan diri, mandiri, berorientasi pada prestasi, dan dapat

mengatasi stress. Anak cenderung untuk mempertahankan

hubungan yang ramah dengan teman sebaya dan menghormati

orang dewasa (Santrock, 2017).

d) Pola asuh uninvolved atau mengabaikan

Pola asuh ini karakterisitik orang tua tidak terlibat dalam

kehidupan anak karena cenderung lalai. Urusan anak dianggap


29

oleh orang tua sebagai bukan urusan mereka atau orang tua

menganggap urusan sang anak tidak lebih penting dari urusan

mereka. Anak yang diasuh dengan gaya seperti ini cenderung

kurang cakap secara sosial, memiliki kemampuan pengendalian

diri yang buruk, tidak memiliki kemandirian diri yang baik, dan

tidak bermotivasi untuk berprestasi. Pola asuh mengabaikan

dapat menghasilkan anak-anak yang cenderung memiliki

frekuensi tinggi dalam melakukan tindakan anti sosial. Oleh

karena itu, mereka tidak biasa untuk diatur sehingga apa yang

mereka mau melakukan, mereka akan lakukan tanpa mau

dilarang oleh siapapun Arisandi (2021).

Keempat pola asuh tersebut pada kenyataannya sering kali

tidak diterapkan secara utuh, dalam arti orang tua tidak menerapkan

salah satu pola asuh tersebut secara terus menerus, tetapi ketiga

pola asuh tersebut diterapkan secara fleksibel, luwes, dan

disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung.

Pola asuh seperti ini disebut pola asuh situasional (Sarwono, 2019).

Beberapa dampak penerapan ketiga pola asuh tersebut pada remaja

saat ini yaitu pola asuh otoriter mengakibatkan anak cenderung

bersikap memberontak dan bermusuhan, pola asuh permisif

membuat remaja cenderung berperilaku bebas dan tidak

terkontrol, dan pola asuh demokratis membuat remaja cenderung


terhindar dari perilaku menyimpang atau kenakalan remaja (Yusuf,

2020)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan pola asuh ibu:

Menurut Aziz (2020:43) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pola asuh orang tua kepada anak yaitu:

a) Pendidikan ibu

Pendidikan dan pengalaman ibu dalam perawatan anak akan

mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada

beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam

menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam

setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan

berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan

waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga

dan kepercayaan anak.

b) Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak,

maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta berpengaruh

dalam pengasuhan orang tua kepada anaknya.

c) Budaya

Seringkali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan

oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebasaan-kebiasaan

masyarakat di sekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola


31

tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah

kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat

diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan

atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga

mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh

kepada anaknya.

2. Ibu

Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang

telah melahirkan seseorang, maka kharus menyayangi ibu, sebutan

untuk wanita yang sudah bersuami. Panggilan yang takzim kepada

wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.Ibu adalah

seseorang yang mempunyai banyak peran, peran sebagai istri, sebagai

ibu dari anak-anaknya, dan sebagai seseorang yang melahirkan dan

merawat anak-anaknya. Ibu juga bisa menjadi benteng bagi

keluarganya yang dapat menguatkan setiap anggota keluarganya

(Santoso, 2021).

Keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam

menentukan karakteristik remaja. Salah satunya adalah pola asuh yang

diterapkan dalam keluarga (Jajha, 2019). Pola asuh ibu menurut Abdullah

(2019) merupakan sikap dan perilaku seorang ibu yang di terapkan saat

berhubungan dengan remaja, termasuk cara penerapan aturan dalam

keluarga, mengajarkan tentang moral, mencurahkan kepedulian, kasih


sayang, cinta serta saling menjaga dan menunjukan perilaku yang patut

dicontoh.

Peran ibu adalah tingkah laku yang di lakukan seorang ibu

terhadap keluaganya untuk merawat suami dan anak–anaknya

(Santoso, 2021). Menurut Effendy (2019), peran ibu di definisikan

sebagai kemampuan untuk mengasuh, mendidik, dan menentukan nilai

kepribadian anaknya. Peran ibu dalam keluarga sangat penting bahkan

dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagian keluarga sangat di

tentukan oleh peran ibu. Bisa dikatakan jika seorang ibu yang baik

akan baik pula keluarganya, apa bila ibu itukurang baik akan hancur

keluarganya (Karim, 2019). MeurutHawari (2018), ibu merupakan

peran dan posisi yang penting dan pusat bagi tumbuh kembang

anaknya, khususnya anak perempuannya apalagi dalam hal menstruasi.

Ibu bisa memberikan informasi sederhana dan anak-anak

perempuannya yang mengalami menstruasi, misalnya apa itu

menstruasi, seberapa sering menstruasi terjadi, berapa lama menstruasi

terjadi, seberapa banyak darah yang keluar dan bagaimana cara

menggunakan pembalut, pentingnya menjaga kebersihan dan cara

menjaga kebersihan vulva saat menstruasi, apa saja yang tidak boleh

dilakukan saat menstruasi. Sarwono (2018), peran ibu penting dalam

proses pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa

remaja awal. Melalui ibu, remaja mengenal berbagai proses seksual


33

yang terjadi pada tubuhnya. Santrock (2021), juga memaparkan bahwa

anak perempuan akan memberitahu pertamakalinya kepada ibunya.

Peran ibu sangat penting dalam pemberitahuan informasi, dalam hal

menstruasi ibu adalah sumber pertama informasi pada anaknya

(Suryati, 2021).Mengenai perawatan menstruasi orang tua atau ibu

dapat memberikan pengetahuan tentang merawat tubuh terutama pada

daerah kemaluan (Boeree,2020).

4. Remaja

Pada masa remaja ini terjadi perubahan hormonal yang

mengakibatkan perubahan penampilan, sedangkan perkembangan

kognitif sehingga remaja mampu untuk mengambl kesimpulan dan

berhubungan dengan hal abstrak. Penyesuaian dan adaptasi

dibutuhkan untuk menghadapi perubahan ini dan mencoba untuk

memperoleh identitas diri.

a. Klasifikasi Remaja

Menurut Agustiani (2006), secara umum remaja dibagi

menjadi tiga yaitu:

1. Masa remaja awal (12-14 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran

sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri

individu unik dan tidak tergantung pada orang tua. Faktor dari
tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik

serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan

berfikir yang baru. Teman sebaya masih mempunyai peran

yang penting, namun individu sudah lebih mampu untuk

mengendalikan diri (self directed). Pada masa ini remaja

mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar

mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-

keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin

dicapai.

3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki

peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja

berusaha memantapkan tujuan vokasional dan

mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang

kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok

sebaya dan orang dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini.

Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi baik

dalam aspek biologis maupun psikologis, sehingga dapat dikatakan

bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah

berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang di dalam interaksinya


35

dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampakpada prilaku

remaja (Agustiani, 2017). Proses perubahan tersebut bisa diuraikan

sebagai berikut :

1. Perubahan fisik remaja

Perubahan fisik pada remaja terjadi dengan cepat. Maturasi

seksual terjadi seiring perkembangan karakteristik seksual

primer dan seksual sekunder. Karakteristik primer berupa

perubahan fisik dan hormonal sedangkan karakteristik sekunder

berupa perubahan perkembangan sistem reproduksi (Potter &

Perry, 2019)

2. Perubahan kognitif remaja

Kognitif memungkinkan individu adaptasi terhadap

lingkungan sehingga meningkatkan kemungkinan bertahan

hidup dan melalui perilakunya individu membentuk dan

mempertahankan keseimbangan dengan lingkungan. Pada tahap

ini remaja mulai mengembangkan kemampuan berfikir untuk

menghadapi masalah dan menemukan solusinya (Wong, 2019).

3. Perubahan moral remaja

Remaja pada tingkat konvensional akan menguji nilai-

nilai, standar, serta moral yang mereka miliki kemudian

membuang nilai-nilai yang mereka adopsi dari orang tua dan

menggantikannya dengan nilai-nilai yang mereka anggap lebih


sesuai. Saat remaja beralih ke tingkat pos konvensional atau

prinsip, mereka mulai mempertanyakan atuan-aturan serta

hukum dalam masyarakat. Remaja mempertimbangkan

kemungkinan untuk mengubah hukum secara rasional dan

menekankan hak individu (Kozier et al, 2020).

4. Perubahan psikoseksual remaja

Freud dalam Wong (2019) menyatakan bahwa

perkembangan pada remaja berbeda pada fase genital, dimana

fase ini dimulai pada fase pubertas dengan maturasi sistem

reproduksi dan produksi-produksi hormon seks. Organ genital

menjadi sumber ketergantungan dan kesenangan seksual, tetapi

energi juga digunakan untuk embentuk persahabatan dan

persiapan pernikahan.

5. Perubahan psikososial remaja

Remaja selama tahap ini akan dihadapkan untuk

memutuskan siapa mereka, apa mereka, dan kemana tujuan

mereka dalam hidup (Santrock, 2020).

B. Tinjauan Empiris

Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka

diperlukan penelitian terdahulu atau disebut juga dengan tinjauan empiris

sebagai pelengkap dari proposal tersebut. Berikut adalah uraian landasan

teori penelitian terdahulu dibawah ini:


37

1. Lianasari (2019) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep

Diri pada Remaja Usia 12-15 Tahun di SMP 1 Sedayu Bantul

Yogyakarta”. Jenis penelitian ini adalah kualitatif non eksperimental,

rancangan yang digunakan penelitian ini adalah menggunakan

analitik kolerasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini

menggunakan teknik stratified random sampling. Uji statistik

menggunakan chi square, pengujian dilakukan 2 tingkat dimana

terdirimdari uji silang antara pola asuh otoriter dan demokratis serta

uji silang antara pola asuh permisif dan demokratis diperoleh hasil

yaitu nilai (p-value)sebesar 0,000 (p□0,05). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antar pola asuh orang tua

dengan konsep diri remaja. Hasil analisis contingency coefficient

(koefisien keeratan hubungan) antara variabel didapatkan nilai

koefisien sebesar 0,540 dan 0,506. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat keeratan hubungan yang sedang antar pola asuh orang tua

dengan konsep diri pada remaja usia 12-15 tahun di SMP 1 Sedayu

Bantul Yogyakarta. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis maka semakin tinggi pula

konsep dirinya, sebaliknya semakin rendah pola asuh demokratisnya

maka semakin rendah pula konsep diri remaja. penelitian

menggunakan variabel bebas pola asuh orang tua. Sedangkan

perbedaanya adalah variabel terikatnya pada penelitian ini adalah


konsep diri, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah

perilaku bullying. Penelitian ini menggunakan teknik stratified random

sampling dengan subjek siswa di SMP 1 Sedayu Bantul.

2. Korua (2019) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku

Bullying Pada Remaja SMK Negeri 1 Manado”. Penelitian ini

menggunakan desain penelitian cross-sectional dan teknik

pengambilan sampel dengan cara purposive sampling sebanyak 48

responden. Data dikumpulkan menggunakan lembar kuisioner pola

asuh orang tua dan perilaku bullying. Hasil penelitian ini

menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan

perilaku bullying dengan hasil p= 0,006. Persamaan dari penelitian

ini adalah variabel terikatnya yaitu perilaku bullying. Perbedaan

dengan penelitian ini adalah variabel bebasnya menggunakan orang

tua sementara peneliti menggunakan variabel bebas ibu. Pada

peniltian ini menggunakan teknik purposive sampling dan subjek

penelitiannya pada siswa SMK N 1 Manado.

3. Hasil penelitian Hestina (2017) dengan judul “Hubungan Antara Pola

Asuh Orangtua Dengan Kecenderungan Bullying Siswa”di dapatkan

hasil penelitianada hubungan yang erat dan signifikan antara pola asuh

orang tua otoriter dengan kecenderungan bullying dengan n= 61

diperoleh Rhit 0,274> Rtab 0,248, 2) tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pola asuh orang tua demokratis dengan n= 32 diperoleh


39

Rhit 0,046 < Rtab 0,286, 3) tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara pola asuh orang tua permisif dengan kecenderungan bullying

dengan n= 30 diperoleh Rhit 0,132 < Rtab 0,296.

4. Hasil penelitian Fauzi (2017) dengan judul “Hubungan pola asuh orang

tua dengan perilaku bullying pada remaja di smp muhammadiyah 2

gamping sleman yogyakarta”di peroleh Hasil penelitian menunjukkan

tidak ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada

remaja di SMP Muhammadiyah 2 Gamping Sleman Yogyakarta dengan

p (value) =

0,270 (>0,05). Hasil penelitian ini yaitu tidak ada hubungan pola asuh

orang tua dengan perilaku bullying pada remaja di SMP Muhammadiyah

2 Gamping Sleman Yogyakarta.

5. Kharie (2019) “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku

Merokok Pada Anak Laki-Laki Usia 15-17 Tahun Di Kelurahan

Tanah Raja Kota Ternate”. Penelitian ini menggunakan desain

penelitian cross-sectional dan teknik pengambilan sampel dengan

cara purposive sampling sebanyak 34 pasang responden. Data

dikumpulkan menggunakan lembar kuisioner pola asuh orang tua dan

perilaku merokok. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat

hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok dengan

hasil p= 0,003. Lebih lanjut hasil penilitian ini menjelaskan bahwa

penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua yang selalu menekan akan
membuat anak tertekan dan mudah marah, sehingga kemarahannya

dilampiaskan dengan perilaku negatif seperti merokok. Perbedaan

dengan penelitian ini adalah variabel terikat, pada penelitian ini

adalah perilaku merokok sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan adalah perilaku bullying remaja di MTSN Soppeng.

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep digunakan sebagai dasar atau landasan dalam

pengembangan berbagai konsep teori yang digunakan dalam sebuah

penelitian. Kerangka pemikiran merupakan penjelasan terhadap hal-hal yang

menjadi objek permasalahan dan disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan

hasil penelitian yang relavan.

Pada penelitian Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Bullying Remaja di

MTSN Soppeng . Terdapat berbagai masalah terkait dengan pola asuh ibu

dengan bullying remaja maka disusun kerangka pemikiran penelitian seperti

yang tertera pada Gambar 2.1 berikut ini :

Pola Asuh Ibu Bullying Remaja

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep

D. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2018) mengemukakan bahwa variabel


41

peneliian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, subjek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya. Dalam

penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat dimana variabel bebas adalah pola asuh ibu dan variabel terikat

adalah bullying remaja.

a. Variabel bebas

Variabel bebas atau variabel independen adalah variabel

yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel

dependen, jadi variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi (Sugiyono, 2017). Variabel bebas adalah variabel

yang memengaruhi, menjelaskan variabel yang lain (Yusuf

2018). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh ibu.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat atau variabel dependen, yaitu variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya

variabel bebas (Sugiyono, 2017). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah bullying remaja. Bullying remaja adalah

Tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh

pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan

dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik

maupun emosional ( Aini 2018 ).


E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian atau rumusan masalah (Sugiyono, 2018).

H0 : Tidak Ada hubungan antara pola asuh ibu dengan bullying

remaja di MTSN Soppeng

H1 : Ada hubungan antara pola asuh ibu dengan bullying

remaja di MTSN Soppeng.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Peneliian

Indrawan dan Yaniawati ( 2016 ) mengungkapkan bahwa desain

penelitian (research design) merupakan penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti untuk mencapai tujuan tertentu


43

Berdasarkan pengertian di atas desain penelitian merupakan

gambaran secara umum tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan

oleh peneliti dengan tujuan mencapai sesuatu yang telah ditetapkan. Dengan

demikian peneliti membuat desain penelitian yang bersifat umum.

Pendekatan kuantitatif dengan instrument dalam mendapatkan data yang

menggunakan angket atau kuesioner untuk mengukur indikator-indikator

pada variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di MTSN Soppeng yang beralamat

di Jl. Mario Indah Takalala Kecamatan Mario Riwawo Penelitian ini akan

dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2022.

C. Jenis Dan Sumber Data

1. Jenis Data

Adapun data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data data

kuantitatif. Data kuantitatif, yaitu data yang di peroleh dalam bentuk

angka-angka yang berasal dari sumber penelitian, antara lain jumlah

siswa atau responden, jenis kelamin, dan data perilaku bullying di

sekolah.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini

terdiri dari dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer adalah data yang diperoleh melalui persepsi jawaban

responden terhadap kuesioner berkaitan dengan apa yang ditanyakan.

Untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi,

penulis akan menggunakan kuesioner dengan siswa di MTSN

Soppeng.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kantor siswa di MTSN

Soppeng yang berupa informasi yang tertulis dari rekomendasi dan

laporan-laporan tentang keadaan instansi serta buku-buku referensi

yang berkaitan langsung dengan penyusunan skripsi ini.

D. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah studi

kasus dengan tahapan sebagai berikut:

Penelitian lapangan (field Research) adalah mengumpulkan data

dengan cara melakukan kunjungan langsung pada objek penelitian untuk

mendapatkan data lapangan ini, digunakan beberapa teknik yaitu sebagai

berikut:

a. Observasi yaitu pengamatan yang langsung dilakukan penulis

terhadap arsip atau data tertulis yang dibuat secara berkala. Yang

akan diobesrvasi adalah Siswa dalam kurun waktu 1 bulan.

b. Kuesioner adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat atau pertanyaan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya.
45

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono, (2017:80) “Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas: obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneiliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”. Dalam penelitian ini yaitu keseluruhan

siswa kelas 2 MTSN Soppeng berjumlah 32 siswa.

2. Sampel

Menurut Sugiyono, (2017:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar,

dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,

misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu”. Sehingga pada

penelitian ini jumlah sampel yang diambil sebanyak 32 siswa.

Penghitungan besar sampel dalam penelitian ini adalah:


N
n =
1 + N (d)2

Keterangan :

n = Besar sampel yang dikehendaki

N = Besar populasi
d = Tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan (Nursalam,

2018)

F. Instrumen dan pengolahan data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat ukur pengumpulan data (Sugiyono, 2018).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu

kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal

memilih (Suharsimi, 2018). Alat yang digunakan untuk pengumpulan data

variabel independent (pola asuh orang ibu) yaitu kuesioner. Untuk status

Bullying pada anak menggunakan Kuesioner .

2. Pengolahan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk melakukan

pengumpulan data yang akan digunakan untuk penelitian (Notoatmodjo,

2017). Adapun proses pengumpulan datanya dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

1. Mengurus Surat Izin penelitian ke Akademik UNIMERZ dan Kepala

Sekolah MTSN Soppeng.

2. Mengadakan pendekatan dan memberikan penjelasan kepada calon

responden dan responden dipersilahkan untuk mengisi surat persetujuan.

3. Responden diberikan penjelasan tentang tujuan dari peneliti.


47

4. Memberikan penjelasan pada responden cara menjawab kuesioner.

5. Membagikan kuesioner kepada responden dan dipersilahkan untuk

mengisinya.

6. Setelah kuesioner sudah dijawab semua, peneliti melakukan observasi

kemudian dilakukan pengolahan data.

F. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini jenis instrument penelitian yang akan di gunakan

adalah kuesioner yang berupa pertanyaan atau pernyataan tertulis yang harus

dijawab sesuai dengan petunjuk pengisiannya.

1. Analisis Deskriptif

Analisis secara deskriptif, yaitu memberikan gambaran mengenai

hasil, penelitian secara umum terhadap beberapa item pertanyaan yang

merupakan unsur-unsur pelaksanaan terhadap pengaruh komunikasi terhadap

kinerja karyawan. Analisis dengan menggunakan principal component

analisis, kemudian skor hasil porolehan diolah.

Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis penelitian

hubungan pola asuh ibu dengan bullying di MTSN Soppeng adalah sebagai

berikut:

a. Skala likert

Skala likert adalah setiap indikator/sub variabel yang dinilai oleh responden,

diklasifikasikan dalam lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala

ordinal/likert yang menggambarkan peringkat jawaban. Peringkat jawaban


setiap indikator diberi skor antara 1 sampai 5. Adapun kriteria penilaian

yang digunakan dalam bentuk tabel instrument skala likert berikut:

Tabel 2 : Instrumen skala likert


No. Pertanyaan Skor
1 Sangat baik 5
2 Baik 4
3 Cukup Baik 3
4 Kurang Baik 2
5 Tidak Baik 1
Sumber : Sugiyono (2020:147)

b. Dihitung total skor setiap variabel/sub variabel = jumlah skor dari seluruh

skor indikator variabel untuk semua responden

c. Dihitung setiap variabel/sub variabel = rata-rata dari total skor

d. Untuk mendeskripsikan jawaban responden, maka digunakan statistik

deskriptif seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel.

Untuk menjawab deskriptif tentang masing-masing variabel penilitian ini

digunakan tentang kriteria penilaian. Selanjutnya untuk menetapkan peringkat

dalam setiap variabel penilaian dapat dilihat dari perbandingan antara skor

aktual dan skor ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh

pendapat responden sesuai klasifikasi bobot yang diberikan (1,2,3,4,5).

Sedangkan skor ideal diperoleh melalui perolehan prediksi nilai tertinggi pada

kuensioner dikalikan dengan jumlah sampel.

Misalnya untuk masing-masing variabel terdiri dari 5 dimensi (bobot)

dengan 10 item kuensioner dan jumlah responden. Maka diperoleh kriteria

sebagai berikut:
49

Skor aktual: Jawaban seluruh responden atas jumlah pertanyaan yang diajukan

Skor ideal : Bobot tertinggi dikalikan jumlah sampel yakni 5 x 32= 160.

Skor aktual : Skor aktual dibagi skor ideal dikalikan dengan 100%

π
skor% x 100%
N

Tabel 3 : Kriteria skor tanggapan responden terhadap skor ideal.


No Interval (%) Kriteria
1 0-20 Tidak Baik
2 21-40 Kurang Baik
3 41-60 Cukup Baik
4 61-80 Baik
5 81-100 Sangat Baik
Sumber : Sugiyono (2017:184)

2. Analisis Statistik

a. Analisis kolerasi (r)

Analisis korelasi merupakan salah satu pengukuran dalam statistik

yang sering digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel

(X) dan (Y), digunakan rumus korelasi (r):

n (∑ xy)−(∑ x )(∑ y)
r=
√n( ∑ x2 ).¿ ¿ ¿
Dimana:

r = koefisien korelasi

n = jumlah sampel penelitian

X dan Y = nilai dalam variabel X dan Y


X2 dan Y2 =nilai perkalian dalam variabel X dan Y

XY = perkalian dar skor dalam variabel X dan Y

Untuk mengukur intreval keeratan hubungan, digunakan standar

pengukuran korelasi sebagai berikut:

Tabel 4 : Pedoman interprestasi koefisien korelasi (r)


No Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 – 0,199 Sangat Rendah
2 0,20 – 0,399 Rendah
3 0,40 – 0,599 Sedang
4 0,60 – 0,799 Kuat
5 0,80 – 1.000 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono (2017:147)

b. Koefisien determinasi

Untuk mengetahui besarnya % pengaruh variabel X terhadap variabel Y

( koefisien determinasi ) digunakan rumus:

Kd = r2 x 100%

Dimana :

kd = Koefisien determinasi

r2 = Koefisien korelasi

c. Uji-t

Untuk menguji hipotesis bahwa hubungan pola asuh ibu berpengaruh

terhadap bullying remaja dilakukan uji-t yaitu dengan membandingkan antara

nilai t-hitung dan t-tabel pada (a) = 0,5

Adapun langkah-langkah dalam menguji hipotesis adalah:

1) Menurut formulasi hipotesis, yaitu:


51

H0 : β ≤ 0 tidak ada hubungan antara variabel x dan y

Ha : β ≥ 0 ada hubungan antara variabel x dan y

2) Menentukan tingkat signifikan pada (a) beberapa = 0,05 dengan

menentukan t-tabel pada tingkat signifikan = 0,05 dengan rumus:

db = n-k

Dimana:

db = derajat bebas (degree of freedom)

n = total sampel

k = kedua variabel yakni X dan Y

3) Menentukan Nilai t-hitung, dengan rumus sebagai berikut

t-hitung = r
√ n−2
1−r
2

4) Membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel, kemudian membuat

kesimpulan, yakni apa bila t-hitung ¿ t-tabel, maka H0 ditolak dan menerima

Ha, sedangkan apabila t-hitung ¿ t-tabel, maka Ho diterima dan menolak Ha .


DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2017). Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi


Kaitanya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada
Remaja). Bandung: Refika Aditama
Arisandi, D. (2017). Pengertian Disiplin dan Penerapannya Bagi
Siswa.com/pengertian-disiplin-dan-penerapannya-bagi-siswa/,
diakses 28 Mei 2022
Astuti, P.R. (2018). Meredam Bullying. Jakarta: Grasindo
Baron, R., dan Byrne, D. (2019). Social Psychology (12th ed). Boston:
Person Education.
Brooks, J. (2017). The Process of Parenting. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Coloroso. (2017). Stop Bullying: Memutus Rantai Kekerasan Anak
dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Ikrar Mandiriabadi.
Donnellan, C. (2017). Bullying. England: Independence Educational
Publishers Cambridge.
Efendi Ferry, Makhfudli.(2019). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta; Salemba Medik
Efobi & Nwoloko. .(2019). Relationship between parenting styles and
tendency to bullying behaviour among adolescents. Journal of
Education & Human Development, 3, (1), 507- 521; 2019.
Fatimah, E. (2017). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta
Didik). Bandung: CV Pustaka Setia.
Gunardi, T. Mereka pun Bisa Sukses. Jakarta: Penebar Plus; 2021.
Kharie. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku
Merokok Pada Anak Laki-Laki Usia 15-17 Tahun Di Kelurahan
Tanah Raja Kota Ternate.
King, L.A. (2017). Psikologi Umum (Sebuah Pandangan Apresiatif).
Jakarta: Salemba Humanika.
Komisi Perlindungan Anak. Perundungan Urutan Keempat Kasus
Kekerasan Anak. 2018. http://www.kpai.go.id/berita/kpai-
perundungan-urutan-keempat- kasus-kekerasan-anak.
53

Korua, S. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku


Bulliyng Pada Remaja SMK Negeri 1 Manado. E-journal
Keperawatan, Volume 3, No. 2, Hal 1-7.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S. J. (2020). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses dan Praktik). Edisi 7.
Volume 2. Jakarta: EGC.
Lianasari, M.D. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan
Konsep Diri pada Remaja Usia 12-15 Tahun di SMP Negeri 1
Sedayu Bantul Yogyakart. Tidak diterbitkan : Stikes Jenderal
Achmad Yani Yogyakarta.
Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2019). Perkembangan
Manusia. Ed 10., Buku 2. Penerjemah: Brian Marwensdy. Jakarta:
Salemba Humanika.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2019). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC.
Rigby, K. (2017). Bullying in Schools: and What to do About it.
Australia: ACER Press.
Rigby, K dan Thomas. (2020). How School Counter Bullying Policies
and Procedures in Selected Australian Schools. Camberwell:
Australian Council for Education Research Limited.
Santrock. (2020). Masa Perkembangan Anak. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta:
Salemba Humanika.
Sarwono, S.W. (2019). Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali
Pers.
Salinah, (2019). Darurat Bullying yang Semakin Mencekam. Dari
http://www.jawaban.com/read/article/id/2020/02/26/93/150226112213
/Darurat-Bullying-yang-Semakin-Mencekam. diunduh tanggal 22 juni
2022.
Sejiwa. (2018). Bullying: Mengatasi Kekerasan Di Sekolah dan Di
Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: PT Grasindo.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
Surbakti, E.B. (2019). Kenali Anak Remaja Anda. Jakarta : Elek
Media Komputido.
Veenstra, R., Lindenberg, S.,Oldehinkei, A.J., De Warner, A.F.,
Verhulst, F.C., dan Ormel, J. (2019). Bullying and victimination in
elemntary school: A comparison of bullies, victims, bully/victims,
and uninvolved predolescent. Developmental Psychology.
Wardiyanto. “Pengaruh Bullying Terhadap Keterampilan Sosial Pada Siswa
Kelas V SD Se-Gugus 2 Kecamatan Sentolo Kulon Progo,” Jurnal
Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Vol. 1, No. 1, 2018.
Wharton, S. (2019). How to stop that bully: Menghentikan si tukang
terror (Ratri Sunar Astuti & Malik, penerjemah). Yogyakarta:
Kanisius
Wharton, S. (2019). How to stop that bully. Menghentikan si tukang teror
(Ratri Sunar Astuti & Malik, penerjemah.) Yogyakarta : Kanisius.
Wong, D.L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6.
Volume 1. Jakarta: EGC.
Wong, J., Iannotti, R.J. dan Nansel, T.R. (2019). School Bullying
Adolescent In The United States: Physical, Verbal, Relational, and
Cyber. Journal Of Adolescent Health.
Yuniatun, W. (2018). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan
Kecenderungan Perilaku Caring pada Mahasiswa Program A
Angkatan 2018/2019 PSIK UGM. Skripsi. UGM. Yogyakarta.
Yusuf, S. (2020). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN BULLYING REMAJA

DI MTSN SOPPENG

Sehubungan dengan penelitian skripsi yang akan saya lakukan dengan

judul di atas, saya memohon bantuan dan kesediaan saudara/i untuk mengisi

pertanyaan ini. Dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom yang tersedia

sesuai dengan jawaban yang saudara/i pilih dengan keadaan yang sebenarnya.

Jawaban anda akan di jaga kerahasiaannya

LEMBAR KUESIONER

Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut anda tepat

A. DATA UMUM

Data Umum orang tua

1. Umur ibu saat ini

b. < 20 tahun

c. 20 – 35 tahun

d. > 35 tahun

2. Pendidikan terakhir ibu

a. Dasar (SD, SMP)

b. Menengah (SMA/MA/SMK)

c. Tinggi (D3/S1/S2)

1 Pekerjaan ibu saat ini

a. Petani

b. Swasta
c. Wiraswasta

d. PNS

e. Tidak bekerja

Data Umum anak:

1. Jenis kelamin remaja

a. Laki-laki

b. Perempuan

2. Umur Remaja

a. 12 Tahun

b. 13 Tahun

b. 14 Tahun

c. 15 Tahun

3. Status Remaja

a. Kandung

b. Angkat

c. Anak tiri

B. DATA KHUSUS

Pernyataan Pola Asuh Ibu


tanda (√) pada jawaban yang menurut anda tepat.
No Pernyataan 5 4 3 2 1
1. Ibu mendorong anak untuk menyelesaikan
tugas-tugas dengan kemampuan sendiri
2 Ibu melarang anak melakukan tindakan
yang tidak disenangi oleh orang tua
3. Ibu selalu memaksakan aktivitas yang
57

harus anak kerjakan


4. Dalam melakukan aktivitas atau kegiatan
sehari-hari maka anak selalu dipantau oleh
ibu
5. Ibu memberikan penjelasan pada anak
tingkah laku yang tidak boleh dilakukan
6. Ibu memberikan kebebasan semua
keinginan anak
7. Ibu memberi kesempatan pada anak untuk
menyampaikan pendapat
8. Jika ada masalah, Ibu akan mendukung
dan memberikan masukan kepada anak
9. Jika ada sedikit keteledoran yang anak
lakukan, orang tua langsung memarahi
walaupun di depan orang banyak
10. Ibu selalu memberikan contoh pada anak
jika akan menyuruh anak untuk melakukan
sesuatu

LEMBAR KUESIONER

Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut anda tepat

C. DATA UMUM

Data Umum anak:

1. Jenis kelamin remaja

a. Laki-lakia

b. Perempuan

1. Umur Remaja
a. 12 Tahun

b. 13 Tahun

c. 14 Tahun

d. 15 Tahun

2. Status Remaja

a. Kandung

b. Angkat

c. Anak tiri

D. DATA KHUSUS

1. Pernyataan Bullying
Tanda (√) pada jawaban yang menurut anda tepat.

No Pernyataan 5 4 3 2 1
1. Apakah anda sering memukul teman
kalau tidak nurut omongan anda
2. Apakah anda suka mempermalukan
teman di depan umum saat bermain
3. Apakah anda menjahilin teman dengan
cara merobek bajunya
4. Apakah anda sering menendang dan
memalak teman anda yang lemah
5. Apakah anda suka memanggil teman
anda dengan julukan (bukan nama asli)
6. Apakah anda suka menyoraki teman
yang pendiam
7. Apakah anda sering memaki-maki teman
apabila menjaili anda
8. Apakah anda sering mengucilkan teman
yang tidak mau di ajak kerja sama
59

9. Apakah anda suka menjauhi teman yang


tidak anda sukai
10. Apakah anda suka melototin teman yang
tidak mau membantu anda

Anda mungkin juga menyukai