DOSEN PEMBIMBING :
Sipaliana, M.A
DISUSUN OLEH :
AZIZ RIO KAUSAR ( 1711290002)
A. mendefinisikan bullying
sebagai penekanan atau penindasan berulang-ulang, secara psikologis atau fisik
terhadap seseorang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang kurang oleh orang atau
kelompok orang yang lebih kuat. Sementara itu Elliot (2005) mendefinisikan bullying
sebagai tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja membuat orang lain takut atau
terancam. Bullying menyebabkan korban merasa takut, terancam atau setidak-tidaknya
tidak bahagia. Definisi yang diterima secara luas adalah yang dibuat Olweus (2004) yang
menyatakan bahwa siswa yang melakukan bullying adalah ketika siswa secara berulang-
ulang dan setiap saat berperilaku agresif terhadap seorang atau lebih siswa lain. tindakan
negatif disini adalah ketika seseorang secara sengaja melukai atau mencoba melukai, atau
membuat seseorang tidak nyaman. Intinya secara tidak langsung tersirat dalam definisi
perilaku agresif. Murphy (2009) memandang bullying sebagai keinginan untuk menyakiti
dan sebagian besar harus melibatkan ketidakseimbangan kekuatan serta orang atau
kelompok yang menjadi korban adalah yang tidak memiliki kekuatan dan perlakuan ini
terjadi berulang-ulang dan diserang secara tidak adil.
Menurut Veenstra, et.al (2005), perilaku bullying adalah agresi yang berulang-
ulang, yang dilakukan seseorang atau lebih dengan maksud menyakiti atau mengganggu
orang lain secara fisik (memukul, menendang, mendorong, mengambil, atau merebut
sesuatu milik orang lain), secara verbal (mengejek, mengancam) atau secara psikologis
(mengeeluarkan temannya dari kelompok, menceritakan temannya).
Olweus berpendapat tidak ada perbedaan yang signifikan antarabullied dengan
bullying dalam perbedaan kelas sosial (Pereira dkk., 2004). Menurut para siswa di
Amerika perilaku bullying yang dianggaplegal adalah ungkapanungkapan secara verbal
atau yang sering disebutdengan memberikan nama-nama panggilan yang buruk atau yang
baik(Santrock, 2001). Bullying adalah interaksi antara individuyang melakukan bullying
(individu yang dominan) terhadap individuyang kurang memiliki dominan dengan cara
menunjukan perilaku agresif(Craig, Pepler dan Atlas, 2000). Menurut Olweus, bullying
adalah bentuk-bentuk perilaku dimana terjadi pemaksaan atau usaha menyakitisecara
psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah”,
oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih “kuat” (Djuwita, 2006).
1. Jenis bullying
a. Bullying verbal
Penindasan dalam bentuk verbal adalah penindasan yang paling sering dan
mudah. Bullying biasanya merupakan awal dari perilaku bullying lainnya dan
dapat menjadi langkah pertama menuju kekerasan lebih lanjut. Contoh-contoh
penindasan verbal meliputi: nama panggilan, mencela, memfitnah, kritik kejam,
penghinaan, pernyataan pelecehan seksual, teror, mengintimidasi surat, tuduhan
palsu, tuduhan yang kejam dan salah, gosip, dll.
“Para pelaku bully biasanya melakukan sebuah kekerasan, ancaman hingga
paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi si korban. Bully bisa
bersifat secara emosional, fisik, verbal, dan cyber. Korabn bully biasanya akan
merasa takut, trauma bahkan yang paling fatal meninggal dunia sebagai korban
kekerasan atau bunuh diri”( halaman ini dipetik dari liputan6.com)
b. Bullying fisik
Penindasan paling mudah terlihat dan mudah diidentifikasi, tetapi insiden
bullying secara fisik tidak sebesar penindasan dalam bentuk lain. Remaja yang
secara teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik sering menjadi remaja yang
paling bermasalah dan cenderung pindah ke tindakan kriminal lebih lanjut.
Contoh-contoh intimidasi fisik adalah: memukul, menendang, menampar,
mencekik, menggigit, menggaruk, meludah, merusak dan menghancurkan barang-
barang milik anak yang tertindas.
“begitupun dengan bocah laki-laki ini, ia dipaksa oleh temanya hingga menerima
tusukan yang berasal dari pensil di dadanya”(halaman dipetik dari
liputan6.com)
c. Bullying relasional
Bullying relasional dilakukan dengan memutuskan hubungan sosial seseorang
dengan tujuan melemahkan harga diri korban secara sistematis melalui
pengabaian, pengucilan, atau penghindaran. Penindasan dalam bentuk ini paling
sulit dideteksi dari luar. Contoh-contoh bullying relasional adalah perilaku atau
sikap tersembunyi seperti pandangan agresif, pandangan mata, mendesah,
mencemooh, mencemooh tawa dan mengejek bahasa tubuh.
“dia menghasut teman lainya supaya tidak lagi berteman dengan teman yang
dia tidak sukai. Setelah kami cek, orang tuanya ternyata mendidiknya penuh
dengan kekerasan seperti mebentak, memukul dan sekikara itu anaknya jadi
kebiasaan anak yang dilakukan disekolah”( halaman ini dipetik dari
liputan6.com)
d. Bullying elektronik
Bullying elektronik adalah bentuk perilaku bullying oleh pelaku melalui
sarana elektronik seperti komputer, telepon seluler, internet, situs web, ruang
obrolan, email, SMS, dan sebagainya. Biasanya dimaksudkan untuk meneror
korban menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang
mengintimidasi, melukai atau menikung.
“banyak kasus awal kenakalan anak karnah menonton telvisi. Seharusnya porsi
seperti kekerasan,cerita anak yang melawan orang tuanya itu harus dikurangi.
Sehingga kenakalan anak itu bisa dihindari sedini mungkin”( halaman ini dipetik
dari GOODHOUSEKEEPING.COM )
- Alasan mengapa bullying terjadi:
pembully ingin dianggap dan dikenal berkuasa, karena mereka sebenarnya
orang yang lemah.
pembully biasanya tidak memiliki perhatian orang-orang di sekitarnya dan
akhirnya mencari pehatian dengan menghina orang lain, dll.
Para pembuly biasanya sudah pernah dibully dan mungkin menjadi korban
kekerasan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Para pembuly biasanya berkelahi.
Para pembuly biasanya ingin terlihat kuat dan keren sebagai hasilnya, sering
meniru tindakan kekerasan (film atau game).
o Dampak bullying bagi korban:
Sulit makan atau malas makan, karena takut dan gelisah
Rasa sakit fisik jika Anda menggunakan kekerasan
Kesal dan marah karena Anda tidak dapat membalas
Malu dan kecewa pada diri sendiri karena Anda hanya bisa membiarkannya
Rendah kepercayaan diri / rendah diri
Pemalu dan kesepian
Menurunnya prestasi akademik
Merasa terisolasi dalam asosiasi
Depresi yang menyebabkan berpikir atau bahkan mencoba bunuh diri
e. Penyebab bullying dalam remaja
a. Kurang perhatian
Rendahnya keterlibatan serta perhatian orang tua kepada anak membuat
anak jadi suka mencari perhatian di lingkungan sekitarnya. Ada yang memilih
untuk berprestasi dan menunjukan kemampuannya demi mendapatkan perhatian.
Namun, sayangnya, ada juga yang memilih untuk melakukan bullying dan
membuat onar bahkan keributan demi mendapatkan perhatian orang tuanya. Hal
ini sangat penting diperhatikan bagi kamu yang akan menjadi orang tua agar
selalu menjaga kadar perhatian kepada sang buah hati dengan memberikan
perhatian yang cukup.
“bocah malang itu ingin mengumpulkan tugasnya sebelum gurunya marah,
namun hal itu dihalangi oleh salah satu temanya , sipelaku bullying mengatakan
kepada bocah malang itu untuk tidak mengumpulkannya. Namun ia tetap
menyerahkan perkerjannya yang menyebabakan sih penggangu marah dan
menusuknya dengan pensil tumpul”( halaman ini dipetik liputan6.com)
b. Ingin berkuasa
Anak yang suka melakukan tindakan bullying biasanya sedang menunjukan
kekuasaan dan kekuatannya demi mendapatkan pengakuan dari sekitar dengan
menindas yang lemah dan menginginkan anak lain untuk mengikutinya di bawah
tekanan rasa takut. Kalau kamu melihat orang yang arogan, bersikap bossy, bisa
jadi dia suka menindas orang lemak dan anak yang tidak mau menurut
dengannya.
“si murid laki-laki yang sama mengambil uang saku anaknya. Pernah juga,kata
dia tanpa sebab apapun anaknya didorong sampai jatu. Selain itu,bekal anaknya
juga pernah diambil paksa lalu ditumpahkan ketanah setelah itu diinjak-injak.”
( hamlan ini dipetik dari GOOHOSEKEEPING.COM )
c. Pola asuh dalam keluarga
Tak salah jika banyak yang mengatakan bahwa keluarga adalah faktor utama
permasalahan yang terjadi pada anak karena keluarga merupakan pendidik
pertama dan utama. Sikap bullying merupakan pengembangan dari sikap anak
yang agresif. Mereka yang mengembangkan perilaku agresif tumbuh dalam
pengasuhan yang tidak kondusif, mulai dari kedekatan yang tidak aman dengan
pengasuhnya, tuntutan disiplin yang terlalu tinggi dari orang tuanya dan bahkan
masalah hubungan kedua orang tuanya: konflik suami-istri, depresi, antisosial dan
bahkan melakukan tindakan kekerasan di rumah.
“Anak hanya bisa imitasi sehingga ketika perilaku salah yang dicontohkan kdua
orangtuanya dibawa ke sekolah, secara lingkungan mereka belum bisa
mengimitasi lebih luas sehingga dampaknya, Ia akan bersikap buruk dengan
membawa masalahnya ke lingkungan sekolah” ( halaman ini dipetik dari
liputan6.com )
d. Ekspos kekerasan dari media
Tak dapat dipungkiri bahwa media memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Bahkan, media juga menjadi kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi. Mulai dari televisi, surat kabar dan bahkan media online mengandung
topik yang berkembang begitu pesat. Tak heran, tindak kekerasan juga banyak
ditemukan di media, seperti adegan dalam sinetron atau reality show yang
menunjukan adegan kekerasan, bullying, game atau melalui sosial media. Pada
dasarnya, anak-anak yang masih dalam tahap belajar dan memiliki rasa penasaran
tinggi akan menirukan hal-hal yang mereka lihat tersebut tanpa menyaringnya.
“Banyak kasus awal kenakalan anak karena menonton (mencontoh apa yang dilihat)
televisi. Seharusnya porsi seperti kekerasan, cerita anak yang melawan orangtuanya itu
harus dikurangi. Sehingga kenakalan anak itu bisa dihindari sedini mungkin” ( halaman
ini dipetik dari GOODHOUSEKEEPING.COM )
B. Faktor penyebab terjadinya bullying
Akhir-akhir ini di media sedang ramai kasus bullying. Hal ini seakan menjadi momok bagi
masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Kalian pasti penasaran tentang bullying, jadi aku
akan bahas. Bullying berasal dari bahasa inggris yang artinya menggertak. Secara terminologi,
bullying adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki perilaku
dominan lebih kuat kepada seseorang yang lebih lemah dengan cara menggertak, atau
menciptakan suasana tidak nyaman bagi korban secara terus menerus sehingga korban merasa
paranoid terhadap seseorang yang menggertaknya.
1. Faktor Lingkungan
Tak bisa dipungkiri, lingkungan merupakan faktor terbesar dalam
terbentuknya suatu sikap. Memang benar kata pepatah bahwa kalau kita bergaul
dengan tukang parfum, maka kita akan ketularan wanginya. Seorang yang bergaul
di dalam lingkungan yang buruk tanpa self defence yang kuat, maka dia lebih
besar peluangnya terpengaruh sesuatu yang buruk. Sebaliknya seseorang yang
bergaul dalam lingkungan yang baik, maka lebih besar peluangnya terpengaruh
sesuatu yang baik. Maka tak heran lingkungan menjadi salah satu agent of
change.
“Anak hanya bisa imitasi sehingga ketika perilaku salah yang dicontohkan kdua
orangtuanya dibawa ke sekolah, secara lingkungan mereka belum bisa
mengimitasi lebih luas sehingga dampaknya, Ia akan bersikap buruk dengan
membawa masalahnya ke lingkungan sekolah”(halaman ini dipetik dari
liputan6.com)
2. Media
Media menjadi salah satu penyumbang besar dalam terbentuknya suatu
sikap. Di Indonesia sendiri, masih banyak tontonan yang tidak mengajarkan
perilaku yang baik atau dampak yang baik bagi viewersnya, lebih-lebih tayangan
tersebut ditayangkan pada prime time. Perlu dilakukan moratorium terhadap
tayangan di Indonesia. Bukan hanya tv, internet menjadi ladang subur penyebaran
sikap buruk. Internet yang kita gunakan selama ini belum sepenuhnya safety,
masih banyak konten yang perlu diteliti lebih lanjut agar tidak berdampak buruk
pada masyarakat.
“ mungkin kasus bullying di Indonesia tidak sekstrem di luar negeri karena
budaya yang kuat. Tapi tetap saja, memberikan pemahaman ke anak tentang
tindak kekerasan perlu disikapi. Caranya, misalnya dengan mengawasi anak saat
menonton televisi atau berkomunikasi dengan guru di sekolah” ( halaman ini
dipetik liputan6.com )
3. Hubungan Keluarga
Keharmonisan keluarga juga berpengaruh pada terbentuknya sikap
seseorang. Jika kondisi keharmonisan suatu keluarga sedang buruk, maka anggota
keluarga yang lain berpotensi mencari pelampiasan, salah satunya dengan
melakukan bullying.
“Anak hanya bisa imitasi sehingga ketika perilaku salah yang dicontohkan kdua
orangtuanya dibawa ke sekolah, secara lingkungan mereka belum bisa
mengimitasi lebih luas sehingga dampaknya, Ia akan bersikap buruk dengan
membawa masalahnya ke lingkungan sekolah,”( halaman ini dipetik dari
liputan6.com)
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Olweus (Craig, Pepler dan Atlas, 2000) karekteristikdari para korban bullying
(victims) adalah korban merupakan individu yang pasif, cemas, lemah, kurang percaya diri,
kurang popular danmemiliki harga diri yang rendah. Korban tipikal bullying juga bisanyaadalah
anak-anak atau remaja yang pencemas, yang secara sosial menarikdiri, terkucil dari kelompok
sebayanya dansecara fisik lebih lemahdibandingkan kebanyakan teman sebayanya (Krahe,
2005). Sedangkanpelaku bullying biasanya kuat, dominan dan asertif dan biasanya pelakujuga
memperlihatkan perilaku agresif terhadap orang tua, guru, danorang-orang dewasa lainnya
(Krahe, 2005). Sedangkan menurut Olweuspelaku bullying biasanya kuat, agresif, impulsive,
menunjukan kebutuhanatau keinginan untuk mendominasi dan memperlihatkan kekerasan
(Berthold dan Hoover, 2000).
Menurut Hurlock dalam Susanto (2011:131) bahwa masa periode perkembangan anak di
bagi menjadi dua, yaitu masa awal dan akhir anak. Periode awal anak berlangsung dari usia dua
tahun sampai dengan enam tahun maka disebutlah anak usia dini, adapun masa anak akhir yaitu
dari usia enam tahun sampai si anak matang. Banyak sebutan untuk menyebut anak usia dini saat
berkembang, ada yang menyebut masa sulit, masa tumbuh kembang, dan masa pencarian jati
diri.
Menurut Berk, (dalam Sujiono, 2013:6) menjelaskan bahwa Anak usia dini adalah sosok
individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat bagi kehidupan
selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun pada masa ini proses
pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat
dalam rentang perkembangan hidup manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan
yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan
perkembangan anak.
Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional berkaitan
dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 28 ayat 1 yang berbunyi “pendidikan anak
usia dini diselengarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun dan bukan merupakan
persyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar”. Selanjutnya pada bab 1 pasal 1 ayat 1 ditegaskan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak
lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut (Depdiknas, USPN,2004:4).
Perkembangan perilaku sosial ana ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas
teman-teman dan meningkatkan keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu
kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain
sendiri di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan
anggota-anggota keluarga anak ingin bersamaan teman-temannya dan akan merasa kesepian
serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Dua atau tiga teman tidaklah cukup
baginya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan demikian terdapat
cukup teman untuk bermain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak
masuk sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima kelompok
menjadi semakinkuat. Hal ini, berlaku baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.
Lingkungan sosial adalah interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya.
Lingkungan sosial yang membentuk sistem pergaulan anak yang besar perannya untuk
membentuk kepribadian dan terjadilah interaksi antara orang atau masyarakat di lingkungannya.
Pertama, lingkungan sosial primer adalah lingkungan sosial yang dimana terdapat hubungan
yang erat antara anggota satu dengan anggota yang lainnya. Kedua, lingkungan sosial sekunder
adalah lingkungan sosial yang hubungan antara anggota satu dengan anggota yang lain.
Sosial adalah upaya pengenalan atau sosialisasi seseorang terhadap orang lain yang
berada di luar dirinya atau lingkunganya, serta timbal balik dari segi-segi kehidupan bersama
yang mengadakan hubungan satu dengan lainya, baik dalam segi perorangan atau kelompok.
Proses sosial yang dimaksud berbagai segi kehidupan bersama, misalnya mempengaruhi antara
sosial dan politik, politik dan ekonomi, ekonomi dan hukum. Tetapi proses sosial yang
dimaksudkan ialah termasuk hubungan sosial anak dengan sesamanya, baik teman sebaya atau
orang dewasa bagai mana cara anak bersosialisasi dengan orang lain, seperti dengan lingkungan
rumah, sekolah anggota keluarga, guru, teman sebaya, ataupun masyarakat lingkungan
rumahnya.
Sosial anak usia dini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu keluarga, masyarakat dan
sekolah. Sosial anak ditandai dengan meluasnya lingkungan pergaulan. Meluasnya lingkungan
sosial menyebabkan anak mendapat pengaruh dari lingkungan orang tua, khususnya dengan
teman sebaya, baik di sekolah maupun di tempat lain. Sosial berlangsung pada masa kanak-
kanak awal (0-3 tahun) subjektif, masa krisis (3-4 tahun) yang disebut tort alter, masa kanak-
kanak akhir (4-6 tahun) disebut subjektif menuju objektif, masa anak sekolah (6-12 tahun)
objektif dan masa krisis (12-13 tahun) atau dengan nama lain yaitu anak tanggung. Untuk
mencapai tujuan sosial anak harus membuat penyesuaian baru dengan meningkatkan pengaruh
kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, dan pengelompokan sosial.
Untuk itu terdapat beberapa alasan, mengapa anak harus mempelajari prilaku sosial,
setidaknya ada empat alasan bagaimana yang dikemukakan oleh Sujiono dalam (Susanto
2011:140) sebagai berikut:
a. Agar anak dapat bertingkah laku yang diterima lingkunganya
b. Agar anak dapat memainkan peranan sosial yang bisa diterima kelompoknya, misalnya
berperan sebagi laki-laki dan perempuan.
c. Agar anak dapat mengembangkan sikap sosial yang sehat terhadap lingkunganya yang
merupakan modal penting untuk sukses dalam kehidupan sosialnya kelak.
d. Agar anak mampu menyesuaikan diri dengan baik, dan akibatnya lingkunganya pun dapat
menerimanya dengan senang hati.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berthold, K. A. and Hoover, J. H., Correlates of Bullying and Victimization among Intermediate
Students in the Midwestern, USA Sage Publication Vol. 21, No.1, 2000.
Coloroso, Stop Bullying (Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU),
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Craig, W. M., Pepler, D., & Atlas, R., Observational of Bullying in the Playground and in the
Classroom, School Psychology International. 21, 1, 22-36, 2000
Depdiknas, Kerangka Dasar Kurikulum 2004, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004.
Djuwita, R., Kekerasan Tersembunyi di Sekolah: Aspek-aspek Psikososial dari Bullying. Jakarta:
Tidak diterbitkan, 2006
Elliot, M., Wise Guides Bullying, New York: Hodder Children’s Books, 2005.
https://hot.liputan6.com/read/4021715/bocah-ini-jadi-korban-bully-sampai-ditusuk-dengan-
pensil-kisahnya-viral/diakses/tgl26/10:00
https://lampung.tribunnews.com/2016/01/24/kasus-bullying-di-lampung-anak-tk-rebut-bekal-
temannya-lalu-diinjak-injak/diakses/tgl26/9:00
https://www.liputan6.com/health/read/2027629/rupanya-kasus-bully-sudah-ada-sejak-di-
pendidikan-usia-dini /diakses.tgl26/.8:30.
Huraerah, Abu, Kekerasan Terhadap Anak, Bandung: Nuansa Cendekia, 2012.
Hurlock E. B., Perkembangan Anak Jilid I (Med Meitasari Tjandrasa. Terjemahan), Yogyakarta:
Erlangga, 1978.
Krahe, B., Perilaku Agresif: Buku Panduan Psikologi Sosial. Terjemahan: Drs. Helly Prajitno
Soetjipto, MA & Dra. Sri Mulyantini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Ria, Benny Dikta Rianggi, dkk., Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kemampuan Berinteraksi
Sosial, Pontianak: Universitas Tanjungpura, 2013.