Anda di halaman 1dari 7

Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle

27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI TEKNIK MUTUAL STORYTELLING UNTUK


MENGURANGI PERILAKU BULLYING PADA SISWA SD

Eny Kusumawati, M.Pd1


Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Tunas Pembangunan Surakarta1
* Email: one_enny@yahoo.com

ABSTRAK
Siswa sekolah dasar berada pada tahap perkembangan middle cildhood di mana proses perkembangan
berlangsung dengan cepat dalam aspek fisik, emosional, intelektual dan sosial. Pada tahap perkembangan
tersebut, tak jarang anak mengalami hambatan yang dapat menyebabkan mereka melakukan perilaku
agresif yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain (Hanan dkk, 2018). Salah satu perilaku
agresif yang sering ditunjukkan oleh anak adalah bullying. Bullying merupakan salah satu bentuk perilaku
agresi berupa kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang merasa diri lebih berkuasa atas pihak yang
dianggap lebih lemah dan memiliki dampak yang menyebabkan efek sangat serius baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang (Kurniawan, 2018). Untuk mencegah dampak yang lebih serius maka
perlu dilakukan pemberian treatment terhadap anak, salah satunya dengan teknik mutual storytelling.
Mutual storytelling adalah salah satu teknik dalam konseling yang ditujukan untuk anak-anak dengan cara
saling bercerita antara konselor dengan konseli (anak). Pemberian treatment ini dilakukan melalui format
konseling individual pada anak yang pelaku bullying. Kottman dan Stiles percaya bahwa teknik mutual
storytelling dapat digunakan untuk memperbaiki perilaku salah klien (Erford, 2017). Konselor dapat
mengidentifikasi motivasi konseli dalam melakukan bullying dengan mendengarkan cerita yang
diungkapkan konseli. Kemudian, konselor dapat menggunakan suatu cerita untuk mengarahkan kembali
kekeliruan yang dimiliki konseli agar ia mengambil pesan moral dari cerita dan mempengaruhi
perilakunya menjadi lebih baik.
Kata Kunci: bullying, perilaku, storytelling, mutual storytelling, siswa SD

PENDAHULUAN
Siswa sekolah dasar berada pada masa Bullying yang terjadi pada anak-anak
perkembangan middle childhood atau oleh sekolah dasar memang sering dijumpai mulai
Erikson disebut sebagai school age. Pada masa dari bullying verbal hingga bullying fisik atau
ini, anak-anak mengalami perkembangan pada nonverbal. Dampak yang diakibatkan oleh
beberapa aspek. Pada tahap perkembangan ini bullying tidak boleh disepelekan, karena
tidak jarang anak mengalami permasalahan atau dampaknya sangat berbahaya. Bullying
hambatan. Salah satu permasalahan yang terjadi berdampak negatif bagi pelaku maupun korban,
pada anak usia sekolah dasar adalah bullying. dampak yang dialami korban bullying antara lain
Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian merasa rendah diri sampai pada depresi, serta
Kustanti yang menyatakan bahwa sebagian besar menimbulkan cemas dan insomnia. Sedangkan
siswa pada semua tingkat pendidikan pernah dampak pada anak yang melakukan bullying
mendapatkan gangguan dari teman. Siswa yang adalah pelaku bullying lebih beresiko mengalami
paling banyak mendapat gangguan adalah siswa depresi, terlibat dalam perilaku kriminal,
sekolah dasar yaitu sebanyak 82,98% (Kurnia, kenakalan, dan penggunaan alkohol saat anak
2018). Sedangkan Soedjatmiko menyatakan tersebut tumbuh dewasa (Latifah dalam Ifa, dkk,
bahwa prevalensi bullying di sekolah yang 2017). Bahkan berdasarkan hasil penelitian yang
terjadi di beberapa negara Asia, Amerika, dan dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini
Eropa diperkirakan sekitar 8-50%, dan (SEJIWA) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa
Telljohann menyatakan bahwa 11,3-49,8% selama periode tahun 2002-2005 telah terjadi 30
bullying terjadi khususnya di sekolah dasar (Ifa, kasus bunuh diri yang menimpa korban bullying
dkk, 2017). pada rentang usia 6-15 tahun (Latifah dalam Ifa,

ISBN: 9786029997903 1 Seminar Nasional 2019


Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle
27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

dkk, 2017). Lebih serius lagi, Latifah (Ifa dkk, penyesuaian social anak (Hurlock, 1980). Masa
2017) mengatakan bahwa bullying merupakan perkembangan ini juga biasa disebut sebagai
masalah serius yang dialami oleh anak, masa berkelompok karena anak-anak memiliki
dibuktikan dengan hasil survey yang dilakukan minat yang tinggi terhadap aktivitas
oleh C. S Mott Children’s Hospital berkelompok dengan teman-temannya dan ingin
menunjukkan bahwa bullying termasuk kedalam diakui sebagai anggota kelompok (Hurlock,
10 masalah kesehatan yang mengkhawatirkan 1980). Bentuk yang peling dapat diamati dari
pada anak, pernyataan Baumeister & Kessler perilaku anak-anak adalah ketika mereka
bahwa tindakan bullying menempati peringkat membentuk geng dengan teman-temannya untuk
pertama dalam daftar hal-hal yang menimbulkan memperoleh kesenangan. Geng pada anak-anak
ketakutan di sekolah, dan hasil riset yang menurut Hurlock (1980) memiliki ciri-ciri
dilakukan oleh National Association of School diantaranya:
Psychologist menunjukkan bahwa lebih dari a. Geng anak merupakan kelompok bermain
160.000 remaja di Amerika Serikat bolos b. Untuk menjadi anggota geng, anak harus
sekolah setiap hari karena takut dibully. diajak
Begitu bahayanya dampak dari bullying c. Anggota geng terdiri dari jenis kelamin yang
bagi anak-anak sehingga penulis menggagas ide sama
untuk mencegah dan mengurangi dampak d. Pada mulanya geng terdiri dari tiga atau
bullying tersebut dengan menulis artikel yang empat anggota, tetapi jumlah ini meningkat
berjudul “Pendidikan Karakter melalui Teknik dengan bertambah besarnya anak dan
Mutual Storytelling untuk Mengurangi Perilaku bertambahnya minat pada olahraga Geng anak
Bullying pada Siswa SD”. Teknik mutual laki-laki lebih sering terlibat dalam perilaku
storytelling dianggap sesuai digunakan untuk sosial buruk daripada anak perempuan
mengatasi masalah ini karena pada usia sekolah f. Kegiatan geng yang popular meliputi
dasar, imajinasi dan dunia fantasi mereka masih permainan dan olahraga, pergi ke bioskop, dan
tinggi. Mutual storytelling merupakan teknik berkumpul untuk bicara atau makan Bersama
konseling dengan bercerita dimana konseli dan g. Geng mempunyai pusat pertemuan yang
konselor sama-sama menceritakan cerita. Teknik biasanya jauh dari pengawasan orang dewasa
ini menurut Gardner (dalam Erford, 2015) paling h. Sebagian besar kelompok mempunyai tanda
berguna untuk klien yang berumur 5 sampai 11 keanggotaan, misalnya anggota kelompok
tahun. Kottman dan Stiles percaya bahwa teknik memakai pakaian yang sama
mutual storytelling dapat digunakan untuk i. Pemimpin geng mewakili ideal kelompok dan
memperbaiki perilaku salah klien (Erford, 2017). hampir dalam segala hal lebih unggul dari pada
Bullying merupakan salah satu perilaku salah anggota-anggota yang lain
yang dilakukan oleh konseli atau klien sehingga Namun, Hurlock (1980) juga
berdasarkan beberapa alasan yang sudah menyatakan bahwa keanggotaan kelompok
disebutkan sebelumnya, mutual storytelling dapat menimbulkan akibat yang kurang baik dan
cocok digunakan sebagai teknik untuk mengganggu sosialisasi bagi anak, seperti
mengurangi perilaku bullying pada siswa penolakan dan pertentangan dengan orang tua
sekolah dasar. ketika anak menjadi anggota geng, permusuhan
antar anak-anak semakin meluas, kecenderungan
PEMBAHASAN anak untuk mengembangkan prasangka terhadap
anak yang berbeda, dan cara anak yang kurang
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
baik dalam memperlakukan anak-anak yang
Perkembangan anak pada usia sekolah
bukan anggota gengnya. Bahkan perlakuan yang
dasar sering disebut sebagai middle childhood
kurang baik tidak hanya dilakukan terhadap
atau ada juga yang menyebutnya sebagai late
anak yang berada di luar gengnya saja, tetapi
childhood. Tahap perkembangan ini dimulai
sering juga terjadi perkelahian di dalam
ketika anak memasuki kelas satu sekolah dasar
kelompok geng.
yang ditandai oleh kondisi yang sangat
Anak-anak usia sekolah dasar sudah
mempengaruhi penyesuaian pribadi dan
memiliki konsep keindahan pada dirinya.

ISBN: 9786029997903 2 Seminar Nasional 2019


Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle
27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

Hurlock (1978) menjelaskan bahwa konsep Bullying sering dilakukan oleh anak-
keindahan ketika anak sudah berada dan anak baik di sekolah maupun di lingkungan
bersosialisasi di lingkungan sekolah tidak hanya rumahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan
menilai indah atau jelek berdasarkan apa yang pernyataan Soedjatmiko yang mengatakan
mereka sukai saja, tetapi mereka bahwa prevalensi bullying di sekolah yang
menganggapnya berdasarkan standar kelompok. terjadi di beberapa negara Asia, Amerika, dan
Hal ini karena mereka sudah mulai menyadari Eropa diperkirakan sekitar 8-50%, dan
bahwa setiap orang memiliki standar keindahan Telljohann menyatakan bahwa 11,3-49,8%
yang berbeda. Tak hanya konsep keindahan pada bullying terjadi khususnya di sekolah dasar (Ifa,
objek-objek seperti warna, gambar, dan benda dkk, 2017). Bullying menurut Tirmidziani dkk.
saja tetapi anak pada usia ini juga memiliki (2018) adalah suatu bentuk kekerasan anak yang
konsep keindahan tubuh. Konsep keindahan dilakukan teman sebaya kepada seseorang
tubuh dipengaruhi oleh tekanan budaya, seperti (anak) yang lebih rendah atau lebih lemah untuk
anak tidak menyukai bentuk tubuh yang gemuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan
dan menganggap tubuh ramping itu indah. Anak tertentu. Bullying dapat berupa ucapan (bullying
yang menyimpang dari bentuk stereotip, verbal), fisik (bullying nonverbal), dan mental
misalnya dalam berat badan, tinggi badan atau atau psikologis. Olweus (dalam Tirmidziani dkk,
bentuk tubuh kemungkinan menjadi bahan 2018) memaparkan contoh tindakan negatif yang
ejekan dan mendapat nama julukan yang termasuk dalam bullying antara lain:
menunjukkan bagaimana perasaan teman a. Mengatakan hal yang tidak menyenangkan
sebayanya tentang bentuk tubuhnya. atau memanggil seseorang dengan julukan yang
Terdapat beberapa minat umum pada buruk
masa anak-anak salah satunya adalah minat b. Mengabaikan atau mengucilkan seseorang
terhadap lambang status. Lambang status atau dari suatu kelompok karena suatu tujuan.
prestise menunjukkan pada orang lain bahwa dia c. Memukul, menendang, menjegal atau
memiliki status lebih tinggi dari pada orang yang menyakiti orang lain secara fisik.
sekelompok dengan dia. Anak- anak menyadari d. Mengatakan kebohongan atau rumor yang
pentingnya lambang status untuk menarik keliru mengenai seseorang atau membuat siswa
perhatian dan penting dalam peran sosial. lain tidak menyukai seseorang dari hal-hal
Kesadaran ini memperkuat minat anak terhadap semacamnya.
lambang status (Hurlock, 1978). Hurlock (1978) Bullying terjadi pasti tidak tanpa sebab,
juga menyebutkan beberapa kriteria lambang tetapi ada faktor yang melatarbelakanginya.
status yang diminati oleh anak, diantaranya: ia Quroz dkk (dalam Tirmidziani dkk, 2018)
harus memberi anak kepuasan dalam bentuk mengemukakan beberapa faktor yang
perhatian social terutama dari kelompok teman menyebabkan bullying, sebagai berikut:
sebaya, harus dihargai orang lain agar ia dapat a. Hubungan keluarga. Lingkungan pertama
memberi perhatian yang diharapkan anak, yang ditemui oleh anak adalah linigkungan
menunjukkan kepada anak lain baik langsung keluarga. Ketika anak hidup dalam keluarga
maupun tidak langsung status sosio-ekonomi yang mentoleransi kekerasan dan bullying maka
yang baik, dan lambang status harus tampak anak akan menganggap bullying sebagai
oleh semua anak agar menimbulkan minat yang perilaku yang boleh dilakukan.
kuat. Untuk menunjukkan lambang status yang b. Teman sebaya. Teman sebaya yang
dimilikinya, anak-anak akan menunjukkannya memberikan pengaruh negatif dengan
dalam berbagai cara, seperti bersombonng dan menyebarkan ide (secara aktif maupun pasif)
membual mengenai kepemilikan keluarga bahwa bullying bukan masalah besar dan sesuatu
mereka, membandingkan miliknya dengan milik yang wajar untuk dilakukan akan mendorong
temannya, melamunkan lambang status yang anak untuk melakukan bullying.
diinginkan, sampai memberikan komentar c. Faktor sekolah. Sekolah yang membiarkan
meremehkan milik orang lain. perilaku bullying siswanya di sekolah,
pengawasan dan bimbingan etika dari para guru
Bullying rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat

ISBN: 9786029997903 3 Seminar Nasional 2019


Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle
27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan Banyaknya bullying yang terjadi pada
yang tidak konsisten akan membuat siswa pada anak-anak bisa jadi disebabkan karena kurang
sekolah tersebut melakukan bullying. efektifnya pendidikan karakter. Karena, bullying
d. Media massa. Anak-anak yang melakukan menunjukkan kurang baiknya karakter orang
bullying bias jadi karena mereka menirukan apa tersebut. Karakter yang baik terdiri dari
yang mereka lihat dan dengar di media massa. pengetahuan tentang kebaikan, keinginan
e. Faktor budaya. Faktor kriminal budaya, terhadap kebaikan, dan berbuat kebaikan yang
seperti suasana politik yang kacau, dapat ditunjukkan dengan baiknya pikiran,
perekonomian yang kacau, prasangka, perkataan, sikap, dan perilaku yang sesuai
diskriminasi, dan konflik dalam masyarakat dengan norma-norma yang berlaku di
dapat mendorong anak untuk melakukan lingkungannya. Hal tersebut dapat diwujudkan
bullying. dengan menghormati dan menghargai orang
Perilaku bullying dapat berdampak bagi lain, tidak menyakiti orang lain, jujur,
pelaku maupun korban bullying, dampak ini bertanggung jawab, dan kerja keras. Hal ini
terjadi dalam jangka pendek maupun dalam sesuai dengan pendapat Thomas Lickona
jangka panjang. Dampak jangka pendek yang (Shaleh, 2018) yang menyatakan bahwa karakter
mungkin timbul akibat perilaku bullying di tersusun dari tiga komponen bagian yang saling
sekolah dasar dapat berupa perasaan tidak aman berhubungan yakni moral knowing, moral
dan terancam, tidak bersemangat saat belajar, feeling, dan moral behavior.
tingginya tingkat ketidak hadiran disekolah, dan Menurut Koesoema (Sudarsana, 2016)
terjadinya penurunan prestasi akademik di pendidikan karakter bukan hanya sekedar
sekolah. Dampak jangka panjang bagi anak memiliki dimensi integratif, dalam arti
korban bullying di sekolah akan mengalami mengukuhkan moral intelektual anak didik
trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa sehingga menjadi pribadi yang kokoh dan tahan
menyebabkan gangguan mental di masa yang uji, melainkan juga bersifat kuratif secara
akan datang (Ehan dalam Ifa dkk, 2017). Bahkan personal maupun sosial. Pendidikan karakter di
Klomek, dkk (Kurnia, 2018) menyatakan bahwa sini diharapkan dapat menyembuhkan penyakit
pelaku dan korban bullying di masa remaja sosial yang selama ini sudah merajalela.
cenderung mengalami depresi dan berniat untuk Pendidikan karakter ini diharapkan dapat
bunuh diri. menjadi solusi bagi proses perbaikan akhlak.

Pendidikan Karakter Teknik Mutual Storytelling


Karakter merupakan nilai-nilai perilaku Mutual storytelling adalah salah satu
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang teknik dalam konseling dimana konseli dan
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, konselor saling bercerita. Jadi, tak hanya
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud konselor saja yang menceritakan cerita terhadap
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan konseli, tetapi konseli juga menceritakan cerita
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, yang dikarangnya sendiri. Erford (2015)
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat menyatakan bahwa bercerita dapat memainkan
(Sudarsana, 2016). Menurut Megawangi peran yang sangat membantu dalam konseling,
(Sudarsana, 2016) di negara Cina, kesuksesan karena cerita mencerminkan hukum kultural,
dalam menerapkan pendidikan karakter sudah etika, dan aturan sehari-hari yang mengatur
dimulai sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, perilaku dan menjadi pedoman dalam
pendidikan karakter adalah untuk mengukir pengambilan keputusan. Dengan menggunakan
akhlak melalui proses knowing the good, loving cerita, akan mengantisipasi resistensi konseli
the good, and acting the good. Yakni, suatu ketika membicarakan kekeliruan tindakannya
proses pendidikan yang melibatkan aspek karena yang diceritakan adalah kekeliruan yang
kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia dilakukan oleh tokoh dalam cerita. Konseli juga
bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, bisa diajak untuk mendiskusikan akibat yang
and hands. diterima oleh tokoh cerita dari kekeliruan
perilaku yang dilakukan. Dengan menggunakan

ISBN: 9786029997903 4 Seminar Nasional 2019


Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle
27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

cerita yang relevan dengan orang tertentu di game yang memungkinkan konseli untuk
waktu tertentu, pelajaran yang disampaikan memilih tokoh-tokoh atau adegan latar belakang
dalam Teknik mutual storytelling lebih yang berfungsi untuk menstimulasi bercerita.
berkemungkinan untuk diterima oleh anak-anak Dia juga mengembangkan satu set permainan
(Erford, 2015). lain yaitu pick and tell game, yang
Sebelum menggunakan teknik memungkinkan konseli untuk mengambil suatu
storytelling, penting untuk menciptakan mainan, suatu kata, atau suatu gambar orang dari
hubungan yang baik dengan konseli dan masing-masing bag of toys, bag of words, atau
memahami konseli. Erford (2015) menjelaskan bag of faces. Konseli kemudian membuat cerita
langkah-langkah dalam mengimplementasikan dari objek yang diambil dan menceritakan moral
teknik mutual storytelling. Langkah pertama atau pelajaran dari cerita itu. Winnicot (Erford,
yang dalam teknik ini adalah memunculkan 2015) mengembangkan scribble game, di mana
cerita fiktif karangan konseli sendiri. Untuk konseli bercerita berdasarkan gambar-gambar.
memunculkan cerita dari konseli, konselor perlu Konselor memulai dengan menutup matanya dan
memberikan arahan kepada konseli dan menggambar pada selembar kertas. Kemudian
membantu konseli jika dia mengalami kesulitan konseli mengubah coretan-coretan tersebut
dalam bercerita. Sementara konseli bercerita, menjadi sesuatu dan menceritakan tentang hal
konselor memperhatikan dan mencatat untuk itu. Permainan dilanjutkan ketika konseli
menganalisis isi cerita maupun kemudian menggambar sesuatu untuk
memformulasikan variasi cerita konselor sendiri. diselesaikan dan diinterpretasikan oleh konselor.
Ketika konseli sudah selesai bercerita, tanyakan Variasi-variasi yang lain yaitu bermain boneka,
pesan moral yang dapat diambil dari cerita penggunaan wayang boneka, dan menulis cerita.
tersebut, dan tanyakan pula judul cerita serta Webb (Erford, 2015) menggabungkan bercerita
konseli ingin menjadi tokoh yang mana. dengan bermain boneka untuk mendorong
Konselor juga seharusnya memfokuskan pada konseli memainkan berbagai situasi keluarga.
bagaimana konseli melihat dirinya, orang lain, Terakhir yaitu permainan menulis mutual
dan dunia, maupun pola-pola apa dan tema-tema storytelling yang dikembangkan oleh Scorzelli
apa yang muncul untuk membantu konselor dan Gold. Teknik ini melibatkan konseli dan
dalam memilih tema yang dapat diterapkan pada konselor untuk membuat cerita secara bersama-
saat itu. Setelah mengidentifikasi mode adaptasi sama.
yang lebih matang atau lebih sehat, konselor Teknik mutual storytelling dapat
menggunakan tokoh, ranah, dan situasi awal digunakan untuk memfasilitasi pengembangan
konseli untuk menceritakan suatu kisah yang hubungan yang baik antara konselor dengan
sedikit berbeda untuk menyediakan alternative konseli. Namun, teknik ini tidak disarankan
yang lebih banyak dan lebih baik untuk untuk konseli yang memiliki keterampilan
mengatasi berbagai masalah, mendapatkan verbal yang kurang baik atau kemampuan
pemahaman tentang permasalahannya, dan kognitif di bawah rata-rata. Gardner (Erford,
mengembangkan kesadaran tentang berbagai 2015) teknik mutual storytelling paling cocok
perspektif dan kemungkinan baru. Setelah diterapkan pada anak usia 5 sampai 11 tahun,
konselor selesai bercerita, konseli diminta karena anak di bawah lima tahun tidak mampu
mengidentifikasi pelajaran atau moral yang menceritakan sebuah cerita yang terorganisasi
terdapat dalam cerita konselor. Merekam cerita dan konseli yang berusia lebih dari sebelas tahun
juga diperbolehkan dalam hal ini, sehingga mulai menyadari bahwa mereka sedang
memungkinkan konseli dapat melihat atau mengungkapkan dirinya sendiri dalam ceritanya
mendengarkan berkali-kali ceritanya maupun dan mungkin akan menjadi resisten. Akan tetapi,
cerita konselor untuk mendapat pesan dari cerita Stiles dan Kottman (Erford, 2015)
tersebut. mengungkapkan bahwa usia terbaik untuk
Beberapa ahli mengembangan variasi- penggunaan teknik mutual storytelling adalah
variasi dalam teknik mutual storytelling ini. antara 9 sampai 14 tahun, karena semakin tua
Gardner (Erford, 2015) mengembangkan sebuah konseli akan semakin canggih keterampilan
permainan yang disebut the storytelling card verbal, imajinasi, dan pengalaman hidupnya.

ISBN: 9786029997903 5 Seminar Nasional 2019


Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle
27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

Gardner menggunakan teknik ini dengan klien- Langkah awal yang harus dilakukan
klien penderita stress pascatrauma, hiperaktivitas guru BK adalah memahami dan menciptakan
dan gangguan pemusatan perhatian, disabilitas hubungan baik dengan siswa tersebut atau dapat
belajar, tidak tertarik dengan sekolah, menarik disebut konseli. Hubungan baik antara guru BK
diri dari teman sebaya, perilaku banyak tingkah, dengan konseli sangat dibutuhkan demi
dan manifestasi Oedipus kompleks (Gardner dan kelancaran proses konseling yang akan
Schaeffer dalam Erford, 2015). O’Brien (Erford, dilaksanakan. Jika sudah terbentuk hubungan
2015) mendeskripsikan bahwa penggunaan yang baik antara guru BK dengan konseli,
teknik ini untuk anak-anak dengan gangguan langkah selanjutnya adalah mengajak konseli
pemusatan perhatian/hiperaktivitas (ADHD) untuk memilih media baik gambar, boneka,
untuk menularkan wawasan, nilai-nilai, dan wayang, atau media lainnya yang akan
standar perilaku. Sedangkan Kottman dan Stiles digunakan sebagai tokoh dalam bercerita.
(Erford, 2015) percaya bahwa teknik ini dapat Selanjutnya, biarkan konseli bercerita sesuai
digunakan untuk memperbaiki perilaku salah imajinasinya. Ketika konseli sedang bercerita,
pada konseli. Konselor dapat mengungkapkan perhatikan dengan baik dan pahami ceritanya.
motivasi konseli dalam berperilaku salah: Jika perlu mencatat cerita konseli untuk
perhatian, kekuasaan, balas dendam, atau kepentingan analisis, guru BK diperbolehkan
ketidakcakapan, kemudian menggunakan cerita mencatat tetapi tidak setiap saat dan
konselor membantu konseli mengarahkan perhatiannya tetap harus ke konseli. Setelah
kembali tujuannya yang salah atau keyakinannya konseli selesai bercerita, tanyakan pada konseli
yang keliru atau untuk mengembangkan minat pesan moral yang dapat diambil dari ceritanya,
sosial konseli. Bercerita dapat membantu konseli judul cerita, dan tanyakan pula konseli ingin
untuk mulai menerima perasaan kehilangan, menjadi tokoh yang mana dalam ceritanya.
keinginan untuk diselamatkan, atau perasaan tak Langkah selanjutnya yaitu guru BK
berdaya dan putus asa. Konselor juga dapat menceritakan kembali cerita yang diceritakan
menggunakan cerita untuk mengajarkan cara- konseli dengan bahasa dan alur yang berbeda
cara baru kepada konseli untuk mengekspresikan sehingga menyediakan alternatif yang lebih
kemarahan atau menghadapi dunia (Erford, banyak dan lebih baik untuk mengatasi berbagai
2015). masalah, mendapatkan pemahaman tentang
permasalahan konseli, dan mengembangkan
Implementasi Pendidikan Karakter melalui kesadaran tentang berbagai perspektif dan
Teknik Mutual Storytelling untuk kemungkinan baru. Setelah guru BK selesai
Mengurangi Perilaku Bullying pada Siswa SD bercerita, konseli diminta mengidentifikasi
Pendidikan karakter melalui teknik pelajaran atau moral yang terdapat dalam cerita
mutual storytelling untuk mengurangi perilaku dari guru BK. Dari cerita tersebut, konseli diajak
bullying pada siswa Sekolah Dasar (SD) dapat untuk mendiskusikan pesan moral cerita dan
dilakukan oleh konselor sekolah atau guru BK di juga mengarahkan konseli untuk tidak
SD dengan format layanan konseling individual. melakukan bullying. Tentunya penyampaian
Dalam melakukan konseling dengan anak-anak, tersebut harus menggunakan bahasa yang lembut
tentunya harus memperhatikan beberapa hal, dan mudah dipahami oleh konseli sehingga
misalnya setting tempat atau ruang konseling, konseli menangkap pesan dari guru BK dengan
pakaian konselor, dan media. Tentunya sebelum baik. Jika langkah-langkah tersebut sudah
memberikan layanan, guru BK harus membuat dijalankan, terakhir kali yang harus dilakukan
asesmen terhadap siswanya. Asesmen tersebut guru BK adalah evaluasi dan tindak lanjut
digunakan untuk mengetahui kebutuhan terhadap hasil dari proses konseling yang sudah
siswanya, terutama siswa yang terlibat bullying dilaksanakan tersebut.
atau siswa yang melakukan bullying. Ketika
sudah menemukan siswa yang melakukan PENUTUP
bullying, guru BK bisa melakukan konseling
Kesimpulan
dengan siswa tersebut.

ISBN: 9786029997903 6 Seminar Nasional 2019


Proceedings of the National Seminar on Women's Gait in sports towards a healthy lifestyle
27 April 2019 Universitas Tunas Pembangunan Surakarta - Indonesia

Pendidikan karakter melalui teknik Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi


mutual storytelling untuk mengurangi perilaku Perkembangan Suatu Pendekatan
bullying pada siswa Sekolah Dasar (SD) dapat Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi
dilakukan oleh konselor sekolah atau guru BK di ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga.
SD dengan format layanan konseling individual Ifa, Nurjanah, and Suryaningsih. (2017).
dengan langkah-langkah: Hubungan Pola Asuh Orang Tua
1. Asesmen terhadap siswa untuk menemukan dengan Tindakan Bullying pada Anak
siswa yang terlibat bullying Kelas 4 dan 5 di SDN Rancaloa
2. Memahami dan menciptakan hubungan baik Bandung Tahun 2017. Jurnal Kesehatan
dengan siswa yang bersangkutan atau konseli Kartika, 12(2), 48-60.
3. Mengajak konseli untuk memilih media baik
gambar, boneka, wayang, atau media lainnya Kurnia and Aeni. (2018). Indikasi Bullying Fisik
yang akan digunakan sebagai tokoh dalam pada Siswa SD dan Implikasinya
bercerita Terhadap Pendidikan Akhlak Menurut
4. Biarkan konseli bercerita sesuai imajinasinya, Tuntunan Agama. Mimbar Sekolah
perhatikan dengan baik dan pahami ceritanya Dasar, 5(2), 97-115.
5. Tanyakan pada konseli pesan moral yang Kurniawan and Pranowo. (2018). Bimbingan
dapat diambil dari ceritanya, judul cerita, dan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama
tanyakan pula konseli ingin menjadi tokoh yang sebagai Upaya Mengatasi Perilaku
mana dalam ceritanya Bullying di Sekolah. Jurnal Bimbingan
6. Guru BK menceritakan kembali cerita yang dan Konseling Terapan, 2(1), 50-60.
diceritakan konseli dengan bahasa dan alur yang Shaleh, Achmad A.Z.M. (2018). Strategi
berbeda Pendidikan Karakter di Sekolah
7. Mendiskusikan pesan moral cerita dan juga Menengah Pertama (SMP) Islam Al
mengarahkan konseli untuk tidak melakukan Syukro Ciputat, Tangerang Selatan:
bullying Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah
8. Evaluasi dan tindak lanjut Jakarta.
Sudarsana, I Ketut. (2016). Membentuk Karakter
Saran Siswa Sekolah Dasar melalui
Penulis menyarankan kepada guru BK Pendidikan Alam Terbuka. Institut
di SD untuk menggunakan teknik mutual Hindu Dharma Negeri Denpasar:
storytelling untuk mengurangi perilaku bullying Jayapangus Press.
pada siswa. Namun, teknik ini paling tepat jika Tirmidziani, et al. (2018). Upaya Menghindari
digunakan untuk siswa yang memiliki Bullying pada Anak Usia Dini melalui
keterampilan verbal yang baik. Parenting. Jurnal Pendidikan: Early
Childhood, 2(1), 1-8.
DAFTAR RUJUKAN

Erford, Bradley T. (2015). 40 Teknik yang


Harus Diketahui Setiap Konselor (Edisi
ke-2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanan, Basaria, and Yanuar. (2018). Penerapan
Group Art Therapy bagi Anak-Anak
Masa Pertengahan yang Memiliki
Kecenderungan Agresi Verbal. Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan
Seni, 2(1), 97-107.
Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan
Anak Jilid 2 (Edisi ke-6). Jakarta:
Penerbit Erlangga.

ISBN: 9786029997903 7 Seminar Nasional 2019

Anda mungkin juga menyukai