Abstrak
Dalam banyak kasus, umumnya fenomena bullying meninggalkan dampak psikologis yang cukup
membekas dan seolah menjadi mimpi buruk bagi kehidupan seseorang, terutama bagi korbannya terutama
bagi yang kurang memiliki penyesuaian sosial dengan baik dan yang agak lambat dalam beradaptasi
dengan lingkungannya. Dampak negatif yang dialami oleh seseorang yang pernah menjadi korban bullying
merupakan lokus utama dan menjadi aksentuasi serta akan dielaborasi lebih dalam oleh peneliti. Upaya
ini diharapkan bisa menjadi starting point untuk menentukan langkah preventif yang bisa dilakukan agar
aktifitas bullying dengan berbagai bentuknya, -sekalipun tidak bisa dihilangkan sama sekali dari muka
bumi ini- setidaknya bisa diminimalisir agar pelaku bullying berpikir ribuan kali tentang dampak
negatifnya jika ia melakukan hal tersebut-, dan peserta didik pada umumnya bisa menentukan langkah jitu
jika tindakan tersebut diindikasikan akan terjadi menimpanya. Setidaknya para pemegang kebijakan
mampu memberikan langkah-langkah strategis sebagai bentuk tanggung jawab orang dewasa terhadap
perkembangan psikologis dan akademis calon generasi bangsa.
Kata Kunci: Fenomena bullying, upaya preventif, dampak psikologis.
Abstract
In many cases, generally the phenomenon of bullying leaves a psychological impact that is quite lasting
and seems to be a nightmare for a person's life, especially for victims who do have social adjustments
and are unable to adapt well. The negative impact experienced by someone who has been a victim of
bullying is the main locus and becomes an accent and will be further elaborated by researchers. It is
hoped that this effort will become a starting point for determining preventive steps that can be taken so
that bullying in its various forms, even though it cannot be completely eliminated from the face of this
earth, can at least be minimized so that the perpetrators of bullying think thousands of times about the
negative impact if they do this. -, and students in general can determine the right steps if the action is
indicated to happen to them. At least the policy holders are able to provide appropriate steps as a form
of adult responsibility for the psychological and academic development of the future generation of the
nation.
Keywords: Bullying Phenomenon, Preventive Efforts, Psychological Impact.
PENDAHULUAN
Meningkatnya kekerasan terhadap anak di sekolah dari tahun ke tahun merupakan salah
satu akar permasalahan bullying. Sebagai salah satu bentuk kekerasan, perundungan atau yang
sering disebut dengan bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik verbal, fisik, ataupun
sosial di dunia nyata maupun di dunia maya yang berdampak buruk bagi anak baik fisik
maupun psikisnya. Menurut ahli psikologi, perundungan (bullying) merupakan perilaku agresi
yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, terdapat kekuatan yang tidak
seimbang antara pelaku dan korbannya, serta memiliki tujuan untuk menyakiti dan
menimbulkan rasa tertekan bagi korbannya (Rigby, 2007). Fenomena perundungan seperti ini
terjadi pada semua tingkatan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga di tingkat Perguruan
Tinggi. Yayasan SEJIWA (2008) melakukan sebuah penelitian tentang perundungan di tiga
1
Jurnal Cerdik:
Jurnal Pendidkan dan Pengajaran
Website: https://jurnalcerdik.ub.ac.id/index.php/jurnalcerdik/index
ISSN: 2809-414X
kota besar di Indonesia, yaitu Malang, Yogyakarta, dan Jakarta menunjukkan terjadinya tingkat
kekerasan sebesar 67,9% pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% pada tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penelitian Lembaga Pratista Indonesia terhadap siswa SD,
SMP, dan SMA di dua kecamatan di Malang menunjukkan semakin tinggi jenjang sekolah,
semakin tinggi persentase siswa yang mengalami perundungan dari teman di lingkungan
sekolah (Hartiningsih, 2009).
Dari pengamatan dan penelitian tentang kasus di atas, perundungan lebih banyak terjadi
pada siswa SMA. Siswa SMA termasuk ke dalam kelompok usia remaja. Pada masa ini
berlangsung sebagian besar perubahan fisiologis, sosial, dan psikologis dalam kehidupan.
Menurut Erikson masa remaja merupakan masa pencarian identitas dan makna dalam
kehidupan (dikutip dalam Santrock, 2012). Remaja yang memiliki makna atau tujuan hidup
akan dapat memecahkan masalah krisis identitas yang dihadapi selama periode ini. Hal yang
tidak kalah penting bagi remaja supaya dapat melewati krisis identitas adalah memiliki
kesejahteraan psikologis yang tinggi (Khan, Taghdisi, & Nourijelyani, 2015).
Dalam survei berskala besar menunjukkan bahwa bullying terjadi di seluruh dunia,
meskipun dapat melibatkan perilaku yang berbeda dan memiliki arti yang berbeda di berbagai
negara (James, 2014). Meskipun upaya pencegahan terus dilakukan, bullying seperti “budaya
kejahatan” yang terus beregenerasi dari masa ke masa sepanjang sejarah kehidupan manusia di
muka bumi. Penelitian Alana James menemukan sebagian besar anak-anak mengalami
bullying, baik sebagai saksi, korban, atau menjadi pengganggu. Temuan perilaku bullying di
Sekolah Dasar, dengan subjek penelitian 10 guru dan 40 siswa, Jan dan Husein menjelaskan
berbagai model, sebab, dan efek perilaku bullying yang dapat membantu formulasi dan
impelementasi berbagai strategi yang dapat mengurangi perilaku destruktif tersebut (Jan,
2015). Dugasa dan Babu tentang perilaku bullying pada Sekolah Menengah Pertama,
menemukan bahwa untuk pertama kali peserta didik memperoleh perlakuan bullying
berdampak pada peserta didik tidak dapat mengikuti materi dengan baik, tidak bisa belajar
dengan cerdas, dan merasa insecure dengan keamanan di lingkungan sekolah (Dugasa, 2022).
Sebagai gambaran saja perilaku bullying pada anak usia 14 – 17 tahun di Turki, siswa kelas 1
dan 2 sekolah menengah, 96,7% peserta didik melakukan bullying, baik sebagai pelaku
maupun korban (Dokgöz et al., 2013).
Budaya bullying seperti virus yang terus mengancam dunia pendidikan, bahkan di
sekolah berbasis keagamaan, di Australia, realitas bullying juga banyak terjadi. The Diocesan
Education Council telah mengeluarkan beberapa aturan yang diadaptasi dari nilai-nilai
keagamaan, seperti kebijakan tentang Sex Discrimination Act pada tahun 1974
(Commonwealth), Racial Discrimination Act pada tahun 1975 (Commonwealth). Pada tahun
1986 diterbitkan Australian Human Rights Commission Act (Commonwealth), dan pada tahun
2012 terbit Workplace Gender Equity Act (Commonwealth). Aturan Anti-Discrimination Act
terbit pada tahun 1991 (Qld), Disability Discrimination Act tahun 1992 (Commonwealth), dan
pada tahun 2018 mengeluarkan kebijakan tentang Addressing Student Bullying In Schools
Policy (Policy & Directive, 2018). Lebih mencengangkan, ditemukan bullying peserta didik
terhadap guru sebagai fenomena di perguruan tinggi, sebagaimana hasil survey terhadap 105
responden, dipilih dari tiga (3) departemen berbeda di Kota Olongapo pada tahun ajaran 2017-
2018 (Asio, 2019).
198
Jurnal Cerdik: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Volume 2, No. 2, Juni 2023.
Di Indonesia, Dwipayanti dan Indrawati, dengan responden 176 orang, kriteria inklusi
anak Sekolah Dasar yang sedang duduk di kelas 4, 5, 6, dan korban bullying di Kabupaten
Bandung, menemukan hubungan negatif antara tindakan bullying dengan prestasi belajar siswa
korban bullying pada tingkat Sekolah Dasar, seperti kesulitan bergaul, merasa takut datang ke
sekolah sehingga absensi mereka tinggi, dan tertinggal pelajaran (Indrawati, 2014). Temuan
ini didukung Muliasari, dengan menggunakan Studi Kasus di MI Ma’arif Cekok Babadan,
Ponorogo. Muliasari menemukan beberapa bentuk perilaku bullying verbal berupa memfitnah
korban dan orang tua korban, mengejek, mengancam, dan berkata kotor. Muliasari juga
menemukan bentuk bullying fisik, seperti memukul, mengambil barang, dan mencubit
(Muliasari, 2019).
Terhadap anak remaja usia 15 – 18 tahun yang menjadi korban bullying fisik, verbal
atau psikologis, ditemukan bahwa bullying yang sering terjadi berupa bullying verbal dan fisik.
Remaja korban bullying merupakan remaja yang memiliki perilaku yang menonjol dari teman-
teman yang lain, dan memiliki nilai akademik yang kurang, pendiam, dan takut kepada pelaku.
Perlakuan bullying memberikan dampak psikologis pada korban seperti timbul perasaan kesal,
sedih, tidak percaya diri, tidak nyaman, tidak konsentrasi belajar di kelas (Ikhsani, 2015).
Hal ini mendukung temuan Sulisrudatin yang menyoroti pewartaan yang
menggambarkan seakan-akan bullying hanya di dunia pendidikan. Sebenarnya bullying juga
bisa terjadi dalam keluarga, dan dunia kerja. Bahkan, di dunia anak jalanan, anak-anak
seringkali di-bully oleh preman-preman yang lebih senior dan kekar perawakannya. Artinya,
bullying sudah menjadi masalah yang serius. Sementara tindak pencegahan sejak dini melalui
pendidikan moral, penerapan hidup bersama yang penuh kekeluargaan dan tanggung jawab,
serta penataan hukum semestinya dapat menjadi langkah preventif yang efektif untuk
mengurangi tindak bullying di semua kalangan masyarakat. Tindak penyelesaian bullying
melalui jalur hukum tentu merupakan alternatif terakhir dan dibutuhkan kerjasama serta
dilaksanakan secara terus-menerus oleh semua pihak tanpa terkecuali, mulai dari diri sendiri,
keluarga, masyarakat, dan negara (Sulisrudatin, 2015).
Dengan menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda, artikel ini merupakan
hasil pembacaan fenomena bullying di Sekolah Menengah Atas dan upaya sekolah
meminimalisasi efek psikologis terhadap peserta didik. Lokus pembahasan masalah ini
difokuskan peneliti di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 (SMANDA) Kota Malang.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan dengan mengamati
fenomena yang banyak terjadi di masyarakat, dikaitkan dengan teori-teori yang telah ada
sebagai hasil penelitian terdahulu dan akan dijelaskan dalam bentuk deskriptif naratif yang
bertujuan untuk mengatahui dampak psikologis yang dialami oleh korban. Dalam memahami
fenomena sosial ini, di samping dilakukan dengan menggunakan pendekatan content analysis,
penelitian juga dilakukan dengan memotret gambaran holistik terhadap kejadian-kejadian
bullying dan lebih jauh menelusuri sebab-sebab seseorang melakukan tindakan bullying dan
faktor-faktor seseorang menjadi korban bullying serta upaya konkret untuk proses healing dari
musibah tersebut.
Adapun data yang digunakan ialah dengan menggunakan data sekunder yang diambil
berdasarkan buku-buku, jurnal, serta internet yang dapat dipertanggungjawabkan
Jurnal Cerdik: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Volume 2, No. 2, Juni 2023.
kebenarannya. Hasil dari penelitian ini menjelaskan terkait dampak psikologis yang
ditimbulkan dari adanya tindakan bullying dibedakan menjadi dampak jangka pendek serta
dampak jangka panjang. Sebagai ilustrasi bagi pembaca sebagaimana dijelaskan oleh seorang
psikolog anak Rumah Sakit Pondok Indah-Puri Indah dalam Jurnal Balita dan Anak, 2 Agustus
2019) bahwa dampak jangka pendek bullying adalah timbulnya rasa sakit baik secara fisik
maupun emosional. Secara fisik, ada kemungkinan anak mengalami cedera fisik baik cedera
ringan maupun cedera parah dan bisa berdampak pada cacat. Secara psikis anak yang menjadi
korban bullying akan merasa syok, traumatik, selalu merasa cemas jika bertemu dengan pelaku
bullying. Korban bullying akan merasa takut dan selalu dihantui kekhawatiran untuk datang
di tempat terjadinya bullying dan ada kecenderungan ia lebih menghindari tempat tersebut.
menyebarkan rumor atau gosip, sehingga orang lain terprovokasi untuk menjauhi dan
mengucilkannya. Tindakan seperti ini merupakan tindakan bullying sosial.
Cyberbullying
Dari ketiga bentuk bullying di atas, bullying yang satu ini menjadi bullying yang paling
marak dilakukan akhir-akhir ini. Kemajuan teknologi dan informasi menjadi faktor
berkembangnya bullying jenis ini. Bentuk tindakan bullying jenis ini seperti memberikan
komentar kasar yang bisa menjatuhkan orang lain, mengancam, hingga menyakiti dengan kata-
kata yang ditulis di internet atau media sosial.
Dari sekian banyak fenomena yang terjadi, sekolah sebagai entitas pencetak akhlak
mulia memiliki tanggung jawab dan peran strategis dalam memberikan kontribusi berupa
tindakan preventif maupun tindak lanjut penanganan jika langkah-langkah pencegahan sudah
dilakukan, namun masih juga kejadian tersebut muncul di permukaan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi Perudungan/Bullying
adalah lewat penyuluhan, penguatan komunitas, dan program tepat guna di dunia pendidikan
seperti yang pernah dilakukan oleh Setyorini (2019) dalam penelitian yang berjudul
“Menurunkan Perilaku Pelaku Perundungan Verbal Melalui Teknik Role Play Pada Siswa SMP
Kristen 02 Salatiga”. Mayasari (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Tindak
Perundungan di Sekolah Dasar dan Upaya Mengatasinya”. Wahida (2020) dalam penelitian
yang berjudul “Harga Diri dan Perundungan Siber pada Remaja”. Dari kesemua penelitian
tersebut para peneliti menyimpulkan dan memberi saran bahwa perlu adanya kegiatan
penyuluhan, penguatan komunitas, dan program tepat guna dalam rangka menanggulangi
perundungan/bullying di kalangan pelajar.
Penelitian tentang bullying yang dilakukan oleh Okoiye, Anayochi dan Onah (2015)
menunjukkan hasil perundungan baik yang berupa cyber-bullying maupun yang berbentuk
fisik memiliki dampak negatif pada kesejahteraan psikologis remaja. Kondisi kesejahteraan
psikologis yang terganggu menyebabkan perilaku negatif yaitu perilaku menghindar (Hutzell
& Payne, 2012), anti sosial, kecemasan, depresi, dan gangguan panik ketika dewasa
(Copeland, Dieter, Adrian & Costello, 2013), perasaan marah, frustasi, dan dendam (Okoiye,
dkk 2015). Program yang dilaksanakan diharapkan mampu meningkatkan proses pemanfaan
yang terbukti dapat menurunkan kasus korban yang menjadi pelaku perudungan (Hui, Tsang
& Law, 2011).
Program ini juga diharapkan mampu mengurangi perasaan marah pada remaja yang
mengalami perundungan di sekolah (Watson, dkk 2015). Terhindar dari keingingan untuk
menghindar dari pelaku dan pikiran ingin membalas dendam (Malone, dkk 2011). Sehingga
pada titik lebih lanjut program ini dapat diharapkan sebagai upaya penyesuaian sosial yang
baik sehingga ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya program
yang dilaksankan.
Untuk mengetahui lebih konkret upaya preventif yang pernah dilakukan di lembaga
pendidikan, sebagaimana diamati oleh peneliti –yang memfokuskan lokus pengamatannya di
SMA Negeri 2 Malang- bahwa Pencegahan Perundungan/Bullying ini merupakan salah satu
kegiatan yang didasarkan Surat Keputusan Kepala SMA Negeri 2 Malang Nomor
Jurnal Cerdik: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Volume 2, No. 2, Juni 2023.
SIMPULAN
Program Pencegahan Perundungan/Bullying dalam bentuk pencegahan,
penanggulangan, dan sanksi terhadap perilaku tindak Perudungan/Bullying diharapkan
menjadi landas tumpu penguatan terciptanya lingkungan SMAN 2 Malang yang menjunjung
tinggi semangat sekolah tanpa Perundungan. Hasil program ini menjadi bentuk aplikatif dari
Pencegahan Perundungan/Bullying di lingkungan sekolah, mengingat sekolah sebagai salah
satu laboratorium pencetak generasi penerus Indonesia. Perudungan dapat dianggap sebagai
upaya mencederai semangat perjuangan yang telah digelorakan oleh para pendiri bangsa. Pada
satu titik penyalahgunaan ini juga dapat menggangu persatuan dan kesatuan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA