1 Oktober 2023
NUR ALFIAH
SUMARDIN 220701502101
KELAS : I
FAKULTAS PSIKOLOGI
2023
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja selalu menjadi sorotan pembicaraan masyarakat karena tingkat
kenakalan remaja yang meningkat, Saat ini banyak terjadi kasus kenakalan remaja
di Indonesia seperti salah satu contohnya kasus kenakalan remaja yakni perilaku
bullying. Bullying masalah yang dialami oleh hampir sepertiga remaja yang
ditindas di sekolah (Fitzpatrick & Bussey, 2011). Melihat data yang ada di
KPAI (Komisi Perlidungan Anak Indonesia) pada tahun 2011-2018 anak yang
mengalami bullying sebesar 2.845 (Putri, 2018). Laporan bullying yang diterima
KPAI antara lain tawuran pelajar, laporan kekerasan di sekolah, diskriminasi dalam
pendidikan, atau kasus illegal (Harefa & Rozali, 2020). Sementara itu, hasil laporan
UNICEF (2015), diduga anak-anak di Indonesia mengalami kekerasan. Sekitar 40%
anak usia antara 13 dan 15 tahun terkena setidaknya sekali setahun, 26% anak-anak
dianiaya secara fisik oleh pengasuh atau orang tua dan 50% anakanak menjadi
korban bullying (Suci dkk., 2021).
Bullying dikalangan remaja memiliki dampak buruk yang serius jika tidak
diatasi dengan tepat. Pertama, dampak yang paling umum adalah kerusakan
emosional. Korban bullying sering merasa rendah diri, cemas, dan depresi.
Mereka mungkin kehilangan minat pada kegiatan yang mereka sukai, serta
mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat. Beberapa
kasus bahkandapat mengarah pada pemikiran dan tindakan bunuh diri.
Selain itu, korban bullying juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti
post-traumatic stress disorder dan gangguan kecemasan. Ketidakmampuan remaja
atau kurangnya dukungan dari teman, keluarga, atau lembaga pendidikan untuk
mengatasi bullying dengan serius dapat berdampak jangka panjang pada
kesejahteraan mental mereka. Hal ini dapat berdampak negatif pada pencapaian
akademik mereka dan menghambat perkembangan mereka secara keseluruhan.
Dalam kondisi ideal, remaja akan merasa nyaman serta bisa percaya diri dalam
menjalin hubungan sosial antar individu. Mereka akan saling menghormati juga
mendukung satu sama lain, mampu terciptanya lingkungan yang inklusif dan
ramah. Dalam lingkungan yang tidak bermasalah, remaja akan mampu untuk
berfokus pada pendidikan dan pencapaian pribadinya, tanpa terhalang oleh rasa
takut atau tekanan dari perilaku bullying. Hal ini akan memungkinkan remaja
untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan harmonis. Tanpa
adanya intimidasi dan penindasan, remaja akan memiliki kesempatan untuk
menunjukkan bakat dan potensi terbaik mereka. kondisi ideal yang tercipta jika
pada perilaku bullying dikalangan remaja dalam kondisi baik atau normal adalah
adanya hubungan yang baik antara siswa satu sama lain. Keterlibatan sosial
yang aktif dan positif menumbuhkan rasa empati dan pengertian antara remaja,
yang berarti mereka akan bersikap lebih peduli terhadap kesejahteraan dan perasaan
teman-teman sebaya mereka.
Dalam kondisi seperti ini, remaja tidak ingin melakukan bullying karena
mereka merasa ada konsekuensi sosial yang mungkin ditanggung, seperti
kehilangan teman atau popularitas. Selain itu, remaja juga memiliki pemahaman
yang baik tentang pentingnya keragaman dan toleransi, sehingga mereka menerima
perbedaan dan menghormati orang lain tanpa memandang penampilan, suku, atau
status sosial. Adanya rasa kesetaraan di antara remaja juga membuat mereka
mampu berkolaborasi dan membangun hubungan yang baik untuk mencapai
tujuan yang sama, lebih meningkatkan kehidupan sekolah yang lebih harmonis dan
mendukung.
Bullying berasal dari bahasa inggris kata bully artinya suatu kata yang
mengacu pada pengertian gertakan, mengertak, atau menganggu yang mengacu
pada pengertian adanya ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain
atau pelaku terhadap korban yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbanya
berupa stres, tarauma yang muncul dalam bentuk gangguan fisik, atau psikis atau
keduanya (Kharis, 2019), sehingga arti yang lebih luas dari bullying adalah suatu
bentuk perilaku yang memberikan kontrol atas tindakan yang berulang untuk
menganggu anak lain yang dianggap lebih lemah dari mereka. Bullying dapat
berbentuk fisik, seperti pemukulan atau pemerkosaan fisik, verbal, seperti
menghina atau melecehkan secara lisan, dan juga dapat berbentuk psikologis,
seperti mengabaikan atau mengisolasi seseorang, perilaku dikangan remaja adanya
niat untuk menyakiti atau merugikan korban.
Pelaku dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
penderitaan fisik maupun emosional pada korban. Mereka mendapatkan kepuasan
atau rasa kuasa saat melihat korban menderita. Perilaku ini seringkali dilakukan
secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama, sehingga menyebabkan
dampak psikologis yang serius pada korban.
Selain itu, faktor psikologis juga memainkan peran penting. Remaja yang
memiliki gangguan mental atau rendahnya rasa empati terhadap orang lain
cenderung memperlihatkan perilaku bullying. Faktor pendidikan juga
berpengaruh, di mana kurangnya pemahaman tentang etika dan nilai-nilai sosial
dapat membuat remaja terlibat dalam perilaku bullying. Oleh karena itu, peran
lingkungan, aspek psikologis, dan pendidikan yang baik sangatlah penting dalam
mencegah dan mengubah perilaku bullying menjadi lebih baik di kalangan remaja.
Berdasarkan hasil dari data awal Atau survey yang telah diperoleh dari 32
orang responden dimana peneliti hanya berfokus pada remaja tengah ( remaja
madya ) yang dimana sebanyak 32 responden tersebut 28 orang yang pernah
mengalami bullying sedangkan 4 orang yang tidak pernah menjadi korban
bullying, dari usia 15-18 tahun, terdapat 11 orang responden berjenis kelamin laki-
laki serta sebanyak 21 orang responden berjenis kelamin perempuan, terdapat 18
responden berusia 18 tahun, 10 responden berusia 17 tahun. 3 responden berusia 16
tahun dan 2 responden berusia 15 tahun.
Berdasarkan jika persentasekan terdapat (51,1%) yang mengalami bullying
secara verbal, (21,9%) yang mengalami bullying secara sosia, serta (25%)
yanga mengalami bullying secra fisik, (84,4%) responden yang pernah
melihat kasus bullying disekitarnya serta (15,6%) responden yang jarang
melihat kasus bullying, (96,9%) responden yang menganggap bullying
adalah masalah serius serta (3,1%) yang menjawab kasus bullying tidak
termasuk masalah yang serius, ( 100%) orang yang percaya akan
membawa efek negatif, ( 100%) responden setuju akan tindak lanjutan
terhadap perilaku bullying.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimana dukungan
sosial pada perilaku bullying kalangan remaja madya serta adakah faktor apa saja yang
mempengaruhi pengaruh dukungan sosial pada perilaku bullying pada remaja madya.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
Bullying merupakan istilah yang diil hami dari kata dalam bahasa
Inggris bull yang artinya banteng yang suka menyerang dengan tanduknya
(menanduk). Penggunaan istilah bullying selalu dihu bungkan dengan
tindak kekerasan, seperti yang tertuang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KKBI) bahwa bullying memiliki persamaan arti dengan
kekerasan. Keke rasan dimaksud adalah sebagai usaha untuk menyakiti
yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau seseorang (Sejiwa, 2008), bahwa
bullying adalah perilaku agresif dan menekan, baik dalam bentuk tindakan
fisik secara langsung atau menyerang melalui kata-kata. Pelakunya tidak
hanya para senior, tetapi juga guru, orangtua dan orang-orang di lingkungan
sekitar (Muhammad, 2009)
Mengemukakan bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif
yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti,
atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik,
usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta
dilakukan secara berulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain.
Menurut Coloroso (2007) bullying ialah tindakan intimidatif yang dilakukan
pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah, kuat secara fisik dan mental
serta dapat terindentifikasi melalui bentuk kekerasan secara fisik, kekerasan
secara verbal dan atau kekerasan secara relasional. Perilaku bullying yang
terjadi kenyataannya hampir atau sering terjadi
Berdasarkan pengertian diatas dari beberapa menurut ahli dapat
disimpulkan bahwa, perilaku bullying merupakan suatu tindakan kekerasan
yang di lakukan berkelompok maupun individu yang dapat menyakiti orang
lain baik secara verbal, fisik, maupun psikologinya dimana mampu melukai
orang lain secara terus- menerus juga bisa dilkaukakn oleh siapa saja dan
kapanpun, bullying juga perilaku negatif yang dilakukan dengan sengaja
oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat untuk menyakiti
orang lain dan dilakukan terus menerus
Menurut Solberg dan Olweus (2003) perilaku bullying terdiri dari beberapa
aspek, yaitu :
dan curang.
perbuatan criminal.
C. Faktor-faktor yang memengaruhi Perilaku Bullying
atau bawaan. Faktor personal ini secara konsisten bertahan pada diri
siswa setiap waktu dan situasi. Seperti contoh, siswa yang memiliki
- grand theory
mengamati dan meniru perilaku agresif yang mereka saksikan dari orang lain,
baik dalam kehidupan nyata maupun melalui media. perilaku bullying adalah
teori Sosial Kognitif yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori ini
lingkungan, kognitif, dan belajar. Menurut teori ini, perilaku bullying dapat
dipelajari melalui proses observasional dan pengalaman pribadi. Individu
yang terlibat dalam perilaku bullying sering mengamati dan meniru perilaku
agresif yang mereka saksikan dari orang lain, baik dalam kehidupan nyata
maupun melalui media. Sebuah studi tahun 2019 yang dipublikasikan oleh
sosial dalam menjelaskan perilaku bullying pada anak muda. Studi ini
mengalami tekanan atau stress dari berbagai situasi, seperti situasi rumah atau
sekolah yang tidak stabil dan konflik dalam interaksi sosial mereka. Temuan
anak dan remaja. Middle range theory adalah teori yang dapat menjelaskan
lebih spesifik, dalam hal ini adalah perilaku bullying. Salah satu teori middle
range yang dapat digunakan untuk memahami perilaku bullying adalah teori
strain. Teori strain menjelaskan bahwa individu yang memiliki tekanan atau
Misalnya, dalam teori ini, tekanan atau stres yang tinggi dapat berkaitan
yang mengalami tekanan atau stres yang tinggi mungkin mencari cara untuk
menghilangkan atau melepaskan ketegangan yang mereka rasakan melalui
tekanan atau stres yang tinggi cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi
- specific theory
Salah satu teori perilaku bullying adalah teori "Social Cognitive Theory"
Faktor kognitif terkait dalam teori ini adalah persepsi individu terhadap
positif bagi dirinya, maka mereka cenderung terlibat dalam perilaku bully.
Selain itu, jika seseorang memiliki kepercayaan diri yang rendah, mereka
seseorang seperti keluarga, guru, atau teman. Pernyataan tersebut sejalan dengan
sosial yang akrab (orang tua, saudara, guru, teman sebaya, lingkungan
diperhatikan, dinilai dan dicintai (Fatwa, 2016). Menurut Sarafino (dalam Purba,
kepedulian, harga diri atau segala bentuk bantuan lainnya yang diterima dari
yang tinggi tidak hanya mengalami stres yang rendah, tetapi juga apat mengatasi
stres secara lebih berasil dibanding dengan mereka yang kurang memperoleh
dukungan sosial (Tayor dalam adawiyah, 2013). Menurut Ediati dan Raisa
kebutuhan saat mengalami kondisi yang sulit, dapat membantu menemukan cara
efektif untuk keluar dari masalah, membuat individu merasa dicintai dan
rasa nyaman, ketenangan, dan bantuan yang diberikan oleh orang lain atau
kelompok lain kepada individu. Dukungan sosial dapat memberikan keuntungan
aspek, yaitu :
meluangkan waktu.
- grand theory
Teori ini pertama kali diajukan oleh Cassel pada tahun 1976 (Cassel,
Menurut teori ini, dukungan sosial dari jaringan individu ini dapat
- specific theory
yang dikemukakan oleh Cohen dan Wills pada tahun 1985 (Cohen &
Wills, 1985). Teori ini berfokus pada peran dukungan sosial dalam
stres, yang berarti bahwa kehadiran dan persepsi adanya dukungan sosial
dapat melindungi individu dari efek negatif stres. Dukungan sosial dapat
terlibat dalam terjadinya perilaku bullying dan bagaimana dukungan sosial dapat
mempengaruhi dinamika tersebut. Berikut ini adalah dua teori yang sering
Teori ini berfokus pada peran dukungan sosial dalam melindungi individu
dari efek negatif stres. Dalam konteks bullying, teori ini berpendapat bahwa
2. Teori Sosial-Kognitif:
Teori ini menyoroti peran penting norma sosial, persepsi, dan interpretasi
yang kuat dapat membantu individu merasa didukung dan dihargai, sehingga
yang lebih tinggi. Selain itu, dukungan sosial juga dapat mempengaruhi
Dalam kedua teori ini, dukungan sosial memainkan peran penting dalam
berasal dari berbagai sumber, termasuk teman sebaya, keluarga, guru, atau
I. Kerangka Teori
Aspek-aspek dukungan sosial
Dukungan emmosional
Faktor-faktor yang mempengaruhi Dukungan instrumental
perilaku bullying Dukungan informative
Faktor personal Dukungan penghargaan 5.
Faktor situasional
Perilaku bullying
Dukungan Sosial
J. Hipotesis
Hipotesis nol (H0): Tidak ada pengaruh dukungan sosial terhadap
Harefa, P. P. P., & Rozali, Y. A. (2020). Pengaruh dukungan sosial terhadap konsep diri
pada remaja korban bullying. JCA Psikologi, 1(1)
Fitzpatrick, S., & Bussey, K. (2011). The Development of The Social Bullying Involvement
Scales. Aggressive Behavior, 177-192.
Santrock, J.W. (2007). Remaja, Edisi Kesebelas, Jilid 1 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Jelita, N. S. D., Purnamasari, I., & Basyar, M. A. K. (2021). Dampak Bullying
Terhadap Kepercayaan Diri Anak. Refleksi Edukatika : Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 11(2), 232–240. https://doi.org/10.24176/re.v11i2.55
Ayu, R., & Muhid, A. (2022). Pentingnya Dukungan Sosial TerhadapKepercayaan Diri
Penyintas Bullying: Literature Review. Tematik, 3(2).
Prasetio, N., Daud, M., & Hamid, A. N. (2021). Hubungan Regulasi Emosi Dengan
Bullying Pada Siswa Kelas Xii Sma Negeri 2 Makassar. JIVA: Journal of Behaviour
and Mental Health, 2(1).
Putri, M. (2018). Hubungan kepercayaan diri dan dukungan teman sebaya dengan jenis
perilaku bullying di Mtsn lawang mandahiling kecamatan salimpaung.MenaraIlmu,
XII(8),107–116.https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/men arailmu/article/view/872
Susanti, I. G., & Wulanyani, N. M. S. (2019). Pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan
kontrol diri terhadap perundungan (bullying) pada remaja awal di Denpasar. Jurnal
Psikologi Udayana, 6(1), 182-192.
Suci, N., Jelita, D., Purnamasari, I., & Artikel, I. (2021). Dampak Bullying Terhadap
Kepercayaan Diri Anak. Refleksi Edukatika : Jurnal Ilmiah Kependidikan, 11(2), 232–240.
Adawiyah, R., & Blikololong, J. B. (2019). Hubungan antara dukungan sosial dan burnout
pada karyawan rumah sakit. Jurnal Psikologi, 11(2), 190-199.
http://dx.doi.org/10.35760/psi.2018.v11i2.2264
Antonucci, T. C., Lansford, J. E., & Akiyama, H. (2003). Impact of positive and negative
aspects of marital relationships and friendships on well-being of older adults. Applied
Developmental Science, 7(2), 76-89.
Coloroso, B. (2007). Stop Bullying: Memutus Mata Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah
hingga SMU (Terjemahan). Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Evans, C. B. R., Smokowski, P. R., & Cotter, K. L. (2017). The Relationship Between Strain
and Adolescent Bullying: A Systematic Literature Review. Trauma, Violence & Abuse,
18(4), 486–503. doi: 10.1177/1524838016643310
Ediati, A., & Raisa.(2016). Hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada
narapidana di lembaga permasyarakatan kelas IIA wanita Semarang.Jurnal Empati. 5(3).
https://doi.org/10.14710/empati.2016.15398
Irvan Usman. (TT). Perilaku Bullying ditinjau dari Peran Kelompok Teman Sebaya dan Iklim
Sekolah Pada Siswa SMA di Kota Gorontalo. Gorontalo: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Skripsi. Diakses dari http://libraryung.ac.id/ diunduh pada tanggal 1 Oktober 2023
Purba, J., Yulianto. A., & Widyanti E. (2007). Pengaruh dukungan sosial terhadap burnout
pada guru. Jurnal Psikologi, 5(1), 78-87. https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Journal-4982-johanaP.aries.pdf
Raisa, R., & Ediati, A. (2016). Hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada
narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas iia wanita semarang. Jurnal empati, 5(3),
537-542. https://doi.org/10.14710/empati.2016.15398
Simbolon, M. (2012). Perilaku bullying pada mahasiswa berasrama. Jurnal psikologi, 39(2),
233-243.
SAKIT, P. K. R. (2018). HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN
BURNOUT. Jurnal Psikologi Volume, 11(2).
Septandari, Edilburga Wulan. 2013. Mengurangi Bullying melalui Program Pelatihan “Guru
Peduli”. Jurnal Psikologi, (Online), Vol. 40, No. 2. https://doi.org/10.22146/jpsi.6977
Solberg, M., & Olweus, D. (2003). Prevalence estimation of school bullying with the Olweus
Bully/Victim Questionnaire. Aggressive Behavior: Official Journal of the International
Society for
Wiyani, L., Ardy. (2012). Save Our Children From School Bullying . Jogjakarta : Arruzz
Media. Yuhbaba, Z. N. (2019). Eksplorasi perilaku bullying di pesantren. Jurnal
Kesehatan dr. Soebandi, 7(1), 63-71. https://doi.org/10.36858/jkds.v7i1.143
Lampiran
YaTidak
13%
87%
PernahJarang
16%
84%
Apakah anda merasa bullying adalah masalah yang serius
YaTidak 3%
97%
Apakah anda percaya bahwa ada efek negatif jangka panjang dari bullying
Ya
100%
Apakah anda setuju bahwa perlu ada tindakan yang lebih tegas terhadap perilaku bullying
Sales
Ya
100%