Anda di halaman 1dari 39

Wahyu & Okti - Dukungan Sosial Teman Sebaya

Terhadap Perilaku Bullying

DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP


PERILAKU BULLYING

Wahyu Bagja Sulfemi1, Okti Yasita2


1 STKIP Muhammadiyah Bogor
2 STIKes Wijaya Husada Bogor

e-mail:
wahyubagja@gmail.com, Oktiyasita1010@gmail.com

Abstrak: Deskriptif analitis kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang digunakan
dalam kajian ini. Penelitian ini dilakukan di SMA Taruna Andhiga Kota Bogor yang terdiri
dari 110 orang dengan jumlah sampel sebanyak 86 orang secara random sampling. Latar
belakang dari studi ini adalah maraknya perilaku bullying di Kota Bogor dimana 30%
sampai 40% pelajar menjadi korban bullying. Berdasarkan analisi data diketahui terdapat
36 orang atau (41.9) dukungan sosial teman sebaya negatif dan 50 orang atau (58.1%)
memberikan dukungan positif. Terdapat 45 orang (52,3%) berperilaku bullying dan 41
orang (47,7%) tidak berperilaku bullying. Terdapat hubungan signifikan antara dukungan
sosial teman dengan perilaku bullying dengan risiko pencegahan sebesar 0,258 kali lipat
dibandingkan yang tidak mendapat dukungan sosial.

Kata kunci: dukungan sosial,teman sebaya, dan perilaku bullying, perundungan

INTERACTION OF PEER’S SOSIAL SUPPORT AND


BULLYING BEHAVIOR
Abstract: Descriptive quantitative analytic with a cross-sectional approach was used in this
study. This research was conducted at SMA Taruna Andhiga Bogor City, amounting to 110
people with a sample size of 86 people by random sampling. The background of this
research is the rampant bullying behavior in Bogor City where 30% to 40% of students are
victims of bullying. Based on the results of data analysis, it is known that there are 36
people or (41.9) negative peer social support, and 50 people or (58.1%) provide positive
support. There were 45 people (52.3%) who behaved bullying and 41 people (47.7%) did
not behave bullying. There is a significant relationship between social support from friends
and bullying behavior with a risk of 0.258 times compared to those who do not have social
support.

Keywords: social support, peers, bullying behavior


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
134 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

PENDAHULUAN
Fase remaja adalah peralihan dari masa anak-anak menjadi orang dewasa
sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Terdapat tiga
kelompok usia remaja, yaitu: Masa awal, rentang umur 12 tahun sampai umur 15
tahun; Masa tengah-tengah, rentang usia antara 15 sampai dengan usia 18 tahun;
Masa remaja akhir, yaitu rentang umur 18 sampai dengan usia 21 tahun (Febri &
Nuristighfari, 2014). Masa remaja dalam perkembangnya mengalami perubahan
pada berbagai aspek kejiwaan remaja, seperti kecerdasan intelektual, emosi dan
mental. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti stres atau ketegangan akan
harapan baru, yang dapat berdampak pada melakukan kenakalan (Santrock, 2012).
Selanjutnya Paramitasari, (2012) menyampaikan bahwa ketika usia remaja sering
mengalami kesulitan untuk mengontrol atau menguasai emosi. Dengan memahami
dan menguasai gejolak emosinya para remaja mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan dilingkungan dimana meraka berada.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa 1,2
milyar penduduk atau 18% penduduk dunia adalah remaja, sedangkan di Negara
Indonesia tahun 2014 terdapat 65 juta jiwa atau 25% remaja. Data tersebut
menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia remaja cukup besar (Kemenkes. 2014).
Usia pada masa remaja ini merupakan usia dimana seseorang mengikuti
pendidikan di sekolah. Para remaja bersekolah dengan harapan mendapat
pembinaan pendidikan yang berdasarkan kepada kepercayaan dan tuntutan
lingkungan keluarga dan masyarakat dengan adanya perubahan tingkah laku dari
peserta didik yang secara disadari dan dilihat dari segi fungsinya secara positif
(Sulfemi, 2018). Akan tetapi, pada masa remaja ini lah sering terjadi perilkau
bullying yaitu aksi secara agresif tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan atau kehancuran secara kontinyu, dan menyebabkan hilangnya
ketidakseimbangan kekuatan (Nini, 2016).
Membicarakan masalah bullying tidak pernah habis dari waktu ke waktu,
perilaku ini menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan dan menjadi
sorotan pemerintah dan masyarakat. Perilaku menyimpang bullying adalah
masalah yang selalu ada setiap tahunnya seakan tidak pernah berhenti.
Darmawan, (2017) dan Afroz, (2015) menjelaskan bahwa bullying berasal dari kata
bully dari bahasa Inggris. Istilah bullying pertama kali dikenal di negara-negara
Barat khususnya di Eropa tetapi pada perkembangannya kata ini digunakan di
seluruh dunia. Permasalahan mengenai bullying pertama kali diteliti oleh seorang
profesor bernama Dan Olweus seorang warga negara Swedia. Kata Bullying di
Indonesia lebih dikenal dengan kata “perundungan”. Kata ini berasal dari kata dasar
“rundung” yang memiliki makna sulit atau susah. Selanjutnya setelah diberikan
imbuhan “pe” dan “an” menjadi nomina komplit yaitu “perundungan” yang memiliki
arti mengganggu, penimpaan, dan penyusahan atau suatu tindakan kekerasan
yang dilakukan terus menerus. Kata “perundungan”sekarang sudah dibakukan
tetapi kata bullying lebih sering digunakan di masyarakat. Lebih lanjut Amalia, et al.
(2019) menyampaikan bahwa kata bullying atau perundungan merupakan sebuah
aksi teror berupa mengucilkan, intimidasi, kekerasan secara fisik dan mental, serta
perpeloncoan.

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 135
Bullying

Papacosta, Paradeisioti & Lazarou, (2014) menyampaikan bahwa bullying


merupakan pemaksaan secara fisik maupun verbal, melakukan dan menyebarkan
penyebaran desas-desus palsu, serta pengucilan sosial dengan menggunakan
media dari internet ataupun telepon seluler dengan mengirimkan pesan-pesan jahat
yang dilakukan secara berulangkali terhadap korban. Hubungan antara pem-bully
dan korban didasarkan pada masalah kekuasaan. Yusuf & Fahrudin (2012)
menambahkan bahwa para pem-bully bertindak dengan sengaja untuk
membahayakan dan menyakiti para korban demi mencapai kepuasan pelaku bully.
Berbagai kelemahan dari ini korban dijadikan dasar para pem-bully untuk
melecehkan korbannya baik secara fisik, psikologis dan verbal. Indri & Layyinah,
(2016) menambahkan bahwa para pelaku bullying memiliki keinginan yang kuat
untuk melukai sehingga korbannya menjadi tertekan. Heryana, (2019)
menambahkan bullying adalah menggertak orang yang lemah terutama dari segi
fisik.
Selanjutnya Darmayanti, et al, (2019) menjelaskan bahwa sikap atau
perilaku kekerasan yang dilakukan di kelas atau sekolah oleh peserta didik disebut
dengan school bullying, kasus ini banyak terjadi di sekolah SMP dan SMA.
Manesini & Salmivalli (2017) menjelaskan ciri-ciri bullying di sekolah yaitu tindakan
kekerasan yang dilakukan bersama-sama berdasarkan hubungan dalam kelompok
yang dilakukan dengan sengaja dan secara terus menerus untuk melemahkan,
melumpuhkan, dan mempermalukan korbannya. Kasus bullying di sekolah yang
paling banyak dilakukan para peserta didik adalah kasus senioritas yaitu intimidasi
dari kakak kelasnya terhadap adik kelasnya. Beberapa contoh bully yang terjadi di
sekolah, seperti: Meminta dibelikan makanan dan minuman, serta meminta
jawaban ketika ulangan. Kasus lainnya, yaitu berupa memberikan nama samaran
atau julukkan yang tidak menyenangkan sehingga diejek teman-temannya yang
lain. Ejekan ini sampai membuat korbannya menangis dan menjadi bahan
tertawaan (Sulfemi, 2019).
Ribakova & Valeeva, (2016) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor
penyebab terjadinya bullying pada peserta didik, yaitu: 1) Keluarga; 2) Sekolah; 3)
Kelompok sebaya; 4) Kondisi lingkungan sosial dan; 5) Tayangan televisi, internet,
media sosial dan media cetak. Berikut beberapa jenis bullying pada para pelajar,
yaitu: 1) Secara fisik; 2) Secara verbal; 3) Relasional; dan 4) Cyber bullying.
Menurut Smith, (2013) cyber bullying adalah salah satu bentuk bullying yang
terbaru karena pengaruh berkembangnya teknologi, internet, dan media sosial.
Hasil kajian Junior Chamber International (JCI) menyampaikan bahwa
hampir sekitar 40% peserta didik yang berada di Kota Bogor menjadi korban
perilaku bullying. Para korban ini kebanyakan adalah para pelajar Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sekitar 30% sampai
40% (Pebriansyah, 2016). Selanjunya hasil penelitian dari Fenti & Nurdiana (2019)
menyampaikan bahwa terjadi 87 kasus bullying, dimana terdapat 36 korban dan 51
pelaku kekerasan.
Seorang anak yang memiliki kekurangan fisik dan mental sering menjadi
korban bullying. Sementara itu, psikiater anak dan remaja menyampaikan akibat
dari perilaku bullying pada anak bisa berbeda-beda tergantung pada respon
terhadap tindakan bully serta kemampuan mentalnya (Dara, 2018). Di Negara

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
136 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

Amerika, berdasarkan data statistik terdapat 28% peserta didik kelas enam sampai
kelas dua belas yang pernah mengalami perilaku perundungan atau bullying, 30%
pernah melakukan bullying, dan 70% staf sekolah melihat para peserta didik
melakukan bullying (Lagmin, 2016).
Masalah atau kasus bullying di sekolah menempati peringkat pertama
dalam pengaduan dari masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
dengan 369 kasus sejak tahun 2011 sampai tahun 2014 (Kandi, 2016). Hasil dari
klaster pengaduan ke KPAI pada masa Januari 2011, sampai Juli 2015
menyampaikan 5 (lima) katagori pengaduan dan salah satu katagorinya mengenai
kekerasan di sekolah dimana anak yang menjadi korban mencapai 496 orang.
Anak sekolah yang melakukan tawuran berjumlah 325 orang pelajar, 283 orang
pelajar tercacatat melakukan kekerasan di sekolah, dan 271 perserta didik menjadi
korban tawuran antar pelajar (Muthia, 2017).
Semakin maraknya perilaku bullying antar pelajar yang terjadi di sekolah
tidak terlepas dari tingkat emosional peserta didik pada tingkat remaja yang masih
labil, salah satunya adalah bentuk emosi yang diidentifikasikan sebagai amarah.
Amarah yang ada pada dirinya mengakibatkan seorang remaja mengamuk,
melakukan tindakan brutal, kesal atau jengkel, tersinggung, benci, kesal hati,
bermusuhan, dan melakukan tindak kekerasan (Irnie, 2017). Data hasil dari kajian
Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter yang dilakukan pada tahun
2014 menyampaikan bahwa di setiap sekolah atau lembaga pendidikan di
Indonesia terdapat kasus bullying, tetapi berupa bullying verbal atau psikologis
(Sulfemi, 2019).
Tindakan kekerasan yang dilakukan para pelajar menjadi permasalahan
yang cukup serius baik yang dilakukan perseorangan maupun secara kelompok
(Latifah, 2012). Perilaku menyimpang bullying dipengaruhi oleh pergaulan dengan
teman-teman seumuran atau sebaya (Karina, et al, 2013). Memang harus diakui
bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan akan berkelompok untuk saling
berinteraksi, demikian pula remaja yang bergaul dengan teman-teman
seumurannya. Akan tetapi, permasalahannya para teman di kelompoknya tersebut
dapat mempengaruhi seorang peserta didik untuk melakukan tindakan yang
melanggar aturan dan tidak disiplin agar dapat diakui dalam kelompoknya.
Pengaruh atau dukungan sosial dari kelompok ini menjadi pemicu banyak
terjadinya bullying di sekolah. Aisyiah, (2017) menyampaikan bahwa dukungan
sosial merupakan sebuah informasi atau umpan balik dari sorang lain yang
menunjukan bahwa seseorang itu dihargai dicintai dihormati, dilibatkan, dan
diperhatikan oleh masyarakat dalam komunikasi secara terarah.
Hasil penelitian dari Latifah, (2012) menunjukkan bahwa 65 persen anak
pernah mengalami bullying. Kajian dari Karina, (2013) menunjukkan bahwa lebih
dari tiga per lima remaja laki-laki, 66 persen, dan sebagian besar remaja
perempuan, 8% merupakan seorang pelaku bullying. Sementara itu, 22% remaja
laki-laki dan 8,0% perempuan menemani temannya melakukan bullying. Selain itu,
diketahui pula 12,0% laki-laki dan 6,0% perempuan merupakan pelaku bullying.
Hasil penelitian dari Setiawan (2015) menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan antara dukungan sosial teman sebaya terhadap tindakan agresif peserta
didik sebesar 31,6 persen sedangkan 68,4 persennya dipengaruhi oleh faktor-faktor

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 137
Bullying

lainnya. Berdasarkan kajian ini dapat disimpulkan bahwa teman sebaya


mempengaruhi agresivitas peserta didik.
Dari hasil study pendahuluan di SMA Taruna Andhiga Kota Bogor dengan
sepuluh orang sampel dari kelas X diperoleh enam orang mengungkapkan suka
memprovokasi teman-temannya, empat lainnya saling mendukung untuk
memprovokasi. Empat dari sepuluh anak mengungkapkan suka mengejek jika
mengejek ada kepuasan tersendiri dan enam anak lainnya setuju, jika mengejek
ada kepuasan tersendiri. Tiga dari sepuluh anak akan mengucilkan temannya jika
berbuat salah, dua lainnya mendukung untuk mengucilkan teman yang berbuat
salah, lima lainnya tidak setuju untuk melakukan hal tersebut. Tiga dari sepuluh
anak menggunakan kekerasan pada temannya jika sedang bertengkar, lima anak
lainnya mendukung untuk menggunakan kekerasan, dua lainnya menolak untuk
melakukan hal tersebut. Delapan dari sepuluh anak suka meneriaki, menjahili, dan
mencibir anak yang lemah, dua lainnya mendukung temannya untuk melakukan hal
tersebut.
Delapan dari sepuluh anak merasa khawatir menceritakan masalahnya
kepada temannya, dua lainnya merasa tidak keberatan untuk menceritakan
masalahnya. Lima dari sepuluh anak memilih teman dalam bergaul, sementara lima
lainnya memilih untuk berbaur dengan teman yang lain. Enam dari sepuluh anak
memilih tidak perduli jika temannya melanggar peraturan, empat lainnya
memperhatikan temannya jika melanggar peraturan. Tujuh dari sepuluh anak selalu
mencela temannya jika melakukan kesalahan, tiga lainnya mendukung temannya
untuk ikut mencela.
Kasus bullying ini seharusnya tidak terjadi di sekolah, dimana sekolah
merupakan sarana pengembangan bakat dan kreativitas, pusat pengembangan,
pemberdayaan dan pembudayaan sepanjang hayat, serta tempat mengembangkan
kemampuan peserta didik (Palettei & Sulfemi, 2019). Sekolah harus menjadi
sebuah tempat kumpulan orang-orang yang memberikan penghormatan dan
pengakuan terhadap hak dan kewajiban setiap setiap individu yang menciptakan
berkeberadaban serta keharmonisan menuju masyarakat yang adil dan tertib
(Hidayat, 2007). Melihat ini maka masyarakat dan sekolah termasuk guru
berkewajiban untuk untuk bertanggungjawab dengan perilaku yang menyimpang
para peserta didik (Sulfemi, & Yuliana, 2019).
Maraknya perilaku bullying dikalangan pelajar perlu dilakukan kajian lebih
lanjut, maka untuk itu dilakukan studi yang mengkaji bagaimana dukungan sosial
teman sebaya dengan perilaku bullying terutama di SMA Taruna Andhiga Kota
Bogor. Dengan adanya kajian ini dapat menambah informasi bagi peserta didik
khususnya mengenai perilaku bullying di sekolah dan sebagai bahan informasi agar
setiap sekolah dapat meningkatkan program anti bullying yang tepat bagi peserta
didik dalam lingkungan sekolah maupun luar.

METODE
Dalam kajian ini dipilih metode deskriptif analitik kuantitatif dengan
menggunakan cross sectional data untuk menggambarkan dukungan sosial teman
sebaya (variabel independent) terhadap tindakan bullying (variabel dependen)
dengan populasi yaitu seluruh peserta didik kelas 11 dan 12 SMA Taruna Andhiga

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
138 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

Bogor yang berjumlah 110 responden. Untuk mencari besaran sampel digunakan
rumus slovin yaitu: = 86,27 dibulatkan menjadi 86
orang dengan simple random sampling (Silalahi, 2015).
Untuk mengukur variabel bebas (X) dukungan sosial teman sebaya
menggunakan 40 pertanyaan kuesioner yang terdiri dari 20 soal positif dan 20 soal
negatif. Dukungan sosial sosial teman sebaya yang diartikan sebagai suatu
hubungan yang bersifat menolong atau mempengaruhi kesejahteraan individu yang
bersifat tindakan atau informasi yang didapatkan dari orang-orang terdekat (Nini,
2016). Berdasarkan teori tersebut maka definisi operasional variabel ini sebagai
berikut:

Tabel 1. Intrumen Dukungan Sosial Teman Sebaya


Variabel Indikator Positif Negatif Jumlah
Dukungan Appraisal support 1,2,3 4,5,39 6
Sosial Tangible support 6,7,8 9,10 5
Teman Self esteem support 11,12,13 14,15,16 6
Sebaya Belonging support 17,18,19 20,21,40 6
Bantuan yang nyata 22,23,24 25,26 5
Informasi 27,28,29 30,31,38 6
Dukungan emosional 32,33,34 35,36,37 6
Jumlah 20 20 40

Untuk jawaban positif jika responden menjawab “ya” diberikan nilai 1 dan
menjawab “tidak” diberi nilai 0. Untuk jawaban negatif jika responden menjawab
“ya” maka diberi nilai 0, sedangkan jika menjawab “tidak” diberi nilai 1. Berikut
beberapa contoh soal yang disajikan untuk variabel dukungan sosial teman sebaya:
Apakah teman anda selalu mencela jika anda melakukan suatu kesalahan? Apakah
teman sebaya anda pernah mengucilkan anda di kelas? Apakah teman anda
merasa senang jika mengikuti apa yang anda lakukan? Selanjutnya hasil jawaban
responden atau peserta didik ini diukur dengan menggunakan skala Guttman.
Variabel perilaku bullying berdasarkan definisi operasional perilaku bullying
yaitu sebuah tindakan baik secara individu maupun kelompok berupa aksi teror
untuk mengucilkan, intimidasi, dan perpeloncoan baik secara fisik, verbal,
relasional, maupun media sosial (Afroz, 2015), dari definisi operasional tersebut
maka digunakan matriks intrumen penelitian perilaku bullying sebagai berikut.

Tabel 2. Intrumen Perilaku Bullying


Jawaban
Variabel Indikator jumlah
Positif Negatif
Perilaku Pemahaman bullying 1,3,4 2,5,6 6
bullying Bullying fisik 8,9,13,14 7,10,11,12,15,16, 10
Bullying verbal 17,20, 35, 36, 37 18,19,38,39,40 10
Bullying relasional 21,23,25,27, 30, 22,24,29,33 9
Cyber bullying 31,32, 34 26,28 5
Jumlah 20 20 40

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 139
Bullying

Jawabahan dari responden diukur mengunakan skala Likert dengan


skala1-4. Untuk variabel tidak berperilaku bullying atau bullying positif dengan
penskoran sebagai berikut: 4 = sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju, dan 1 =
sangat tidak setuju. Sedangkan untuk berperilaku bullying atau bullying negative,
yaitu: poin 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = sesuai, 4 = sangat sesuai
(Sugiyono. 2010). Pengukuran pengkategorian menggunakan mean yaitu perilaku
negatif jika nilai T skor < T mean, dan perilaku positif jika nilai T skor ≥ T mean.
Beberapa contoh soal yang digunakan dalam kajian ini seperti: Saya tidak segan
memukul teman yang berbuat salah kepada saya, saya tidak tega memukul orang
walaupun saya dijelek-jelekkan, dan saya suka memalak teman saya.
Untuk mengukur korelasi tiap-tiap item pertanyaan dengan skors total
maka dilakukan uji validitas dengan menggunakan korelasi Pearson Product
Moment (Saifuddin, 2007). Untuk mendapatkan nilai yang signifikan, maka
dilakukan uji korelasi dengan membandingkan r hitung dan r tabel dengan uji t.
Selanjutnya untuk melihat alat pengukuran dapat dipercaya maka dilakukan uji
reliabilitas dengan uji cronbach alpha. Bila hasil dari uji cronbach alpha (> 0,60) dari
r tabel artinya variabel tersebut reliabel, dan bila cronbach alpha (< 0,60) varibel
tidak reliable (Septiyuni, 2018).
Pada hasil data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan
data dengan meggunakan: Editing (penyunting data), coding (pengkodean),
tabulasi (tabulating) dan cleaning data. Untuk menjawab tujuan penelitian mengenai
pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan perilaku bullying secara menyeluruh
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linearitas sederhana. Selanjutnya
untuk menjelaskan variabel data dibuat dalam tabel distribusi frekuensi yang
dianalisa menggunakan analisis univariat.
Untuk menganalisa hubungan antar variabel digunakan analisa bivariat
dengan uji analisis Chi-Square digunakan untuk menguji hipotesis komparatif.
Sedangkan untuk memutuskan apakah terdapat hubungan antara variabel
dependent dan variabel independent, maka digunakan p value yang dibandingkan
dengan tingkat kesalahan (alpha) yaitu 5% atau 0,05. Apabila p value ≤ 0,05, maka
Ho ditolak dan Ha (hipotesis penelitian) diterima, yang berarti ada hubungan antara
variabel dependent dan variabel independent. Apabila p value > 0,05, maka Ho
diterima dan Ha (hipotesis penelitian) ditolak yang berarti tidak ada hubungan
antara variabel dependent dan variabel independent. Untuk mengetahui terdapat
hubungan atau tidaknya nilai signifikansi indek dari setiap variabel, maka digunakan
uji Koefisien Crammer’s V (Puspita, 2018; Widarsa, et al. 2016). Selanjutnya untuk
menganalisis mengukur hubungan antara paparan setiap variabel dan
dibandingkan dengan kemungkinan hasil yang terjadi dari paparan variabel tersebut
digunakan parameter Odd Ratio (OR) (Karnowahadi, 2017; Nadi, 2018).
Perhitungan data dalam penelitian ini menggunakan SPSS (Statistical Package for
the Social Science).

HASIL DAN PEMBAHASAN


SMA Taruna Andhiga Kota Bogor merupakan tempat studi ini dilakukan
dengan jumlah reponden sebanyak 86 orang peserta didik kelas XI dan XII. Alat
ukur yang digunakan adalah kuesioner. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
140 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

hubungan variabel yang diteliti yaitu dukungan sosial teman sebaya (variabel
independen) serta perilaku bullying (variabel dependen).
Untuk mengukur validitas pertanyaan kuesioner maka dilakukan uji
validitas, dengan sampel 20 orang responden. Hasil uji validitas dari dukungan
sosial teman sebaya dari 40 pernyataan didapatkan 40 pernyataan valid dimana r
hitung > 0,444. Sementara untuk variabel perilaku bullying dari 40 pernyataan
didapatkan 40 pernyataan valid. Selanjutnya instrumen digunakan untuk
pengumpulan data menggunakan jumlah responden sebanyak 86 dengan usia
antara 15 sampai umur 17 tahun. Untuk karakteristik subjek berdasarkan jenis
kelamin diperoleh responden perempuan sebanyak 49 orang atau 57% dan
responden peserta didik laki-laki 37 orang atau 43%. Sehingga responden dengan
jenis kelamin perempuan memiliki distribusi terbanyak yaitu 49 orang atau 57,0%.
Variabel dukungan sosial teman sebaya diartikan sebagai informasi atau
umpan balik dari orang lain yang menunjukan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai, dihormati, serta dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan
kewajiban yang timbal balik (King, 2010). Rokhmatika & Darminto (2013)
menyampaikan bahwa dukungan sosial positif adalah apabila seorang individu
memiliki anggapan bahwa dukungan sosial yang diterimanya dari orang lain sesuai
dengan kebutuhan yang ada pada dirinya, sehingga dapat menjadi sarana coping
stres ketika memiliki masalah, dan dapat membuat lebih mampu menyesuaian diri
dengan berbagai kesulitan dan tantangan. Sari & Indrawati (2016) juga
menjelaskan bahwa dukungan teman sebaya yang dipersepsikan peserta didik
secara positif dapat mempengaruhi peserta didik untuk merasa mampu bangkit
kembali ketika mendapat permasalahan dan optimis untuk menghadapi
permasalahan yang dialaminya. Dukungan sosial negatif seperti yang disampaikan
Desmita, (2010) yaitu dukungan tidak membantu, dukungan yang tidak sesuai
keinginan atau kebutuhan, dan sumber dukungan memberikan contoh buruk pada
individu lain. Lebih lanjut Puspita, (2018) menjelaskan dukungan sosial teman
sebaya yang tinggi dapat mendukung remaja untuk tidak berperilaku negatif,
sebaliknya dukungan teman sebaya yang rendah akan mendorong individu untuk
melakukan perilaku negatif.
Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi variabel dukungan sosial
teman sebaya sebagaimana pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Teman Sebaya


Kategori Total
N %
Dukungan Sosial Negatif 36 41.9
Dukungan Sosial Positif 50 58.1
Total 86 100

Berdasarkan data pada Tabel 3, dari 86 orang responden diperoleh


distribusi frekuensi dukungan sosial teman sebaya negatif sebanyak 36 orang atau
41.9 persen, sedangkan dukungan sosial teman sebaya positif sebanyak 50 orang
atau 58.1 persen. Dengan demikian, bahwa peserta didik di SMA Taruna Andhiga
lebih banyak yang memberikan dukungan secara positif atau yang baik akan

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 141
Bullying

keinginan dan kebutuhan kepada teman-temannya dalam bersosialisasi sehingga


merasa diterima, dihargai, mampu mengontrol diri dalam berperilaku dan
memberikan contoh yang baik, dibandingkan yang memberikan dukungan sosial
secara negatif atau sebagai sumber dukungan memberikan contoh buruk kepada
teman yang lain.
Berkenaan dengan perilaku bullying, seperti yang disampaikan oleh
Saifullah (2016) bahwa tindakan berkali-kali meneror, mengucilkan, intimidasi, dan
perpeloncoan baik secara fisik, verbal, relasional, maupun media sosial baik secara
perseorangan ataupun kelompok terhadap peserta didik lain yang lebih junior atau
lebih lemah ini maka ini disebut perilaku bullying negatif. Akan tetapi, jika
sebaliknya tidak melakukan perilaku bullying ini maka akan berperilaku positif.
Berdasarkan data yang diperoleh peserta didik yang berperilaku bullying sebanyak
45 orang atau 52,3 persen sedangkan yang tidak melakukan perilaku bullying
terdapat 41 orang responden atau 47,7 persen. Berdasarkan jenis kelamin
responden perempuan yang berjumlah 49 orang diketahui 26 orang peserta didik
atau 53.1% pelaku bullying dan 23 orang atau 46.9% tidak berperilaku bullying.
Untuk responden laki-laki yang berjumlah 37 orang responden diperoleh 18 orang
atau 48.6% pelaku bullying dan 19 orang atau 51.4% tidak berperilaku bullying.
Dengan demikian responden perempuan cenderung berperilaku bullying dibanding
responden laki-laki yang cenderung tidak berperilaku bullying. Berikut tabel
distribusi frekuensi perilaku bullying di SMA Taruna Andhiga Bogor.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perilaku Bullying


Total
Kategori
N %
Berperilaku bullying 45 52,3
Tidak berperilaku bullying 41 47,7
Total 86 100

Dari data pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa dari 86 orang responden,
distribusi terbanyak pada kategori berperilaku bullying, yaitu sebanyak 45 peserta
didik atau 52,3%, artinya peserta didik di SMA Taruna Andhiga Bogor mempunyai
kecenderungan melakukan tindakan bullying terhadap peserta didik lain dibandingkan
yang tidak berperilaku bullying yaitu 41 orang atau 47.7 persen
Selanjutnya pada data variabel dukungan sosial teman sebaya dan
variabel perilaku bullying tersebut dilakukan analisa bivariat dengan menggunakan
SPSS. Hasil analisa bivariat sebagaimana pada Tabel 5.
Berdasarkan data Tabel 3, dari 86 responden diketahui bahwa dari 36
orang peserta didik atau 41, 9 persen yang mendapat dukungan sosial teman
sebaya secara negatif dimana 12 orang atau 14.0% berperilaku bullying dan
sebanyak 24 orang peserta didik atau 27.9% tidak berperilaku bullying. Artinya
bahwa walaupun perserta didik yang mendapat dukungan sosial secara negatif dari
kawan-kawan tetapi peserta dididk SMA Taruna Andhga tidak melakukan perilaku
bullying. Peserta didik yang mendapat dukungan sosial teman sebaya positif
terdapat 50 orang peserta didik atau 58.1%, dimana 33 orang peserta didik atau
38.4% melakukan perilaku bullying, sedangkan 17 orang peserta didik atau 19.8%

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
142 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

tidak melakukan perilaku bullying. Artinya bahwa walaupun mendapat dukungan


sosial dari temannya secara positif tetapi peserta didik di SMA Taruna Andiga lebih
banyak yang berperilaku bullying.

Tabel 5. Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Perilaku


Bullying
Perilaku_Bullying
OR P
Berperilaku Tidak berperilaku Total
95% CI value
bullying bullying
Dukungan Dukungan Count 12 24 36 0.258 0,03
Sosial Sosial Negatif Expected Count 18.8 17.2 36.0
% of Total 14.0% 27.9% 41.9%
Dukungan Count 33 17 50
Sosial Positif Expected Count 26.2 23.8 50.0
% of Total 38.4% 19.8% 58.1%
Total Count 45 41 86
Expected Count 45.0 41.0 86.0
% of Total 52.3% 47.7% 100.0%

Untuk menguji ada tidaknya perbedaan atau hubungan antar kedua


variabel maka dilakukan Analisa bivariat Koefisien koefisien koefisien Crammer’s V
digunakan untuk menghitung keeratan hubungan antar variabel pada data dan uji
hipotesis tentang nilai Odd Ratio (OR) untuk melihat perbedaan risiko antara
kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p value diperoleh sebersar 0,03 (< 0,05) dan nilai OR sebesar 0.258 < 1. Sesuai
nilai signifikansi dari uji jika nilai p ≤ α dan nilai OR < 1, berarti Ho ditolak dan faktor
tersebut menurunkan risiko atau faktor tersebut memberikan efek pencegahan
(Widarsa, et al. 2016). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku bullying, dengan
adanya dukungan dari teman sebaya peserta didik di SMA Taruna Andhiga dapat
menurunkan resiko terpapar dari perilaku bullying dan memberikan efek pencegahan
sebesar 0.258 agar tidak berperilaku bullying.
Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Septiyuni, et al, (2018) dimana
dalam penelitiannya diperoleh nilai koefisien korelasise besar 0,360 dan nilai ρ <
0,05 artinya kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap terjadinya perilaku
bullying peserta didik di sekolah. Selanjutnya penelitian dari Puspita. et al, (2018)
diperoleh tingkat signifikansi korelasi p = 0,000 (p < 0,05) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan
perundungan atau bullying.
Melihat teori dimana perilaku adalah aksi atau tindakan yang dapat diamati
dan dipelajari yang merupakan proses interaksi dari individu dengan lingkungannya
sebagai wujud respon dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat
bersifat pasif maupun aktif sesuai pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungan terutama pengetahuan dan sikap (King, 2010). Terdapatnya hubungan
yang bersifat teloransi yang disertai dengan menolong dan mempunyai penilaian
secara khusus bagi setiap individu yang berdasarkan dari sumber yang diberikan

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 143
Bullying

dan disediakan oleh individu lain untuk mempengaruhi tingkat kemakmuran dan
kesejateraan seorang (Taylor. et al, 2009). Dukungan teman sebaya akan
memberikan sesorang dalam hidupnya merasa akan mudah dalam menjalankan
segala aktivitas dalam kehidupan kerana mendapat perhatian dan penghargaan
dari orang yang dekat dengan dirinya. Adanya pergaulan antar teman sebaya akan
terjalinnya sebuah ikatan persahabatan antar individu yang dianggap dapat
memberikan sebuah kepuasan secara emosional di dalam setiap kehidupan
individu. Terdapatnya sebuah sport sosial memperlihatkan korelasi antar
interpersonal yang melindungi seorang individu terhadap perilaku negatif, sehingga
individu tersebut merasa senang, untuk diperhatikan dan dicintai yang pada
akhirnya timbul rasa percaya diri pada individu tersebut. Selain itu, dukungan sosial
positif dapat mengatasi tekanan secara psikologis ketika dalam masa atau kondisi
sulit yang menekan, misalnya, dengan adanya sebuah dukungan secara sosial dari
peserta didik lain yang membantu peserta didik mengatasi berbagai ganngguan
salah satunya stres dalam menjalani pendidikan dan pembelajaran di sekolah,
membantu memperkuat imun dalam tubuh, mengurangi respon terhadap stres,
serta memperkuat fungsi untuk menangkal berbagai penyakit kronis (Lesari, 2016).
Sehingga melihat dari hasil data maka perilaku peserta didik di SMA Taruna
Andhiga memiliki merespon untuk berinteraksi yang baik dengan temannya dan
saling memberikan perhatian dalam ikatan persahabatan.
Teman sebaya memiliki fungsi positif yaitu dapat memberikan kemampuan
maupun keterampilan dalam berkomunikasi di bermasyarakat atau sosial,
bertambanya penalaran dalam menganalisis berbagai permasalahan, dan terakhir
peserta didik belajar untuk mengekspresikan perasan diri kearah yang lebih matang
dalam penalaran. Melalui diskusi dan tukar pikiran bersama-sama dengan teman-
teman sebayanya para remaja dapat mengekspresikan ide-ide keinginanan,
perasaan dan memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah. Dimana dukungan
sosial itu mengacu pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan, kesediaan untuk
membantu seseorang dari orang-orang lain atau kelompok. Dukungan dapat
datang dari banyak orang terkasih, keluarga, para teman, dokter, atau organisasi di
masyarakat. Di dalam dukungan sosial, dipengaruhi oleh, dukungan instumental,
dukungan emosional, dukungan jaringan secara sosial, dukungan informasi, dan
dukungan penghargaan. Tinggi dan rendahnya perilaku bullying dialami peserta
didik dalam hal ini remaja yang bersekolah akan terlihat dan dirasakan berdasarkan
nilai yang diperoleh ketika sekala dukungan teman sebaya dalam aksi bullying.
Baron & Byrne (2005), menyampaikan bahwa salah satu penyebab remaja
melakukan tindakan perilaku bullying kekerasan dikarenakan adanya suatu daya
tarik kelompok teman sebaya akibat seseorang merasa memiliki suatu kesamaan
dengan anggota kelompok dimana mereka melakukan aksi bullying dikarenakan
ikut-ikutan dengan teman dan sebagian mengatakan bahwa membalas kembali
perilaku teman yang mem-bully. Hal ini menunjukkan faktor konformitas teman
sebaya menjadi penyebab pelajar melakukan bullying kepada temannya.
Berdasarkan kajian ini maka semakin tinggi nilai yang diperoleh peserta
didik dalam skala dukungan sosial teman sebaya maka akan semakin tinggi pula
dukungan sosial teman sebaya yang diperoleh oleh peserta didik tersebut dalam
melakukan bully. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh peserta didik

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
144 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

pada skala dukungan sosial teman sebaya maka semakin rendah pula dukungan
teman sebaya pada peserta didik tersebut untuk melakukan bully. Dukungan teman
sebaya yang tinggi akan menyebabkan perilaku bullying akan tinggi. Akan tetapi
jika konformitas teman sebaya rendah akan menunjukkan perilaku bullying yang
rendah.
Atas dasar studi ini ditemukan bahwa terdapat hubungan dukungan sosial
teman sebaya terhadap perilaku bullying di SMA Taruna Andhiga Bogor. Hal
tersebut bisa dijadikan acuan oleh pihak sekolah khususnya bagi para guru dan
peserta didik agar meminimalkan terjadinya perilaku bullying pada peserta didik
dengan diberikan bimbingan konseling secara rutin dan pemasangan poster anti
bullying.

KESIMPULAN
Hasil studi yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan berikut: 1) Peserta
didik di SMA Taruna Andhiga lebih banyak yang memberikan dukungan secara
positif dibandingkan yang negatif; 2) Peserta didik di SMA Taruna Andhiga
rmempunyai kecenderungan berperilaku bullying dibandingkan yang tidak
berperilaku bullying; 3) Terdapat hubungan antara dukungan sosial teman dengan
perilaku bullying; 4) Peserta didk SMA Taruna Andhiga beresiko berperilaku
bullying dibandingkan yang tidak mendapat dukungan sosial.
Atas dasar hasil kesimpulan tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat
disarankan yaitu: 1) Membangun lingkungan sekolah dimana peserta didik dapat
bersosialisasi dengan teman-teman di sekitar sekolah, agar memiliki relasi
hubungan pertemanan yang baik dan terhindar dari perilaku bullying, serta lebih
memilih kegiatan-kegiatan positif, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah;
2) Sekolah perlu meningkatkan program anti bullying yang tepat bagi peserta didik;
dan 3) Diperlukan kajian lebih mendalam tentang perilaku bullying dengan
menggunakan variabel lain, seperti lingkungan pendidikan di rumah, konsep diri.

REFERENSI
Afroz, J. S. H. (2015). Bullying in elementary schools: Its Causes and Effects on
Students. Journal of Education and Practice, 5(1). P.43-56.
https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1079521.pdf.
Aisyiah, Y. (2017). Hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan problem
solving siswa SMP. Jurnal Al-Qalb, Vol. 9, No. 2. p118-126, DOI:
https://doi.org/10.15548/alqalb.v8i2.876.
Amalia, E., et al. (2019). Skrining dan edukasi pencegahan bullying pada peserta
didik SMA negeri di Kota Mataram. Jurnal Pengabdian Magister
Pendidikan IPA, Vol. 2, No.1, p30-35. DOI: 10.29303/jpmpi.v1i2.245.
Baron, R.A. & Byrne. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Dara, A.G., et al. (2018). Pengaruh kelompok teman sebaya (Peer Group) terhadap
perilaku bullying siswa di sekolah. Jurnal Sosietas, 5(1). p1-4. DOI:
https://doi.org/10.17509/ bsosietas.v5i1.1512.
Darmawan, D. (2017). Bullying phenomena in school setting. Jurnal Kependidikan,
1(2). p164-175. DOI: https://doi.org/10.21831/jk.v1i2.9713.

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 145
Bullying

Darmayanti, K. K. H., Kurniawati, F., & Situmorang, D. D. B. (2019). Bullying di


sekolah: Pengertian, dampak, pembagian dan cara menanggulanginya.
Pedagogia: Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(1), 55-66. DOI: 10.17509/
pdgia.v17i1.13980.
Desmita. (2010). Psikologi perkembangan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Febri, F. & Nuristighfari, M.K. (2014). Kelekatan aman, religiusitas, dan
kematangan emosi pada remaja. Jurnal Psikologi Integratif, 2 (1). p22-29.
DOI: https://doi.org/10.14421/jpsi.2014.
Fenti, D.F. & Siti N. (2019). Hubungan sikap dengan pengalaman (Bullying) pada
peserta didik SMKN 2 Kota Bogor. Hearty, 7(1). p1-8. DOI:
http://dx.doi.org/10.32832/hearty.v7i1.2298.
Heryana, M.I. (2019). Fenomena bullying antar siswa. Jurnal Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Indonesia, 4(1), p.25–29. DOI: 10.26737/jpipsi.v4i1.
1237.
Hidayat, A. A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.
Jakarta: Salemba Medika.
Indri, E., & Layyinah, L. (2016). Effect of sosial competence and school stres on
bullying behavior in adolescent. Tazkiya, 4(1). P.1-10. DOI: 10.15408/
tazkiya.v4i1.10824.
Irnie, V. (2017). Mengatasi bullying siswa sekolah dasar dengan menerapkan
manajemen kelas yang efektif. Pedagogik, V(1). P.28-41.
http://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/pedagogik /article/view /1273.
Isza, G.S & Wulanyani N.M.S. (2019). Pengaruh dukungan sosial teman sebaya
dan kontrol diri terhadap perundungan (Bullying) pada remaja awal di
Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana, 6 (1), p182-192. DOI: https://doi.org/
10.24843/JPU.2019.v06.i01.p18.
Kandi, R.D. (2016). Kekerasan di sekolah juga terjadi atas nama ekskul. Jakarta:
KPAI.
Karina, K., et al. (2013). Perilaku bullying dan karakter remaja serta kaitannya
dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 2(5). P.20-29. DOI: https://doi.org/10.24156/jikk.2013.6.1.20.
Karnowahadi, K. (2017). Odds ratio: A result of business research analysis. Jurnal
Admisi & Bisnis, 18(1): p.47-54. https://jurnal.polines.ac.id/index.php/
admisi/issue/view/166.
King, L.A. (2010). Psikologi umum sebuah pandangan apresiatif. Jakarta: Salemba
Humanika.
Kemenkes. (2014). Situasi kesehatan reproduksi remaja. Info Datin.
Lagmin,G. (2016). Bullying prevention-UNICEF report reveals bullying is a world
wide problem. http://www.ungei.org/globalstatusonschoolviolence(1).pdf.
Latifah, F. (2012). Hubungan karakteristik anak usia sekolah dengan kejadian
bullying di sekolah dasar X di Bogor. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/
20313561-S43718-Hubungan%20karakteristik.pdf.
Lesari, W.S. (2016). Analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta
didik. Sosio Didaktika. Sosial Science Education Journal, 3(2). p.147-157.
DOI: http://dx.doi.org/10.15408/sd.v3i2.4385.

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
146 Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Bullying

Muthia, A. (2017). Bullying prevention strategies through the “Care school” program
for peer facilitator. Asian Journal of Environment, History and Heritage,
1(1). P.211-222. https://pdfs.semanticscholar.org/4c5b/a0a026a11f8904c
49dbc40328b9227a20e38.pdf.
Manesini, E., & Salmivalli, C. (2017). Bullyingin schools: the state of knowledge and
effective interventions. Psychology, Health & Medicine, 22(15), p.125-138.
https://doi.org/10.1080/13548506.2017.1279740.
Nadi, M.A. (2018). Analisa pemilihan moda transportasi umum rute Tanjung
Karang–Bandara Radin Inten II dengan stated preference dan uji Crame’s
V. Borneo engineering: Jurnal Teknik Sipil, 2 (2). 137-147.
http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borneoengineering.
Nini, S.W. (2016). Hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan kemampuan
bersosialisasi pada peserta didik SMK Negeri 3 Medan. Jurnal Diversita,
2(2). P.1-11. Doi: https://doi.org/10.31289/diversita.v2i2.512.
Palettei, A.R., & Sulfemi, W.B. (2019). Pengaruh kelompok kerja guru (KKG)
terhadap peningkatan kompetensi pedagogik dan kemampuan menulis
karya ilmiah. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 4(20). P.53-58. DOI:
http://dx.doi.org/10.26737/jpdi.v4i2.1522.
Paramitasari, R. & Alfian, I.R. (2012). Hubungan antara kematangan emosi dengan
kecenderungan memaafkan pada remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, 1 (02). P.170-182. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/
110511131_1v.pdf.
Papacosta, E. S., Paradeisioti, A., & Lazarou, C.H. (2014). Bullying phenomenon
and preventive programs in Cyprus's School System. International Journal
of Mental Health Promotion, 16 (1), p.67–80. https://doi.org/10.1080/
14623730.2014.888894.
Pebriansyah, A. (2016). 40 Persen pelajar di Kota Bogor korban bullying.
suara.com. https://www.suara.com/news/2016/06/16/034922/40persen
pelajardikotabogorkorbanbullying.
Puspita., et al. (2018). hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan
perundungan pada peserta didik SMP PL Domenico Savio Semarang.
Jurnal Empati, 7.(4). p.252-259. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/
empati/article/view/23458.
Ribakova, L. A. &. Valeeva, R. A. (2016). Bullying in school: Case study of
prevention and psycho pedagogical correction. International Journal of
Environmental & Science Education, 11(7), p.1603-1617. Doi: 10.12973/
ijese.2016.366a.
Rokhmatika, L., & Darminto, E. (2013). Hubungan antara persepsi terhadap
dukungan sosial teman sebaya dan konsep diri dengan penyesuaian diri di
sekolah pada peserta didik kelas unggulan. Journal Mahasiswa Bimbingan
dan Konseling, 01 (01). P.149-157. https://media.neliti.com/media/
publications/245518-hubungan-antara-persepsi-terhadap-dukung-
57dc195c.pdf.

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Wahyu & Okti - Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Perilaku 147
Bullying

Sari, P. K., & Indrawati, E S. (2016). Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman
Sebaya Dengan Resiliensi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir
Jurusan X Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, 5 (2). P.177-182.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/14979.
Saifullah, F. (2016). Hubungan antara konsep diri dengan bullying pada siswa-siswi
SMP Negeri 16 Samarinda. eJournal Psikologi, 4 (2). P.200-14.
https://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=915.
Santrock, J.W. (2012). Life-Spain Development; Perkembangan masa hidup.
Jakarta: Erlangga.
Setiawan, A.N. (2015). Pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap
agresivitas peserta didik MAN Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Islam, Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. http://digilib.uin-suka.ac.id/20398/.
Silalahi, U. (2015). Metode penelitian sosial kuantitatif. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Saifuddin, A. (2007). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Septiyuni, et al. (2018). Pengaruh kelompok teman sebaya (Peer Group) terhadap
perilaku bullying siswa di sekolah. Jurnal Sosietas, 5(1). P.1-4. DOI:
https://doi.org/10.17509/sosietas.v5i1.1512.
Smet, B. (2006). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT .Grasindo.
Smith, P. K. (2013). School bullying. Sociologia, problemas e práticas. Journals
Openedition, 71 (1), p.81-98. Doi: http://journals.openedition.org/spp/988.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulfemi, W.B. (2018). Pengaruh disiplin ibadah sholat, lingkungan sekolah, dan
intelegensi terhadap hasil belajar peserta didik mata pelajaran pendidikan
agama Islam. Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan
Keagamaan, 6 (2). 166-178. DOI:10.32729/edukasi.v16i2.474.
Sulfemi, W.B. (2019). Bergaul tanpa harus menyakiti. Bogor: Visi Nusantara Maju.
Sulfemi, W. B. (2019). Model pembelajaran kooperatif mind mapping berbantu
audio visual dalam meningkatkan minat, motivasi dan hasil belajar IPS.
Jurnal PIPSI (Jurnal Pendidikan IPS Indonesia), 4(1) p.13-19. DOI:
http://dx.doi.org/10.26737/jipips.v4i1.1204.
Sulfemi, W.B., & Yuliana, D. (2019). Penerapan model pembelajaran discovery
learning meningkatkan motivasi dan hasil belajar pendidikan
kewarganegaraan. Jurnal Rontal Keilmuan Pancasila dan Kewarganegaraan,
5(1). P.17-30. Doi: http://dx.doi.org/10.29100/jr.v5i1. 1021.
Taylor, S.E., et al. (2009). Psikologi Sosial. Ed. 12. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Widarsa, T., et al. (2016). Modul: Analisis Data Untuk Variabel Outcome Berskala
Nominal Dua Kategori (Binary Outcome). Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar,
Yusuf, H., & Fahrudin, A. (2012). Perilaku bullying: Asesmen multidimensi dan
intervensi sosial. Jurnal Psikologi Undip, 11(2), p.1-10. DOI:
https://doi.org/10.14710/jpu.11.2.10.

Jurnal Pendidikan, Volume 21, Nomor 2, September 2020, 133-147


Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI


DENGAN BULLYING
Fitrian Saifullah1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. This study aims to determine the relationship variables self-concept and
bullying on students of junior high 16,Samarinda, East Kalimantan. This research consists of
two variables: the dependent variable and independent variables namely bullying self-
concept.Type in this study using quantitative methods. Data collected by using scale.Sampel
in this study is the junior high school students 16 Samarinda as many as 123. Data analysis
technique used is nonparametric test analysis Somer's d and the overall program data using
SPSS version 20. The results showed significant association between self-concept and
bullying correlation value -0322 and the value of p = 0.000.

Keywords: bullying, self concept.

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel hubungan konsep diri dan
bullying pada siswa SMP 16, Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian ini terdiri dari dua
variabel: variabel dependen dan variabel independen yaitu intimidasi konsep diri. Jenis dalam
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan
skala. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMP 16 Samarinda sebanyak 123. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis uji nonparametrik Somer d dan data program
keseluruhan menggunakan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang
signifikan antara diri Nilai korelasi-konsep dan intimidasi -0322 dan nilai p = 0,000.

Kata kunci: bullying, konsep diri.

1
Email: rianlbk@gmail.com
289
PENDAHULUAN lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005).
Remaja (adolescence) adalah Kebanyakan perilaku bullying terjadi
individu yang sedang berada pada masa secara tersembunyi (covert) dan sering
perkembangan transisi antara masa anak- tidak dilaporkan sehingga kurang disadari
anak dan masa dewasa yang mencakup oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, dan
perubahan biologis, kognitif, dan sosio- Feudtner, 2000).
emosional (Santrock, 2003). Pada masa Menurut Coloroso (2003) bullying
ini, remaja mengalami berbagai macam adalah tindakan bermusuhan yang
perubahan dengan melalui proses yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang
cukup rumit dan berhubungan dengan bertujuan untuk menyakiti, seperti
tugas perkembangan masa remaja. menakuti melalui ancaman agresi dan
Perkembangan sosial remaja dapat menimbulkan teror. Termasuk juga
dilihat dua macam gerak, yaitu: tindakan yang direncakan maupun yang
memisahkan diri dari orang tua dan spontan, bersifat nyata atau hampir tidak
menuju ke arah teman-teman sebaya kentara, di hadapan seseorang atau di
(Monks, 2004). Menurut Hurlock (1980) belakang seseorang, mudah untuk
yang terpenting dan tersulit dalam diidentifikasi atau terselubung dibalik
perubahan sosial yang dialami remaja persahabatan, dilakukan oleh seorang anak
adalah penyesuaian diri dengan atau kelompok anak. Sehingga dapat
meningkatnya pengaruh kelompok teman disimpulkan bahwa perilaku bullying
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, adalah suatu tindakan negatif berulang
pengelompokan sosial yang baru, nilai- yang dilakukan secara sadar dan disengaja
nilai baru dalam seleksi persahabatan, yang bermaksud untuk menyebabkan
nilai-nilai baru dalam penerimaan dan ketidaksenangan atau menyakitkan orang
penolakan sosial, dan nilai-nilai baru lain. Bullying adalah jenis yang paling
dalam seleksi pemimpin. Remaja umum dari agresi dan korban yang dialami
mempunyai nilai baru dalam menerima oleh anak-anak usia sekolah (O'Brennan,
atau tidak menerima anggota-anggota Bradshaw, & Sawyer, 2009). Bullying
berbagai kelompok sebaya seperti clique, terjadi pada semua tingkat usia, tetapi
kelompok besar, atau geng. Nilai ini mulai meningkat pada akhir sekolah dasar,
terutama didasarkan pada nilai kelompok puncak di sekolah menengah, dan
sebaya yang digunakan untuk menilai umumnya menurun di sekolah tinggi.
anggota-anggota kelompok. Bullying mempengaruhi baik anak laki-
Permasalahan yang sering dihadapi laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih
para remaja berhubungan dengan sering terlibat dalam agresi fisik (Liu &
penolakan teman sebaya adalah Graves, 2011).
munculnya perilaku bullying yang Penelitian mengenai bullying telah
merupakan bentuk khusus agresi banyak dilakukan di berbagai negara. Pada
dikalangan teman sebaya. Bullying telah tahun 2001, Nansel dkk melakukan
dikenal sebagai masalah sosial yang penelitian terhadap 15.600 siswa grade 6
terutama ditemukan dikalangan anak-anak sampai 10 di Amerika. Hasilnya
sekolah. Hampir setiap anak mungkin menunjukkan sekitar 17 persen dari
pernah mengalami suatu bentuk perlakuan mereka melaporkan menjadi korban
tidak menyenangkan dari anak lain yang bullying dengan frekuensi kadang-kadang
290
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

dan sering selama masa sekolah, 19 persen Penelitian selanjutnya dilakukan


mengaku melakukan bullying pada orang Amrina (2013) di SMP N 31 Samarinda
lain dengan frekuensi kadang-kadang dan mendapatkan bullying dan motivasi belajar
sering, dan 6 persen dari seluruh sampel tetap tinggi. Dari hasil pengisian skala
menjadi pelaku dan korban bullying penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
(dalam American Medical Association, siswa memiliki tingkat bullying sedang
2002). atau sekitar 39 persen dengan tingkat
Dalam sebuah survei nasional motivasi belajar sedang atau sekitar 40
bullying di Malta, Borg (1999) persen. Pada penelitian ini didapatkan
menemukan bahwa 15-24 persen anak hasil faktor yang mempengaruhi motivasi
laki-laki setiap tahun mengatakan bahwa belajar siswa bukan hanya karena
mereka sering menjadi pengganggu (sekali lingkungan sekolah yang terdapat perilaku
seminggu atau lebih sering), dibandingkan bullying akan tetapi juga faktor-faktor lain
dengan 8-13 persen anak perempuan. misalnya saja metode belajar dan pola
Sedangkan 61 persen dari pengganggu asuh orang tua. Dapat disimpulkan bahwa
anak melaporkan kekerasan fisik perilaku bullying ini juga dapat
dibandingkan dengan 30 persen dari mengganggu kenyamanan belajar siswa
perempuan pengganggu, 43 persen dari untuk dapat meningkatkan prestasinya dan
gadis pengganggu dilaporkan mengisolasi siswa-siswi harus lebih dapat memilih
orang lain (tidak berbicara dengan mereka) kegiatan-kegiatan sekolah maupun luar
dibandingkan dengan 26 persen dari sekolah yang positif agar motivasi dalam
pengganggu anak. Di Jerman, Scheithauer belajar tidak terganggu sehingga perilaku
dkk (2006) juga menemukan bahwa anak- bullying tidak akan muncul dan siswa-
anak lelaki lebih banyak melakukan siswa dapat lebih berprestasi.
tindakan agresif dibandingkan anak Penelitian lain Akbar (2013) pada
perempuan, tetapi perempuan terlibat kasus bullying yang sama terjadi di SMP
dalam bullying tidak langsung. N 5 Samarinda, para pelakunya banyak
Penelitian lainnya dilakukan pada dilakukan oleh siswa laki-laki dan
skala internasional, negara Kanada sebagian dilakukan oleh siswa perempuan.
memiliki tingkat tertinggi ke-9 bullying hal ini senada dengan penelitian yang
antara umur 13 tahun. Dalam CCL dilakukan oleh Adilla (2009) dalam
(Canadian Council in Learning) tahun jurnalnya yang menyimpulkan bahwa
2007 Survei menunjukkan bahwa 38 pelajar laki-laki lebih sering menggunakan
persen dari laki-laki dewasa dan 30 persen tindakan bullying terhadap pelajar lain
dari perempuan dewasa dilaporkan baik secara langsung maupun tidak
mengalami sesekali atau sering langsung dibandingkan dengan pelajar
diintimidasi selama tahun-tahun disekolah perempuan. dari beberapa bentuk perilaku
mereka. Selain itu, 47 persen dari orang bullying yang dilakukan antarsiswa di
tua melaporkan bahwa mereka memiliki SMP N 5 Samarinda, yang paling sering
anak yang telah diganggu. sedangkan 16 terjadi ialah penghinaan terhadap perilaku
persen menunjukkan bahwa bullying ini maupun fisik dari korbannya dan sedikit
sering terjadi.
291
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

sekali perlakuan kekerasan yang diberikan orang yang lemah, dan keinginan untuk
kepada korbannya berupa kekerasan fisik. menindas. Sehingga suasana belajar
Berdasarkan hasil wawancara menjadi kurang kondusif dikarenakan
dengan guru BK yang bernama AC di timbulnya rasa tidak aman dan takut pada
SMP Negeri 16 Samarinda pada bulan korban yang mengalami bullying ini.
Oktober tahun 2014, sejak beberapa tahun Penelitian bullying ini pernah
silam fenomena bullying memang bukan dilakukan di SMP N 5 Samarinda, Contoh
merupakan hal yang aneh dan peristiwa itu kalimat penghinaan yang sering diucapkan
sering terjadi secara diam-diam tanpa oleh pelaku kepada para korban bullying
pengawasan pihak sekolah. Biasanya disekolah tersebut ialah “pendek”,
korban takut untuk melaporkan perbuatan “keribo”, “batu” “belo”, “lelet”,“autis” dan
pelaku kepada pihak sekolah karena sebagainya. Melalui pengalaman buruk
merasa terancam. Bullying biasanya yang diterima oleh korban di masa lalu
dilakukan dikantin saat istirahat, digedung bukan tidak mungkin akan meninggalkan
belakang kelas, diaula, diluar sekolah trauma maupun tekanan yang cukup
bahkan dikelas disaat tanpa sepengetahuan mendalam yang kemudian akan
guru-guru. Korban bullying pun tak membentuk representasi mental atau
pandang bulu, sampai beberapa anak guru gambaran mental pada dirinya yang pada
yang mengajar disekolah setempat pernah akhirnya mempengaruhi keoptimisan
menjadi sasaran pelaku bullying hal ini korban serta semangat diri untuk kembali
berakibat kepercayaan diri dan munculnya memasuki lingkungan sosial (sekolah)
penurunan kegiatan belajar disekolah. yang baru nantinya. Sehingga hal ini dapat
mempengaruhi kepercayaan diri,
Berdasarkan hasil observasi yang kepribadian dan konsep diri individu
dilakukan peneliti, bahwa terlihat tersebut.
lingkungan sekolah di SMP Negeri 16 ini Menurut Anderson dan Bushman
kurang mendapatkan perhatian penuh oleh (2002) mengungkapkan bahwa faktor-
guru-guru setempat, misalnya kurangnya faktor yang mempengaruhi terjadinya
komunikasi yang terjalin antara guru perilaku bullying meliputi faktor personal
dengan murid secara aktif berdiskusi dan dan faktor situasional. Faktor personal
guru tidak memiliki kepekaan ketika adalah semua karakteristik yang ada pada
murid dihadapkan pada permasalahan. siswa, termasuk sifat-sifat kepribadian,
karena peneliti mengamati siswa-siswi sikap dan kecenderungan genetik atau
disekolah ini rata-rata banyak melakukan bawaan. Pada faktor personal inilah
pelanggaran dalam peraturan meskipun dijelaskan bahwa karakteristik individu
ada beberapa siswa-siswi yang menaati terdapat pada kepribadian, hal ini
peraturan dengan baik, disamping itu sikap mempengaruhi konsep diri seseorang
maupun tutur kata siswa-siswi kurang dalam pergaulannya sehari-hari terutama
sopan seperti berkata kasar dan suka lingkungan sekolah sehingga akan memicu
mendorong temannya dalam bergaul timbulnya bullying.
dengan sesama. Hal ini dapat Konsep diri seseorang akan mulai
menimbulkan perilaku agresi terhadap sadar akan identitasnya yang berlangsung
292
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

terus sebagai orang yang terpisah, orang membiarkan atau menerima perilaku
akan mempelajari namanya, menyadari bullying pada lingkungan sosial, berarti
bahwa bayangan dalam cermin adalah memberikan bullies power kepada pelaku
bayangan dari orang yang sama seperti bullying itu sendiri dan menciptakan
yang dilihatnya kemarin dan percaya akan interaksi sosial yang tidak sehat serta
tentang saya atau diri tetap bertahan dalam meningkatkan budaya kekerasan.
menghadapi pengalaman pengalaman yang Terutama lingkungan sekolah diharapkan
berubah ubah. Sanchez dan Roda (2003) dapat menerapkan peraturan yang ada
mendefinisikan konsep diri sebagai secara tegas dan konsisten kepada setiap
komponen manusia pengembangan siswa-siswi disekolah serta melakukan
kepribadian. Hal ini dikembangkan pengawasan yang serius. Kemudian
melalui proses refleksi diri dan rentan sekolah juga berupaya untuk
terhadap perubahan. mengoptimalkan fungsi unit BK
Selain itu juga merujuk kepada (bimbingan konseling), terutama agar
hasil penelitian terdahulu Riauskina, masalah dan penanganannya terhadap
Djuwita, dan Soestio (2005) school korban tindakan perilaku bullying dapat
bullying sebagai perilaku agresif yang ditindak lanjuti secara tepat. Karena itu
dilakukan berulang-ulang seorang atau penelitian ini sangat penting untuk diteliti.
sekelompok siswa yang memiliki Berdasarkan uraian di atas, maka
kekuasaan, terhadap siswa-siswi lain yang penulis ingin mempelajari dan dijadikan
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti bahan analisa dengan membuat penelitian
orang tersebut. Hal ini menyebabkan untuk mengetahui hubungan antara konsep
konsep diri korban bullying menjadi diri dengan bullying pada siswa-siswi
negatif karena korban merasa tidak SMP Negeri 16 Kelurahan Loa Bakung,
diterima oleh lingkungannya. Korban Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda,
bullying juga merasa stres, dendam, Kalimantan Timur.
merana, malu, dan tertekan, bahkan
sampai melakukan bunuh diri. Kemudian TINJAUAN PUSTAKA
diungkapkan bahwa sebagian besar korban Bullying
bullying disebuah sekolah memiliki Rigby (2002) mendefinisikan
konsep diri negatif dan terdapat hubungan bullying sebagai penekanan atau
yang signifikan antara korban bullying dan penindasan berulang-ulang, secara
konsep diri dan menghasilkan penelitian psikologis atau fisik terhadap seseorang
semakin sering seseorang menjadi korban yang memiliki kekuatan atau kekuasaan
bullying maka akan semakin negatif yang kurang oleh orang atau kelompok
konsep diri yang dimilikinya. orang yang lebih kuat. Sementara itu Elliot
Bullying merupakan tindakan (2005) mendefinisikan bullying sebagai
agresivitas antarsiswa yang memiliki tindakan yang dilakukan seseorang secara
dampak paling negatif bagi korbannya. sengaja membuat orang lain takut atau
Oleh karena itu sekiranya mulai dari terancam. Bullying menyebabkan korban
sekarang dan untuk seterusnya masyarakat merasa takut, terancam atau setidak-
dapat menyadari bahwa dengan tidaknya tidak bahagia.
293
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Definisi yang diterima secara luas dimana bahaya yang ditimbulkan oleh
adalah yang dibuat Olweus (2004) yang pelaku bullying dengan cara
menyatakan bahwa siswa yang melakukan menghancurkan hubungan-hubungan
bullying adalah ketika siswa secara yang dimiliki oleh korban, termasuk
berulang-ulang dan setiap saat berperilaku upaya pengucilan, menyebarkan gosip,
agresif terhadap seorang atau lebih siswa dan meminta pujian atau suatu tindakan
lain. tindakan negatif disini adalah ketika tertentu dari kompensasi persahabatan.
seseorang secara sengaja melukai atau Bullying dengan cara tidak langsung
mencoba melukai, atau membuat sering dianggap tidak terlalu berbahaya
seseorang tidak nyaman. Intinya secara jika dibandingkan dengan bullying
tidak langsung tersirat dalam definisi secara fisik, dimaknakan sebagai cara
perilaku agresif. bergurau antar teman saja. Padahal
Murphy (2009) memandang relational bullying lebih kuat terkait
bullying sebagai keinginan untuk dengan distress emosional daripada
menyakiti dan sebagian besar harus bullying secara fisik. Bullying secara
melibatkan ketidakseimbangan kekuatan fisik akan semakin berkurang ketika
serta orang atau kelompok yang menjadi siswa menjadi lebih dewasa tetapi
korban adalah yang tidak memiliki bullying yang sifatnya merusak
kekuatan dan perlakuan ini terjadi hubungan akan terus terjadi hingga usia
berulang-ulang dan diserang secara tidak dewasa.
adil. c. Cyberbullying (Intimidasi melalui dunia
Berdasarkan definisi yang telah maya), seiring dengan perkembangan
dipaparkan, maka dapat disimpulkan dibidang teknologi, siswa memiliki
bahwa bullying tindakan yang dilakukan media baru untuk melakukan bullying,
seseorang secara sengaja membuat orang yaitu melalui sms, telepon maupun
lain takut atau terancam sehingga internet. Cyberbullying melibatkan
menyebabkan korban merasa takut, penggunaan teknologi informasi dan
terancam atau setidak-tidaknya tidak komunikasi, seperti e-mail, telepon
bahagia. seluler dan peger, sms, website pribadi
yang menghancurkan reputasi
Bentuk-bentuk Bullying seseorang, survei di website pribadi
Menurut Bauman (2008), tipe-tipe yang merusak reputasi orang lain, yang
bullying adalah sebagai berikut : dimaksudkan adalah untuk mendukung
a. Overt bullying (Intimidasi terbuka), perilaku menyerang seseorang atau
meliputi bullying secara fisik dan secara sekelompok orang, yang ditujukan
verbal, misalnya dengan mendorong untuk menyakiti orang lain, secara
hingga jatuh, memukul, mendorong berulang-ulang kali.
dengan kasar, memberi julukan nama, Berdasarkan uraian diatas, maka
mengancam dan mengejek dengan dapat ditarik kesimpulan bentuk-bentuk
tujuan untuk menyakiti. bullying terdiri dari tiga yaitu Overt
b. Indirect bullying (Intimidasi tidak bullying (intimidasi secara terbuka),
langsung) meliputi agresi relasional, Indirect bullying (intimidasi secara tidak
294
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

langsung) dan Cyberbullying (intimidasi kepercayaan dan pendirian yang diketahui


memanfaatkan teknologi) yang sering individu tentang dirinya dan
digunakan pada umumnya oleh pelaku mempengaruhi individu dalam
bullying tersebut. berhubungan dengan orang lain (Stuart
dan Sundeen, 1998).
Aspek-aspek Bullying Konsep diri adalah hubungan
Rigby (2002) mengemukakan antara sikap dan keyakinan tentang diri
empat aspek bullying antara lain yaitu : kita sendiri (Burns, 1993). Konsep diri
a. Bentuk fisik yaitu menendang, menurut Potter dan Perry (2005) adalah
memukul, dan menganiaya orang yang citra mental seseorang terhadap dirinya
dirasa mudah dikalahkan dan lemah sendiri, mencakup bagaimana mereka
secara fisik. melihat kekuatan dan kelemahan pada
b. Bentuk verbal yaitu menghina, seluruh aspek kepribadiannya.
menggosip, dan memberi nama ejekan Berdasarkan beberapa pengertian
pada korbannya. yang dikemukakan di atas ditarik
c. Bentuk isyarat tubuh yaitu mengancam kesimpulan bahwa pengertian konsep diri
dengan gerakan dan gertakkan adalah citra mental seseorang terhadap
d. Bentuk berkelompok yaitu membentuk dirinya sendiri, mencakup bagaimana
koalisi dan membujuk orang untuk mereka melihat kekuatan dan kelemahan
mengucilkan seseorang. pada seluruh aspek kepribadiannya.
Berdasarkan uraian pada teori yang
telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik Jenis-jenis Konsep Diri
kesimpulan bahwa aspek-aspek bullying Dalam perkembangannya konsep
yaitu terdiri atas bentuk fisik, bentuk diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif
verbal, indirect (secara tidak dan konsep diri negatif (Calhoun dan
langsung),bentuk isyarat tubuh dan bentuk Acocella, 1990) :
berkelompok. a. Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih kepada
Konsep Diri penerimaan diri bukan sebagai suatu
Konsep diri didefinisikan sebagai kebanggaan yang besar tentang diri.
totalitas dari pemikiran individu dan Konsep diri yang positif bersifat stabil
perasaan memiliki referensi untuk dirinya dan bervariasi. Individu yang memiliki
sendiri sebagai obyek. Ini adalah persepsi konsep diri positif adalah individu yang
individu dari dan perasaan terhadap tahu betul tentang dirinya, dapat
dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep memahami dan menerima sejumlah
diri individu terdiri dari sikap individu fakta yang sangat bermacam–macam
terhadap diri yang individu itu pegang tentang dirinya sendiri menjadi positif
(Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007). dan dapat menerima keberadaan orang
Konsep diri merujuk pada evaluasi lain. Individu yang memiliki konsep
yang menyangkut berbagai bidang-bidang diri positif akan merancang tujuan –
tertentu dari diri (Santrock, 2007). Konsep tujuan yang sesuai dengan realitas,
diri adalah semua ide, pikiran, yaitu tujuan yang memiliki
295
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

kemungkinan besar untuk dapat pengambilan sampel yang digunakan


dicapai, mampu menghadapi kehidupan dalam penelitian ini adalah dengan
didepannya serta menganggap bahwa menggunakan sampel penuh. Metode yang
hidup adalah suatu proses penuaan. digunakan untuk mengumpulkan data
b. Konsep diri negatif dalam penelitian ini adalah metode skala.
Ada dua tipe konsep diri negatif, yaitu: Metode skala merupakan suatu metode
1. Pandangan individu tentang dirinya pengumpulan data yang berisikan suatu
sendiri benar-benar tidak teratur, daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh
tidak memiliki perasaan kestabilan subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala
dan keutuhan diri. Individu tersebut yang digunakan dalam penelitian ini
benar-benar tidak tahu siapa dirinya, adalah Skala Bullying dan Skala Konsep
kekuatan dan kelemahannya atau Diri. Adapun dalam penelitian ini
yang dihargai dalam kehidupannya. pernyataan yang akan diterapkan pada
2. Pandangan tentang dirinya sendiri skala didasarkan pada jenis-jenis, aspek
terlalu stabil dan teratur. Ini bisa ataupun faktor pengukur yang mewakili
terjadi karena individu dididik variabel-variabel yang hendak diukur dan
dengan cara yang sangat keras, dimuat dalam pedoman pembuatan angket
sehingga menciptakan perilaku yang yang berisikan indikator-indikator dari
kurang baik. variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka Teknik analisa data yang dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis untuk pengolahan data penelitian adalah
konsep diri terdiri atas dua yaitu konsep dengan menggunakan korelasi uji somer’s
diri yang bersifat positif bersifat stabil dan d yang mana untuk menyatakan ada atau
konsep diri yang bersifat negatif bahwa tidaknya hubungan antara variabel X
pandangan tentang dirinya sendiri benar- dengan variabel Y. Sebelum dilakukan
benar tidak memiliki perasaan kestabilan. analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yang meliputi normalitas sebaran,
METODE PENELITIAN linearitas hubungan antara variabel X
Jenis penelitian dalam penelitian ini dengan variabel Y. Keseluruhan teknik
adalah penelitian kuantitatif, pada analisis data menggunakan program SPSS
penelitian ini yang menjadi populasinya versi 20 for windows.
adalah seluruh remaja awal kelas VII
siswa-siswi SMP Negeri 16 yang HASIL PENELITIAN DAN
berjumlah sekitar 123 orang. Dalam PEMBAHASAN
pengambilan sampel, peneliti berpedoman Hasil penelitian ini menggunakan
pada Suharsimi Arikunto yang hasil uji nonparametric yang dilakukan
menyatakan bahwa: Apabila subyek dengan menggunakan uji somer’s d.
kurang dari 100, lebih baik diambil semua Alasan menggunakan uji somer’s d yaitu
sehingga penelitiannya adalah penelitian karena hasil uji normalitas pada variabel
populasi. Peneliti mengambil jumlah bullying tidak normal. Menurut Sugiyono
sampel sebesar 123 orang, karena jumlah (2007) jika data tidak berdistribusi normal
populasi yang lebih dari 100 maka teknik maka perhitungan analisis data harus
296
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

menggunakan uji somer’s d pada (2007) yang menemukan bahwa perilaku


perhitungan statistik non parametrik. bullying lebih banyak disebabkan oleh
Karena pada uji ini memperhatikan arah tekanan dari teman sebaya agar dapat
hubungan (one tailed or two tailed) antara diterima dalam kelompoknya. Kelompok
variabel X dengan variabel Y. Dalam teman sebaya adalah sekelompok teman
penelitian ini hasil uji linearitas antara yang mempunyai ikatan emosional yang
konsep diri dengan bullying dinyatakan kuat dan siswa dapat berinteraksi, bergaul,
linear dikarenakan perhitungan dari F bertukar pikiran, dan pengalaman dalam
hitung dengan F tabel, kaidah untuk lulus memberikan perubahan dan
uji linearitas adalah F hitung < F tabel. pengembangan dalam kehidupan sosial
Kemudian karena nilai p > 0.050 maka dan pribadinya.
hubungan dinyatakan linier. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Berdasarkan hasil pengujian atas (Sulistiyani, N, W., 2012; Sofia, L., 2012)
variabel konsep diri dengan bullying yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
telah dilakukan dengan menggunakan yang sangat signifikan antara konsep diri
analisis statistik somer’s d menunjukkan dan regulasi diri dengan motivasi
korelasi negatif dengan nilai koefisiennya berprestasi.yang berrti bahwa jika konsep
sebesar -0.322. Artinya adalah semakin diri tinggi bahwa akan menimbulkan
tinggi konsep diri maka semakin rendah motivasi belajar yang tinggi.
bullying demikian sebaliknya, semakin Selanjutnya Adam dan Corner (2008)
rendah konsep diri maka semakin tinggi juga mengatakan bahwa lingkungan
bullying. Hal ini sesuai pada penelitian psikososial sekolah ikut mempengaruhi
yang sama oleh Handini dengan jumlah bullying, iklim sekolah menggaris bawahi
responden 40 siswa yang diambil secara nilai-nilai individu, perilaku dan norma
acak dari kelas XI IPA 1 SMA N 70 kelompok. Bahwa iklim sekolah menjadi
Jakarta didapatkan nilai koefisien korelasi penentu pembentukan sikap dan kognisi
antara konsep diri dengan kecenderungan tentang diri masing-masing siswa dan
bullying adalah bernilai -0.058 dan bernilai akhirnya berkontribusi pada hasil
negatif. Artinya semakin tinggi (positif) keluaran.
konsep diri siswa, maka semakin rendah Selain itu, pada penelitian Spade
kecenderungan berperilaku bullyingnya. (2007) terjadinya perilaku bullying dalam
Begitupun sebaliknya, semakin rendah penelitiannya yang dilakukan pada 197
(negatif) konsep diri siswa, maka semakin siswa kelas 3-5 di Ohio, menemukan
tinggi kecenderungan berperilaku terdapat korelasi negatif antara perilaku
bullyingnya. bullying dan tingkat self esteem, yang
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat artinya ketika perilaku bullying meningkat
diketahui juga bahwa konsep diri dengan maka tingkat self esteem mengalami
bullying memiliki korelasi rendah, hal ini penurunan. Selanjutnya terakhir dalam
menunjukkan bahwa bullying lebih besar penelitian Hapsari juga mengatakan bahwa
dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari harga diri dan disiplin sekolah dapat
faktor konsep diri. Hasil penelitian ini digunakan sebagai prediktor untuk
sesuai dengan hasil penelitian Nation dkk memprediksikan perilaku bullying
297
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

seseorang yang mengembangkan penilaian keseluruhan siswa-siswi SMP N 16,


positif tentang dirinya berarti memiliki sementara hasil kategorisasi menunjukkan
harga diri yang baik, tetapi jika seseorang frekuensi atau banyaknya subjek dalam
mengembangkan penilaian negatif tentang keseluruhan jumlah subjek penelitian yang
dirinya sendiri berarti memiliki harga diri melakukan perilaku bullying dalam hal ini
yang buruk. Melalui jurnal-jurnal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 85 orang
dapat terlihat bahwa ada beberapa hal yang atau sebesar 69.10 persen memiliki tingkat
dapat mempengaruhi terjadinya bullying bullying dalam kategori rendah.
selain adanya konsep diri yang ada pada Berdasarkan data dilapangan yang
siswa-siswi SMP N 16. berhasil digali oleh peneliti pada sesi
Penelitian ini juga didukung wawancara dengan salah satu siswa AF
berdasarkan hasil wawancara yang pada bulan Maret 2015 bertempat di SMP
dilakukan peneliti kepada 20 siswa Negeri 16 Samarinda bahwa banyak
disekolah SMP N 16 mendapatkan hasil kenakalan-kenakalan yang dilakukan
yaitu : 2 siswa menyatakan karena faktor siswa-siswi pada saat sela-sela istirahat,
kelompok teman sebaya, hal ini dikantin ,diaula tetapi itu dilakukan hanya
dinyatakan siswa-siswa pengaruh ikut- sebatas ejekan dan bukan tindakan yang
ikutan kelompok/grup pertemanan untuk menyakiti orang lain. Walaupun ada saja
berbuat usil dan mengolok-olok. kemudian beberapa grup-grup atau kelompok-
7 siswa menyatakan karena faktor pola kelompok senior yang berperilaku kurang
asuh orang tua yang kurang berperan, hal baik, seperti memberikan julukan tertentu,
ini dinyatakan para siswa disebabkan memukul, mendorong tetapi itu hanya
kurangnya attention (perhatian) orang tua dalam konteks proses komunikasi satu
dilingkungan keluarga dalam membentuk sama lain.
tingkah laku yang baik dan terakhir 11 Pada penelitian ini ditemukan ada
siswa menyatakan karena faktor iklim beberapa keterbatasan yang dapat menjadi
sekolah yang kurang mendukung, siswa- bahan pertimbangan bagi peneliti
siswa menyatakan bahwa sekolah banyak kedepannya, yaitu penelitian hanya
melakukan pembiaran dan kurang dilakukan pada satu sekolah dan tidak
menindaklanjuti dalam hal ini disiplin dilakukan pengambilan data awal terhadap
sekolah masih bersifat lemah sehingga beberapa sekolah untuk menentukan
menyebabkan bullying ini dapat terjadi. sekolah mana yang paling tinggi
Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat kecenderungan perilaku bullying. Namun
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang keterbatasan ini dapat juga menjadi suatu
banyak mempengaruhi munculnya kekuatan, karena setiap sekolah memiliki
bullying disebabkan iklim sekolah. iklim sekolah dan latar belakang keluarga
Hasil uji deskriptif pada skala bullying siswa-siswi yang berbeda terutama dalam
berada pada kategori tinggi namun pada pembentukan konsep diri individu
kategorisasi skor skala bullying berada tersebut.
pada kategori rendah, hal ini dapat terjadi Pada penelitian ini ditemukan ada
karena uji deskriptif digunakan untuk beberapa kelemahan yang dapat menjadi
melihat kondisi sebaran data pada bahan pertimbangan bagi peneliti
298
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

kedepannya, yaitu penelitian hanya Orang tua agar bekerja sama dengan
dilakukan pada satu sekolah dan tidak pihak sekolah dengan mengadakan
dilakukan pengambilan data awal terhadap pertemuan dalam kegiatan konseling
beberapa sekolah untuk menentukan antara orang tua dan untuk terus
sekolah mana yang paling tinggi memperhatikan peningkatan atau
kecenderungan perilaku bullying. penurunan siswa dalam hal tingkah laku
Kemudian pada penelitian ini peneliti maupun pelajaran.
lebih menonjolkan perilaku bullying 3. Bagi Guru-guru di SMP Negeri 16
daripada korban bullying dengan tujuan Samarinda
untuk memberi informasi banyak Perilaku bullying yang dilakukan siswa-
mengenai permasalahan disekolah, agar siswi SMP memiliki peran yang penting
dapat dijadikan pembelajaran kedepannya sebagai seorang guru, terutama dalam
terutama orang tua dalam mendidik anak- pengawasan secara saksama dan
anak mereka. memiliki kepedulian yang lebih.
Selanjutnya diharapkan pada guru-guru
KESIMPULAN DAN SARAN untuk bersikap bijak pada siswa-siswi
Kesimpulan untuk menunjang kedisplinan, prestasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dan dapat meminimalisir perilaku
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bullying itu sendiri. Dari pihak sekolah
terdapat hubungan negatif antara konsep sebaiknya kegiatan BK atau bimbingan
diri dengan bullying siswa-siswi di SMP konseling lebih diefektifkan untuk lebih
Negeri 16 Samarinda, yang berarti bahwa mengetahui apa saja yang terjadi di
semakin tinggi konsep diri siswa maka lingkungan sekolah misalnya, interaksi
akan semakin rendah perilaku bullying. siswa dengan siswa, ataupun siswa
dengan guru.
Saran 4. Bagi peneliti selanjutnya
Berdasarkan penelitian yang telah Diharapkan dapat lebih
dilakukan dan hasil yang diperoleh, mengembangkan penelitian dengan
sehingga dengan ini penulis memberikan pokok bahasan yang sama baik dari segi
beberapa saran sebagai berikut : metode (seperti metode kualitatif), teori
1. Bagi subjek penelitian (siswa-siswi) maupun alat ukurnya. Selain itu peneliti
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan selanjutnya juga bisa mencari faktor-
hasil bahwa sebagian besar siswa-siswi faktor yang berpengaruh lainnya dan
SMP Negeri 16 memiliki konsep diri menspesifikkan variabel yang lebih
tinggi dan bullying yang rendah. sesuai dalam mempengaruhi variabel
Sehingga diharapkan siswa-siswi dapat terikat. Diharapkan dapat memperbaiki
mengurangi perilaku yang kurang baik alat ukur pada penelitan selanjutnya
terhadap sesama teman dan guru-guru untuk memperjelas hasil penelitian dan
dengan cara menumbuhkan pemikiran pembahasan topik yang akan diambil
positif agar dapat menjaga sikap menjadi permasalahan.
pertemanan satu sama lain.
2. Bagi Orang tua
299
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Human Relationship. New York:


McGraw-Hill Publishing Company.
DAFTAR PUSTAKA Coloroso, B. (2003). Stop Bullying
Adilla, Nisa. (2009). Pengaruh Kontrol (Memutus Rantai Kekerasan Anak
Sosial terhadap Perilaku Bullying dari Prasekolah Hingga SMU).
Pelajar di Sekolah Menengah Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Pertama. Jurnal Kriminologi Elliot, M. (2005). Wise Guides Bullying.
Indonesia. Universitas Indonesia. New York: Hodder Children’s
5(1): 56-66. Books.
Akbar, G. (2013). Mental Imagery Glew, Rivara, & Feudtner. (2000).
Mengenai Lingkungan Sosial Yang Bullying: Children Hurting
Baru Pada Korban Bullying, Jurnal Children. Pediatrics in Review.
Psikologi Unmul. 1(1): 23-37 Seattle: University of Washington.
American Medical Association. (2002). Hadi, S., (2000). Metodologi Research
Educational Forum on Adolescent Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset
Health, Youth Bullying. Chicago. Hawkins, D, Mothersbaugh, D, & Best, R.
Amrina, P. (2013). Pengaruh Bullying (2007). Consumer Behavior:
terhadap Motivasi Belajar Siswa Building Marketing Strategy. New
Kelas VII di SMP N 31 Samarinda. York City: McGraw-Hill.
Jurnal Untag Samarinda. 1(1): 278- Hurlock, E. (2001). Child Development
294. 5th edition. Jakarta: Erlangga.
Anderson, C.A & Bushman, B.J. (2002). Krahe, B. (2005). Perilaku Agresif: Buku
Annual Reviews Psychology, Panduan Psikologi Sosial.
Human Aggression. 53: 27-51. Terjemahan: Drs. Helly Prajitno
Bauman, T. J., & Strickland, J. (2008). Soetjipto, MA & Dra. Sri Mulyantini
Pain Management. In J.T. Dipiro,, R. Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka
L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, Pelajar.
B. G. Wells, & L. M. Posey. Liu, J., & Graves, N. (2011). Childhood
Pharmacotherapy: A bullying: A review of constructs,
Pathophysiogical Approach. New concepts and nursing
York: Mc Graw Hill Companies. implications. Public Health Nursing.
Borg, M. G. (1999). The extent and nature 28(6): 556-568.
of bullying among primary and Monks. (2004). Psikologi Perkembangan:
secondary schoolchildren. Pengantar dalam Berbagai
Educational Research. 41(2): 137– Bagiannya. Yogyakarta: Gajah
153. Mada University Press.
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri, Teori, Murphy, M. M. & Bannas. (2009).
Pengukuran, Perkembangan, dan Dealing with Bullying. New York:
Perilaku. Jakarta: Penerbit Arcan. Chelsea House.
Calhoun, J. F., & Acocella, J. R. (1990). Nation, M., Vieno, A., Perkins, D. D., &
Psychology of Adjustment and Santinello, M. (2007). Bullying in
school and adolescent sense of
300
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

empowerment: An analysis of Sanchez, F. J. P. and M. D. S. Roda.


relationship with parents, friends, (2003). “Relationships between Self-
and teachers. Journal of Community Concept and Academic Achievement
& Applied Social Psychology. 10(3): in Primary Students,” Electronic
115-127. Journal of Research in Educational
O’Brennan, L.M., Bradshaw, C.P., & Psychology and Psychopedagogy.
Sawyer, A.L. (2009). Examining 1(1): 95-120.
developmental differences in the Scheithauer H, Hayer T, Petermann F &
social-emotional problems among Jugert G. (2006). Physical, verbal,
frequent bullies, victims, and and relational forms of bullying
bully/victims. Psychology in the among German students: Age,
Schools. 46(2): 100-115. trends, gender differences and
Olweus, D. (2004). Bullying at school. correlates. Aggressive Behavior. 32:
Australia: Blackwell publishing. 261–275.
Perry & Potter. (2005). Fundamental of Sofia, L. (2012). Hubungan Konsep Diri
nursing: concepts, process and Dan Kematangan Emosi Dengan
practice. St. Lois Missiouri: Mosby Motivasi Berprestasi. Psikostudia:
Company. Jurnal Psikologi, 1(2), 81-90.
Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soestio, Spade, J. A. (2007). The Relationship
S. R. (2005). “Gencet-Gencet” di Between Student Bullying Behaviors
Mata Siswa/Siswi kelas 1 SMA: and Self-Esteem. A Dissertation.
Naskah Kognitif Tentang Arti College of Bowling: Green State
Skenario dan Dampak “Gencet- University.
Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Sugiyono. (2009). Metodologi
.12(1): 1-13. Penelitian Pendidikan, Pendekatan
Rigby, K. (2002). New Perspectives on Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bullying. London: Jessica Kingsley. Bandung: Alfabeta.
Santrock, J. W., (2003). Adolescence: Sulistiyani, N. W. (2012). Hubungan
Perkembangan Remaja. Jakarta: konsep diri dan regulasi diri dengan
Penerbit Erlangga. motivasi berprestasi. Psikostudia:
Jurnal Psikologi, 1(2), 118-126.

301
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri Dengan Penyesuaian Diri di
Sekolah Pada Siswa Kelas Unggulan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL


TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI
SEKOLAH PADA SISWA KELAS UNGGULAN

Lailatul Rokhmatika
Eko Darminto
Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Rahma_tic@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang meneliti hubungan antara dua variabel bebas terhadap
satu variabel terikat. Subyek penelitian adalah siswa kelas unggulan di SMP Negeri 1 Kalitengah, Lamongan. Populasi
dalam penelitian ini berjumlah 50 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Metode analisis
data yang digunakan adalah analisis Chi-Square dan uji koefisien kontingensi. Hsilnya menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan dan positif antara persepsi terhadap dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri di
sekolah, konsep diri dengan penyesuaian diri di sekolah, dan persepsi terhadap dukungan sosial teman sebaya dengan
konsep diri. Nilai positif menunjukkan bahwa kenaikan variabel X diikuti pula oleh kenaikan variabel Y.

Kata kunci : persepsi terhadap dukungan soial teman sebaya, konsep diri, penyesuaian diri di sekolah

Abstract
This research is the correlation research that studied between two free variables to a bound variable. The
VXEMHFW RI UHVHDUFK ZDV VXSHULRU FODVV¶ VWXGHQWV LQ 603 1HJHUL .DOLWHQJDK /DPRQJDQ 7KH SRSXODWLRQ RI WKLV
research was 50 students. The data collection in this research used questionnaire.And the method analysis of data that
was used is Chi-Square and Coeficient Contingency analysis. The results showed the significant relation and positif
value between perception of peer social support with adjustment at school, self concept with adjustment at school, and
perception of peer social support with adjustment at school. The positif value showed that the increase in the variable X
followed by an increase in the variable Y.
Key words: the perception of peer social support, self-concept, and adjustment at school

dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh


PENDAHULUAN lingkungannya (Desmita, 2010).
Menurut Baum tingkahlaku penyesuaian diri Sebagaimana diketahui bahwa perilaku atau
diawali dengan stres, yaitu suatu keadaan aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak
timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari
dimana lingkungan mengancam atau membahayakan adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu
keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri atau organisme itu. Carl Rogers (dalam Darminto,
seseorang (dalam Desmita, 2010). Termasuk juga dalam 2007:108) menyatakan bahwa:
hal ini lingkungan sekolah, yang merupakan sebuah Manusia bereaksi terhadap lingkungannya sesuai
organisasi sosial yang kompleks, dengan sejumlah dengan persepsi dan pengalamannya sendiri. Pengalaman
norma, nilai, peraturan dan tuntutan yang harus dipenuhi meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat
oleh para anggotanya, termasuk siswa. Schneiders dalam kesadaran organisme pada setiap saat. Keseluruhan
menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu pengalaman ini disebut medan fenomenal atau medan
proses yang mencakup respon-respon mental persepstual. Medan fenomenal itu adalah dunia privat
dan tingkahlaku yang merupakan usaha individu agar individu (individual frame of reference) yang hanya
berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan diketahui oleh orang itu sendiri.
frustasi yang dialami di dalam dirinya, sehingga terwujud
tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari
Journal Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 149-157

Tingkahlaku seseorang dapat dipahami dengan terhadap siswa kelas unggulan berupa harapan memiliki
sangat baik dari kerangka internal individu itu sendiri. nilai yang bagus, mempertahankan keunggulan sekolah,
Rogers mendefinisikan kerangka acuan internal (internal serta memiliki sikap dan tingkahlaku yang baik. Pada
frame of refrence) sebagai seluruh bidang pengalaman kenyatannya, adanya tuntutan peran ini dimunculkan
yang tersedia bagi pengalaman individu pada saat dengan pemberian label (labelling) kepada mereka yang
tertentu. Bidang pengalaman ini meliputi sensasi-sensasi, berada di kelas unggulan dari orang-orang disekitarnya.
persepsi-persepsi, makna-makna, ingatan-ingatan yang Label yang dipersepsi positif oleh siswa membuat
tersedia bagi kesadaran. Beberapa pengalaman individu individu menjadi pribadi yang merasa berharga, percaya
(medan fenomenal) berdiferensiasi dan dilambangkan diri, dan berkemampuan tanpa harus menjadi sombong.
sebagai kesadaran. Pengalaman-pengalaman ini adalah Sedangkan label yang dipersepsi negatif membuat
pengalaman diri dan akhirnya sebagian dari pengalaman individu menjadi terbebani, merasa bodoh, pesimis, serta
ini berdiferensiasi menjadi self- concept (Semiun, 2010). berbagai perilaku dan perasaan inferior lainnya. Hal
Bagi Rogers, konsep diri menggambarkan persepsi tersebut cenderung akan membawa efek negatif karena
individu tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan akan menimbulkan harapan terhadap kemampuan yang
obyek atau orang lain dalam lingkungannya (Darminto, dimiliki dan bisa menjadi beban mentalnya.
2007). Kebanyakan cara bertingkahlaku yang digunakan Fenomena yang peneliti temukan di SMP Negeri
individu adalah cara yang cocok dengan self-concept-nya. 1 Kalitengah tentang penyesuaian sosial siswa kelas
Jadi, dalam konsep fenomenologis, realita adalah apa unggulan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
yang dipersepsi oleh individu tentang sesuatu diketahui bahwa siswa kelas unggulan di SMP ini di
(pengalaman) dan bukan realitas obyektif dari sesuatu. saring atas dasar tes potensi akademik siswa. Tuntutan
Menurut Carl Rogers (dalam Darminto, 2007:106) yang ada di kelas unggulan ini meliputi tuntutan terhadap
menyatakan bahwa: kelengkapan sarana-prasarana yang berbeda dari kelas
reguler, sehingga siswanya dikenakan biaya administrasi
Gangguan perilaku terjadi jika individu yang lebih tinggi daipada kelas reguler, jumlah jam
mendapatkan hambatan untuk merealisasikan belajar yang lebih padat yakni antara pukul 07.00-15.00
kecenderungan dasarnya, atau ketika mereka berada pada sedangkan kelas reguler hanya sampai pukul 12.00,
suatu lingkungan yang tidak memfasilitasi kondisi kegiatan tambahan seperti OSN, English Conversation,
pertumbuhan. Secara kasar kecenderungan ini dapat KIR, dan SII. Dan fasilitas tambahan berupa bimbingan
digambarkan sebagai upaya mencapai pertumbuhan, latihan soal sebelum menghadapi ujian. Dari fenomena di
kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri, dan atas bisa dipastikan bahwa hanya aspek kognitif saja
otonomi. Individu yang tidak memperoleh kondisi yang dikembangkan pada siswa kelas unggulan. Seperti
pertumbuhan cenderung mengembangkan perilaku data yang peneliti temukan berdasarkan studi
defensive, tidak kongruen, dan mudah mengalami konflik pendahuluan di SMP Negeri 1 Kalitengah melalui
dalam dirinya, menjadi orang dewasa yang pemalu, wawacara dan observasi pada guru BK dan beberapa
penakut, sangat patuh, atau mudah marah dan siswa kelas unggulan dan siswa reguler menunjukkan
memberontak. adanya perbedaan tingkat penyesuaian diri. Beberapa
siswa reguler dapat menyesuaikan diri dengan baik,
Lingkungan yang tidak menyajikan kondisi sedangkan beberapa siswa kelas unggulan yang terdiri
pertumbuhan adalah lingkungan yang mengekspose dari 55 siswa memiliki penyesuaian diri yang rendah.
perlakuan yang cenderung terlalu melindungi atau Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
membatasi, dominan, dan membuat tuntutan yang siswa dan guru BK tentang penyesuaian diri di sekolah,
berlebihan. Kondisi lingkungan semacam ini cenderung Senin, 12 Maret 2012, ditemukan fakta bahwa siswa
memberikan pengaruh negatif pada perkembangan dan menyatakan jenuh dengan rutinitas, bingung dengan
menghambat aktualisasi diri karena menyebabkan banyaknya tugas, mengaku kesulitan bergaul dengan
individu tidak memperoleh kebebasan untuk mengungkap teman, cemas ketika pelajaran tertentu, dan malas
dan memberdayakan potensi-potensi dirinya. mengikuti ekstra. Pengakuan beberapa siswa kelas
Fitts menyatakan bahwa konsep diri unggulan menyatakan bahwa pemilihan kelas unggulan
berpengaruh kuat terhadap tingkahlaku seseorang didasarkan atas keinginan dari pihak orangtua bukan atas
(Agustiani, 2009). Salah satu tuntutan terhadap siswa pilihan mereka. Mereka juga menyatakan bahwa teman-
kelas unggulan adalah tuntutan peran. Peran secara teman di kelas unggulan individualisnya tinggi. Selain
khusus berkaitan dengan sekumpulan harapan yang itu, beberapa siswa reguler menyatakan bahwa siswa
dimiliki oleh seseorang dan orang lain yang membentuk unggulan terkesan sombong dan siswa dari kelas
lingkungan sosial (Desmita, 2010). Tuntutan peran unggulan hanya mau bergabung dengan sesama siswa
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri Dengan Penyesuaian Diri di
Sekolah Pada Siswa Kelas Unggulan

unggulan. Jika ditinjau dari letak ruang kelas, ruang kelas Siswa Kelas Unggulan
unggulan dan reguler masih berada dalam satu lingkup Sutondo (2010) menyatakan bahwa kelas
bangunan yang kelasnya bersebelahan. Waktu istirahat unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang
antara siswa reguler dan unggulanpun sama, akan tetapi berisi anak-anak yang memiliki bakat akademis atau
siswa unggulan lebih banyak menghabiskan waktu kecerdasan diatas rata-rata, dilihat dari nilai akademis
istirahatnya di dalam kelas. yang tinggi, IQ yang diatas rata-rata.
Dilatarbelakangi permasalahan di atas maka Sedangkan Suhartono (2005) berpendapat bahwa
peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara siswa kelas unggulan adalah siswa yang dikategorikan
persepsi terhadap dukungan sosial teman sebaya dan sebagai siswa berbakat, yaitu siswa yang memiliki
konsep diri dengan penyesuaian diri di sekolah pada kesehatan jasmani rohani, cerdas, kreatif, inovatif, dan
siswa kelas unggulan di SMP Negeri 1 Kalitengah. berkepribadian luhur..
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan
Penyesuaian Diri di Sekolah bahwa siswa kelas unggulan adalah siswa yang
Schneiders (Desmita, 2010) menyatakan bahwa dikelompokkan berdasarkan kelebihannya dalam
penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup akademis yang melebihi rata-rata pada umumnya.
respon-respon mental dan tingkahlaku yang merupakan Berdasarkan petunjuk penyelenggaraan program
usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, kelas sekolah unggulan yang dikeluarkan oleh
ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994)
dirinya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau kelas/sekolah unggul harus memiliki karakteristik
harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang berikut:
diharapkan oleh lingkungannya. 1. Masukan diseleksi secara ketat dengan
Lebih lanjut, Sunarto dan Hartono (2006) menggunakan kriteria yang dapat
menyatakan bahwa penyesuaian berarti adaptasi; dapat dipertanggungjawabkan.
mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan 2. Sarana dan prasarana menunjang untuk pemenuhan
memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan kebutuhan belajar dan penyaluran minat dan bakat
dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan siswa.
tuntutan sosial. 3. Lingkungan belajar yang kondusif untuk
Dari pengertian tersebut maka dapat berkembangnya potensi keunggulan menjadi
disimpulkan bahwa penyesuaian diri di sekolah dapat keunggulan yang nyata.
diartikan sebagai kemampuan siswa dalam beradaptasi 4. Memiliki kepala sekolah dan tenaga kependidikan
terhadap lingkungan sekolah secara wajar sehingga yang unggul, baik dari segi penguasaan materi
memberikan kepuasan bagi diri dan lingkungannya. pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen
Menurut Schneiders (dalam Mariyanti, 2006) dalam melaksanakan tugas.
karakteristik penyesuaian diri yang baik meliputi: 5. Kurikulum yang diperkaya, yakni melakukan
1. Absence of excessive emotionality. Terhindar dari pengembangan dan improvisasi kurikulum secara
ekpresi emosi yang berlebihan, merugikan atau maksimal sesuai dengan tuntutan belajar.
kurang mampu mengontrol diri. 6. Rentang waktu belajar sekolah yang lebih panjang
2. Absence of psychological mechanism. Terhindar dibandingkan sekolah lain dan tersedianya asrama
dari mekanisme psikologis, artinya individu dapat yang memadai.
memberikan respon yang wajar terhadap konflik 7. Proses pembelajaran yang berkualitas dan hasilnya
yang dihadapi. selalu dapat dipertanggung-jawabkan kepada siswa,
3. Absence of the sense of personal frustration. lembaga, maupun masyarakat.
Terhindar dari perasaan frustasi atau kecewa 8. Adanya perlakukan tambahan di luar kurikulum,
4. Rational deliberation and self direction. Memiliki program pengayaan dan perluasan, pengajaran
pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional remedial, pelayanan bimbingan dan konseling yang
5. Ability to learn and utilization experience. berkualitas, pembinaan kreativitas, dan disiplin,
Kesediaan untuk belajar dan mampu memanfaatkan sistem asrama, serta kegiatan ekstrakurikuler
pengalaman masa lalu. lainnya.
6. Realistic and objective attitude. Bersikap 9. Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang
objektif dan realistik. menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan
siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan
sehari-hari.
Journal Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 149-157

Pendapat tersebut dapat didefinisikan bahwa


Persepsi dukungan sosial adalah informasi dari individu lain
Leavitt (dalam Sobur, 2003) memberikan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai dan
pengertian tentang persepsi sebagai berikut: ³Perception dinilai, dan menjadi bagian dari jaringan sosial.
dalam pengertian sempit adalah penglihatan yaitu Lebih lanjut Sheridan & Radmacher (dalam Sari,
bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan 2011) berpendapat bahwa dukungan sosial merupakan
dalam arti luas, perception adalah pandangan yaitu transaksi interpersonal yang melibatkan aspek- aspek
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan informasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan
sesuatu.´ instrumental.
Rakhmat (2005) menyatakan bahwa persepsi Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason
adalah pengamatan tentang obyek, peristiwa atau (dalam Kuntjoro, 2002) yang mengartikan dukungan
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan sosial sebagai transaksi interpersonal yang ditunjukkan
informasi dan menafsirkan pesan. Lebih lanjut, Chaplin dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana
(dalam Desmita, 2010) mengartikan persepsi sebagai bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti
proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian bagi individu yang bersangkutan.
objektif dengan bantuan indera. Jadi dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa merupakan bantuan atau dukungan baik informasi,
persepsi adalah penilaian terhadap stimulus (rangsangan) perhatian emosional, penilaian, dan bantuan instrumental
yang diterima oleh sistem alat indra manusia. yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam
Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa kehidupan sosialnya yang membuat si penerima merasa
persepsi merupakan proses pemberian makna terhadap diperhatikan, dihargai dan dicintai.
sesuatu yang diperoleh melalui indera. Persepsi sifatnya
subyektif tergantung bagaimana individu yang satu Teman Sebaya
dengan individu yang lain dalam melihat dan memahami Menurut Wilis (2010) Teman sebaya adalah
hal yang sama dengan cara yang sama dapat kelompok yang terdiri dari anak-anak yang memiliki
menghasilkan persepsi yang berbeda-beda. Hal ini juga usia, kelas dan motivasi bergaul yang sama atau hampir
termasuk dalam menanggapi dukungan sosial yang sama. Hal ini dinamakan peer group atau kelompok
diterima. Menurut Asberg, dkk., (2011), dukungan sosial teman sebaya dapat membantu proses penyesuaian diri
dapat dikonseptualisasikan sebagai persepsi bahwa yang baik.
bantuan yang diberikan oleh orang lain adalah cukup, Ditambahkan pula oleh Santrock (2003) teman
atau kualitas yang dirasakan dari dukungan seseorang sebaya adalah individu yang tingkat kematangan dan
yang dapat mempengaruhi penyesuaian. umurnya kurang lebih sama.
Jadi persepsi mengenai dukungan sosial Dari pendapat di atas maka dapat ditarik
merupakan penilaian terhadap bantuan atau dukungan kesimpulan bahwa teman sebaya adalah individu atau
yang diterima individu. Penilaian positif terhadap anak-anak yang memiliki tingkat kematangan, usia, kelas
dukungan sosial mengartikan bahwa individu dan motivasi bergaul hampir sama atau sama yang dapat
mempersepsi bahwa dukungan yang diberikan oleh membantu proses penyesuaian diri.
individu lain telah diterima dengan baik dan sesuai Pengaruh teman sebaya menurut Santosa (1999)
dengan kebutuhan yang diperlukan. Sebaliknya penilaian ada dua macam yaitu:
negatif terhadap dukungan sosial mengartikan bahwa 1. Pengaruh positif
individu mempersepsi bahwa dukungan sosial yang a. Apabila individu dalam kehidupannya memiliki
diberikan tidak dapat diterima dan dirasakan dengan baik peer group, maka mereka akan lebih siap
karena kurang sesuai dengan kebutuhannya. menghadapi kehidupan yang akan datang.
b. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas
Dukungan Sosial antar kawan
Dukungan sosial didefinisikan oleh Cobb (dalam c. Apabila individu masuk dalam peer group, maka
Kim, dkk., 2008:518) sebagai berikut, setiap anggota akan dapat membentuk
³Social support has been defined as masyarakat yang akan direncanakan sesuai
information from others that one is loved and dengan kebudayaan yang mereka anggap baik
cared for, esteemed and valued, and part of a (menyeleksi kebudayaan dari beberapa
network of communication and mutual temannya).
REOLJDWLRQV´ d. Setiap anggota dapat beralih memperoleh
pengetahuan, kecakapan, dan melatih bakatnya.
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri Dengan Penyesuaian Diri di
Sekolah Pada Siswa Kelas Unggulan

e.Menolong individu untuk bersifat mandiri. Shavelson (dalam Marsh, 1990) mengemukakan
f.Menyalurkan perasaan dan pendapat demi bahwa konsep diri terdiri dari konsep diri akademik dan
kemajuan kelompok. non akademik.
2. Pengaruh negatif Dalam penelitian ini konsep diri yang digunakan
a. Sulit menerima seseorang yang tidak terbatas pada konsep diri akademik. Snow (dalam
mempunyai kesamaan. McGrew, 2008) mendefinisikan konsep diri akademik
b. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk sebagai pandangan individu tentang kemampuanya dalam
anggota. pelajaran sekolah.
c. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan Konsep diri akademik menurut Marsh &
anggota yang lain yang tidak memiliki kesamaan Shavelson (Marsh, 1990) terdiri atas Ilmu pasti dan Ilmu
dengan dirinya. bahasa. Ilmu pasti terdiri atas matematika, fisika, biologi,
d. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok. dan ekonomi. Sedangkan ilmu bahasa meliputi geografi,
e. Timbulnya pertentangan antar kelompok sebaya. sejarah, bahasa inggris/indonesia.
Misalnya: antar kelompok kaya dengan
kelompok miskin. Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah
Konsep diri penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan
Atwater (dalam Desmita, 2010) menyatakan menggunakan rancangan penelitian korelasi. Penelitian
EDKZD ³NRQVHS GLUL DGDODK VHOXUXK JDPEDUDQ GLUL \DQJ korelasi adalah penelitian yang bertujuan untuk
meliputi perspesi seseorang tentang diri, perasaan, menemukan ada tidaknya hubungan antar variabel dan
keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan apabila ada berapa eratnya hubungan serta berarti atau
GLULQ\D ´ tidaknya hubungan itu (Arikunto, 2006).
Sedangkan Agustini (2009:138) memberikan Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel
SHQGDSDW EDKZD ³NRQVHS GLUL DGDODK JDPEDUDQ \DQJ yang digunakan adalah nonprobability sampling berupa
dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi penentuan sampel bila semua anggota populasi
GHQJDQ OLQJNXQJDQ´ digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011).
Lebih lanjut, Brook (Rahmat, 2005) mengatakan Teknik pengumpulan data yang digunakan
bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri dalam penelitian ini adalah self report . Self report
sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial, maupun merupakan metode penilaian sikap dimana responden
psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman individu ditanya secara lansung tentang keyakinan atau perasaan
dalam interaksinya dengan orang lain. mereka terhadap suatu objek atau kelas objek (Hendri,
Sementara itu, Shavelson, dkk., (1981) 2009).
mendefinisikan konsep diri (self-concept) sebagai Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
berikut: berupa angket/kuisioner. Ada tiga angket yang digunakan
³Self±FRQFHSW LV D SHUVRQ¶V SHUFHSWLRQ RI dalam penelitian ini yakni: angket penyesuaian diri di
him or her self. These perceptions are formmed sekolah, angket persepsi terhadap dukungan sosial dan
WKURXJK RQH¶V H[SHULHQFH ZLWK DQG angket konsep diri yang ketiganya bersifat tertutup.
LQWHUSUHWDWLRQV RI RQH¶V HQYLURQPHQW DQG DUH Angket penyesuaian diri di sekolah dikembangkan
influenced especially by reinforcements, sendiri oleh peneliti berdasarkan pengertian penyesuaian
HYDOXDWLRQV RI VLJQLILFDQW RWKHUV DQG RQH¶V diri milik Scheneiders. Angket konsep diri dikembangkan
DWWULEXWLRQV IRU RQH¶V RZQ EHKDYLRU ´ oleh peneliti berdasarkan pengertian konsep diri
Konsep diri menurut Shavelson, Hubner dan akademik milik Shavelson. Sedangkan angket persepsi
Stanton di atas didefinisiskan sebagai persepsi seseorang terhadap dukungan sosial dikembangkan oleh peneliti
tentang dirinya yang terbentuk dari pengalaman individu berdasarkan pengertian persepsi milik Leavitt dan
dalam lingkungan dan dipengaruhi oleh penguatan, pengertian dukungan sosial milik Sheridan dan
interaksi dengan orang terdekat, dan atribut yang Radmacher dengan menggunakan skala yang digunakan
dikenakan padanya. adalah skala Likert.
Jadi konsep diri adalah gagasan tentang diri Teknik analisis data yang digunakan adalah uji
sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan Chi-Square dan Uji Koefisien Kontingensi.
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri baik yang
bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang dibentuk
melalui pengalamannya dengan lingkungan.
Journal Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 149-157

Hasil Penelitian dan Pembahasan patuh, mudah marah dan suka memberontak (Darminto,
Sesuai dengan hasil perhitungan didapatkan nilai 2007).
p signifikansi < nilai alpha (0,05). Untuk uji hubungan Perbedaan individu dalam mempersepsi
antara konsep diri dengan penyesuaian diri di sekolah dukungan sosial yang diterimanya ini berkaitan dengan
pada siswa kelas unggulan ditemukan adanya hubungan konsep diri yang dimiliki.Seperti pendapat Rogers yang
yang positif dan signifiikan dengan nilai signifikansi menyatakan bahwa konsep diri menggambarkan persepsi
sebesar 0,001 (<0,05). Demikian juga untuk uji hubungan individu tentang dirinya dan hubungannya dengan obyek
antara persepsi terhadap dukungan sosial teman sebaya atau orang lain (Darminto, 2007). Termasuk dalam hal ini
dengan konsep diri juga ditemukan adanya hubungan konsep diri akademik yang dimiliki siswa kelas unggulan
yang positif dan signifikan dengan nilai signifikansi dapat mempengaruhi cara individu mempersepsi
sebesar 0,011 (<0,05). Adanya hubungan yang positif ini dukungan sosial yang diterima dari teman sebayanya.
berarti kenaikan variabel X diikuti pula oleh kenaikan Dan kebanyakan cara bertingkahlaku yang digunakan
variabel Y. individu adalah cara yang cocok dengan self-concept-nya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Hal tersebut relevan dengan pendapat dari Song
diuraikan di atas maka dapat diketahui bahwa hasil dan Hatie (Wahyuni, 2009),mengenai hubungan antara
penelitian ini mendukung teori fenomenologis yang telah konsep diri akademik, konsep diri sosial dan penampilan
diungkapkan oleh Carl Rogers yang menyatakan bahwa diri terhadap perilaku menunjukkan adanya korelasi yang
manusia bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan signifikan. Demikian juga penelitian yang dilakukan
persepsi dan pengalamannya. Dan individu akan Wima bin Ary, dkk (2010) mengenai hubungan antara
mengalami gangguan perilaku jika individu mendapatkan konsep diri dengan penyesuaian sosial siswa kelas
hambatan untuk merealisasikan kecenderungan dasarnya, akselerasi menunjukkan bahwa konsep diri berpengaruh
atau individu berada pada lingkungan yang tidak terhadap penyesuaian sosial siswa.
memfasilitasi kondisi pertumbuhan (Darminto, 2007).
Berdasarkan teori tersebut maka dapat diketahui KESIMPULAN DAN SARAN
bahwa perilaku maladaptif yang dialami oleh siswa kelas
unggulan disebabkan karena kondisi lingkungan yang Kesimpulan
tidak memfasilitasi kondisi pertumbuhan yakni berupa Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
tidak tersedianya dukungan sosial dari teman sebaya. dapat disimpulkan bahwa:
Hasil studi Cohen & McKay (1984) membuktikan bahwa a. Ada hubungan yang signifikan dan positif antara
ketika individu meyakini akan ada bantuan yang persepsi terhadap dukungan sosial teman sebaya
diberikan oleh orang terdekatnya, maka perhatian mereka dengan penyesuaian diri di sekolah pada siswa
yang semula tercurahkan pada tuntutan-tuntutan yang kelas unggulan (0,000<0,05).
muncul akan teralihkan pada upaya penyelesaian b. Ada hubungan yang signifikan dan positif antara
masalah. Asberg (dalam Pfeifer, 2011) menyataka bahwa konsep diri dengan penyesuaian diri di sekolah
dukungan sosial ini dapat dikonseptualisasikan sebagai (0,001<0,05).
persepsi bahwa bantuan yang diberikan oleh orang lain c. Ada hubungan yang signifikan dan positif antara
adalah cukup, atau kualitas yang dirasakan dari dukungan persepsi terhadap dukungan sosial teman sebaya
seseorang yang dapat mempengaruhi penyesuaian.Hal ini dengan konsep diri (0,011<0,05).
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Arif
widodo (2011) tentang persepsi terhadap dukungan sosial Saran
mempengaruhi tingkat stress seseorang. Dimana kondisi Bagi guru BK :
stress ini pada akhirnya akan mempengaruhi seseorang a. Melakukan wawancara mendalam terhadap siswa
dalam bertingkahlaku ataupun menyesuaiaka diri. baru yang berkeinginan masuk kelas unggulan.
Karena persepsi sifatnya subyektif sehingga b. Melaksanakan konseling bagi siswa yang
hasil persepsi mungkin berbeda antara individu datu bermasalah dalam penyesuaian diri.
dengan lainnya. Semakin bias persepsi terhadap Bagi pihak sekolah
dukungan sosial teman sebaya yang dimiliki individu a. Memfasilitasi siswa kelas unggulan sesuai dengan
maka semakin tidak terfasilitasi individu dalam kondisi kebutuhannya.
pertumbuhannya. Individu yang tidak memperoleh
kondisi pertumbuhan ini cenderung mengembangkan
perilaku defensive, tidak kongruen, mudah mengalami
konflik dalam dirinya, menjadi penakut, pemalu, sangat
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri Dengan Penyesuaian Diri di
Sekolah Pada Siswa Kelas Unggulan

DAFTAR PUSTAKA Sari,Kartika.2011.Konsep Dukungan Sosial (Online).


http://artidukungansosial. blogspot.com/,
Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan
[diakses 3 Februari 2012]
Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep
Diri dan Penyesuaian Diri pada Semiun, Yustinus.2010.Kesehatan Mental 1Pandangan
Remaja.Bandung : PT Refika Aditama. Umum Mengenai Penyesuaian Diri dan
Kesehatan Mental serta Teori-Teori yang
Arikunto,Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian Suatu
Terkait.Yogyakarta:KANISIUS.
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Shavelson, Richard J dan Bolus, Roger.(1981).Self-
Bunga, Ekowarni.2010.Hubungan antara Persepsi Anak
Concept:The Interplay of Theory and Methods.
terhadap Kekerasan dan Pola Asuh Otoriter
Journal of Educational Psychology (Online),
dengan Konsep Diri di Lingkungan Etnis Sabu
Vol.74, No.1. http://
dan Rote di Kota Kupang. Tesis pada Fakultas
www.rand.org/pubs/papers/2009/P6607.pdf,
Psikologi UGM: tidak diterbitkan.
[diakses 12 Maret 2012]
Darminto, Eko.2007.Teori-Teori Konseling. Surabaya:
Siswanto.2006.Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan dan
UNESA University Press.
Perkembangannya. Yogyakarta : Andi.
Desmita.2010.Psikologi Perkembangan Peserta
Sunarto,dkk.2006.Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Didik.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Rineka Cipta.
Kim, Heejung S dan Sherman, David K.2008.Culture and
Sobur, Alex.2003. Psikologi Umum dalam Lintasan
Social Support.
Sejarah.Bandung: CV Pustaka Setia.
(Online).http://www.psych.ucsb.edu/~d_sherma/
kimshermantaylor.ap.2008.pdf, [diakses 18 mei Sugiyono.2011.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
2012] dan R&D.Bandung:Alfabeta.
Kuntjoro, Z.S.2002.Dukungan Sosial pada Lansia, Suhartono,dkk.2005. Penyelenggaraan Program Kelas
(Online). http://www.e-psikologi.com/epsi Unggulan di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan
/lanjutusia_detail.asp,[diakses 12 Januari 2012]. (Online), Vol.6, No.2, [lppm
.ut.ac.id/htmpublikasi/suhartono.pdf, diakses 23
Mariyanti, Sulis.2006.Peran Minat dalam Bidang Kerja
Februari 2012].
Social Service.Jurnal Psikologi Vol.4,
No.2,http://www.esaunggul.ac.id/ Sutondo,Agus.2010.Kelas Unggulan Si Pintar atau
INDONUSA/uploads/dirfile_pdf/ artikel_ 41.p, SiKaya?,(Online). http://pedulipendidikan
[diakses 17 Januari 2012] kotadepok.blogspot.com/2010/12/kelas-
unggulan-si-pintar-atau-si-kaya.html, [diakses
Marsh, Herbert W.1990.The Structure of Academic Self
24 Februari 2012].
Concept: The Marsh/Shavelson Model (Online).
Journal of Educational Psychology Vol.82, Widodo, Arif.2011.Hubungan Persepsi Mengenai
No.4, http://www. Dukungan Sosial dengan Burnout pada Perawat
grajfoner.com/Clanki/Marsh1990JoEP%20Acad Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Bhayangkara
emic%20Self%20Concept.pdf, [diakses 09 Mei Tulungagung.Skripsi pada FIP Prodi Psikologi
2012] UNESA: tidak diterbitkan.
Pfeifer, Courtney Johanna.2011. The Effects of Perceived Willis, Sofyan.2010.Remaja dan Masalahnya, Mengupas
Social Support and Coping Self-Efficacy on Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Narkoba,
Trauma Symptoms after a Traumatic Free Sex dan Pemecahannya.Bandung :
Event.Jurnal Pendidikan, (Online). Alfabeta.
http://libres.uncg.edu/ir/wcu/f/
Pfeifer2011.pdf,[diakses, 19 Mei 2011].
Rakhmat,Jalaluddin.2005.Psikologi Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Reynolds, Kimberley D.2009. The Effects of Abusive
Supervision and Social Support on Workplace
Aggression.Theses and Dissertations (Online).
http://via.library. depaul.edu/cgi/viewcontent,
[diakses 7 Mei 2012]
Santosa, Slamet. 1999. Dinamika Kelompok. Jakarta : PT
Bumi Aksara.
Santrock, Jhon W.2003.Adolesence (Perkembangan
Remaja). Jakarta: Erlangga.
Dara Agnis Septiyuni, Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

PENGARUH KELOMPOK TEMAN SEBAYA (PEER GROUP)


TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA DI SEKOLAH
Dara Agnis Septiyuni1, Dasim Budimansyah2, Wilodati3
1
SMA Negeri 2 Tasikmalaya
2
Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi
3
Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi

ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok teman sebaya
berpengaruh terhadap terjadinya perilaku bullying siswa di sekolah. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai kelompok teman sebaya,
perilaku bullying siswa, dan pengaruh kelompok teman sebaya terhadap terjadinya
perilaku bullying siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SMA cenderung
mempertimbangkan kesamaan yang dimiliki, sebagian besar siswa SMA pernah
melakukan perilaku bullying baik secara verbal, fisik maupun psikis, dan kelompok
teman sebaya berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perilaku bullying
siswa di SMA Negeri di Kota Bandung dengan koefisien korelasi sebesar 0,360 dan
ρ < 0,05 , serta koefisien determinasi sebesar 13%. Hal ini menggambarkan bahwa
sebanyak 13% dari variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen.
Kata kunci : kelompok sebaya, perilaku bullying, siswa SMAN.

PENDAHULUAN Para ahli menyatakan bahwa


Kasus bullying yang sering school bullying merupakan bentuk
dijumpai adalah kasus senioritas atau agresivitas antarsiswa yang memiliki
adanya intimidasi siswa yang lebih dampak paling negatif bagi korbannya
senior terhadap adik kelasnya baik (Wiyani,2012, hlm 16).
secara fisik maupun non-fisik. Bullying Perilaku bullying merupakan
atau penindasan adalah penggunaan perilaku agresif yang serius. Perilaku
kekerasan atau paksaan untuk agresif dapat terjadi karena berbagai
menyalahgunakan atau faktor. Faktor-faktor situasional yang
mengintimidasi orang lain. dapat memicu terbentuknya perilaku
Kasus bullying di Indonesia agresif menurut O’Connell (dalam
seringkali terjadi di institusi pendidikan. Annisa, 2012, hlm 3) antara lain
Hal ini dibuktikan dengan data dari budaya sekolah (bullying yang
Komisi Nasional Perlindungan Anak, dilakukan guru atau teman sebaya),
tahun 2011 menjadi tahun dengan teknologi dan norma kelompok.
tingkat kasus bullying tertinggi di
lingkungan sekolah yaitu sebanyak GAMBARAN KELOMPOK SEBAYA
339 kasus kekerasan dan 82 Pada dasarnya manusia memiliki
diantaranya meninggal dunia (Komnas dua hasrat utama yaitu keinginan
PA, 2011). untuk bersatu dengan masyarakat dan
keinginan untuk bersatu dengan alam
Jurnal Sosietas, Vol. 5, No. 1

sekitarnya, oleh karena itu kemudian termasuk ke dalam perilaku


dibentuklah kelompok-kelompok sosial menyimpang yang dilakukan oleh
yang menempatkan individu bersama remaja terhadap sesamanya yang
dengan orang-orang disekelilingnya menurut sudut pandang sosiologi
untuk memenuhi keinginan tersebut. dapat disebabkan oleh pengaruh
Kelompok teman sebaya sebagai struktur sosial yang deviatif, tekanan
lingkungan sosial bagi remaja (siswa) kelompok, peranan sosial, status
mempunyai peranan penting bagi sosial atau oleh internalisasi simbolis
perkembangan kepribadiannya, salah yang keliru (Kartono, 2013b, hlm. 28).
satunya untuk mengembangkan Bullying merupakan salah satu
identitas diri serta mengembangkan bentuk perilaku agresi. Ejekan, hinaan,
kemampuan komunikasi interpersonal dan ancaman yang seringkali
dalam pergaulan dengan kelompok merupakan pancingan yang dapat
teman sebaya. mengarah pada tindakan agresi
Memiliki beberapa persamaan (Widayanti, 2009, hlm. 2). Tiga
adalah salah satu kriteria dalam kategori praktek bullying yaitu : (a)
pembentukan kelompok sebaya. bullying fisik, (b) bullying non fisik /
Terbukti dari hasil penafsiran angket verbal dan (c) bullying mental atau
penelitian tentang karakteristik teman psikologis. Faktor penyebab terjadinya
sebaya yang memiliki rata-rata bullying yaitu faktor eksternal dan
jawaban sebesar 3,27 dan termasuk internal. Faktor internal adalah : (a)
dalam kategori sering. Hasil tersebut karakteristik kepribadian (b) kekerasan
memberikan kesimpulan bahwa pada masa lalu dan (c) sikap orangtua
sebagian besar responden selalu yang memanjakan anak sehingga
berkelompok dengan siswa lain yang tidak membentuk kepribadian yang
memiliki persamaan usia, minat, dan matang. Faktor eksternal adalah
keinginan. Sebagian besar responden lingkungan sosial dan budaya (Hoover
menyatakan sering berkelompok 1998, dalam Simbolon, 2012,
dengan siswa yang berasal dari hlm.235).
tingkatan kelas yang sama. Dengan Berdasarkan hasil penelitian dan
demikian dapat disimpulkan bahwa penafsiran angket, hampir sebagian
dalam berkelompok responden besar responden pernah melakukan
mempertimbangkan persamaan usia, tindakan bullying, baik bullying secara
persamaan keinginan, persamaan verbal, bullying secara fisik, maupun
minat serta tujuan yang sama. bullying secara psikis. Sedangkan
intensitasmya masing-masing bullying
secara verbal berada pada kategori
GAMBARAN PERILAKU BULLYING jarang/rendah, bullying secara fisik
SISWA juga berada pada kategori
Perilaku bullying merupakan salah jarang/rendah, dan bullying secara
satu bentuk kenakalan remaja atau psikis berada pada kategori kadang-
juvenile delikuensi karena perilaku kadang/cukup.Namun berdasarkan
tersebut melanggar norma skor rata-rata yaitu bullying secara
masyarakat. Perilaku bullying sendiri psikis sebesar 2,14, kemudian bullying
Dara Agnis Septiyuni, Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

secara fisik sebesar 1,92, dan bullying sekolah” dapat diterima dan telah diuji
secara verbal sebesar 1,80. Dari hasil keberartiannya. Untuk mengetahui
tersebut dapat disimpulkan bahwa besarnya pengaruh kelompok teman
responden dalam melakukan tindakan sebaya terhadap perilaku bullying
atau perilaku bullying berdasarkan siswa maka dilakukan analisis
frekuensinya cenderung lebih sering koefisien determinasi. Dari hasil
melakukan bullying secara psikis. perhitungan didapatkan nilai koefisien
determinasi sebesar 13% yang
PENGARUH KELOMPOK SEBAYA menggambarkan bahwa sebesar 13%
TERHADAP PERILAKU BULLYING perilaku bullying siswa di sekolah
SISWA dipengaruhi oleh kelompok teman
satu faktor yang mempengaruhi sebayanya. Sedangkan sisanya
perilaku bullying siswa di sekolah sebesar 87% dipengaruhi oleh faktor
adalah pergaulan lain, yakni pola asuh orang tua, harga
Dari hasil penelitian ini diperoleh diri, lingkungan sekolah, dan media.
data yang bersumber dari kuesioner
yang disebar kepada 100 responden PENUTUP
yang merupakan siswa SMA yang Kelompok teman sebaya siswa di
berasal dari tiga SMA negeri yang sekolah adalah kelompok yang
berbeda di kota Bandung. Data terbentuk di dalam lingkungan sekolah
tersebut kemudian dgunakan untuk berdasarkan persamaan usia,
menganalisis koefisien korelasi, tingkatan kelas, minat atau hobi yang
signifikansi, dan koefisien determinasi. sama, serta tujuan yang sama.
Analisis tersebut digunakan untuk Perilaku bullying merupakan tindakan
membuktikan apakah kelompok teman delikuen remaja yang secara
sebaya berpengaruh terhadap sosiologis disebabkan oleh pergaulan
terjadinya perilaku bullying siswa di remaja dengan lingkungan sosialnya.
sekolah. Berdasarkan hasil analisis data
Hasil perhitungan statistik dan pengujian hipotesis, ditemukan
menunjukkan bahwa korelasi antara fakta bahwa kelompok teman sebaya
kelompok teman sebaya dan perilaku menjadi salah satu faktor penyebab
bullying adalah positif dan signifikan terjadinya perilaku bullying siswa di
dengan nilai koefisien korelasi sebesar sekolah. Dengan nilai korelasi sebesar
0,360 dan nilai ρ < 0,05. Maka dapat 0,360 dan ρ < 0,05 artinya kelompok
disimpulkan bahwa hipotesis yang teman sebaya berpengaruh terhadap
diajukan yaitu “kelompok teman terjadinya perilaku bullying siswa di
sebaya berpengaruh terhadap sekolah, dengan kontribusi pengaruh
terjadinya perilaku bullying siswa di sebesar 13%.

DAFTAR PUSTAKA Kartono. K. (2013b). Patologi Sosial 2 :


Annisa. (2012). Hubungan antara Pola Kenakalan Remaja. Cetakan ke
Asuh Ibu dengan Perilaku 11. Jakarta : Rajawali Pers.
Bullying Remaja. Skripsi Sarjana, Simbolon, M. (2012). Perilaku Bullying
Universitas Indonesia. Depok. Pada Mahasiswa Berasrama.
Jurnal Sosietas, Vol. 5, No. 1

Jurnal Psikologi, 39 (2), hlm. 233-


243.
Widayanti, C.G. (2009). Fenomena
bullying di sekolah dasar di
Semarang. Jurnal Psikologi
Undip, 5 (2), hlm. 1-13
Wiyani, N.A. (2012). Save our Children
from School Bullying. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media
.

Anda mungkin juga menyukai