Anda di halaman 1dari 11

BULLYING BERUJUNG MAUT: DAMPAK PERUNDUNGAN

TERHADAP KESEHATAN MENTAL PELAJAR

1
Riskawati Hasan

1
Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo

Abstract :

Bullying or bullying cases in Indonesia are still a problem that cannot be handled
optimally, considering that the number of incidents is increasing every year until
2023. Perundungan cases can occur in all places and to everyone, especially
students at school or on campus. This perundungan causes the victim to be mentally
disturbed which can even have fatal consequences such as suicide. Therefore, this
article aims to determine the impact of perundungan on students' mental health. In
conclusion, there is a relationship between incidents of perundungan and students'
mental health, because it can disturb the psychological and mental health which
leads to feelings of low self-esteem and even a feeling of wanting to give up and even
committing suicide.

Keyword : Bullying, Mentally, Students

Abstrak :

Kasus perundungan atau perundungan di Indonesia masih menjadi permasalahan


yang belum bisa ditangani secara maksimal, mengingat angka kejadiannya yang
meningkat setiap tahunnya hingga pada 2023. Kasus perundungan dapat terjadi di
seluruh tempat dan pada setiap orang khususnya pelajar di sekolah ataupun di

1
kampus. Perundungan ini mengakibatkan mental korban terganggu yang bahkan bisa
berakibat fatal seperti bunuh diri. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk
mengetahui dampak perundungan terhadap kesehatan mental pelajar. Kesimpulannya,
terdapat hubungan antara kejadian perundungan terhadap kesehatan mental pelajar,
karena dapat mengganggu psikis dan mental yang berujung pada rasa rendah diri
bahkan rasa ingin menyerah hingga bunuh dirii.

Kata Kunci : Perundungan, Mental, Pelajar

PENDAHULUAN

Di Indonesia berbagai kasus bully sudah tidak asing terdengar di telinga para
pengamat media massa. Istilah bullying berasal dari kata bull (bahasa inggris) yang
berarti “banteng” yang suka menanduk. Pihak pelaku perundungan biasa disebut
bully. Perundungan merupakan perilaku yang berulang dari waktu ke waktu yang
secara nyata melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan, kelompok yang lebih kuat
akan menyerang yang lemah (Suryani, 2016).

Budaya perundungan (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di


kalangan pelajar. Oleh karena meresahkan, pemerintah didesak segera menangani
masalah ini secara serius. Perundungan adalah suatu bentuk kekerasan anak (child
abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang yang lebih ‘rendah’ atau lebih
lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya perundungan
terjadi berulang kali, bahkan ada yang dilakukan secara sistematis.

Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus


perundungan di Indonesia meningkat selama tahun 2023. Data UNICEF, terdapat
41% pelajar pernah mengalami perundungan setidaknya beberapa kali dalam satu
bulan, menurut studi Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) pada tahun
2018.

2
Perundungan atau perundungan dapat berujung pada kejadian-kejadian fatal
yang tidak diinginkan. Perilaku agresif di kalangan anak muda termasuk
perundungan, memiliki kaitan dengan meningkatnya resiko gangguan psikis dalam
kehidupan (Bowes dkk., 2015). Selain itu, kasus perundungan dapat berujung pada
aksi bunuh diri. Berdasarkan pernyataan Menteri Sosial sebelumnya, Khofifah Indar
Parawansa, terdapat hampir 40% kasus bunuh diri di Indonesia disebabkan oleh
perundungan. Hal ini dikarenakan oleh adanya rasa putus asa dan depresi atau
gangguan mental yang dialami oleh korban perundungan.

Di Indonesia sendiri ada beberapa kasus perundungan yang sempat menjadi


sorotan seperti kasus tahun 2023 seorang anak pejabat pajak yang merupakan pelajar
mahasiswa dan melakukan perundungan bahkan penganiayaan terhadap seseorang
hingga mengakibatkan korban dirawat di Rumah Sakit. Selain itu, kasus terbaru
terjadi di Bekasi yang terjadi pada anak Sekolah Dasar Negeri 9 Jatimulya Bekasi
yang berujung fatal yakni korban mengalami memar, sulit berjalan hingga didiagnosis
mengalami kanker tulang akibat dari benturan keras dan mengalami amputasi kaki.
Hal yang menyayangkan datang dari respon Guru siswa SD tersebut. Guru tersebut
mengatakan bahwa semua yang terjadi hanyalah sekadar candaan anak SD.
Sementara itu, dilansir dari CNN Indonesia, pada bulan Maret 2023 terdapat pelajar
SD di Banyuwangi yang bunuh diri karena diduga sering diolok karena anak yatim.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perundungan merupakan


permasalahan yang terjadi dalam lingkungan sosial secara keseluruhan dan dapat
berakibat fatal. Serangan dari pelaku perundungan terjadi dalam suatu konteks sosial
dimana guru dan orangtua umumnya tidak menyadari permasalahan tersebut, dan
para remaja lainnya rentan untuk terlibat dalam situasi perundungan, sementara
beberapa lainnya tidak mengetahui cara untuk keluar dari situasi tersebut. Seharusnya
dengan adanya peningkatan kasus kekerasan pada anak tersebut diatas, menjadikan
dorongan untuk pemerintah dalam mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang
Perlindungan Anak.

3
Oleh karena itu, kejadian perundungan atau bullying yang terjadi di
lingkungan pelajar harus mendapatkan perhatian khusus oleh Pemerintah. Hal ini
dikarenakan dapat mengancam mental dan berujung pada kasus bunuh diri.

PEMBAHASAN

Definisi perundungan yang diterima secara luas adalah yang dibuat Olweus,
seseorang dianggap menjadi korban perundungan “bila ia dihadapkan pada tindakan
negative seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu
ke waktu.” Selain itu, perundungan melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak
seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan
diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya. Berbeda dengan
tindakan egresif lain yang melibatkan serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali
kesempatan dan dalam waktu pendek, perundungan biasanya terjadi secara
berkelanjutan selama jangka waktu cukup lama, sehingga korbannya terus menerus
berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi. Perundungan dapat berbentuk
tindakan langsung maupun tindakan tidak langsung. Perundungan langsung
mencakup pelecehan fisik terhadap korbannya, sementara perundungan tidak
langsung terdiri atas berbagai strategi yang menyebabkan targetnya terasing dan
terkucil secara sosial.

Istilah kekerasan di kalangan pelajar, sejak tahun 1970 lebih dikenal dengan
istilah perundungan. Seorang pelajar dikatakan sebagai korban perundungan ketika ia
diketahui secara berulang-ulang terkena tindakan negatif oleh satu atau lebih banyak
pelajar lain. Tindakan negatif tersebut termasuk melukai, atau mencoba melukai atau
membuat korban merasa tidak nyaman dan dapat dilakukan secara fisik (pemukulan,
tendangan, mendorong, mencekik, dll) atau secara verbal (memanggil dengan nama
buruk, mengancam, mengolok-olok, jahil, menyebarkan isu buruk, dll.), serta
tindakan lain seperti memasang muka dan melakukan gerakan tubuh yang

4
melecehkan (secara seksual) atau secara terus menerus mengasingkan korban dari
kelompoknya (Ratna dan Iqbal, 2014).

Namun, perundungan sesama pelajar memiliki karakteristik berbeda dari


kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa. Kekerasan yang dilakukan oleh orang
dewasa terhadap anak biasanya dilakukan oleh pelaku tunggal sedangkan
perundungan oleh sesama murid biasanya berlangsung secara berkelompok. Bahkan
menurut penelitian lintas negara yang dilakukan Craig dkk. “Anak yang menjadi
korban perundungan cenderung terlibat dalam penggencetan anak lain. Ini berarti
sebuah lingkaran tanpa akhir ketika korban berubah menjadi pelaku. Dengan begitu,
praktek kekerasan menjadi budaya di kalangan anak-anak” (Craig dkk., 2009).

Sepertinya, setiap pelajar pernah mengalami semua bentuk kekerasan di atas.


Ada yang menjadi pelaku, korban atau paling tidak sebagai saksi. Bisa terjadi di
sekolah maupun di luar sekolah, di sekolah umum, atau di pesantren. Bahkan,
menurut pakar pendidikan, sekolah berasrama lebih rawan dalam hal tindak
kekerasan. Kasus kekerasan di STPDN (kini IPDN) beberapa waktu yang lalu,
membuktikan hipotesis tersebut. Definisi Perundungan menurut PeKA (Peduli
Karakter Anak) adalah “Penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain
baik secara fisik maupun mental. Perundungan dapat berupa tindakan fisik, verbal,
emosional dan juga seksual (Astuti, 2008).

Biasanya, bully dilakukan oleh para senior ke junior yang terjadi di


lingkungan sekolahnya. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa dirinya berkuasa,
ingin disegani dan ingin dihormati oleh juniornya. Pada umumnya mereka
melakukannya dalam bentuk tindakan kekerasan seperti menampar, menjambak,
meludahi, mengancam, memukul, serta menganiaya korban hingga korban tak
berdaya. Perundungan dapat mengakibatkan pelakunya terjerat hukum dan dapat
dikeluarkan dari sekolah. Rigby menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam
pengertian perundungan dilingkungan pelajar yaitu antara lain keinginan untuk

5
menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi,
bukan sekedar penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan
rasa tertekan di pihak korban (Rigby, 2005).

Perundungan selain berpengaruh pada pelajar juga terhadap masyarakat.


Perundungan pada pelajar seringkali dicirikan dengan: (a) para pelajar yang merasa
tidak aman di sekolah, (b) rasa tidak memiliki dan ketidak-adaan hubungan dengan
masyarakat sekolah atau kampus, (c) ketidakpercayaan di antara para siswa, (d)
pembentukan geng formal dan informal sebagai alat untuk menghasut tindakan
perundungan atau melindungi kelompok dari tindak perundungan, (e) tindakan
hukum yang diambil menentang sekolah yang dilakukan oleh siswa dan orang tua
siswa, (f) turunnya reputasi sekolah di masyarakat, (g) rendahnya semangat juang staf
dan meningginya stress pekerjaan, (g) dan iklim pendidikan yang buruk (Sanders dan
Gary, 2003).

Di Indonesia, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahma Nuraini


ditemukan beberapa karakteristik pelaku perundungan yakni 1) Suka mendominasi
orang lain. 2) Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan. 3) Sulit melihat situasi dari sudut pandang orang lain. 4) Hanya peduli pada
kebutuhan dan kesenangan mereka sendiri. 5) Cenderung melukai anak-anak lain
ketika tidak ada orang dewasa di sekitar mereka. 6) Memandang rekan yang lebih
lemah sebagai mangsa. 7) Menggunakan kesalahan kritikan dan tuduhan-tuduhan
yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada targetnya. 8)
Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya. 9) Tidak memiliki pandangan
terhadap masa depan, yaitu tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakan yang
mereka lakukan. 10) Haus perhatian (Nuraini, 2008).

Perilaku bully merupakan tingkah laku yang kompleks. Anak-anak tidak


dilahirkan untuk menjadi seorang pembully. Tingkah laku bully juga tidak diajarkan
secara langsung kepada anakanak. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi

6
seorang anak berkembang menjadi pembully. Faktor-faktor penyebab adanya
perundungan di kalangan pelajar adalah sebagai berikut:

a. Hubungan Keluarga

Karena faktor orang tua di rumah yang tipe suka memaki, membandingkan
atau melakukan kekerasan fisik. Anak pun menganggap benar bahasa kekerasan,
maka ia mempelajari bahwa perundungan adalah suatu perilaku yang bisa diterima
dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya
(Haryana, 2007).

b. Teman Sebaya

Berkenaan dengan faktor teman sebaya dan lingkungan sosial, terdapat


beberapa penyebab pelaku perundungan melakukan tindakan perundungan adalah
sbb: o Kecemasan dan perasaan inferior dari seorang pelaku. o Persaingan yang tidak
relistis. o Perasaan dendam yang muncul karena permusuhan atau juga karena pelaku
perundungan pernah menjadi korban perundungan sebelumnya. o Ketidakmampuan
menangani emosi secara positif.

c. Pengaruh Media

Survey yang dilakukan kompas memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru


adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan
kata-katanya (43%) (Saripah, 2010).

Adapun tindakan Perundungan bisa terjadi dimana saja, terutama tempat-


tempat yang tidak diawasi oleh guru atau orang dewasa lainnya. Pelaku akan
memanfaatkan tempat yang sepi untuk menunjukkan “kekuasaannya” atas anak lain,
agar tujuannya tercapai. Sekitar toilet sekolah, pekarangan sekolah, tempat menunggu
kendaraan umum, lapangan parkir, bahkan mobil jemputan dapat menjadi tempat
terjadinya Perundungan. Bentuk perundungan fisik termasuk persoalan serius dan
membahayakan, tidak hanya terhadap korbannya tetapi juga pelaku dan saksi.

7
Dampak perundungan, sebagaimana menurut Victorian Departement of Education
and Early Chilhood Development dapat terjadi pada:

1) Pelaku

Perundungan yang terjadi pada tingkat SD dapat menjadi penyebab perilaku


kekerasan pada jenjang pendidikan berikutnya; pelaku cenderung berperilaku agresif
dan terlibat dalam geng serta aktivitas kenakalan lainnya; pelaku rentan terlibat dalam
kasus kriminal saat menginjak usia remaja.

2) Korban

Memiliki masalah emosi, akademik, dan perilaku jangka panjang, cenderung


memiliki harga diri yang rendah, lebih merasa tertekan, suka menyendiri, cemas, dan
tidak aman, perundungan menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan
sekolah seperti tidak suka terhadap sekolah, membolos, dan drop out.

3) Saksi

Mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dan mengalami tekanan


psikologis yang berat, merasa terancam dan ketakutan akan menjadi korban
selanjutnya, dapat mengalami prestasi yang rendah di kelas karena perhatian masih
terfokus pada bagaimana cara menghindari menjadi target perundungan dari pada
tugas akademiknya.

Oleh karena itu, trauma korban perundungan, dapat mengakibatkan seorang


pelajar depresi dan tidak mau belajar di sekolah ataupun kampus lagi. Hal ini sangat
merugikan bagi masa depan anak, orang tua yang perduli dengan masa depan anak
sebaiknya segera melakukan tindakan yang membantu penyembuhan anak korban
perundungan karena anak tersebut akan merasa nyaman ketika dia tidak berangkat ke
Sekolah atau Kampus.

8
Timbulnya depresi pada korban perundungan dapat mengakibatkan korban
putus asa sehingga melakukan self abusive yang berujung pada bunuh diri. Tidak
sedikit kasus di Indonesia yang berujung bunuh diri. Kasus-kasus tersebut
diantaranya perundungan yang terjadi pada pelajar berusia 14 tahun di salah satu
SMP di Jakarta Timur pada Januari 2020, perundungananak di Tasikmalaya yang
berujung depresi dan kematian pada Juli 2022, serta masih banyak kasus-kasus
bullying pada pelajar di Indonesia yang berujung maut. Untuk itu, melibatkan orang
dewasa dalam penanggulangan dan pencegahan serta mendidik pelajar untuk bisa
menjadi pribadi yang bisa menghadapi situasi yang menjurus kearah perundungan
atau kekerasan adalah hal yang sangat penting.

Dengan melihat uraian tersebut diatas, maka pencegahan perundungan pelajar


di sekolah harus dimulai dari saat ini baik oleh pemerintah, sekolah, orang tua dan
juga pelajar itu sendiri. Pencegahan di lingkungan sekolah bisa berupa tindakan
memperbaiki hubungan interpersonal individu dalam sekolah dengan melibatkan
partisipasi guru, orang tua, pelajar, serta orang dewasa lain yang ada dalam sekolah.

Berikut merupakan langkah yang efektif dan paling ideal untuk mencegah
terjadinya perundungan menurut Sulisrudatin (2015).:

1. Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan


pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk
kemampuan untuk mengatakan tidak atas tekanan-tekanan yang didapatkan
dari pelaku perundungan.
2. Sekolah meningkatkan kesadaran akan adanya perilaku perundungan (tidak
semua anak paham apakah sebenarnya perundungan itu) dan bahwa sekolah
memiliki dan menjalankan kebijakan anti perundungan. Murid harus bisa
percaya bahwa jika ia menjadi korban, ia akan mendapatkan pertolongan.
Sebaliknya, jika ia menjadi pelaku, sekolah juga akan bekerjasama dengan
orangtua agar bisa bersama-sama membantu mengatasi permasalahannya.

9
3. Memutus lingkaran konflik dan mendukung sikap bekerjasama antar anggota
komunitas sekolah, tidak hanya interaksi antar murid dalam level yang sama
tapi juga dari level yang berbeda.

Perlunya penegakan hukum yang keras terhadap pelaku kekerasan anak atau
perundungan, terutama jika menyebabkan kematian. Konsep pelindungan anak
seharusnya tidak melindungi dirinya dari menebus kesalahan yang diperbuat, melihat
dari usianya yang masih belia, perilaku membunuh tetap mengubah dinamika
kepribadian seorang anak. Maka pelaku perundungan perlu mendapatkan hukuman
yang membuatnya jera dengan prinsip sesuai yang dimasukkan dalam Undang
Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Selain itu, sekolah dan kampus harus diberikan sanksi tegas untuk
memutuskan mata rantai perundungan di dunia pendidikan. Untuk itu Komisi X DPR
RI perlu mendorong Kementerian terkait agar segera menyelesaikan kasus-kasus
kekerasan sesama anak dengan resolusi terbaik. Selanjutnya revisi Undang-undang
perlindungan anak yang telah lama tertunda harus segera dikaji kembali dan
memasukan materi-materi pelindungan korban dan pelaku kekerasan sesama anak.

KESIMPULAN

Kesimpulannya, terdapat hubungan antara kejadian perundungan terhadap


kesehatan mental pelajar, karena dapat mengganggu psikis dan mental yang berujung
pada rasa rendah diri bahkan rasa ingin menyerah hingga bunuh diri.

10
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, P. R. (2008). Meredam Perundungan. Jakarta: Grasindo.

Bowes L., Joinson C., Wolke D., Lewis G. (2015). Peer victimisation during
adolescence and its impact on depression in early adulthood: prospective
cohort study in the United Kingdom. BMJ.

Craig, Wendy, dkk. (2009). A Cross-National Adolescents in 40 countries. Int J


Public Health.

Djuwita, R. (2006). Kekerasan Tersembunyi di Sekolah: Aspek-aspek Psikososial


dari Perundungan. Makalah dalam Workshop Perundungan: Masalah
Tersembunyi dalam Dunia Pendidikan di Indonesia.

Haryana, D. (2007). Penelitian Mengenai Kekerasan di Sekolah. Diakses pada


www.sejiwa.or.id.

Nuraini, R. (2008). Perilaku Perundungan di Sekolah Menengah Pertama. Skripsi.


Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung.

Ratna, D., Novia, M., dan Iqbal, M. (2014). Aduan Perundungan Tertinggi. Diakses
pada www.republika.com.

Rigby, K. (2005). The Anti-Perundungan and Teasing Book. Australia: Gryphon


House, Inc.

Sanders, C, E.. dam Gary, D., (2004) Perundungan Implication for The Classroom.
California: Elsevier Academic Press.

Saripah, I. (2010). Model konseling kognitif untuk menanggulangi perundungan


siswa. Jurnal Psikologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sulisrudatin, N. (2015). Kasus Perundungan dalam Kalangan Pelajar (Suatu Tinjauan


Kriminologi). Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 5(2), 57-70.

Suryani. (2016). Stop Perundungan, Bekasi: Soul Journey.

11

Anda mungkin juga menyukai