Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sosial kita selalu berharap untuk mendapatkan pergaulan yang baik dan
sehat. Bagi anak usia sekolah, pergaulan yang baik didapat dari lingkungan keluarga,
lingkungan sekitar, maupun lingkungan sekolah. Bullying adalah pengalaman sehari-hari
bagi banyak anak dan remaja di sekolah. Bullying has long been considered a normal part of
growing up. It has been featured in tales of youth by 19th-century authors like Charles
Dickens (Oliver Twist, 1839, The Life and Adventures of Nicholas Nickleby, 1838) and
'Thomas Hughes (Tom Brown's School Days, 1857).

Kata bullying berasal dari bahasa inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang
senang menyeruduk kesana kemari, istilah ini akhirnya diambil untuk menguraikan suatu
tindakan destruktif, Bullying kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari
pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau
bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau
keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan
lainnya). (Nabill seff,2019)

Menurut Craig dan Pepler, bullying dalam Murtie dikatakan sebagai tindakan negatif yang
dilakukan pelaku secara verbal atau fisik terhadap korbannya yang menunjukkan
permusuhan, bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
menyakiti orang lain,bullying adalah hambatan utama bagi realisasi diri seorang
anak,bullying tidak memberikan rasa aman dan nyaman, menimbulkan ketakutan dan
intimidasi pada korban bullying, rendah diri dan tidak berharga, sulit fokus belajar, minder
dan sulit berkomunikasi, korban bullying kehilangan kepercayaan pada orang-orang di sekitar
mereka.

Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anak telah banyak diterbitkan, namun
dalam implementasinya di lapangan masih menunjukkan adanya berbagai kekerasan yang
menimpa pada anak antara lain adalah bullying.

Bullying occurs in different places, including schools and workplaces. The United Nations
Convention on the Rights of the Child takes protection from abuse seriously as a prerequisite
for a child's quality of life, and it is the child's right. In recent decades fight against bullying,
but the fight is not easy (tharisini a/p mana Mohan,2021)

Kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia dan kian
memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun
2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus bullying, meski hanya
bullying verbal dan psikologis/mental.

Berikut kasus-kasus bullying mulai dari senior menggencet junior. Kasus terbaru 02 maret
2023,baru-baru ini publik dikejutkan oleh tewasnya MR (11), siswa SD asal Banyuwangi
yang gantung diri lantaran diduga kerap mengalami perundungan atau bullying dari teman-
temannya. MR diduga mendapatkan perundungan di sekolah dan tempatnya mengaji karena
tak memiliki ayah. Bapaknya meninggal setahun yang lalu. Pemerhati anak dan pendidikan,
Retno Listyarti menggarisbawahi, penyebab bunuh diri tidak terdiri atas faktor tunggal. Pada
kasus MR, kondisi kehilangan ayah dan dirundung bisa menjadi faktor utamanya mengakhiri
hidup. Semestinya ini jadi pembelajaran mahal bagi sekolah dan sekolah harus mulai
membangun sistem sekolah yang aman dari kekerasan sebagaimana amanat pasal 54 UU
Perlindungan anak dan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan
penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan.

20.02.2023 kasus perundungan atau bullying pelajar yang terjadi di Ciwidey, Kabupaten
Bandung ternyata akibat para pelaku tersinggung dengan postingan korban.Menurut
Kasatreskrim Polresta Bandung, Kompol Oliestha Ageng Wicaksono, peristiwa itu terjadi
Jumat 10 Februari pukul 14.00 WIB."Korbannya 2 orang, pelaku tersinggung dengan
postingan korban,"

Ada pula kasus dari Perilaku bullying menyebabkan seorang bocah SD di Tasikmalaya
meninggal dunia. Mirisnya, tindakan tak terpuji ini sering terjadi di lingkungan pendidikan,
mulai dari bangku SD hingga universitas. Namun, korban bullying biasanya takut untuk
cerita atau meminta pertolongan karena trauma dan ancaman dari pelaku.
Kasus tewasnya SR, siswa kelas II salah satu SDN di Longkewang, Desa Hegarmanah,
Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat masih diselidiki polisi. SR diduga
meninggal dunia setelah berkelahi dengan temannya.

Kasus di Sukabumi yang menghebohkan dengan beredarnya video dua bocah laki-laki yang
berkelahi di sebuah semak-semak. Mereka diduga berkelahi atas instruksi temannya yang
berusia lebih besar. Rekaman video berdurasi 29 detik ini viral lantaran diduga sebagai
bentuk bullying atau perundungan. Kedua bocah laki-laki ini merupakan warga di salah satu
perumahan di Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi.

Dan kasus Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Kabupaten Sukabumi, Yani Jatnika Marwan mengatakan, siswa SMA di Cikembar yang
menjadi korban pencabulan tidak terlihat depresi. Sebelumnya, seorang siswi sebuah SMA di
Cikembar, Kabupaten Sukabumi, menjadi korban pencabulan. Pelakunya dua orang remaja
pria berinisial DI (16 tahun) dan PA (16 tahun) yang juga berstatus pelajar. Dan Peristiwa
yang dialami gadis asal Desa Cimanggu, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi ini
terjadi beberapa hari sebelum 17 Agutus 2019. Malam itu, korban dibawa main ke rumah DI
yang sepi. Dirumah itu korban dicabuli oleh DI dan PA.

Menurut data statistik terdapat 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku
bullying di sekolah. Sedangkan sepanjang tahun 2021 setidaknya ada 17 kasus perundungan
yang terjadi di berbagai jenjang di satuan Pendidikan. Sekarang ini banyak sekali macam
perkara tengah melanda global pendidikan pada Indonesia. Dampak dari bullying di sekolah
membuat siswa menjadi minder, menutup diri, takut untuk bersosialsasi, dan malas masuk ke
sekolah. Siswa yang pernah mengalami bullying di sekolah mengalami kepercayaan dirinya
yang rendah.(Widyasari,2020)

Menurut Lauster (2012:12-14) Self-confidence (kepercayaan diri) merupakan suatu sikap


atau perasaan yakin atas kemampuan yang dimiliki sehingga individu yang bersangkutan
tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas malakukan hal-hal yang disukai dan
bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan, hangat dan sopan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Riyanti dan suzy (2006:132) mendefinisikan kepercayaan diri
sebagai sifat positif individu untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri
ataupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti individu tersebut
maupun dan kompeten melakukan segala hal sendiri. Rasa kepercayaan diri yang tinggi
sebenarnya hanya merujuk pada beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut. Seseorang
yang memiliki kepercayaan diri tinggi bukanlah orang yang hanya merasa mampu melainkan
adalah orang yang mampu mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan
perhitungan. Maka dari itu setiap orang memiliki tingkat kepercayaan diri yang berberda satu
sama yang lainnya. Tetapi jika hidupnya kepercayaan diriya hanya pada hal-hal tersebut
maka seseorang tidak akan pernah menjadi orang yang betul-betul memilik kepercayaan diri.

Anak-anak yang dibully cenderung takut, cemas, dan memiliki kepercayaan diri yang sedikit
lebih rendah dari pada anak-anak yang tidak di bully. Mereka cenderung menyendiri,
pendiam, hati-hati, sensitif, dan mudah rawan menangis. Korban ini hanya memiliki sedikit
teman di sekolah dan cenderung menarik diri dan mengasingkan diri dari orang lain. Siswa
yang menjadi korban bullying menerima dampak yang cukup berat, seperti dampak fisik dan
psikis. Hal ini dapat memberikan dampak negatif jangka panjang pada anak tersebut. Seperti,
rendahnya kepercayaan diri, susah bergaul, dan luka – luka pada anggota tubuh anak.

kekerasan pada sekolah ibarat kenyataan gunung es yg nampak ke bagian atas hanya bagian
kecilnya saja. Masalah itu akan terus berulang, apabila tidak ditangani secara sempurna &
berkesinambungan berdasarkan akar persoalannya. Perlu dipikirkan mengenal resiko yg
dihadapi anak, & selanjutnya bisa dicarikan jalan keluar buat memutus rantal kekerasan yg
saling berkelit-berkelindan tanpa habis-habisnya Tentunya, banyak sekali pihak bertanggung
jawab atas kelangsungan hayati anak, lantaran anak-anak jua mempunyai hak yg wajib
dipenuhi sang negara, orang tua, pengajar, & masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dan fenomena yang telah terjadi, maraknya kasus bullying ini dan
dari dampak bullying terhadap kepercayaan Diri siswa, sebagai calon seorang guru kita harus
peka terhadap apa yang terjadi dilingkungan sekolah khususnya didalam kelas pada saat
proses pembelajaran berlangsung kita harus lebih menekankan nilai-nilai humanis,Menurut
KBBI, humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya
pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan, pengabdi kepentingan
sesama umat manusia. Humanisme di sekolah hendak menempatkan siswa sebagai manusia
yang utuh (Munif, 2011). Johnson (2008: 163), misalnya, menyebut anak didik memiliki
karakteristik yang unik. Konskuensinya, sekolah wajib menghargai beragam jenis
kepribadian. Tindakan massal yang dilakukan di kelas dan sekolah harus menyediakan
pemakluman bagi satu atau beberapa siswa yang belum atau tidak bisa menyesuakannya.
oleh karena nya peneliti tertarik untuk melakukan penilitian mengenai “ Dampak Bullying
terhadap kepercayaan diri siswa melalui pendekatan humanis “.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Dampak Bullying terhadap kepercayaan diri siswa melalui pendekatan
humanis?

1.3 Tujuan
Mengetahui Dampak Bullying terhadap kepercayaan diri siswa melalui pendekatan
humanis

Anda mungkin juga menyukai