Anda di halaman 1dari 4

Nama : M.

Syafriyan Qomaruddin
Nim : 1911010065
Kelas : BKPI’B/B4KIR
Isu Kekerasan Dalam Setting Sekolah

Data Kekerasan di Sekolah

Berdasarkan data dari komiisi nasional perlindungan anak (Komnas PA) kekerasan anak
usia 6-14 tahun meningkat dari 10% menjadi 20% artinya kekerasan marak terjadi di lingkungan
sekolah. Berdasarkan jenjang pendidikan, 39% kekerasan fisik dan perundungan terjadi di
jenjang SD atau MI , 22% terjadi di jenjangn SMP/Sederajat, dan 39% persen terjadi di
SMA/SMK/MA.

Adapun jumlah sisiwa menjad korban kekerasan fisik dan perundungan mencapai 171
anak, sedangkan guru yang menjadi korban kekerasan ada 5 orang.

Pelaku kekerasan adalah kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua. Kasus kekerasan
guru atau kepala sekolah ke peserta didik sebanyak 44%, kekerasan sisiwa ke guru sebanyak
13%, kekrasan orangtya siswa ke guru atau siswa sebanyak 13%, dan pelaku kekerasan siswa ke
siswa yang lainnya juga cukup tinggi yaitu 30%.

Bentuk Kekerasan

Kekerasan fisik adala nyata yang dapat dilihat dan dirasakan oleh tubuh. Wujud
kekerasan berupa penghilang kesehatan atau kemampuan normal tubuh, sampa pada penghilang
nyawa seseorang. Contoh kekerasana fisik antara lain penganbiayaan, permukulan, dan
pembunuhan.

Kekerasan nonfisik adalah kekerana yanag tidak dapat diketahui langsung pelakunya
apabila tidak diperhatikan dengan jeli kekerasan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu kekerasan
psikologis, dan kekerasan verbal.

Bentuk Kekerasan Fisik


Modus kekerasan fisik yang dilakukan guru dengan dalih mendisiplinkan siswa dilakukan
dengan mencubit, memukul, atau menampar, membentak dan memaki. Siswa juga dalam
beberapa kasus dijemur diterik matahari dan dihukum lari mengelilingi lapanagan sekolah.

Adapun kekerasan siswa terhadap sesama siswa umumnya dilakukan secara bersama atau
dikeroyok kemudian dipukul, ditampar, dan ditendang.

Bentuk kekerasan siswa ke guru dilakukan dengan pemukulan, perlindungan, dan


memvideo kejadian terkait kemudian mengunggahnya di media sosial. Dalam salah satu kasusu
siswa juga melakukan penikaman dengan pisau.

Cyber Buliyying

Hasil laporan pengaduan pada KPAI menununjukkan bahwa jumlah kasus anak sebagai
pelaku kekerasan bullying di sekolah mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2014 berjumlah
67 kasus kemudian menjadi 79 kasus ditahun 2015 (Hilda, 2015).

Kemudian akses terhadap fasilitas internet dn kontrol sosial yang kurang telah
berdampak pada pergesekan bentuk kekerasan dari mulai bullying tradisional. Yaitu bullying
secara tatap uka dan bullying secara jaringan sosial disebit cyberbullying.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Olweus (1993). Yakni cyberbullying merupakan
moderenisasi dari bullyingmeliputu prilaku agresif dengan motif menyerang secara berulangkali
dilakukan terhadap korban yang tidak berdaya (dukutip dari Sticca, Ruggieri, Alsekar, & Perren,
2013).

Anak sebagai pelaku tindak kekerasan akan menganggap bahwa cyberbullying merupaka
metode paling aman untuk melancarkan aksinya mengingat pelaku dapat bebas memalsukan
identitasnya.

Dampak Kekerasan

Dampak yang timbul akibat kekerasan yang dialami anak dan perlu diketahui sejak dini
agar tidak mengganggu psikologisnya saat beranjak dewasa. Mereka akan cenderung bersikap
murung, sulit memepercayai orang lain.

Peran BK Belum Maksimal


Psikolog anak Sani B. Hermawan, mengatakan maraknya kekerasan anak yang terjadi
dilingkungan sekolah disebabkan karena peran guru bimbingan dan konseling belum optimal.

Peran guru BK seharusnya dijalankan mulai dari siswa kelas 1-6 SD. Tugas guru BK
yakni harus mengetahui karakter anak, bagaimana anak menangani konflik yang ada dalam
kehidupanyya. Serta mengajarkan agar anak bisa menyalurkan emosinya.

Terlebih ketika ada indikasi kekerasan , maka guru BK harus berinisiatif menyelesaikan
persoalan tersebut agar tidak meluas.

Peran BK

Peran BK dalam menekan masalah kekerasan siswa disekolah dilihat dari UU No. 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Untuk nmengitervensi kasus-kasus kekerasan terhadap anak, layanan BK biasanya


berfokus pada tiga aspek, yaitu intervensi terhadap kognisi (cara berfikir), intervensi terhadap
emosi dan intervensi terhadap prilaku (tindakan) baik secara parsial maupun secara integrated.

Guru BK hendaknya melakukan tugas sesuai SOP nya baik indentifikasi atau analisis,
diagnosis, prognosis, konseling dan follow up.

Guru BK juga membantu menentukan pilihan siswa kearah yang positif sehingga prilaku
negatif atau kekerasan dapat diminimalisir.

Salah satu tindakan preventif yang mencerminkan keadilan resoratif berbasis sekolah
adalah psikoedukasi mengenai cyberbullying dan sosialisasi keadilan resoratif sekolah.

Anda mungkin juga menyukai