Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan

manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa.

Sejalan dengan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri

remaja, mereka juga diharapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas

pada masa kanak-kanak.1

Remaja adalah populasi yang terbesar di dunia yaitu sebanyak 1,2

milyar orang atau 18% dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia,

menurut data proyeksi penduduk tahun 2014, jumlah remaja mencapai 65

juta jiwa atau 25% dari 255 juta jiwa jumlah penduduk.2

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh

berkembangnya kapasitas intelektual, stres, dan harapan-harapan baru

yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan, baik

berupa gangguan pikiran maupun gangguan perasaan seperti kesedihan,

kecemasan, kesepian, dan keraguan pada diri remaja yang membuat

mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan dan berperilaku

agresif.

Bullying umumnya didefinisikan sebagai tindakan agresif tertentu

yang berniat untuk menyebabkan kerusakan, terjadi berulang-ulang, dan

menyebabkan ketidak seimbangan kekuatan.3

1
2

Junior Chamber International (JCI) mencatat sekitar 40

persen pelajar di Kota Bogor, Jawa Barat tahun 2016, menjadi

korban perundungan atau bullying. Sebanyak 30% sampai 40% dari

korban perundungan masih berusia sekolah dasar, sekolah menengah

pertama, dan sekolah menengah atas. Perundungan sering terjadi

ketika seorang anak mempunyai kekurangan, baik secara fisik

maupun mental. Sementara itu, psikiater anak dan remaja

mengatakan bahwa pengaruh bullying pada anak bisa berbeda-beda

tergantung pada kapasitas mental dari sang anak. Jika mental seorang

anak rendah, tidak kuat ketika mendapat bullying, bisa membuat

anak menjadi depresi, cemas, hingga tidak sedikit yang akhirnya

mengalami gangguan jiwa. 4

Statistik di Amerika Serikat terkait bullying menunjukkan bahwa

28% siswa kelas 6 hingga 12 mengaku pernah dibully, 30% remaja

mengaku pernah melakukan bullying terhadap orang lain, lebih dari 70%

mengaku pernah melihat bullying di sekolah, dan lebih dari 70% staf

sekolah juga mengaku pernah melihat bullying.5

Dalam sebuah penelitian terdapat 8.342 siswa sekolah menengah

atas di dapat bahwa dari total sampel 1.738 sebanyak 20,83% melaporkan

terlibat dalam perilaku bullying. Dari jumlah responden sebanyak 18,99%

adalah korban bullying, 8,60% adalah pem-bully dan 6,74% adalah mem-

bully dan di bully oleh orang lain.6


3

Di Indonesia kasus bullying di sekolah menduduki peringkat

teratas pengaduan masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI), tercatat sebanyak 369 pengaduan terkait masalah bullying dari

tahun 2011 hingga Agustus 2014.7

Data kasus pengaduan anak berdasarkan Klaster Pendidikan KPAI

periode Januari 2011 hingga Juli 2015 menyebutkan, ada lima kategori

dalam aduan tentang anak, dari data itu kategori “anak korban kekerasan

sekolah” menempati urutan tertinggi 496 orang, anak pelaku tawuran

pelajar berjumlah 325 orang, anak pelaku kekerasan disekolah sebanyak

283 orang, dan anak korban tawuran pelajar sebanyak 271 orang.8

Dalam sebuah riset yang dilakukan LSM Plan International dan

International Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis awal

Maret 2015 ini menunjukkan fakta mencengangkan terkait kekerasan anak

di sekolah. Terdapat 84% anak Indonesia mengalami kekerasan di sekolah.

Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%.9

Bullying antar siswa yang semakin marak terjadi di sekolah telah

menunjukkan tingkat yang memprihatinkan. Tingkat emosional siswa

masih labil, memungkinkan perilaku bullying ini sering terjadi dikalangan

para siswa. Salah satu bentuk emosi yang diidentifikasi oleh Daniel

Goleman (1995) adalah amarah. Amarah didalamnya meliputi brutal,

mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,

tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.10


4

Bullying juga terjadi karena adanya kesenjangan kelas yang sangat

kentara. Menurut Bourdieu, bahwa selera gaya hidup serta konsepsi yang

dimiliki setiap kelas mengenai dirinya, terutama dalam masalah peran

sosial yang dimainkannya. Perbedaan kelas ini yang bisa memicu

terjadinya bullying antar siswa, karena adanya perbedaan kepentingan

serta gaya hidup yang berbeda pula.11

Perilaku bullying merupakan faktor resiko dalam berkembangnya

depresi pada pelaku dan korban bullying. Sejiwa juga mengatakan bahwa

hal yang paling berat mengenai dampak psikologis dari bullying yaitu

muncul rasa cemas yang berlebih, merasa ketakutan, dan memiliki

keinginan untuk bunuh diri juga munculnya gejala gangguan stress pasca

trauma.12

Faktor yang mempengaruhi tingkah laku anak terhadap perilaku

bullying adalah bergaul dengan teman-teman sebaya yang delinkeun atau

menyimpang.13 Manusia yang hidup berkelompok, tidak terkecuali pada

remaja mereka berinteraksi dengan sesama mereka pada tingkat umur yang

sama. Kelompok ini mudah terpengaruh dengan tingkah laku teman

sebaya terutama tingkah laku yang melanggar peraturan atau disiplin,

sehingga mendapat pengakuan dari kelompok tersebut.13

Hasil penelitian dari Fikar Latifah yang berjudul Hubungan

Karakteristik Anak Usia Sekolah Dengan Kejadian Bullying di Sekolah

Dasar (2012) menunjukkan bahwa 65% anak pernah mengalami bullying.


5

Kejadian bullying diketahui tidak berhubungan dengan usia maupun

tingkatan kelas anak.14

Hasil penelitian dari Karina yang berjudul Perilaku Bullying dan

Karakter Remaja Serta Kaitannya Dengan Karakteristik Keluarga dan

Peer Group (2013) menunjukkan bahwa lebih dari tiga per lima remaja

laki-laki 66,0% dan sebagian besar remaja perempuan 86,0% merupakan

seorang bully (pelaku langsung bullying). Sementera 22,0% remaja laki-

laki dan 8,0% perempuan merupakan pelaku assisting the bully (menemani

temannya melakukan bullying). Selain itu diketahui pula 12,0% remaja

laki-laki dan 6,0% remaja perempuan yang merupakan pelaku reinforcing

the bully (mendukung temannya melakukan bullying). Hasil uji beda

menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) pada peran pelaku bullying

antara remaja perempuan dan laki-laki.15

Hasil penelitian dari Setiawa Andy yang berjudul Pengaruh

Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Agresivitas Siswa MAN

Yogyakarta III (2015) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

antara dukungan sosial teman sebaya terhadap agresivitas siswa adalah

sebesar 31,6%. Dengan kata lain 68,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Maka

dari hasil dapat diartikan bahwa dukungan sosial teman sebaya

mempengaruhi agresivitas siswa.16

Dari hasil study pendahuluan di SMA Taruna Andhiga terdapat

Enam dari sepuluh anak mengungkapkan suka memprovokasi teman-

temannya, empat lainnya saling mendukung untuk memprovokasi. Empat


6

dari sepuluh anak mengungkapkan tidak setuju jika mengejek ada

kepuasan tersendiri dan enam anak lainnya setuju, jika mengejek ada

kepuasan tersendiri. Tiga dari sepuluh anak akan mengucilkan temannya

jika berbuat salah, dua lainnya mendukung untuk mengucilkan teman yang

berbuat salah, lima lainnya tidak setuju untuk melakukan hal tersebut. Tiga

dari sepuluh anak menggunakan kekerasan pada temannya jika sedang

bertengkar, lima anak lainnya mendukung untuk menggunakan kekerasan,

dua lainnya menolak untuk melakukan hal tersebut. Delapan dari sepuluh

anak suka meneriaki, menjahili, dan mencibir anak yang lemah, dua

lainnya mendukung temannya untuk melakukan hal tersebut.

Delapan dari sepuluh anak merasa khawatir menceritakan

masalahnya kepada temannya, dua lainnya merasa tidak keberatan untuk

meceritakan masalahnya. Lima dari sepuluh anak memilih teman dalam

bergaul, sementara lima lainnya memilih untuk berbaur dengan teman

yang lain. Enam dari sepuluh anak memilih tidak perduli jika temannya

melanggar peraturan, empat lainnya memperhatikan temannya jika

melanggar peraturan. Tujuh dari sepuluh anak selalu mencela temannya

jika melakukan kesalahan, tiga lainnya mendukung temannya untuk ikut

mencela.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk

membahas : “Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Perilaku

Bullying pada Reamaja SMA Taruna Andhiga Bogor Tahun 2017”


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah “Adakah

hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku bullying pada

remaja?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku

bullying pada remaja di SMA Taruna Andhiga Bogor Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dukungan sosial teman

sebaya pada remaja di SMA Taruna Andhiga Bogor Tahun 2017.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi perilaku bullying pada

remaja di SMA Taruna Andhiga Bogor Tahun 2017.

c. Untuk menganalisis hubungan dukungan sosial teman sebaya

dengan perilaku bullying pada remaja di SMA Taruna Andhiga

Bogor Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi siswa

dan siswi khususnya mengenai perilaku bullying di sekolah pada

pelajaran Bimbingan Konseling.


8

2. Bagi Pihak Sekolah

Sebagai bahan informasi agar setiap sekolah dapat meningkatkan

program anti bullying yang tepat bagi siswa dalam lingkungan sekolah

maupun luar.

E. Ruang Lingkup

1. Materi : Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya

Terhadap Perilaku Bullying Pada Remaja Di SMA Taruna Andhiga

Bogor Tahun 2017

2. Responden : Siswa siswi SMA Taruna Andhiga kelas 11 dan 12

3. Waktu : Desember 2017 s/d November 2018

4. Tempat : SMA Taruna Andhiga Bogor

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

No Penelitian Judul Rancangan Variabel Hasil

(tahun) penelitian penelitian


1 Karin, Perilaku Bullying Kuantitatif Variabel Hasil penelitian ini

2013 dan Karakter Bebas: menunjukkan

Remaja Serta Karakteristik bahwa lebih dari

Kaitannya Dengan keluarga dan tiga per lima

Karakteristik peer group. remaja laki-laki

Keluarga Dan Peer Variabel 66,0% dan

Group. Terikat: sebagian besar

perilaku remaja perempuan


9

bullying. 86,0% merupakan

seorang bully

(pelaku langsung

bullying).

Sementera 22,0%

remaja laki-laki dan

8,0% perempuan

merupakan pelaku

assisting the bully

(menemani

temannya

melakukan

bullying). Selain itu

diketahui pula

12,0% remaja laki-

laki dan 6,0%

remaja perempuan

yang merupakan

pelaku reinforcing

the bully

(mendukung

temannya

melakukan
10

bullying). Hasil uji

beda menunjukkan

perbedaan yang

nyata (p<0,05)

pada peran pelaku

bullying antara

remaja perempuan

dan laki-laki.
2 Setiawan Pengaruh Variabel Hasil penelitian ini

Andy, Dukungan Sosial Bebas: menunjukkan

2015 Teman Sebaya Agresivitas adanya pengaruh

Terhadap Siswa yang signifikan

Agresivitas Siswa Variabel antara dukungan

MAN Yogyakarta Terikat: sosial teman sebaya

III. Dukungan terhadap

Sosial Teman agresivitas siswa

Sebaya. adalah sebesar

31,6%. Dengan

kata lain 68,4%

dipengaruhi oleh

faktor lain. Maka

dari hasil dapat

diartikan bahwa

dukungan sosial
11

teman sebaya

mempengaruhi

agresivitas siswa.
3 Fika Hubungan Deskriptif Variabel Hasil penelitian ini

Latifah, Karakteristik Anak korelatif Bebas: menunjukkan

2012 Usia Sekolah degan Karakteristik bahwa 65% anak

Dengan Kejadian pendekatan anak pernah mengalami

Bullying di cross Variabel bullying. Kejadian

Sekolah Dasar. sectional. Terikat: bullying diketahui

Kejadian tidak berhubungan

bullying. dengan usia

maupun tingkatan

kelas anak.

Anda mungkin juga menyukai