Anda di halaman 1dari 5

Memperhatikan Kasus Bullying Pada Generasi Muda

Amelia Dian Isnaini I NIM : 1116008

I. Latar Belakang

Pemuda merupakan generasi masa depan bangsa. Dimana, fisik maupun akal nya masih
tergolong fresh untuk menerima atau menangkap suatu informasi, mempelajari dan mendalami suatu
ilmu dan mengeksplor potensi diri. Secara biologis sendiri, mereka yang disebut pemuda, merupakan
yang berusia 15-30 tahun. Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno pun pernah berkata "Beri aku 1.000
orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan
dunia". Hal ini menunjukan, betapa besar peran pemuda bagi bangsanya. Bahkan, pemuda merupakan
salah satu indikasi baik tidaknya sutau bangsa. Apabila pemuda nya baik, maka bangsa tersebut
dipastikan menjadi bangsa yang maju, begitu pun sebaliknya.

Di Yogyakarta sendiri, merupakan salah satu kota yang tergolong banyak pemudanya. Terlebih
karena kota ini menjadi kota pelajar. Hal ini menjadikan Jogja menjadi salah satu kota yang meiliki
kualitas pendidikan yang tergolong baik. Meski pendidikan nya tergolong baik, masalah yang muncul
dikalangan pemuda Yogyakarta takk terelakan. Di mulai aksi tawuran, klitih, hingga bullying.

Dilansir oleh Kompas.com, dari tiga kota pelaksanaan survei mengenai gambaran bullying di
sekolah, Yogyakarta mencatat angka tertinggi dibanding Jakarta dan Surabaya. Ditemukan kasus bullying
di 70,65 persen SMP dan SMU di Yogyakarta. Psikolog Universitas Indonesia (UI) Ratna Juwita, yang
melakukan penelitian ini, mengatakan, tingginya kasus bullying di Yogyakarta belum diketahui sebabnya.

Ironis memang. Bullying begitu sangat mengerikan dikarenakan dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk serta menjadi salah satu akar masalah dari masalah lain yang muncul. Hal ini
menjadi topik yang cukup serius untuk dibahas dan diselesaikan.

II. Rumusan Masalah

1. Apa saja perilaku bullying yang terjadi pada pemuda di Yogyarta?

2. Apa saja penyebab bullying yang terjadi pada pemuda di Yogyarta?

3. Seberapa besar dampak kasus bullying yang terjadi khususnya pada pelajar di Yogyakarta?

4. Bagaimana edukasi dan pencegahan atas kasus bullying yang terjadi?

III. Tujuan Perancangan

1. Memberikan edukasi pada para pelajar di Yogyakarta tentang bullying

2. Memberikan edukasi terkait pentingnya peran orang tua dan sekolah terhadap kasus bullying
3. Memberikan solusi alternatif dan pencegahan terhadap kasus bullying

IV. Metode Perancangan

A. Data Pustaka

Bullying merupakan istilah bahsa inggris dari penindasan, yang berarti penggunaan
kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Hal ini
dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat
diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar ras, agama,gender, atau
kemampuan. (source : wikipedia.com).

Berdasarkan penelitian oleh LSM Plan International dan International Center for Research on
Women (IRCW) yang berjudul Promoting Equality and Safety in School, LSM Plan menyatakan bahwa
84% murid di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Kelompok studi yang menangani masalah hak
anak tersebut telah mengumpulkan data dari murid laki-laki dan perempuan berusia antara 12 – 17
tahun, orangtua, guru, serta kepala sekolah. Plan melakukan survey di lima negara yakni Kamboja,
Indonesia, Vietnam, Pakistan, dan Nepal. Kesimpulan hasil penelitian mereka adalah, tujuh dari sepuluh
siswa di Asia pernah mengalami kekerasan di sekolah.

Mengutip dari www.kpai.go.id, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan,


kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014,
terjadi peningkatan yang sifnifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus,
2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” kata Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti kepada Harian
Terbit, Minggu (14/6/2015).

Dia memaparkan, 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 hingga april 2015.
Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus
pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi dan
cybercrime 1032 kasus.

Di Yogyakarta sendiri, kejadian bullying semakin marak. Hasil survei yang dilakukan pada bulan
Juli sampai dengan Agustus 2013 kepada 739 siswa SMAN di Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa 396
siswa (54%) mengaku pernah melihat kejadian bullying di lingkungan sekolah dan 100 siswa (13%)
merasa pernah mengalami bullying (Aryuni, 2014; Poeh, 2014).

Mengutip dari Kompas.com, Hasil penelitian yang dilakukanya pada bulan Mei sampai Oktober
lalu dengan sampel 113 siswa di dua SMA negeri dan swasta di Kota Yogyakarta menunjukkan, bullying
fisik yang paling tinggi adalah ditendang atau didorong dengan tingkat persentase 75,22 persen.

Disusul kemudian hukuman push up atau berlari (71,68 persen), dipukul (46,02 persen), dijegal atau
diinjak kaki (34,51 persen), dijambak atau ditampar (23,9 persen), dilempar dengan barang (23,01
persen), diludahi (22,12 persen), ditolak (15,93 persen), dipalak/dikompas (30,97 persen).

Sedangkan bullying psikologis tertinggi adalah difitnah atau digosipkan (92,99 persen), dipermalukan di
depan umum (79,65 persen), dihina atau dicaci (44,25 persen), dituduh (38,05 persen), disoraki (38,05
persen), dan diancam (33,62 persen).
Dilansir dari Tribun Jogja, seorang siswa kelas 2 MI Al Kautsar, JAT (8), diduga menjadi korban
bullying oleh teman satu sekolah setelah dua kali ditendang. Akibatnya, pembuluh darah kemaluannya
pecah dan saluran kencingnya tertutup luka yang muncul sebelumnya. Tak hanya itu, 2015 silam hanya
fara-gara tato bergambar Hello Kitty yang sama dengan temannya, La (18), siswi salah satu SMA di
Kabupaten Bantul, disekap dan dianiaya dengan cara dipukuli serta disundut rokok. Bahkan, para pelaku
tega merusak organ vital La dengan memakai botol bekas bir. Nampaknya bullying menjadi sesuatu hal
yang dilestarikan dikalangan remaja.

B. Analisis

` Berdasarkan data, bisa kita cermati kebanyakan lokasi kasus bullying yang ada terjadi di
lingkungan sekolah dan lingkungan pertemanan- Sedikit yang menunjukan di lingkungan rumah. Hal ini
berarti ancama bullying jauh diluar pengawasan orang tua. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005)
mengelompokkan perilaku bullying dalam 5 bentuk, yaitu: (1) Kontak fisik langsung, (2) Kontak verbal
langsung, (3) Perilaku non-verbal langsung, (4) Perilaku non-verbal tidak langsung, dan (5) Pelecehan
seksual.
Beberapa anak melakukan bullying hanya untuk membuktikan kepada teman sebayanya agar
diterima dalam kelompok tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak nyaman melakukan hal
tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simbolon, faktor penyebab bullying yang terjadi
pada mahasiswa berasrama karena perbedaan etnis, resistensi terhadap tekanan kelompok, perbedaan
keadaan fisik, masuk di sekolah yang baru, orientasi seksual serta latar belakang sosial ekonomi. Lalu,
mengapa perilaku bullying bisa marak?

a. Keluarga
Pola pendidikan yang diterapkan orang tua merupakan salah satu faktor terjadi bullying. Bagi
korban bullying, sikap orang tua yang terlalu over-protective- dapat membuat anak menjadi sosok lemah
dan penakut. hal ini rentan sang anak menjadi korban. Sedangkan sikap orang tua yang terlalu keras dan
berkata kasar, baik langsung kepdaa anak atau tidak, dapat memicu pembentukan karakter yang buruk.
Atapun suasana keluarga yang tak harmonis, pertengkaran orang tua yang tak dikontrol, ataupun
kurangnya kepedulain orang tua terhadap anak bisa menjadi pemicu kacaunya kondisi emosial anak.
Dikarenakan biasa di lingkungan keluarga yang keras membuat anak menjadi biasa pula berperilaku atau
berkata kasar kepada teman-teman nya.

b. Sekolah
Notabene nya, sekolah menjadi tempat kedua bagi pembentukan karakter anak menjadi lebih
baik. Namun, acapkali yang terjadi berbanding terbalik. Dengan siswa berbagai latar belakang keluarga
yang berbeda, membuat adanya pengaruh yang terelakan satu sama lain. Dimasa pencarian jati diri,
terkadang remaja terdorong ingin menujukan eksistensinya. Dan jika tidak diiringi dengan bimbingan
yang tepat maka terjadilah hal senioritas, geng dan sejenisnya- Yang biasanya mengarah pada tindakan
bullying.
Kurang nya perhatian staff dan guru terhadap pembulian terkadanng juga menjadi pemicu.
pelaku bullying menjadi merasa aman. Dalam penelitian oleh Adair, 79% kasus bullying di sekolah tidak
dilaporkan ke guru atau orang tua. Atau bahkan dari guru sendiri, yang tanpa disadari kadang membuat
perlakuan merendahkan/mempermalukan peserta didik didepan umum karena ketidak bisaan murid,
misalnya.
c. Media
Media kini seolah menjadi kiblat bagi para remaja. Saripah mengutip sebuah survey yang
dilakukan Kompas (sepertiyang dikutip dari Masdin) yang memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru
adegan-adegan film yang ditontonnya, umunya mereka meniru gerakannya (64%) dan kata-katanya
(43%).
Dampak bullying pun tidak bisa diabaikan. Pasalnya, korban bullying memililki potensi besar
menjadi pelaku bullying selanjutnya. Hal ini membuat re-generasi bullying yang terus menerus. selain itu
bullying pun dapat mengarah pada kasus dan permasalahan lainya seperti terjadinya tawuran, klitih,
depresi, hingga bunuh diri.

D. Sintesis

Bullying bukanlah masalah yang remeh. Bullying merupakan masalah yang mengancam para
generasi bangsa. Maka perlu dilakukan tindakan kembali untuk penanggulangan dan pencegahan.
Dimulai dari keluarga, yang mengubah pola interaksi dan menjadikan diri lebih dekat sehingga para
remaja tak segan untuk berceritra. Kemudian sekolah, yang lebih memperhatikan kasus kasus kecil
bullying demi mencegah kepada kasus bullying yang lebih parah. Lingkungan, yang membentuk sikap
saling menghargai atas perbedaan baik sisi agama, ras maupun potensi.

Selain itu, perlu adanya progam-progam khusus, seperti :

1. Edukasi sejak dini baik verbal maupun tulisan, baik di lingkungan sekolah maupun rumah.

2. Diklat terkait bagi para orang tua dan guru.

3. Kampanye terkait bullying bersama staff ahli seperti, psikolog misalnya.

4. Terapi terhadap korban maupun pelaku bullying


Daftar Pustaka
Argiati , Siti Hafsah Budi. 2015. Pengembangan Model Penanganan Tindakan Bullying Pada Siwa
SMA/SMK di kota Yogyakarta. Yogyakarta : fakultas psikologi UST.

Efanigrum, Arifa. Realitas Kekerasan remaja SMA di Yogyakarta. Yogyakarta: Prosiding Seminar
Nasional, Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan
Martabat Manusia.

Lestari, windy Sartika. 2016. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Bullying di kalangan Pesrta Didik (Studi
kasus Pada Siswa SMP N 2 Kota Tangerang Selatan). Jakarta : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN
Syarif Hidayatullah

Prayunika, Deva. 2016. Gambaran Tingkat Pengetahuan Bullying di SMP Negri 11 dan SMP
Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UMY

Novalia, Ricca. 2016. Dampak bullying Terhadap kondisi Psikososial anak di Perkampungan Sosial Pingit.
Yogyakarta : fakultas Dakwah dan komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Romadhoni, Dyah Santika Laila. 2013. Adversity Quotient Pada remaja Korban Bullying. Yogyakarta :
Fakultas ilmu sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Khopirunnisa, Rossi. 2015. Konsep Dirir Remaja Korban Bullying (Studi pada Siswa Korban Bullying di
SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta). Yogyakarta : fakultas Pendidikan UNY

Anda mungkin juga menyukai