Anda di halaman 1dari 4

PERILAKU BULLYING DILINGKUNGAN MASYARAKAT

Bullyingmerupakan perilaku yang disengaja dan dilakukan berulang kali dengan menggunakan fisik
maupun psikologis untuk mengancam, menyerang seseorang, atau memerangi suatu kelompok yang dapat
mengakibatkan luka, kematian, kerugian psikologis, hambatan perkembangan dan lain sebagainya.
Tindakan bullying tidak hanya dapat berupa kekerasan fisik, psikologis dan juga dapat secara verbal.
Bullying secara kekerasan fisik dapat berupa menendang, memukul, serta merusak hal-hal yang dimiliki
korban. Bullying secara psikologis berupa intimidasi, penhancuran citra, serta ancaman. Sedangkan
bullying secara verbal berupa kata-kata atau ucapan dalam bentuk panggilan nama, penggangguan,
komentar seksual yang sangat tidak pantas yang keluar dari mulut pelaku bullying. Sebagian besar anak-
anak dalam usia sekolah paling rentan menjadi korban bullying, bahkan sebagian besar mereka membolos
hampir setiap hari karena merasa trauma akan tindakan bullying yang berupa kekerasan fisik maupun
secara verbal.
Bullying pada dasarnya tak ubahnya seperti hukum rimba dimana seseorang atau kelompok yang lebih
kuat secara bebas menindas seseorang atau kelompok yang lemah.
Selain itu, karakteristik anak-anak sekolah yang cenderung masih labil.Tindakan bullying ini biasanya
dilakukan sekali, berkali-kali, bahkan sering sehingga menjadi suatu kebiasaan yang sangat merugikan
orang lain. Kebiasaan bullying ini tentunya dapat menghancurkan masa kecil bahkan masa depan
seseorang. Sebagian besar korban bullying mengalami kemunduran rasa percaya diri, mengurangi
motivasi belajar dan prestasi, traumatik, depresi, dan lebih parahnya beberapa diantara korban bullying
mengakhiri hidupnya sendiri karena tekanan yang didapat.
Di beberapa negara di dunia, menurut beberapa penelitian terdapat sekitar 8 hingga 38 persen anak usia 8
hingga 16 tahun menjadi korban bullying. Sementara itu, juga ditemukan sekitar 30% siswa di sekolah
terlibat dalam tindakan bullying,
baik sebagai korban, pelaku, maupun keduanya. Mirisnya, Indonesia merupakan salah satu negara dimana
didalamnya terdapat aksi bullying dengan angka tertinggi di dunia. Sekitar 45% anak-anak mengalami
serangan fisik di sekolah dan 50% anak melaporkan mengalami intimidasi.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2006 remaja berusia sekitar lima belas tahun ditemukan tidak bernyawa
dengan cara menggantung diri dirumahnya setelah mengalami penindasan di sekolah. Gadis itu bunuh diri
setelah selalu diolok oleh teman sekolahnya karena tidak naik kelas di SMP. Akhir-akhir ini juga
ditemukan seorang remaja usia 14 tahun melakukan aksi bunuh diri dengan menggantung diri di ambang
jendela rumahnya dengan satu kaki di atas langkan,
dia benar-benar tertekan karena intimidasi oleh teman sekolah yang selalu memanggilnya 'gadis gemuk'.
Bahkan, tahun lalu Komisi Perlindungan Anak Nasional Indonesia menerima 2339 laporan kekerasan
secara fisik, psikologi, dan seksual yang menimpa anak-anak, dimana sekitar 300 kasus tersebut
merupakan kasus bullying.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa selama beberapa tahun perilaku bullying yang rentan membuat
korbannya kehilangan nyawa seakan tidak mengalami penurunan yang signifikan. Berdasarkan hal ini,
diperlukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasi tindakan bullying dikalangan anak-anak
sekolah guna menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Satu per tiga penduduk dunia
merupakan anak-anak yang menjadi penentu masa depan kita. Oleh karena itu, kita sangat bertanggung
jawab dalam melindungi anak dari segala kekerasan dan menjunjung tinggi hak-hak anak.
Perilaku bullying yang menimpa anak-anak usia sekolah seperti yang telah dijelaskan pada essay
sebelumnya beserta dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya sejatinya sangat merugikan siswa-
siswa yang menjadi korbannya maupun pelakunya dikarenakan perilaku pro-sosialnya yang tidak
berkembang.
Akan tetapi, dalam penanganannya sangat dilarang untuk menggunakan kekerasan yang sama. Mengutip
kata-kata dari Mahatma Gandhi “and eye for an eye only ends up making the whole world blind”. Hal
yang dapat kita pahami adalah jika kita merespon setiap tindakan atau perilaku kekerasan dengan
kekerasan yang sama atau lebih, maka sama sekali tidak akan menemukan pemenangnya dan hanya
menyakiti semua orang yang terlibat didalamnya. Penanganan perilaku bullying harus secara jeli
dibedakan dengan tindakan atau perilaku kriminal.
Berdasarkan hal ini, kami mengusulkan service proposed solution “Service for Peace” sebagai upaya
untuk mengatasi bullying. Sebagai upaya antisipasi terhadap perilaku bullying tersebut dapat ditangani
dengan pencegahan,penanggulangan, dan diubah menjadi perilaku positif oleh orang tua, pihak sekolah
serta masyarakat sekitar.
Peran serta dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk mengatasi perilaku bullying. Keluarga menjadi
lingkungan paling dasar untuk mengatasi bullying. Dalam kehidupan keluarga, sejatinya anak-anak secara
bebas menceritakan berbagai perasaan dan pengalamannya sehingga dalam hal ini keluarga bertindak
sebagai evaluator pola interaksi anak-anak sehingga tepat dalam pergaulan masyarakat.
Orangtua memegang peranan penting dalam proses perkembangan anak. Pada dasarnya tidak ada satupun
orang tua didunia ini yang anaknya menjadi korban dan pelaku bullying. Bullying terhadap anak harus
secara cepat ditangani sebelum anak mengalami trauma psikologis yang dalam. Orangtua sebaiknya
memahami dan menawarkan bantuan kepada anak apabila anak mulai bersikap diam dan lebih memilih
membolos sekolah secara terus-menerus.
Anak-anak mungkin bersikap tertutup akan pengalamannya sehingga para orang tua diharuskan bersabar
dalam upaya mengorek cerita si anak. Selanjutnya yaitu memberikan pengertian pada anak korban
bullying bukanlah kesalahannya, dalam hal ini orang tua harus memupuk rasa percaya diri anak sehingga
tidak merasa rendah diri dan mudah ditindas oleh orang lain.
Para orang tua disarankan untuk saling berkomunikasi dengan orang tua siswa lain, komunikasi secara
intensif sangat diperlukan dengan pihak sekolah, organisasi masyarakat, korban serta pelaku bullying itu
sendiri. Dengan pendekatan secara perlahan dan mendalam maka anak akan semakin terbuka
mengungkapkan setiap apa yang ia alami dan hadapi selama ini.
Masalah bullying tidak hanya merupakan tanggung jawab orang tua saja, namun semua pihak sekolah
(guru dan pembimbing konseling) harus saling bekerjasama dalam mengatasi bullying di sekolah. Para
guru dan juga tidak boleh menganggap remeh mengenai tingkah laku anak-anak Perlu adanya bimbingan
serta konseling pada setiap siswa, guru beserta pembimbing konseling diharapkan dapat membuat
program-program efektif yang ditujukan memberantas bullying.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, para guru
dan pembimbing konseling diharapkan juga menjalin komunikasi secara efektif sengan para siswa,
menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran, guru memberikan kebebasan kepada setiap siswa
untuk berkreasi dan selalu menghargai kelebihan serta kemampuan siswa.
Para orang tua maupun guru hendaknya mendorong anak-anak untuk mengembangkan bakat dan
minatnya sehingga anak-anak menjadi lebih fokus untuk mendapatkan prestasi mereka masing-masing
dibandingkan menindas orang lain. Selama ini para guru agaknya kurang memperhatikan interaksi
murid-muridnya.
Dalam hal ini sangat penting bahwa setiap guru harus mempunyai keterampilan mencegah dan mengatasi
bullying serta melakukan komunikasi secara intens kepada para orang tua mengenai perkembangan setiap
anak. Selanjutnya, secara teratur sekolah seharusnya mempunyai jadwal untuk mengadakan forum dialog
atau pengaduan antara siswa dan sekolah serta orangtua dan sekolah.
Sekolah juga harus menerapkan sanksi yang sangat tegas terkait tindakan bullying sehingga setiap siswa
akan lebih berpikir dua kali apabila akan melakukan tindakan bullying. Akan tetapi, jika permasalahan
bullyng yang terjadi disekolah tidak kunjung selesai atau tidak dapat diatasi lagi oleh pihak sekolah, maka
pihak sekolah dapat melaporkan kasus bullying ini kepada pihak berwajib.

Anda mungkin juga menyukai