Anda di halaman 1dari 65

Kata Pengantar

Sebagai makhluk social yang tak luput


dari perhatian masyarakat, setiap hari Anda
selalu bergaul, berhubungan, dan berkomunikasi
dengan orang lain yang ada disekitar Anda.

Pelajaran psikologi social ini merupakan


studi tentang hubungan manusia dengan
kelompok yang berfokus pada individu dan
mencoba untuk menjelaskan bagaimana pikiran,
perasaan dan perilaku individu yang dipengaruhi
oleh orang lain.

Dalam buku ini membahas tentang


fenomena Cyberbullying dikalangan remaja yang
ditinjau dari sikap dalam kebiasaan social disertai
dengan beberapa contoh kasus Cyberbullying
yang pernah dialami oleh penulis. Di zaman yang
serba tak luput dari teknologi terdapat berbagai
keuntungan serta kerugian. Dimana informasi
dan komunikasi dapat diakses dengan mudah
namun juga membawa dampak buruk seperti
adanya perilaku bullying di dunia maya.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 1


Akhirnya, penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu
selesainya pengerjaan Buku Fenomena
Cyberbullying di Kalangan remaja untuk
memenuhi persyaratan ujian akhir dalam mata
kuliah Psikologi Sosial. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi semua orang terutama para
remaja. Selamat belajar!

Surabaya, 19 Juni 2016

Penulis

(Irma Ayu Sofiyani)

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………... 1

DAFTAR ISI………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………….... 4


1.2 Rumusan Masalah……………………….......... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Bullying dan Cyberbullying……….. 6

2.2 Bentuk dan Metode Tindakan Cyberbullying… 8

2.3 Perbedaan Fenomena Cyberbullying di Negara


Barat dan Indonesia…………………………... 8

2.4 Penyebab Cyberbullying Menyerang Remaja…10

2.5 Asumsi Hubungan Antara Teori dan Pendekatan


Perilaku Sosial dengan Cyberbullying……….. 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………… 32

3.2 Saran…………………………………………... 33

ENGLISH TRANSLATION……………………… 36

DAFTAR PUSTAKA…………………………….. 61

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 3


Fenomena Cyberbullying di Kalangan
Remaja

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cyberbullying adalah tindakan intimidasi
yang dilakukan anak maupun remaja di dunia
maya terutama di media social. Bentuk
cyberbullying dapat berupa ejekan, hinaan,
caciaan, ataupun hacking. Fenomena
cyberbullying ini sebenarnya sama saja
dengan bullying pada umumnya yang
menyerang psikis dan fisik seseorang yang di
bully, yang membedakan adalah tempatnya.
Cyberbullying dilakukan pada dunia maya
melalui perantara media elektronik sedangkan
bullying dilakukan di dunia nyata dan tanpa
perantara namun langsung dan berhadapan
dengan korban. Tindakan Cyberbullying

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 4


terjadi karena adanya proses kebiasaan dan
lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Perbedaan Bullying dan
Cyberbullying?
2. Bagaimana Bentuk dan Metode Tindakan
Cyberbullying?
3. Apa Perbedaan Fenomena Cyberbullying
di Negara Barat dan Indonesia?
4. Mengapa Cyberbullying dapat
Menyerang Remaja?
5. Dimana Remaja Biasanya melakukan
Tindakan Cyberbullying?
6. Kapan tindakan Cyberbullying dapat
terjadi?
7. Bagaimana Asumsi Hubungan Antara
Teori dan Pendekatan Perilaku Sosial
dengan Cyberbullying?
8. Siapa saja yang Dapat Mengontrol
Tindakan Cyberbullying?

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 5


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Bullying dan Cyberbullying

Bullying di antara remaja umumnya


didefinisikan sebagai perbuatan yang disengaja,
mengulangi tindakan menyakitkan, kata-kata atau
perilaku lainnya, seperti ejekan, mengancam
dan/atau menghindari, dilakukan oleh satu atau
lebih individu terhadap yang lain. Bullying dapat
dilakukan secara fisik, psikologis, sosial, ataupun
verbal dengan kekuatan masing-masing pihak
tidak sesuai dan hanya menguntungkan atau
membawa kepuasan salah satu pihak saja.
Contoh fisik bullying meliputi ; meninju,
menusuk, mencekik, menarik rambut, memukul,
menggigit, menendang dan menampar. Verbal
bullying meliputi ; ejekan, menggoda dan gosip.
Emosional bullying meliputi ; menolak, meneror,
mempermalukan, memeras, memanipulasi
persahabatan, dan mengisolasi (dikucilkan). Hal-

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 6


hal tersebut dapat dilakukan secara individu
maupun kelompok dan biasanya para pelaku
memanfaatkan keuntungan dari orang lain yang
dianggap lemah. Jadi, tindakan-tindakan
Bullying tentu dapat merugikan korban, dan
umumnya berupa mengejek nama, mengganggu
atau mengucilkan korban.

Cyberbullying adalah tindakan intimidasi


yang dilakukan anak maupun remaja di dunia
maya terutama di media social. Bentuk
cyberbullying dapat berupa ejekan, hinaan,
caciaan, ataupun hacking. Fenomena
cyberbullying ini sebenarnya sama saja dengan
bullying pada umumnya yang menyerang psikis
dan fisik seseorang yang di bully, yang
membedakan adalah tempatnya. Cyberbullying
dilakukan pada dunia maya melalui perantara
media elektronik sedangkan bullying dilakukan
di dunia nyata dan tanpa perantara namun
langsung dan berhadapan dengan korban.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 7


2.2 Bentuk dan Metode Tindakan Cyberbullying

Bentuk dan metode tindakan


cyberbullying sangat beragam dimulai dari
ejekan di media social, gossip, mengirim pesan
ancaman melalui email, melakukan terror melalui
sms maupun telepon genggam, hujatan atas
postingan, menggungah foto yang
mempermalukan korban, meretas berbagai akun
media social (hacking), membuat situs web yang
bertujuan untuk memfitnah hingga mengancam
dan membuat masalah pada korban. Alasan
melakukan tindakan bullying juga beragam mulai
dari rasa frustasi, depresi, ingin balas dendam,
mencari eksistensi dan popularitas, mencari
hiburan, atau hanya sekedar bercanda.

2.3 Perbedaan Fenomena Cyberbullying di


Negara Barat dan Indonesia

Fenomena cyberbullying di Negara bagian


barat menjadi suatu masalah yang serius dan

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 8


perlu adanya tindakan hukum secara tegas untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Sudah
banyak kasus yang menunjukkan bahwa tindakan
cyberbullying ini membawa pengaruh yang luar
biasa pada korban dan tidak jarang berakhir
dengan tragis seperti bunuh diri. Lain hal dengan
di Indonesia, fenomena cyberbullying di
Indonesia menjadi hal yang sepele, tidak heran
jika kasus cyberbullying semakin marak
bermunculan mulai dari berbagai kalangan. Tidak
ada tindak lanjut yang tegas dari pihak hukum
tentang berbagai kasus cyberbullying kecuali
hanya pada pihak-pihak tertentu, membuat tidak
adanya rasa jera pada pelaku sehingga perilaku
cyberbullying ini akan terus berlangsung dan
semakin meningkat dalam berbagai kasus. Jadi
cyberbullying ini sudah banyak terjadi di
Indonesia namun para korban cyberbullying lebih
memilih untuk tidak menceritakannya kepada
orang tua, orang terdekat (sahabat/saudara)

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 9


maupun pihak yang berwajib sehingga para orang
tua tidak pernah mengetahui anak-anaknya
menjadi korban bullying di dunia maya.
Sehingga cyberbullying tidak diketahui oleh
orang awam yang tidak tahu atau tidak paham
mengenai dunia maya kecuali pihak-pihak
tertentu yang paham akan dunia maya
menyebabkan tidak adanya perhatian khusus
terhadap kasus cyberbullying di Indonesia.

2.4 Penyebab Cyberbullying Menyerang Remaja

Cyberbullying ini mayoritas menyerang pada


kalangan remaja sebab intensitas para remaja
untuk menggunakan internet dan media social
tergolong tinggi. Hal ini merupakan hal yang
wajar sebab di era modernisasi dan globalisasi ini
sangat memungkinkan untuk mengakses internet
dan social media untuk memenuhi berbagai
kebutuhan, terutama pada siswa yang kini lebih
mudah dalam mengakses berbagai situs

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 10


pengetahuan untuk menambah wawasan dan
media social yang memudahkan para remaja
untuk berkomunikasi. Disisi lain kemajuan
teknologi ini membawa dampak yang buruk pula
seperti para siswa menjadi malas belajar, para
remaja yang sibuk menunjukkan popularitas di
media social. Cyberbullying terjadi karena
adanya suatu kebiasaan (habitus) dan lingkungan.
Kebiasaan para remaja yang kecanduan internet
dan media social untuk memenuhi berbagai
kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kebiasaan yang buruk dapat membentuk perilaku
yang buruk pula, kebiasaan setiap individu dapat
diperoleh melalui jalan yang berbeda-beda
seperti melalui pengalaman dan pembentukkan
kebiasaan dari lamanya kehidupan social pada
posisi tertentu. Misalnya anak yang mempunyai
sifat genetic pemarah dan egois karena
merupakan anak tunggal yang didalam
dikehidupan sosialnya ia lebih sering eksis di

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 11


dunia maya daripada di dunia nyata maka akan
suka mengungkapkan kemarahan dan emosinya
secara tidak langsung atau melalui perantara
seperti halnya kasus bullying maka anak tersebut
akan cenderung langsung menghina dan mencaci
maki korban di dunia maya daripada harus
berhadapan langsung pada korban. Kebiasaan ini
terjadi karena adanya kebiasaan pada pola
kehidupan sosialnya. Lingkungan adalah tempat
berinteraksi antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, maupun kelompok
dengan kelompok dalam menjalin kebersamaan.
Faktor lingkungan ini juga menjadi penyebab
timbulnya cyberbullying sebab dalam lingkungan
akan membentuk suatu karakter yang dibangun
dengan suatu kebiasaan. Lingkungan kini bukan
sekedar menjadi tempat berinteraksi tetapi juga
dijadikan sebagai ajang kompetisi dimana
anggota kelompok yang satu dengan yang
lainnya berlomba-lomba membuat berbagai akun

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 12


social media untuk menunjukkan eksistensinya
sebagai remaja yang actual dan tidak ketinggalan
zaman. Lingkungan juga dipengaruhi oleh
kehidupan social, jika di lingkungan korban
cenderung bersifat agresif maka jika ia mendapat
perlakuan intimidasi maka ia akan berontak dan
berusaha untuk tetap menjaga harga dirinya
namun jika di lingkungannya korban mempunyai
sifat yang simple dan tidak terlalu memikirkan
suatu masalah maka ia akan mendapatkan
perlakuan intimidasi secara terus menerus dan
lebih intens maka para pelaku akan bebas
mengeksplore, memfitnah dan mencari-cari
kesalahan korban namun korban akan memilih
diam dan tidak memberontak.

Dari bebagai kasus cyberbullying, saya


juga sempat pernah merasakan menjadi korban
pada saat saya duduk dikelas 2 Sekolah
Menengah Atas. Saya menjadi korban
cyberbullying karena adanya kesalahpahaman

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 13


antara saya dan teman saya yang selalu berfikiran
negative terhadap saya. Waktu itu saya pernah
dituduh telah menyakiti hati teman saya padahal
saya tidak mempunyai niat untuk melakukan hal
tersebut sehingga teman yang merasa tersakiti
oleh saya bercerita kepada teman-teman sekelas
saya tanpa sepengatahuan saya bahwa saya
adalah orang yang tidak bisa menjaga perasaan
seseorang. Kemudian teman sekelas saya
bersama-sama menghujat saya, memfitnah saya,
menyindir saya secara tidak langsung di social
media. Awalnya saya tidak mengetahui
cyberbullying yang dilakukan terhadap saya,
mungkin mereka mempunyai niat agar saya bisa
berubah atau ada pihak lain yang memang
membenci saya jadi semua yang saya lakukan
selalu salah dimatanya sehingga ia mengajak
teman-teman saya untuk ikut bersama menghujat
saya di social media. Karena saya merupakan tipe
orang yang tidak bisa ambil diam sebab saya

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 14


merasa tidak bersalah dan bukan maksud saya
menyakiti hati teman saya sehingga saya
meminta maaf kepada mereka semua yang
membully saya baik di social media atau secara
langsung mengingat kita semua adalah teman
sekelas, saya berusaha mencoba menjelaskan
kepada mereka dengan baik-baik bahwa bukan
maksud saya untuk menyakiti hati namun saya
berusaha untuk memberi solusi atas
permasalahan yang sedang dialami teman saya
yang sakit hati karena saya ingin teman saya
dalam hal pelajaran tidak mencontek melulu agar
dia mempunyai motivasi untuk belajar namun
teman saya tersebut mengartikan lain. Namun
disisi lain saya juga pernah menjadi pihak yang
melakukan cyberbullying karena tuntutan
konformitas, dimana saya tidak terlibat langsung
terhadap suatu permasalahan namun saya dituntut
untuk melakukan hal sama yang dilakukan oleh
sahabat saya (kelompok). Masih berlangsung

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 15


hingga saat ini saya dan sahabat saya selalu
mengomentari atau menghina postingan foto di
akun social media sahabat saya yang lain seperti
sahabat saya yang memang mempunyai fisik
gendut ataupun berkulit hitam legam maupun
sahabat saya yang lamban dalam berfikir namun
semua itu masih dalam konteks yang wajar atau
hanya sekedar bercanda tapi sahabat saya yang
menjadi korban bullying saya dengan beberapa
sahabat saya yang lain, dia selalu marah dan
meminta kita untuk tidak mengulanginya lagi
namun lagi-lagi hal itu malah dijadikan bahan
tertawaan dengan beberapa sahabat saya yang
lainnya.

2.5 Asumsi Hubungan Antara Teori dan


Pendekatan Perilaku Sosial dengan
Cyberbullying

“One fundamental attribute of attitudes is that


they are subjective—that is, they reflect how a

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 16


person sees an object and not necessarily how
the object actually exists. Consequently, attitudes
should be considered a part of the subjective self,
which is the stream of thoughts, feelings, and
actions that govern how someone lives (James,
1890).” Setelah ditelaah lebih dalam
cyberbullying terjadi karena faktor kebiasaan dan
lingkungan. Dimana keduanya saling
mempengaruhi dalam pembentukkan karakter
dan kehidupan social seseorang. Suatu perilaku
cyberbullying tersebut dapat tumbuh karena
adanya tiga atribut diantaranya berfikir,
merasakan, dan bertindak. Seseorang yang akan
melakukan tindakan cyberbullying akan berfikir
terlebih dahulu tentang suatu hal yang dilihatnya
namun seseorang remaja lebih melihat pada sudut
pandang subjektif dari pada objektif sehingga
muncul asumsi dan negative thinking pada
korban. Dari munculnya asumsi negative tersebut
timbul suatu perasaan yang menimbulkan

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 17


prasangka buruk juga yang akhirnya berujung
pada pembentukkan kebiasaan yang membangun
kehidupan sosialnya. Jadi para pelaku
cyberbullying lebih melihat seseorang melalui
sudut pandang subjektif yang berdasar pada
proses berfikir, merasakan dan berujung pada
tindakan cyberbullying yang dilakukan secara
berulang-ulang dan menjadi suatu kebiasaan
yang buruk. Namun bukan berarti para pelaku
harus melihat seseorang dari segi objektif saja
tapi tetap harus melihat seseorang tersebut dari
segi subjektif pula, sebab untuk membangun
sebuah asumsi di butuhkan pemikiran dari segi
subjektif dan objektif secara seimbang.
Pentingnya komponen dari suatu nilai-nilai
membuat seseorang bersikap berbeda-beda,
dengan sikap positif bukan berarti mempunyai
target berupa prinsip-prinsip penting dalam
hidup. Satu atribut fundamental bahwa sikap
subjektif menunjukkan bagaimana melihat suatu

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 18


objek dan belum tentu suatu objek tersebut
benar-benar ada. Oleh karena itu sikap juga harus
dinilai secara subjekif yang merupakan hasil
aliran pikiran, perasaan, dan tindakan yang
mengatur bagimana seseorang itu hidup.

“Guiding Assumptions The three-component


model hypothesizes that attitudes express
people’s beliefs, feelings, and past behaviors
regarding the attitude object (Zanna & Rempel,
1988).” Melalui hipotesis yang menghasilkan 3
komponen tersebut, maka sikap dapat dibentuk
melalui komponen afektif, komponen kognitif,
dan komponen perilaku. Dengan demikian,
model ini menunjukkan bahwa orang-orang
memiliki sikap positif terhadap suatu objek
ketika keyakinan mereka, perasaan, dan perilaku
mengungkapkan kesukaan terhadap suatu objek,
sedangkan orang memiliki sikap negatif terhadap
suatu objek saat keyakinan mereka, perasaan, dan
perilaku menunjukkan ekspresi ketidaksukaan

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 19


terhadap suatu objek. Verbal dan nonverbal
merupakan langkah-langkah yang dapat
digunakan sebagai indicator untuk setiap
komponen kemudian dikumpulkan untuk
membentuk indeks keseluruhan. Sebagai bukti
model 3 komponen tersebut menemukan bahwa
suatu kepercayaan, perasaan, dan perilaku
terhadap suatu objek berkorelasi namun berbeda
diukur dari nonverbal dan verbal.

“Guiding Assumptions It is also possible to view


attitudes as evaluative responses to an object that
are influenced by beliefs alone (e.g., McGuire,
1960; Wyer, 1970)” Cyberbullying dapat terjadi
jika dalam melihat tanggapan dari suatu sikap
sebagai evaluative terhadap objek didasarkan
pada keyakinan sendiri. Dari perspektif ini,
penting untuk memahami bagaimana keyakinan
saling terkait dengan tanggapan afektif. Gagasan
mengenai sikap bahwa penolakan dan
penerimaan hasil dari evaluative merupakan

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 20


bagian dari perspektif harapan-nilai pada sikap,
(misalnya, teori tindakan beralasan; Fishbein &
Ajzen, 1975). Menurut pendekatan ini sikap
merupakan hasil dari keyakinan evaluative
mengenai objek sikap.

“Perhaps the ease of affective processing


explains why (a) affective reactions exert a
stronger influence on attitudes when there is a
conflict between affect and cognition (Lavine,
Thomsen, Zanna, & Borgida, 1998), (b) affect
has a stronger influence on mental
representations of others in general (Jussim,
Nelson, Manis, & Soffin, 1995), and (c) affect is
more closely related to the importance attached
to social values (Maio & Olson, 1998).”
“That is, semantic differential and Likert scales
yield attitude scores that predict behavior (Ajzen
& Fishbein, 1977; Kraus, 1995). In addition, the
unidimensional model is consistent with Judd and
Kulik’s (1980) observation that people are faster

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 21


at identifying their agreement or disagreement
with extreme attitude positions than with neutral
attitude positions.” Orang akan dengan mudah
mewakili sikap positif yang kuat (tanpa negative
apapun) dan sikap negative yang kuat (tanpa
positif apapun) dalam pikiran mereka. Dapat
disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai
kecenderungan condong untuk memilih diantara
keputusan yang akan diambilnya (positif maupun
negative) akan dapat lebih mudah untuk
mengidentifikasi sikap yang akan dilakukan
daripada seseorang yang memilih bersikap netral
dalam mengambil suatu keputusan untuk
melakukan pendapat. Pendekatan ini mencegah
respon netral ambigu (Kaplan, 1972). Artinya,
dalam satu semantik-diferensial dan Likert item,
netralitas mungkin berasal dari tidak adanya
kedua positif dan negatif terhadap objek sikap,
atau mungkin berasal dari kehadiran simultan
dari kedua positif dan negatif; timbangan

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 22


perpecahan dapat membedakan kedua jenis
kenetralan. Pendekatan ini memungkinkan
responden untuk menunjukkan beberapa
keyakinan dan emosi yang
positif dan beberapa keyakinan dan emosi yang
negatif. Dalam hal tindakan Cyberbullying maka,
pelaku mempunyai pemikiran ekstrim dalam
menentukan suatu keputusan untuk melakukan
sebuah tindakan namun pelaku lebih mewakili
sikap yang condong terhadap sikap negative yang
kuat (tanpa positif apapun) dan menunjukkan
keyakinan dan emosi yang negatif.
“Smith et al. (1956) suggested that attitudes
serve three functions: object appraisal, social
adjustment, and externalization.” Obyek
penilaian mengacu pada kemampuan sikap untuk
merangkum atribut positif dan negatif dari benda-
benda di lingkungan kita; penyesuaian sosial
dilayani oleh sikap yang membantu kita untuk
mengidentifikasi dengan orang yang kita sukai

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 23


dan untuk memisahkan dari orang-orang yang
tidak kita sukai; dan eksternalisasi terpenuhi
oleh sikap yang membela diri terhadap konflik
internal. “D. Katz (1960) proposed four attitude
functions, which overlap with those proposed by
Smith et al. (1956): knowledge, utility, value
expression, and ego defense. The knowledge
function represents the ability of attitudes to
summarize information about attitude objects;
the utilitarian function exists in attitudes that
maximize rewards and minimize punishments
obtained from attitude objects; the value-
expressive function exists in attitudes that express
the self-concept and central values (e.g., equality,
freedom; Maio & Olson, 1998; Rokeach, 1973;
Schwartz, 1992); and the ego-defensive function
protects self-esteem.”
Fungsi obyek penilaian (yang menggabungkan
aspek fungsi utilitarian dan pengetahuan)
mungkin paling menjelaskan mengapa orang-

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 24


orang membentuk sikap di tempat pertama.
Fungsi ini menyiratkan bahwa sikap
mengklasifikasikan objek di lingkungan untuk
tujuan tindakan. Selain itu, bisa dikatakan bahwa
semua sikap yang kuat menyederhanakan
interaksi dengan lingkungan di
cara ini, terlepas dari apakah sikap menyiratkan
ungkapan kesukaan ataupun ungkapan
ketidaksukaan menuju objek sikap. Fazio (1995,
2000) berpendapat bahwa fungsi object appraisal
harus lebih kuat dilayani oleh sikap yang spontan
diaktifkan dari memori ketika objek ditemui
dibandingkan dengan sikap yang tidak spontan
diambil. Konsistensi hipotesis ini dapat dilihat
bahwa sikap yang mudah diakses atau sikap yang
dapat dengan mudah di identifikasi oleh orang
lain cenderung lebih mudah untuk mendapatkan
penilaian yang relevan dari orang lain.
Teori konsistensi evaluative-kognitif Rosenberg,
menurut teori ini orang berusaha untuk

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 25


konsistensi antara sikap dan nilai-nilai social.
Rosenberg (1960) menyatakan bahwa orang tidak
mungkin untuk mengembalikan konsistensi
dengan mengubah pribadi nilai karena setiap nilai
dapat relevan dengan banyak sikap. Jadi untuk
meminimalisasi tindakan Cyberbullying
sebaiknya tidak terburu-buru untuk berprasangka
negative terlebih dahulu dan menyimpulkan
maksud sikap yang dilakukan orang lain itu
buruk sebab suatu sikap dapat membias dan
mempunyai maksud yang beragam.
“Instrumental attitudes classify attitude objects
according to their ability to promote self-interest,
whereas symbolic attitudes express concerns
about self-image and personal values (Herek,
1986; Sears, 1988).” Dalam pengukuran sikap
seseorang, sikap terhadap kelompok terkait
dengan keyakinan tentang nilai-nilai anggota
kelompok tersebut, lebih dari keyakinan tentang
implikasi anggota kelompok untuk kesejahteraan

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 26


pribadinya. Ketika sikap memiliki fungsi
simbolik, maka nilai-nilai pribadi meningkatkan
prediksi terhadap perilaku dengan
menghubungkan relevansi sikap diatas keyakinan
tentang atribut yang berperan sebagai perilaku
yang positif atau negative dan persepsi norma
kelompok.
Ada beberapa karakteristik sikap diantaranya :
1. Ekstremitas
Mengacu sejauh mana sikap menyimpang
dari netral titik tengah, sejauh mana
evaluasi individu adalah sangat
menguntungkan atau sangat tidak
menguntungkan. Sikap ekstrim lebih
tahan pengaruh, diproyeksikan ke orang
lain, memprediksi perilaku. Teori sikap
diasumsikan bahwa sikap ekstrim
berkembang dari waktu ke waktu, sering
dihasilkan dari tindakan yang secara
terbuka dalam posisinya.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 27


2. Langsung tidaknya pengalaman
Sikap dapat didasarkan secara langsung
dalam pengalaman pribadi dengan objek,
atau didasarkan pada informasi langsung
dari orang lain tentang objek. Pengalaman
langsung meningkatkan kepercayaan
sikap.
3. Aksesbilitas
Aksesbilitas mengacu pada kemudahan
aktivasi (aktivasi potensial) dari suatu
konstruksi (Higgins, 1996). Sikap yang
sangat mudah diakses merupakan evaluasi
yang datang ke pikiran dengan cepat dan
spontan ketika objek sikap ditemui. Sikap
yang mudah diakses lebih tahan terhadap
perubahan, lebih mungkin untuk
mempengaruhi persepsi sikap dalam
peristiwa yang relevan, mungkin untuk
memprediksi perilaku.
4. Embeddedness

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 28


Sikap yang dibentuk melalui banyaknya
informasi yang diterima memungkinkan
orang untuk bersikap lebih percaya diri
dan memberikan individu banyak
pengetahuan untuk menangkal pengaruh
potensial informasi baru.
5. Konsistensi Evaluatif
Mengacu pada tingkat konsistensi antara
sikap keseluruhan (evaluasi) dan 3
komponennya (Kognitif, afektif, atau
informasi perilaku). Sikap konsisten
membuat seseorang lebih percaya diri dan
lebih mudah diakses daripada tidak
konsisten sikap. Sikap konsistensi
evaluative tinggi lebih stabil, lebih tahan
terhadap perubahan, lebih mungkin untuk
mempengaruhi informasi pengolahan, dan
lebih mungkin untuk memprediksi
perilaku daripada sikap konsistensi
evaluative yang rendah.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 29


6. Ambivalensi
Mengacu pada keberadaan simultan
bertentangan unsur positif dan negative
dalam sikap. Ambivalen sikap diduga
memiliki efek polarisasi karena sikap
tersebut mengandung baikn positif
maupun negative informasi yang
mempengaruhi penilaian.
Melalui berbagai macam karakteristik sikap yang
telah disebutkan diatas, karakteristik yang satu
dengan yang lain sangat berkesinambungan dan
berkaitan, yang dapat menjadi dasar untuk
menidentifikasi bagaimana sikap Cyberbullying
timbul. Teori keseimbangan Heider adalah salah
satu model paling awal hubungan antara sikap.
Keseimbangan terjadi ketika seseorang setuju
dengan seseorang siapa yang dia suka atau ketika
seseorang tidak setuju dengan seseorang siapa
yang dia tidak suka. Individu yang tidak
seimbang dalam bersikap harus mengkonversi

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 30


dirinya dengan sikap individu lain yang seimbang
dengan menggunakan 3 strategi yaitu mengubah
sikap, mengubah keyakinan, dan diferensiasi.
Seperti halnya perilaku Cyberbullying, nilai-nilai
negative yang tidak dapat diterima dalam
kehidupan social yang dapat digolongkan sebagai
penyimpangan social dimana tindakan yang
dilakukan tidak seimbang dengan nilai yang
berlaku maka individu tersebut harus
mengkonversi perilaku yang dianggap tidak
sesuai tersebut dengan mengubah perilaku
buruknya tersebut yang sering menghina orang
lain, mengubah keyakinan bahwa tidak selalu
orang lain itu salah atau mengubah pandangan
untuk menilai perilaku orang lain menjadi lebih
berfikir positif, dan diferensiasi yang berfokus
pada aspek tertentu saja.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 31


BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Cyberbullying adalah tindakan intimidasi yang
dilakukan anak maupun remaja di dunia maya
terutama di media social. Bentuk cyberbullying
dapat berupa ejekan, hinaan, caciaan, ataupun
hacking. Cyberbullying dapat menyerang remaja
karena pada umumnya remaja sangat aktif di
dunia maya untuk menunjukkan eksistensi
dirinya. Cyberbullying dapat terjadi melalui
proses kebiasaan dan lingkungan. Dimana
kebiasaan yang buruk terjadi berulang-ulang dan
factor lingkungan yang mendukung
berkembangnya sikap buruk tersebut. Sehingga
jika suatu sikap buruk itu telah semakin
berkembang pada diri seseorang akan membuat
seseorang itu berperilaku egois dan selalu
mempunyai prasangka negative pada objek yang
dilihat dan tidak disukainya.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 32


3.2 SARAN
Solusi pencegahan cyberbullying dikalangan
remaja dapat dimulai oleh memaksimalkan peran
orang tua dan guru untuk mengontrol setiap
kegiatan para remaja khususnya dalam hal
kehidupan sosialnya di dunia maya. “In addition,
attitudes toward social partners become more
imbued with affect as people get older and when
they are diagnosed with a critical illness—
conditions that presumably increase the
importance of close affective ties with others
(Carstensen, Isaacowitz, & Charles, 1999).”
Sikap terhadap mitra social lebih akan dijiwai
apabila seseorang sedang mengalami
permasalahan yang kritis seperti tindakan
Cyberbullying yang mengancam kepercayaan diri
dan keyakinan seseorang, kondisi yang
memungkinkan untuk meningkatkan ikatan
afektif dekat dengan orang lain. Dalam hal ini,

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 33


ikatan afektif antara seseorang dengan orang
terdekatnya (missal: orang tua, guru, sahabat,
kekasih) dapat membawa pengaruh secara positif.
Di zaman yang sudah serba tak luput dari
teknologi ini, upaya pencegahan bukan lagi
menjadi cara pengendalian yang efektif. Kita
harus menganalisa suatu fenomena bullying dari
berbagai perspektif yang sesuai dengan berbagai
kondisi dan situasi, jika dilihat dari sisi pelaku
yang menjadikan cyberbullying menjadi suatu
kebiasaan buruk seharusnya mulai diarahkan
pada kebiasaan yang lebih mengarah ke hal-hal
yang postif dan lebih baik. Semisal jika
seseorang sudah terbiasa melakukan
cyberbullying kita harus mengarahkan suatu
kebiasaan tersebut menjadi suatu kebiasaan yang
mempunyai manfaat seperti bullying yang
sifatnya membangun orang lain. Disini saya lebih
menekankan untuk si pelaku cyberbullying agar
berusaha untuk membully seseorang secara

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 34


positif sehingga tidak akan timbul kerugian yang
berarti dari perilaku cyberbullying antara pelaku
dan korban.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 35


The Phenomenon Of Cyberbullying
Among Adolescents

CHAPTER I INTRODUCTION

1.1 Background
Cyberbullying is the Act of intimidation that kids
do as well as teens in virtual worlds especially in
social media. A form of cyberbullying can be a
mockery, insults, caciaan, or hacking. The
phenomenon of cyberbullying is actually
tantamount to bullying in general physical and
psychic who attacked someone in the bully, the
difference is the place. Cyberbullying was done
on the virtual world through an intermediary
electronic media while bullying is done in the
real world and without an intermediary but direct
and dealing with victims. Acts of Cyberbullying
occur due to habit and process environment.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 36


1.2 Outline of the Problem
1. What is the difference of Bullying and
Cyberbullying?
2. How the forms and methods of action of
Cyberbullying?
3. What is the difference to the phenomenon of
Cyberbullying in Western countries and
Indonesia?
4. Why is Cyberbullying can attack a teenager?
5. Where Teens usually do the actions of
Cyberbullying?
6. When acts of Cyberbullying can occur?
7. What is the relationship between the
assumptions of the theory and approach of
social behavior with Cyberbullying?
8. Anyone who can control the acts of
Cyberbullying?

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 37


CHAPTER II DISCUSSION

2.1 difference in Bullying and Cyberbullying


Bullying among teenagers is generally defined as
the Act of deliberate, repeated actions hurtful,
words or other behavior, such as ridicule,
threaten and/or avoid, performed by one or more
individuals to one another. Bullying can be done
physically, psychologically, socially, or verbal
with the strength of each party are not
appropriate and are only profitable or bring the
satisfaction of one party only. Examples of
physical bullying include; punching, strangling,
stabbing, hair pulling, hitting, biting, kicking and
slapping. Verbal bullying include; taunt, flirt and
gossip. Emotional bullying include; refuse,
terrorize, humiliate, blackmail, manipulating
friendships, and isolate (excommunicated). These
things can be done individually and the Group
and usually the perpetrators take advantage of

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 38


others who are considered weak. So, the Bullying
actions can certainly be detrimental to the victim,
and generally be scoffed at the name, disturbing
or isolate the victim.
Cyberbullying is the Act of intimidation that kids
do as well as teens in virtual worlds especially in
social media. A form of cyberbullying can be a
mockery, insults, abusive, or hacking. The
phenomenon of cyberbullying is actually
tantamount to bullying in general physical and
psychic who attacked someone in the bully, the
difference is the place. Cyberbullying was done
on the virtual world through an intermediary
electronic media while bullying is done in the
real world and without an intermediary but direct
and dealing with victims.
2.2 Forms and methods of action of
Cyberbullying
Forms and methods of cyberbullying actions very
diverse starting from ridicule in social media,

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 39


gossip, sends a message of threats via email, do a
terror cell phone or via sms, blasphemy over
postings, upload photos that humiliate the
victims, paved a wide range of social media
accounts (hacking), create a website that aims to
malign and threatening to make trouble on the
victim. Reason for doing the Act of bullying also
ranged from frustration, depression, wanted
revenge, seeking existence and popularity,
entertain, or just kidding.
2.3 Difference phenomenon of Cyberbullying in
Western countries and Indonesia
The phenomenon of cyberbullying in the West
part of the Country into a serious problem and
the need for legal action expressly to solve these
problems. There have been many cases of
cyberbullying actions that indicate that this
brings an incredible influence on the victim and
not uncommon to end up with such a tragic
suicide. Another thing with in Indonesia, the

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 40


phenomenon of cyberbullying in Indonesia is
trivial, no wonder if the case of cyberbullying
languid start popping up from different walks of
life. There is no strict follow-up of the law about
cyberbullying cases except only on certain
parties, making the absence of taste deterrent on
perpetrators of cyberbullying behavior so that it
will be continued and increased in many cases.
So it's been a lot going on cyberbullying in
Indonesia but cyberbullying victims prefer not to
tell it to parents, the person closest to you
(friend/brother) as well as party officials so that
the parents never knowing his children become
victims of bullying in the virtual world. So that
cyberbullying is not known by laymen who don't
know or don't understand about virtual worlds
unless the parties will understand the particular
virtual world cause lack of particular attention to
cases of cyberbullying in Indonesia.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 41


2.4 Causes of Cyberbullying Teen Attacked

Cyberbullying is the majority of attack on


adolescents because the intensity of the youth to
use the internet and social media belongs to high.
This is a reasonable thing for the era of
modernization and globalization this it's possible
to access the internet and social media to meet a
variety of needs, especially on the students who
are now easier to access various sites of
knowledge to add insight and social media that
make it easier for teenagers to communicate. On
the other hand this technological advancement
brings bad impacts also like being lazy students
learn, the busy teen shows the popularity in
social media. Cyberbullying occurs due to a habit
(habitus) and the environment. Habits of
teenagers are addicted to the internet and social
media to meet a variety of needs in daily life.
Bad habits can form a bad behavior, habits of
each individual can be obtained through different

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 42


avenues such as through experience and
formation of the habit of duration of specific
positions on social life. For example, children
who have genetic grumpy and selfish because it
is the only child in her late in life he more often
exist in cyberspace than in the real world then
would love to reveal his emotions of anger and
indirectly or through intermediaries as is the case
of bullying then they will tend to directly insult
and berate the victim in cyberspace rather than
having to face directly to the victims. This habit
occur due to customs on social life patterns. The
neighborhood is a place to interact between the
individual and the individual, the individual with
the group, or groups with the group in the
interweaving of togetherness. Environmental
factors is also the cause of the onset of
cyberbullying because in the environment will
create a character that was built with a habit. The
environment is not just a place to interact but also

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 43


serve as event competition where members of the
group are vying with each other to make a variety
of social media accounts in order to demonstrate
its existence as a teenager that outmoded and not
actual. The environment is also influenced by
social life, if in the victim's environment tends to
be aggressive so if he gets the treatment he would
rebel intimidation and trying to keep his pride but
if in the environment of the victim has a simple
and not-too-think of a problem then he will get
the treatment continuous intimidation and more
intense then the perpetrators will be free to
explore , defamatory and find fault the victim but
the victim would choose the silent and do not
rebel.
Of the many cases of cyberbullying, I also had
ever felt victimized by the time I sit processed 2
high school. I became a victim of cyberbullying
because of a misunderstanding between me and
my friend who always thought negative against

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 44


me. That time I have been accused of hurting the
hearts of my friend but I do not have the intention
to do so friend who felt hurt by me telling my
classmates without know me that I was the one
who couldn't keep the feelings of a person. Then
my classmates together my blasphemy,
maligning me, insinuated I indirectly on social
media. Initially I did not know that cyberbullying
was done against me, maybe they have the
intention so that I can change or there are other
parties who indeed hated me so everything I did
wrong in his eyes so she invites my friends to
join together my blasphemous in social media.
Because I was the type of person who can't take
silence because I feel not guilty and not my intent
to offend my friends so I apologize to all of them
that I bullying well in social media or directly
considering we are all classmates, I make an
effort to try to explain to them with good-well
that is not my intention to hurt but I am trying to

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 45


give solutions to problems that were being
experienced by my friend who is sick at heart
because I want to a friend of mine in terms of
lessons learned are not cheating solely so that he
has the motivation to study but my friend that
means another. But on the other hand I also ever
be a party that does cyberbullying because the
demands of conformity, where I am not involved
directly against a problem however I am required
to do the same thing that was done by my friend
(the Group). Still going to this day me and my
friend always derogatory comment on or posting
photos on social media accounts are my other
best friend like my friend who has a physical or a
fat black Jet or my best friend who is slow in
thinking but it is all still in the context of a
reasonable or just joking but my companions
who became the victims of bullying me with
some of my other companions , he is always
angry and asks us not to repeat it again and yet

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 46


again it even made a laughingstock with some of
my best friends.
2.5 Assumptions the relationship between theory
and approach of social behavior with
Cyberbullying
"One fundamental attribute of attitudes is that
they are subjective — that is, they reflect how a
person sees an object and not necessarily how the
object actually exists. Consequently, the attitudes
should be considered a part of the subjective self,
which is the stream of thoughts, feelings, and
actions that govern how someone lives (James,
1890). " After examined more in cyberbullying
occurs due to habits and environment. Where
both influence each other in the formation of
character and social life of a person. One such
cyberbullying behavior can grow due to three
attributes of them think, feel, and act. Someone
who will do the action of cyberbullying will think
in advance about the things he saw yet more

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 47


teens see someone on a subjective point of view
of the objective so that it appears on assumptions
and negative thinking on the victim. From the
appearance of the negative assumptions arise a
feeling that cause bad preconceptions as well
which eventually led to the formation of the habit
of building his social life. So the perpetrators of
cyberbullying is more to see someone through a
subjective point of view that is based on a
process of thought, feeling and action resulted in
cyberbullying occurs over and over again and
becomes a bad habit. But that does not mean the
perpetrators have to see someone in terms of
objective alone but still have to look at the person
in terms of subjective anyway, because to build a
assumption in need of thinking in terms of
subjective and objective in a balanced way. The
importance of the components of a value make
someone is different, with a positive attitude does
not mean having the target in the form of

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 48


principles is important in life. One fundamental
attribute that subjective attitude shows how to
look at an object and is not necessarily an object
that really exists. Therefore, the attitude should
also be assessed in subject which is the result of a
stream of thoughts, feelings, and actions that are
set up for how the person is alive.
Assumptions Guiding The three-component
model hypothesizes that the attitudes express
people's beliefs, feelings, and past behaviors
regarding the attitude object (Zanna & Rempel,
1988)." Through a hypothesis produce the 3
components, then the attitude can be formed
through the components of the affective,
cognitive component, and the component
behavior. Thus, this model suggests that people
have a positive attitude towards an object when
their beliefs, feelings, and behavior reveals a
fondness toward an object, while people have a
negative attitude against an object when their

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 49


beliefs, feelings, and behavior shows a distaste
for expressions against an object. Verbal and
nonverbal is the steps that can be used as
indicator for each component are then collected
to form the overall index. As evidence of the 3
components model found that a belief, feeling,
and behavior of a different but correlated object
measured from the verbal and nonverbal.
"Guiding Assumptions It is also possible to view
u.s. attitudes evaluative responses to an object
that are influenced by beliefs alone (e.g.,
McGuire, 1960; Wyer, 1970) "
Cyberbullying can occur if in seeing responses
from an attitude as evaluative against objects is
based on his own beliefs. From this perspective,
it is important to understand how beliefs
intertwined with affective responses. The idea of
the attitude that the denial and the acceptance of
the results of evaluative perspective is part of a
hope-the value at position (for example, the

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 50


theory of reasoned action; Ajzen Fishbein &,
1975). According to this approach the attitude
was a result of beliefs concerning evaluative
attitude object.
“Perhaps the ease of affective processing
explains why (a) affective reactions exert a
stronger influence on attitudes when there is a
conflict between affect and cognition (Lavine,
Thomsen, Zanna, & Borgida, 1998), (b) affect
has a stronger influence on mental
representations of others in general (Jussim,
Nelson, Manis, & Soffin, 1995), and (c) affect is
more closely related to the importance attached
to social values (Maio & Olson, 1998).”
“That is, semantic differential and Likert scales
yield attitude scores that predict behavior (Ajzen
& Fishbein, 1977; Kraus, 1995). In addition, the
unidimensional model is consistent with Judd and
Kulik’s (1980) observation that people are faster
at identifying their agreement or disagreement

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 51


with extreme attitude positions than with neutral
attitude positions.”
People will easily represent a strong positive
attitude (without any negative) and a strong
negative attitude (without any positive) in their
minds. It can be concluded that a person who has
the tendency of leaning to choose among the
decisions that will be taken (positive or negative)
will be easier to identify attitudes that will do
than someone who voted neutral in taking a
decision to do opinion. This approach prevents
the neutral response is ambiguous (Kaplan,
1972). That is, in one semantic-differential and
Likert items, neutrality may have come from the
absence of both positive and negative towards the
object of the attitude, or perhaps derived from the
simultaneous presence of both positive and
negative; the scales of the split can distinguish
the two types of neutrality. This approach allows
respondents to indicate some beliefs and

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 52


emotions positive and some negative beliefs and
emotions. In terms of action, then the
perpetrators of Cyberbullying has extreme
thinking in determining a decision to perform an
action but the perpetrators of the more
representative of the attitude of the leaning
against a strong negative attitude (without any
positive) and shows negative beliefs and
emotions.
"Smith et al. (1956) suggested that attitudes serve
three functions: appraisal object, social
adjustment, and externalization." The object of
assessment refers to the ability of the attitude to
summarize the positive and negative attributes of
the objects in our environment; It is served by an
attitude of social adjustment that helps us to
identify with the people we like and to separate
from people that we don't like; externalization
and fulfilled by the attitude of defending itself
against internal conflict. "D. Katz (1960)

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 53


proposed four attitude functions, which overlap
with those proposed by Smith et al. (1956):
knowledge, utility, value expression, and ego
defense. The knowledge function represents the
ability of the attitudes to summarize information
about attitude objects; the utilitarian function
exists in the attitudes that minimize maximize
rewards and punishments obtained from attitude
objects; the value-expressive function exists in
the attitudes that express the self-concept and
central values (e.g., equality, freedom; Maio &
Olson, 1998; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992);
and the ego-defensive function protects self-
esteem. "
The function of the object assessment (which
combines aspects of utilitarian function and
knowledge) is probably best explains why people
form attitudes in the first place. This function
implying that the attitude of classifying objects in
the environment for the purposes of the Act. In

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 54


addition, it can be said that all a strong stance to
simplify interaction with the environment in this
way, regardless of whether the phrase implies an
attitude of joy or an expression of dislike towards
the object of the attitude. Fazio (1995, 2000)
argue that the function of appraisal object must
be stronger is served by the spontaneous attitude
switched from memory when the object was
found compared with the attitude that no
spontaneous taken. The consistency of this
hypothesis can be seen that attitude is easily
accessible or attitude that can easily identify by
others tend to be easier to get the relevant
judgment of others.
The theory of cognitive-evaluative consistency
Rosenberg, according to this theory the people
strive to consistency between attitudes and social
values. Rosenberg (1960) stated that it is not
possible to restore consistency by changing
personal value because any value can be relevant

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 55


to a lot of attitude. So to minimize acts of
Cyberbullying should not rush to biased negative
first and conclude the meaning of the attitude of
others have done that's bad because an attitude
can be bias and has the meaning.
"Attitudes classify Instrumental attitude objects
according to their ability to promote self-interest,
whereas the attitudes express concerns about the
symbolic self-image and personal values (Herek,
1986; Sears, 1988). " In the measurement of a
person's attitude, attitude towards the group
associated with beliefs about the values of the
members of the group, more than beliefs about
the implications for the well-being of the group.
When attitude has a symbolic function, then the
personal values improve predictions of behavior
by linking against the relevance of the above
beliefs attitudes about attributes that act as
positive or negative behaviors and perceptions of
the norm group.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 56


There are some characteristic attitudes include:
1. Limb
Referring to the extent to which attitudes away
from the neutral midpoint, the extent to which the
evaluation of the individual is very profitable or
highly unprofitable. Extreme attitudes are more
resistant to the influence, projected onto others,
predict behavior. The theory assumed that
extreme attitude attitude developed from time to
time, often resulting from actions that openly in
its position.
2. whether Direct experience
The attitude can be based directly in the personal
experience with objects, or be based on direct
information from others about the object. The
direct experience of improving trust attitude.
3. Accessibility
Accessibility refers to the ease of activation
(activation potential) of a construction (Higgins,
1996). The attitude that is very easily accessible

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 57


is an evaluation that comes to mind quickly and
spontaneously when the object of the attitude.
The attitude that is easily accessible is more
resistant to change, is more likely to affect the
perception of attitude in relevant events, it's
possible to predict behavior.
4. Embeddedness
Attitudes formed through the multitude of
information received enables people to be more
confident and give the individual a lot of
knowledge to ward off the potential influence of
new information.
5. The consistency of the Evaluative
Refers to the degree of consistency between the
overall posture (evaluation) and three of its
components (cognitive, affective, or behavioral
information). Consistent attitude makes a person
more confidence and more accessible than the
inconsistent attitude. Attitude consistency
evaluative higher more stable, more resistant to

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 58


change, is more likely to affect information
processing, and are more likely to predict
behavior rather than evaluative attitude
consistency is low.
6. Ambivalence
Refers to the simultaneous existence of the
contradictory elements of positive and negative
in attitude. Ambivalent attitude polarization
effects due to alleged to have the attitude that
contains positive or negative information
influence the assessment.
Through a variety of characteristic attitudes that
have been mentioned above, the characteristics of
each other's very sustainable and deals, which
can be the basis to identify how the attitude of
Cyberbullying occurred.
Heider's balance theory is one of the earliest
models the relationship between attitude. Balance
occurs when someone disagrees with someone
who she likes or when someone disagrees with

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 59


someone who she doesn't like. Individuals who
are not balanced in be should convert himself
with another individual's attitudes are balanced
by using the 3 strategies i.e. changing attitudes,
changing beliefs, and differentiation. As well as
the behavior of Cyberbullying, negative values
are not acceptable in the social life that can be
classified as social aberrations where the act
committed unfair and disproportionate to the
value that is valid then the individual must
convert the behavior that does not comply with
such bad behavior change frequently insulting
other people, change the belief that other people
were not always wrong or change views to judge
another person's behavior becomes more positive
thinking the differentiation, and focus on a
particular aspect of the course.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 60


CHAPTER III CLOSING

3.2 CONCLUSION
Cyberbullying is the Act of intimidation that kids
do as well as teens in virtual worlds especially in
social media. A form of cyberbullying can be a
mockery, insults, caciaan, or hacking.
Cyberbullying can attack a teenager because
teens generally very active in the virtual world to
demonstrate the existence of himself.
Cyberbullying can occur through the process of
habits and environment. Where bad habits
happening over and over and factor supportive
environment growing bad attitude. So if a bad
attitude that has increasingly grown on one's self
will make a person behaves selfish and always
have a negative bias on the object being viewed
and not to his liking.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 61


3.2 ADVICE
Cyberbullying prevention solutions among
adolescents can begins by maximizing the role of
parents and teachers to control every activity of
the youth especially in terms of social life in the
virtual world. "In addition, the attitudes toward
social partners become more imbued with affect
us people get older and when they are diagnosed
with a critical illness — conditions that
presumably increase the importance of close
affective ties with others (Carstensen, Isaacowitz,
& Charles, 1999)." Attitude towards the social
partners will be imbued more when one is
undergoing a critical problem such as
Cyberbullying actions that threaten the
confidence and belief of a person, the conditions
that make it possible to improve the bonding of
affective close to other people. In this case, the
bonds between the affective someone with those

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 62


closest (missal: parent, teacher, friend, lover) can
bring influence positively.
At the time of the already versatile cannot escape
from this technology, prevention efforts are no
longer being an effective way of controlling. We
have to analyst the phenomenon of bullying from
a variety of perspectives that correspond to
various conditions and situations, if viewed from
the side the perpetrator makes cyberbullying
becoming a bad habit should begin the habit is
more directed to point to things that are positive
and better. Such as if someone is already
accustomed to doing the cyberbullying we must
steer a habit becomes a habit which has benefits
such as a bullying nature build others. Here is my
more emphasis to the perpetrators of
cyberbullying in order for trying to bully
someone positively so there will arise a loss
meaning of behavior between perpetrator and
victim of cyberbullying.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 63


DAFTAR PUSTAKA
John Wiley & Sons, Inc. 2013. Handbook of
Psychology volume 5 PERSONALITY AND
SOCIAL PSYCHOLOGY. Chapter 13 (Attitude
in Social behavior). Hoboken, New Jersey.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 64


Tentang Penulis

Irma Ayu Sofiyani, lahir di Jombang pada


tanggal 15 April 1997. Jenjang pendidikan
Sekolah Dasar di SDN Senden, SMP Negeri 1
Peterongan, SMA Negeri 1 Jombang jurusan IPS
dan sekarang sedang menempuh pendidikan
dijenjang Strata 1 progam studi Sosiologi di
Universitas Airlangga Surabaya.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah


mengikuti berbagai kepanitiaan untuk
berkontribusi di berbagai acara dikampus dan
pernah menjadi salah satu mahasiswa mandiri
Jawa Pos edisi 2.

Jika ingin berkomunikasi dengan penulis,


pembaca dapat menghubunginya lewat
irmasofi15@gmail.com. Dan, bagi pembaca yang
mengetahui berbagai macam tentang karya tulis
maupun informasi penulis, silahkan akses
blognya di www.irmaayusofiyani.blogspot.com
atau facebook di Irma ayu sofiyani, Twitter
@irmaaays, dan Instagram @irmaays15.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 65

Anda mungkin juga menyukai