Anda di halaman 1dari 15

Kata Pengantar

Sebagai makhluk social yang tak luput dari perhatian masyarakat, setiap hari
Anda selalu bergaul, berhubungan, dan berkomunikasi dengan orang lain yang ada
disekitar Anda.

Pelajaran psikologi social ini merupakan studi tentang hubungan manusia


dengan kelompok yang berfokus pada individu dan mencoba untuk menjelaskan
bagaimana pikiran, perasaan dan perilaku individu yang dipengaruhi oleh orang lain.

Dalam buku ini membahas tentang fenomena Cyberbullying dikalangan


remaja yang ditinjau dari sikap dalam kebiasaan social disertai dengan beberapa
contoh kasus Cyberbullying yang pernah dialami oleh penulis. Di zaman yang serba
tak luput dari teknologi terdapat berbagai keuntungan serta kerugian. Dimana
informasi dan komunikasi dapat diakses dengan mudah namun juga membawa
dampak buruk seperti adanya perilaku bullying di dunia maya.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


membantu selesainya pengerjaan Buku Fenomena Cyberbullying di Kalangan remaja
untuk memenuhi persyaratan ujian akhir dalam mata kuliah Psikologi Sosial. Semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi semua orang terutama para remaja. Selamat belajar!

Pagelaran, 30 Oktober 2022

Penulis

(Fifi Luthfiyyah)

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………... 1

DAFTAR ISI………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………….... 3


1.2 Rumusan Masalah……………………….......... 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Bullying dan Cyberbullying……….. 5

2.2 Bentuk dan Metode Tindakan Cyberbullying…..6

2.3 Perbedaan Fenomena Cyberbullying di Negara Barat dan


Indonesia…………………………... ………….7

2.4 Penyebab Cyberbullying Menyerang Remaja…8

2.5 Asumsi Hubungan Antara Teori dan Pendekatan Perilaku Sosial dengan
Cyberbullying……….. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………… 10

3.2 Saran…………………………………………... 11

DAFTAR PUSTAKA…………………………….. .12

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 2


Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cyberbullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan anak maupun remaja di
dunia maya terutama di media social. Bentuk cyberbullying dapat berupa ejekan,
hinaan, caciaan, ataupun hacking. Fenomena cyberbullying ini sebenarnya sama
saja dengan bullying pada umumnya yang menyerang psikis dan fisik seseorang
yang di bully, yang membedakan adalah tempatnya. Cyberbullying dilakukan
pada dunia maya melalui perantara media elektronik sedangkan bullying
dilakukan di dunia nyata dan tanpa perantara namun langsung dan berhadapan
dengan korban. Tindakan Cyberbullying terjadi karena adanya proses kebiasaan
dan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Perbedaan Bullying dan Cyberbullying?
2. Bagaimana Bentuk dan Metode Tindakan Cyberbullying?
3. Apa Perbedaan Fenomena Cyberbullying di Negara Barat dan Indonesia?
4. Mengapa Cyberbullying dapat Menyerang Remaja?
5. Dimana Remaja Biasanya melakukan Tindakan Cyberbullying?
6. Kapan tindakan Cyberbullying dapat terjadi?
7. Bagaimana Asumsi Hubungan Antara Teori dan Pendekatan Perilaku Sosial
dengan Cyberbullying?
8. Siapa saja yang Dapat Mengontrol Tindakan Cyberbullying?

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 3


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Bullying dan Cyberbullying

Bullying di antara remaja umumnya didefinisikan sebagai perbuatan yang


disengaja, mengulangi tindakan menyakitkan, kata-kata atau perilaku lainnya, seperti
ejekan, mengancam dan/atau menghindari, dilakukan oleh satu atau lebih individu
terhadap yang lain. Bullying dapat dilakukan secara fisik, psikologis, sosial, ataupun
verbal dengan kekuatan masing-masing pihak tidak sesuai dan hanya menguntungkan
atau membawa kepuasan salah satu pihak saja. Contoh fisik bullying meliputi ;
meninju, menusuk, mencekik, menarik rambut, memukul, menggigit, menendang dan
menampar. Verbal bullying meliputi ; ejekan, menggoda dan gosip. Emosional
bullying meliputi ; menolak, meneror, mempermalukan, memeras, memanipulasi
persahabatan, dan mengisolasi (dikucilkan). Hal-hal tersebut dapat dilakukan secara
individu maupun kelompok dan biasanya para pelaku memanfaatkan keuntungan dari
orang lain yang dianggap lemah. Jadi, tindakan-tindakan Bullying tentu dapat
merugikan korban, dan umumnya berupa mengejek nama, mengganggu atau
mengucilkan korban.

Cyberbullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan anak maupun remaja


di dunia maya terutama di media social. Bentuk cyberbullying dapat berupa ejekan,
hinaan, caciaan, ataupun hacking. Fenomena cyberbullying ini sebenarnya sama saja
dengan bullying pada umumnya yang menyerang psikis dan fisik seseorang yang di
bully, yang membedakan adalah tempatnya. Cyberbullying dilakukan pada dunia
maya melalui perantara media elektronik sedangkan bullying dilakukan di dunia nyata
dan tanpa perantara namun langsung dan berhadapan dengan korban.

2.2 Bentuk dan Metode Tindakan Cyberbullying

Bentuk dan metode tindakan cyberbullying sangat beragam dimulai dari


ejekan di media social, gossip, mengirim pesan ancaman melalui email, melakukan
terror melalui sms maupun telepon genggam, hujatan atas postingan, menggungah
foto yang mempermalukan korban, meretas berbagai akun media social (hacking),
membuat situs web yang bertujuan untuk memfitnah hingga mengancam dan
membuat masalah pada korban. Alasan melakukan tindakan bullying juga beragam
mulai dari rasa frustasi, depresi, ingin balas dendam, mencari eksistensi dan
popularitas, mencari hiburan, atau hanya sekedar bercanda.
Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 4
2.3 Perbedaan Fenomena Cyberbullying di Negara Barat dan Indonesia

Fenomena cyberbullying di Negara bagian barat menjadi suatu masalah yang


serius dan perlu adanya tindakan hukum secara tegas untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Sudah banyak kasus yang menunjukkan bahwa tindakan
cyberbullying ini membawa pengaruh yang luar biasa pada korban dan tidak jarang
berakhir dengan tragis seperti bunuh diri. Lain hal dengan di Indonesia, fenomena
cyberbullying di Indonesia menjadi hal yang sepele, tidak heran jika kasus
cyberbullying semakin marak bermunculan mulai dari berbagai kalangan. Tidak ada
tindak lanjut yang tegas dari pihak hukum tentang berbagai kasus cyberbullying
kecuali hanya pada pihak-pihak tertentu, membuat tidak adanya rasa jera pada pelaku
sehingga perilaku cyberbullying ini akan terus berlangsung dan semakin meningkat
dalam berbagai kasus. Jadi cyberbullying ini sudah banyak terjadi di Indonesia namun
para korban cyberbullying lebih memilih untuk tidak menceritakannya kepada orang
tua, orang terdekat (sahabat/saudara) maupun pihak yang berwajib sehingga para
orang tua tidak pernah mengetahui anak-anaknya menjadi korban bullying di dunia
maya. Sehingga cyberbullying tidak diketahui oleh orang awam yang tidak tahu atau
tidak paham mengenai dunia maya kecuali pihak-pihak tertentu yang paham akan
dunia maya menyebabkan tidak adanya perhatian khusus terhadap kasus
cyberbullying di Indonesia.

2.4 Penyebab Cyberbullying Menyerang Remaja

Cyberbullying ini mayoritas menyerang pada kalangan remaja sebab intensitas


para remaja untuk menggunakan internet dan media social tergolong tinggi. Hal ini
merupakan hal yang wajar sebab di era modernisasi dan globalisasi ini sangat
memungkinkan untuk mengakses internet dan social media untuk memenuhi berbagai
kebutuhan, terutama pada siswa yang kini lebih mudah dalam mengakses berbagai
situs pengetahuan untuk menambah wawasan dan media social yang memudahkan
para remaja untuk berkomunikasi. Disisi lain kemajuan teknologi ini membawa
dampak yang buruk pula seperti para siswa menjadi malas belajar, para remaja yang
sibuk menunjukkan popularitas di media social. Cyberbullying terjadi karena adanya
suatu kebiasaan (habitus) dan lingkungan. Kebiasaan para remaja yang kecanduan
internet dan media social untuk memenuhi berbagai kebutuhannya dalam kehidupan
sehari-hari. Kebiasaan yang buruk dapat membentuk perilaku yang buruk pula,
kebiasaan setiap individu dapat diperoleh melalui jalan yang berbeda-beda seperti
Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 5
melalui pengalaman dan pembentukkan kebiasaan dari lamanya kehidupan social
pada posisi tertentu. Misalnya anak yang mempunyai sifat genetic pemarah dan egois
karena merupakan anak tunggal yang didalam dikehidupan sosialnya ia lebih sering
eksis di dunia maya daripada di dunia nyata maka akan suka mengungkapkan
kemarahan dan emosinya secara tidak langsung atau melalui perantara seperti halnya
kasus bullying maka anak tersebut akan cenderung langsung menghina dan mencaci
maki korban di dunia maya daripada harus berhadapan langsung pada korban.
Kebiasaan ini terjadi karena adanya kebiasaan pada pola kehidupan sosialnya.
Lingkungan adalah tempat berinteraksi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dalam menjalin
kebersamaan. Faktor lingkungan ini juga menjadi penyebab timbulnya cyberbullying
sebab dalam lingkungan akan membentuk suatu karakter yang dibangun dengan suatu
kebiasaan. Lingkungan kini bukan sekedar menjadi tempat berinteraksi tetapi juga
dijadikan sebagai ajang kompetisi dimana anggota kelompok yang satu dengan yang
lainnya berlomba-lomba membuat berbagai akun social media untuk menunjukkan
eksistensinya sebagai remaja yang actual dan tidak ketinggalan zaman. Lingkungan
juga dipengaruhi oleh kehidupan social, jika di lingkungan korban cenderung bersifat
agresif maka jika ia mendapat perlakuan intimidasi maka ia akan berontak dan
berusaha untuk tetap menjaga harga dirinya namun jika di lingkungannya korban
mempunyai sifat yang simple dan tidak terlalu memikirkan suatu masalah maka ia
akan mendapatkan perlakuan intimidasi secara terus menerus dan lebih intens maka
para pelaku akan bebas mengeksplore, memfitnah dan mencari-cari kesalahan korban
namun korban akan memilih diam dan tidak memberontak.

Dari bebagai kasus cyberbullying, saya juga sempat pernah merasakan


menjadi korban pada saat saya duduk dikelas 2 Sekolah Menengah Atas. Saya
menjadi korban cyberbullying karena adanya kesalahpahaman antara saya dan teman
saya yang selalu berfikiran negative terhadap saya. Waktu itu saya pernah dituduh
telah menyakiti hati teman saya padahal saya tidak mempunyai niat untuk melakukan
hal tersebut sehingga teman yang merasa tersakiti oleh saya bercerita kepada teman-
teman sekelas saya tanpa sepengatahuan saya bahwa saya adalah orang yang tidak
bisa menjaga perasaan seseorang. Kemudian teman sekelas saya bersama-sama
menghujat saya, memfitnah saya, menyindir saya secara tidak langsung di social
media. Awalnya saya tidak mengetahui cyberbullying yang dilakukan terhadap saya,
mungkin mereka mempunyai niat agar saya bisa berubah atau ada pihak lain yang
Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 6
memang membenci saya jadi semua yang saya lakukan selalu salah dimatanya
sehingga ia mengajak teman-teman saya untuk ikut bersama menghujat saya di social
media. Karena saya merupakan tipe orang yang tidak bisa ambil diam sebab saya
merasa tidak bersalah dan bukan maksud saya menyakiti hati teman saya sehingga
saya meminta maaf kepada mereka semua yang membully saya baik di social media
atau secara langsung mengingat kita semua adalah teman sekelas, saya berusaha
mencoba menjelaskan kepada mereka dengan baik-baik bahwa bukan maksud saya
untuk menyakiti hati namun saya berusaha untuk memberi solusi atas permasalahan
yang sedang dialami teman saya yang sakit hati karena saya ingin teman saya dalam
hal pelajaran tidak mencontek melulu agar dia mempunyai motivasi untuk belajar
namun teman saya tersebut mengartikan lain. Namun disisi lain saya juga pernah
menjadi pihak yang melakukan cyberbullying karena tuntutan konformitas, dimana
saya tidak terlibat langsung terhadap suatu permasalahan namun saya dituntut untuk
melakukan hal sama yang dilakukan oleh sahabat saya (kelompok). Masih
berlangsung hingga saat ini saya dan sahabat saya selalu mengomentari atau
menghina postingan foto di akun social media sahabat saya yang lain seperti sahabat
saya yang memang mempunyai fisik gendut ataupun berkulit hitam legam maupun
sahabat saya yang lamban dalam berfikir namun semua itu masih dalam konteks yang
wajar atau hanya sekedar bercanda tapi sahabat saya yang menjadi korban bullying
saya dengan beberapa sahabat saya yang lain, dia selalu marah dan meminta kita
untuk tidak mengulanginya lagi namun lagi-lagi hal itu malah dijadikan bahan
tertawaan dengan beberapa sahabat saya yang lainnya.

2.5 Asumsi Hubungan Antara Teori dan Pendekatan Perilaku Sosial dengan
Cyberbullying

Setelah ditelaah lebih dalam cyberbullying terjadi karena faktor kebiasaan dan
lingkungan. Dimana keduanya saling mempengaruhi dalam pembentukkan
karakter dan kehidupan social seseorang. Suatu perilaku cyberbullying tersebut
dapat tumbuh karena adanya tiga atribut diantaranya berfikir, merasakan, dan
bertindak. Seseorang yang akan melakukan tindakan cyberbullying akan berfikir
terlebih dahulu tentang suatu hal yang dilihatnya namun seseorang remaja lebih
melihat pada sudut pandang subjektif dari pada objektif sehingga muncul asumsi
dan negative thinking pada korban. Dari munculnya asumsi negative tersebut
timbul suatu perasaan yang menimbulkan prasangka buruk juga yang akhirnya

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 7


berujung pada pembentukkan kebiasaan yang membangun kehidupan sosialnya.
Jadi para pelaku cyberbullying lebih melihat seseorang melalui sudut pandang
subjektif yang berdasar pada proses berfikir, merasakan dan berujung pada
tindakan cyberbullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjadi suatu
kebiasaan yang buruk. Namun bukan berarti para pelaku harus melihat
seseorang dari segi objektif saja tapi tetap harus melihat seseorang tersebut dari
segi subjektif pula, sebab untuk membangun sebuah asumsi di butuhkan
pemikiran dari segi subjektif dan objektif secara seimbang. Pentingnya
komponen dari suatu nilai-nilai membuat seseorang bersikap berbeda-beda,
dengan sikap positif bukan berarti mempunyai target berupa prinsip-prinsip
penting dalam hidup. Satu atribut fundamental bahwa sikap subjektif
menunjukkan bagaimana melihat suatu objek dan belum tentu suatu objek
tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu sikap juga harus dinilai secara subjekif
yang merupakan hasil aliran pikiran, perasaan, dan tindakan yang mengatur
bagimana seseorang itu hidup.

“Guiding Assumptions The three-component model hypothesizes that attitudes


express people’s beliefs, feelings, and past behaviors regarding the attitude object
(Zanna & Rempel, 1988).” Melalui hipotesis yang menghasilkan 3 komponen
tersebut, maka sikap dapat dibentuk melalui komponen afektif, komponen kognitif,
dan komponen perilaku. Dengan demikian, model ini menunjukkan bahwa orang-
orang memiliki sikap positif terhadap suatu objek ketika keyakinan mereka, perasaan,
dan perilaku mengungkapkan kesukaan terhadap suatu objek, sedangkan orang
memiliki sikap negatif terhadap suatu objek saat keyakinan mereka, perasaan, dan
perilaku menunjukkan ekspresi ketidaksukaan terhadap suatu objek. Verbal dan
nonverbal merupakan langkah-langkah yang dapat digunakan sebagai indicator untuk
setiap komponen kemudian dikumpulkan untuk membentuk indeks keseluruhan.
Sebagai bukti model 3 komponen tersebut menemukan bahwa suatu kepercayaan,
perasaan, dan perilaku terhadap suatu objek berkorelasi namun berbeda diukur dari
nonverbal dan verbal.

Cyberbullying dapat terjadi jika dalam melihat tanggapan dari suatu sikap sebagai
evaluative terhadap objek didasarkan pada keyakinan sendiri. Dari perspektif ini,
penting untuk memahami bagaimana keyakinan saling terkait dengan tanggapan
afektif. Gagasan mengenai sikap bahwa penolakan dan penerimaan hasil dari

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 8


evaluative merupakan bagian dari perspektif harapan-nilai pada sikap, (misalnya,
teori tindakan beralasan; Fishbein & Ajzen, 1975). Menurut pendekatan ini sikap
merupakan hasil dari keyakinan evaluative mengenai objek sikap.

Orang akan dengan mudah mewakili sikap positif yang kuat (tanpa negative apapun)
dan sikap negative yang kuat (tanpa positif apapun) dalam pikiran mereka. Dapat
disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai kecenderungan condong untuk
memilih diantara keputusan yang akan diambilnya (positif maupun negative) akan
dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi sikap yang akan dilakukan daripada
seseorang yang memilih bersikap netral dalam mengambil suatu keputusan untuk
melakukan pendapat. Pendekatan ini mencegah respon netral ambigu (Kaplan, 1972).
Artinya, dalam satu semantik-diferensial dan Likert item, netralitas mungkin berasal
dari tidak adanya kedua positif dan negatif terhadap objek sikap, atau mungkin
berasal dari kehadiran simultan dari kedua positif dan negatif; timbangan perpecahan
dapat membedakan kedua jenis kenetralan. Pendekatan ini memungkinkan responden
untuk menunjukkan beberapa keyakinan dan emosi yang
positif dan beberapa keyakinan dan emosi yang negatif. Dalam hal tindakan
Cyberbullying maka, pelaku mempunyai pemikiran ekstrim dalam menentukan suatu
keputusan untuk melakukan sebuah tindakan namun pelaku lebih mewakili sikap yang
condong terhadap sikap negative yang kuat (tanpa positif apapun) dan menunjukkan
keyakinan dan emosi yang negatif.
“Smith et al. (1956) suggested that attitudes serve three functions: object appraisal,
social adjustment, and externalization.” Obyek penilaian mengacu pada kemampuan
sikap untuk merangkum atribut positif dan negatif dari benda-benda di lingkungan
kita; penyesuaian sosial dilayani oleh sikap yang membantu kita untuk
mengidentifikasi dengan orang yang kita sukai dan untuk memisahkan dari orang-
orang yang tidak kita sukai; dan eksternalisasi terpenuhi oleh sikap yang membela
diri terhadap konflik internal Fungsi obyek penilaian (yang menggabungkan aspek
fungsi utilitarian dan pengetahuan) mungkin paling menjelaskan mengapa orang-
orang membentuk sikap di tempat pertama. Fungsi ini menyiratkan bahwa sikap
mengklasifikasikan objek di lingkungan untuk tujuan tindakan. Selain itu, bisa
dikatakan bahwa semua sikap yang kuat menyederhanakan interaksi dengan
lingkungan di
cara ini, terlepas dari apakah sikap menyiratkan ungkapan kesukaan ataupun
ungkapan ketidaksukaan menuju objek sikap. Fazio (1995, 2000) berpendapat bahwa
Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 9
fungsi object appraisal harus lebih kuat dilayani oleh sikap yang spontan diaktifkan
dari memori ketika objek ditemui dibandingkan dengan sikap yang tidak spontan
diambil. Konsistensi hipotesis ini dapat dilihat bahwa sikap yang mudah diakses atau
sikap yang dapat dengan mudah di identifikasi oleh orang lain cenderung lebih mudah
untuk mendapatkan penilaian yang relevan dari orang lain.
Teori konsistensi evaluative-kognitif Rosenberg, menurut teori ini orang berusaha
untuk konsistensi antara sikap dan nilai-nilai social. Rosenberg (1960) menyatakan
bahwa orang tidak mungkin untuk mengembalikan konsistensi dengan mengubah
pribadi nilai karena setiap nilai dapat relevan dengan banyak sikap. Jadi untuk
meminimalisasi tindakan Cyberbullying sebaiknya tidak terburu-buru untuk
berprasangka negative terlebih dahulu dan menyimpulkan maksud sikap yang
dilakukan orang lain itu buruk sebab suatu sikap dapat membias dan mempunyai
maksud yang beragam.
“Instrumental attitudes classify attitude objects according to their ability to promote
self-interest, whereas symbolic attitudes express concerns about self-image and
personal values (Herek, 1986; Sears, 1988).” Dalam pengukuran sikap seseorang,
sikap terhadap kelompok terkait dengan keyakinan tentang nilai-nilai anggota
kelompok tersebut, lebih dari keyakinan tentang implikasi anggota kelompok untuk
kesejahteraan pribadinya. Ketika sikap memiliki fungsi simbolik, maka nilai-nilai
pribadi meningkatkan prediksi terhadap perilaku dengan menghubungkan relevansi
sikap diatas keyakinan tentang atribut yang berperan sebagai perilaku yang positif
atau negative dan persepsi norma kelompok.
Ada beberapa karakteristik sikap diantaranya :
1. Ekstremitas
Mengacu sejauh mana sikap menyimpang dari netral titik tengah, sejauh mana
evaluasi individu adalah sangat menguntungkan atau sangat tidak
menguntungkan. Sikap ekstrim lebih tahan pengaruh, diproyeksikan ke orang
lain, memprediksi perilaku. Teori sikap diasumsikan bahwa sikap ekstrim
berkembang dari waktu ke waktu, sering dihasilkan dari tindakan yang secara
terbuka dalam posisinya.
2. Langsung tidaknya pengalaman
Sikap dapat didasarkan secara langsung dalam pengalaman pribadi dengan
objek, atau didasarkan pada informasi langsung dari orang lain tentang objek.
Pengalaman langsung meningkatkan kepercayaan sikap.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 10


3. Aksesbilitas
Aksesbilitas mengacu pada kemudahan aktivasi (aktivasi potensial) dari suatu
konstruksi (Higgins, 1996). Sikap yang sangat mudah diakses merupakan
evaluasi yang datang ke pikiran dengan cepat dan spontan ketika objek sikap
ditemui. Sikap yang mudah diakses lebih tahan terhadap perubahan, lebih
mungkin untuk mempengaruhi persepsi sikap dalam peristiwa yang relevan,
mungkin untuk memprediksi perilaku.
4. Embeddedness
Sikap yang dibentuk melalui banyaknya informasi yang diterima
memungkinkan orang untuk bersikap lebih percaya diri dan memberikan
individu banyak pengetahuan untuk menangkal pengaruh potensial informasi
baru.
5. Konsistensi Evaluatif
Mengacu pada tingkat konsistensi antara sikap keseluruhan (evaluasi) dan 3
komponennya (Kognitif, afektif, atau informasi perilaku). Sikap konsisten
membuat seseorang lebih percaya diri dan lebih mudah diakses daripada tidak
konsisten sikap. Sikap konsistensi evaluative tinggi lebih stabil, lebih tahan
terhadap perubahan, lebih mungkin untuk mempengaruhi informasi
pengolahan, dan lebih mungkin untuk memprediksi perilaku daripada sikap
konsistensi evaluative yang rendah.
6. Ambivalensi
Mengacu pada keberadaan simultan bertentangan unsur positif dan negative
dalam sikap. Ambivalen sikap diduga memiliki efek polarisasi karena sikap
tersebut mengandung baikn positif maupun negative informasi yang
mempengaruhi penilaian.
Melalui berbagai macam karakteristik sikap yang telah disebutkan diatas, karakteristik
yang satu dengan yang lain sangat berkesinambungan dan berkaitan, yang dapat
menjadi dasar untuk menidentifikasi bagaimana sikap Cyberbullying timbul. Teori
keseimbangan Heider adalah salah satu model paling awal hubungan antara sikap.
Keseimbangan terjadi ketika seseorang setuju dengan seseorang siapa yang dia suka
atau ketika seseorang tidak setuju dengan seseorang siapa yang dia tidak suka.
Individu yang tidak seimbang dalam bersikap harus mengkonversi dirinya dengan
sikap individu lain yang seimbang dengan menggunakan 3 strategi yaitu mengubah
sikap, mengubah keyakinan, dan diferensiasi. Seperti halnya perilaku Cyberbullying,

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 11


nilai-nilai negative yang tidak dapat diterima dalam kehidupan social yang dapat
digolongkan sebagai penyimpangan social dimana tindakan yang dilakukan tidak
seimbang dengan nilai yang berlaku maka individu tersebut harus mengkonversi
perilaku yang dianggap tidak sesuai tersebut dengan mengubah perilaku buruknya
tersebut yang sering menghina orang lain, mengubah keyakinan bahwa tidak selalu
orang lain itu salah atau mengubah pandangan untuk menilai perilaku orang lain
menjadi lebih berfikir positif, dan diferensiasi yang berfokus pada aspek tertentu saja.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 12


BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Cyberbullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan anak maupun remaja di
dunia maya terutama di media social. Bentuk cyberbullying dapat berupa ejekan,
hinaan, caciaan, ataupun hacking. Cyberbullying dapat menyerang remaja karena
pada umumnya remaja sangat aktif di dunia maya untuk menunjukkan eksistensi
dirinya. Cyberbullying dapat terjadi melalui proses kebiasaan dan lingkungan.
Dimana kebiasaan yang buruk terjadi berulang-ulang dan factor lingkungan yang
mendukung berkembangnya sikap buruk tersebut. Sehingga jika suatu sikap buruk itu
telah semakin berkembang pada diri seseorang akan membuat seseorang itu
berperilaku egois dan selalu mempunyai prasangka negative pada objek yang dilihat
dan tidak disukainya.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 13


3.2 SARAN
Solusi pencegahan cyberbullying dikalangan remaja dapat dimulai oleh
memaksimalkan peran orang tua dan guru untuk mengontrol setiap kegiatan para
remaja khususnya dalam hal kehidupan sosialnya di dunia maya. Sikap terhadap mitra
social lebih akan dijiwai apabila seseorang sedang mengalami permasalahan yang
kritis seperti tindakan Cyberbullying yang mengancam kepercayaan diri dan
keyakinan seseorang, kondisi yang memungkinkan untuk meningkatkan ikatan afektif
dekat dengan orang lain. Dalam hal ini, ikatan afektif antara seseorang dengan orang
terdekatnya (missal: orang tua, guru, sahabat, kekasih) dapat membawa pengaruh
secara positif.
Di zaman yang sudah serba tak luput dari teknologi ini, upaya pencegahan bukan lagi
menjadi cara pengendalian yang efektif. Kita harus menganalisa suatu fenomena
bullying dari berbagai perspektif yang sesuai dengan berbagai kondisi dan situasi, jika
dilihat dari sisi pelaku yang menjadikan cyberbullying menjadi suatu kebiasaan buruk
seharusnya mulai diarahkan pada kebiasaan yang lebih mengarah ke hal-hal yang
postif dan lebih baik. Semisal jika seseorang sudah terbiasa melakukan cyberbullying
kita harus mengarahkan suatu kebiasaan tersebut menjadi suatu kebiasaan yang
mempunyai manfaat seperti bullying yang sifatnya membangun orang lain. Disini
saya lebih menekankan untuk si pelaku cyberbullying agar berusaha untuk membully
seseorang secara positif sehingga tidak akan timbul kerugian yang berarti dari
perilaku cyberbullying antara pelaku dan korban.

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 14


Tentang Penulis

Fifi Luthfiyyah, lahir di Pandeglang pada tanggal 15 April 1997. Jenjang pendidikan
Sekolah Dasar di SDN Senden, SMP Negeri 1 Pagelaran, dan sekarang sedang
menempuh . Jenjang pendidikan SMK 9 Pandeglang jurusan IPS Selama menjadi
siswa, penulis pernah mengikuti berbagai kepanitiaan untuk berkontribusi di berbagai
acara kegiatan sekolah. Jika ingin berkomunikasi dengan penulis, pembaca dapat
menghubunginya lewat e-mail fifiluthfiyyahgmail.com. Dan, bagi pembaca yang
mengetahui berbagai macam tentang karya tulis maupun informasi penulis, silahkan
akses blognya di www. fifiluthfiyyah.blogspot.com atau facebook di fifiluthfiyyah, dan
Instagram @fifiluthfiyyah22

Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 15

Anda mungkin juga menyukai