Sebagai makhluk social yang tak luput dari perhatian masyarakat, setiap hari
Anda selalu bergaul, berhubungan, dan berkomunikasi dengan orang lain yang ada
disekitar Anda.
Penulis
(Fifi Luthfiyyah)
KATA PENGANTAR……………………………... 1
DAFTAR ISI………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.5 Asumsi Hubungan Antara Teori dan Pendekatan Perilaku Sosial dengan
Cyberbullying……….. 9
3.1 Kesimpulan…………………………………… 10
3.2 Saran…………………………………………... 11
BAB I PENDAHULUAN
2.5 Asumsi Hubungan Antara Teori dan Pendekatan Perilaku Sosial dengan
Cyberbullying
Setelah ditelaah lebih dalam cyberbullying terjadi karena faktor kebiasaan dan
lingkungan. Dimana keduanya saling mempengaruhi dalam pembentukkan
karakter dan kehidupan social seseorang. Suatu perilaku cyberbullying tersebut
dapat tumbuh karena adanya tiga atribut diantaranya berfikir, merasakan, dan
bertindak. Seseorang yang akan melakukan tindakan cyberbullying akan berfikir
terlebih dahulu tentang suatu hal yang dilihatnya namun seseorang remaja lebih
melihat pada sudut pandang subjektif dari pada objektif sehingga muncul asumsi
dan negative thinking pada korban. Dari munculnya asumsi negative tersebut
timbul suatu perasaan yang menimbulkan prasangka buruk juga yang akhirnya
Cyberbullying dapat terjadi jika dalam melihat tanggapan dari suatu sikap sebagai
evaluative terhadap objek didasarkan pada keyakinan sendiri. Dari perspektif ini,
penting untuk memahami bagaimana keyakinan saling terkait dengan tanggapan
afektif. Gagasan mengenai sikap bahwa penolakan dan penerimaan hasil dari
Orang akan dengan mudah mewakili sikap positif yang kuat (tanpa negative apapun)
dan sikap negative yang kuat (tanpa positif apapun) dalam pikiran mereka. Dapat
disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai kecenderungan condong untuk
memilih diantara keputusan yang akan diambilnya (positif maupun negative) akan
dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi sikap yang akan dilakukan daripada
seseorang yang memilih bersikap netral dalam mengambil suatu keputusan untuk
melakukan pendapat. Pendekatan ini mencegah respon netral ambigu (Kaplan, 1972).
Artinya, dalam satu semantik-diferensial dan Likert item, netralitas mungkin berasal
dari tidak adanya kedua positif dan negatif terhadap objek sikap, atau mungkin
berasal dari kehadiran simultan dari kedua positif dan negatif; timbangan perpecahan
dapat membedakan kedua jenis kenetralan. Pendekatan ini memungkinkan responden
untuk menunjukkan beberapa keyakinan dan emosi yang
positif dan beberapa keyakinan dan emosi yang negatif. Dalam hal tindakan
Cyberbullying maka, pelaku mempunyai pemikiran ekstrim dalam menentukan suatu
keputusan untuk melakukan sebuah tindakan namun pelaku lebih mewakili sikap yang
condong terhadap sikap negative yang kuat (tanpa positif apapun) dan menunjukkan
keyakinan dan emosi yang negatif.
“Smith et al. (1956) suggested that attitudes serve three functions: object appraisal,
social adjustment, and externalization.” Obyek penilaian mengacu pada kemampuan
sikap untuk merangkum atribut positif dan negatif dari benda-benda di lingkungan
kita; penyesuaian sosial dilayani oleh sikap yang membantu kita untuk
mengidentifikasi dengan orang yang kita sukai dan untuk memisahkan dari orang-
orang yang tidak kita sukai; dan eksternalisasi terpenuhi oleh sikap yang membela
diri terhadap konflik internal Fungsi obyek penilaian (yang menggabungkan aspek
fungsi utilitarian dan pengetahuan) mungkin paling menjelaskan mengapa orang-
orang membentuk sikap di tempat pertama. Fungsi ini menyiratkan bahwa sikap
mengklasifikasikan objek di lingkungan untuk tujuan tindakan. Selain itu, bisa
dikatakan bahwa semua sikap yang kuat menyederhanakan interaksi dengan
lingkungan di
cara ini, terlepas dari apakah sikap menyiratkan ungkapan kesukaan ataupun
ungkapan ketidaksukaan menuju objek sikap. Fazio (1995, 2000) berpendapat bahwa
Fenomena Cyberbullying di Kalangan Remaja| 9
fungsi object appraisal harus lebih kuat dilayani oleh sikap yang spontan diaktifkan
dari memori ketika objek ditemui dibandingkan dengan sikap yang tidak spontan
diambil. Konsistensi hipotesis ini dapat dilihat bahwa sikap yang mudah diakses atau
sikap yang dapat dengan mudah di identifikasi oleh orang lain cenderung lebih mudah
untuk mendapatkan penilaian yang relevan dari orang lain.
Teori konsistensi evaluative-kognitif Rosenberg, menurut teori ini orang berusaha
untuk konsistensi antara sikap dan nilai-nilai social. Rosenberg (1960) menyatakan
bahwa orang tidak mungkin untuk mengembalikan konsistensi dengan mengubah
pribadi nilai karena setiap nilai dapat relevan dengan banyak sikap. Jadi untuk
meminimalisasi tindakan Cyberbullying sebaiknya tidak terburu-buru untuk
berprasangka negative terlebih dahulu dan menyimpulkan maksud sikap yang
dilakukan orang lain itu buruk sebab suatu sikap dapat membias dan mempunyai
maksud yang beragam.
“Instrumental attitudes classify attitude objects according to their ability to promote
self-interest, whereas symbolic attitudes express concerns about self-image and
personal values (Herek, 1986; Sears, 1988).” Dalam pengukuran sikap seseorang,
sikap terhadap kelompok terkait dengan keyakinan tentang nilai-nilai anggota
kelompok tersebut, lebih dari keyakinan tentang implikasi anggota kelompok untuk
kesejahteraan pribadinya. Ketika sikap memiliki fungsi simbolik, maka nilai-nilai
pribadi meningkatkan prediksi terhadap perilaku dengan menghubungkan relevansi
sikap diatas keyakinan tentang atribut yang berperan sebagai perilaku yang positif
atau negative dan persepsi norma kelompok.
Ada beberapa karakteristik sikap diantaranya :
1. Ekstremitas
Mengacu sejauh mana sikap menyimpang dari netral titik tengah, sejauh mana
evaluasi individu adalah sangat menguntungkan atau sangat tidak
menguntungkan. Sikap ekstrim lebih tahan pengaruh, diproyeksikan ke orang
lain, memprediksi perilaku. Teori sikap diasumsikan bahwa sikap ekstrim
berkembang dari waktu ke waktu, sering dihasilkan dari tindakan yang secara
terbuka dalam posisinya.
2. Langsung tidaknya pengalaman
Sikap dapat didasarkan secara langsung dalam pengalaman pribadi dengan
objek, atau didasarkan pada informasi langsung dari orang lain tentang objek.
Pengalaman langsung meningkatkan kepercayaan sikap.
3.1 KESIMPULAN
Cyberbullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan anak maupun remaja di
dunia maya terutama di media social. Bentuk cyberbullying dapat berupa ejekan,
hinaan, caciaan, ataupun hacking. Cyberbullying dapat menyerang remaja karena
pada umumnya remaja sangat aktif di dunia maya untuk menunjukkan eksistensi
dirinya. Cyberbullying dapat terjadi melalui proses kebiasaan dan lingkungan.
Dimana kebiasaan yang buruk terjadi berulang-ulang dan factor lingkungan yang
mendukung berkembangnya sikap buruk tersebut. Sehingga jika suatu sikap buruk itu
telah semakin berkembang pada diri seseorang akan membuat seseorang itu
berperilaku egois dan selalu mempunyai prasangka negative pada objek yang dilihat
dan tidak disukainya.
Fifi Luthfiyyah, lahir di Pandeglang pada tanggal 15 April 1997. Jenjang pendidikan
Sekolah Dasar di SDN Senden, SMP Negeri 1 Pagelaran, dan sekarang sedang
menempuh . Jenjang pendidikan SMK 9 Pandeglang jurusan IPS Selama menjadi
siswa, penulis pernah mengikuti berbagai kepanitiaan untuk berkontribusi di berbagai
acara kegiatan sekolah. Jika ingin berkomunikasi dengan penulis, pembaca dapat
menghubunginya lewat e-mail fifiluthfiyyahgmail.com. Dan, bagi pembaca yang
mengetahui berbagai macam tentang karya tulis maupun informasi penulis, silahkan
akses blognya di www. fifiluthfiyyah.blogspot.com atau facebook di fifiluthfiyyah, dan
Instagram @fifiluthfiyyah22