Anda di halaman 1dari 15

CYBERBULLYING DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF AL-

QUR’AN

Karya Dwi Indri Cahyani


No. Peserta: 181
A. Pendahuluan
Media sosial merupakan salah satu wadah untuk mendapatkan informasi,
mencari hiburan, atau bahkan sarana menemukan teman baru (networking),
yang dilakukan secara daring (online). Perkembangan media sosial saat ini
sangat pesat mengingat peran teknologi tidak lepas dari kehidupan manusia
sehari-hari. Para pengguna media sosial terdiri atas ragam kalangan, mulai
dari anak-anak, remaja, orang tua, hingga lansia, bahkan balita pun turut serta
dalam mengikuti perkembangan teknologi media sosial. Dalam
perkembangannya, tak jarang ditemukan pengaruh negatif dari penggunaan
media sosial. Penyalahgunaan media sosial bisa saja menimbulkan dampak
serius jika tidak diatasi. Diantaranya adalah melakukan penyebaran berita
bohong, pencemaran nama baik, rasisme, menggunjing, mencaci-maki,
menyebarkan ujaran kebencian, termasuk perundungan di media sosial
(cyberbullying).
Cyberbullying adalah salah satu tindakan penyalahgunaan media sosial
berupa perundungan, intimidasi, maupun penindasan yang dilakukan di dalam
dunia maya.1 Ini merupakan suatu kejahatan yang terjadi di dalam dunia
digital. Tindakan tersebut bisa saja berupa pelecehan, ancaman, ejekan, serta
menyebarkan foto atau video dengan tujuan mempermalukan korban.
Tindakan ini tentu saja berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikologis
korban. Para pelaku cyberbullying ini biasanya merasa ingin mendominasi
orang lain (superior) dan kurangnya rasa empati, sehingga ia dapat melakukan
kejahatan seperti ini.

1
Unicef, “Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya”,
https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying, (Diakses pada 30 Juni
2021 pukul 12.21).

1
Sebab itu, penting memberikan edukasi kepada pengguna media sosial
agar tidak terjerumus dalam perilaku destruktif dan amoral tersebut. Maka
penting pula mengkaji secara komperhensif dan holistik mengenai
cyberbullying di media sosial dalam perspektif al-Qur’an, sehingga menjadi
referensi bagi pengguna media sosial agar terhindar dari perilaku amoral dan
destruktif tersebut. Karya Tulis Ilmiah al-Qur’an (KTIQ) ini bertujuan untuk
mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menganalisa ayat-ayat al-Qur’an
secara sistematis dan terstruktur yang berhubungan dengan cyberbullying di
media sosial melalui tafsir tematik (tafsir maudhu’i).

B. Konsep Cyberbullying dan Perkembangan Media Sosial


Era globalisasi saat ini menuntut manusia untuk senantiasa akrab dengan
media sosial. Media sosial itu meliputi whatsapp, instagram, line, facebook,
twitter, youtube dan lain sebagainya, tak pernah lepas dari genggaman
manusia. Melalui media sosial tersebut pengguna bebas mengekspos dan
mengekspresikan diri sebagai bentuk eksistensi diri. Setiap orang memiliki
orientasi beragam dalam menggunakan media sosial, semisal hanya sedekar
mengekspresikan diri dengan mengekspos kegiatan sehari-hari, bahkan
terkadang mengabaikan privasi mereka sendiri dengan membiarkan
kegiatannya menjadi konsumsi public dengan bersahut-sahutan komentar. Di
sisi lain, ada juga pengguna yang menggunakan media sosial sebagai sarana
berdakwah, berbisnis, menyambung tali silaturahmi, sarana informasi dan
komunikasi, serta untuk menemukan orang baru.2
Banyak hal-hal positif yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan media
sosial. Namun, tak jarang juga hal-hal negatif bermunculan seiring dengan
perkembangan media sosial. Adab, etika, dan moral pun mulai
dikesampingkan. Media sosial saat ini mulai digunakan sebagai ajang panjat
sosial (social climber), sebagai tempat memamerkan harta kekayaan dan
jabatan, dan untuk merendahkan orang lain, mengolok-olok, melontarkan

2
Juminem, Adab Bermedia Sosial dalam Pandangan Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam
Volume 6 Nomor 1, Juni 2019 (Bengkulu: MTsN 2 Seluma, 2019), hlm. 25.

2
ejekan, hinaan, cacian, makian, juga sebagai tempat untuk memeras,
mengancam, dan melecehkan orang lain. Berbagai perilaku negatif itu disebut
dengan istilah perundungan di media sosial (cyberbullying).
1. Pengertian Cyberbullying
Cyberbullying merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang terhadap seseorang melalui teks, gambar/foto
atau video yang cenderung merendahkan dan melecehkan.3
Cyberbullying juga dapat dilakukan melalui media seperti pesan teks,
gambar video, panggilan telepon, e-mail, chat room, Instant Messaging
(IM), Situs Media Sosial, dan website. Media yang paling banyak terjadi
kasus cyberbullying adalah situs media sosial. Media sosial dipercaya
sebagai penyebab utama maraknya kasus cyberbullying dikarenakan
sebagian besar pengguna media sosial adalah anak-anak dan remaja.
Menurut psikologi, anak-anak dan remaja belum memiliki kemampuan
yang cukup dalam mempertimbangkan dan memutuskan keputusan yang
tepat.4
Di Indonesia sendiri sudah banyak kasus mengenai cyberbullying.
Sungguh mengenaskan bahwa yang menjadi korban kebanyakan anak-
anak dan remaja. KPAI mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari tahun
2011 sampai dengan tahun 2019, ada sekitar 37.381 laporan kekerasan
terhadap anak. Untuk kasus bulying yang terjadi baik dalam dunia
pendidikan (sekolah) maupun media sosial angkanya mencapai 2.473
pengaduan dan kabarnya terus meningkat.5 Data di atas menunjukkan
bahwa pengguna media sosial didominasi oleh anak-anak dan remaja,

3
Abdul Sakban dan Sahrul, Pencegahan Cyber Bullying di Indonesia (Yogyakarta:
Deepublish, 2019), hlm. 21.
4
Monica Hidajat, dkk., Dampak Media Sosial dalam Cyber Bullying, ComTech Volume 6
Nomor 1, Maret 2015 (Jakarta Barat: BINUS University, 2015), hlm. 80.
5
Tim KPAI, “Sejumlah Kasus Bullying Sudah Warnai Catatan Masalah Anak di Awal 2020,
Begini Kata Komisioner KPAI”, https://www.kpai.go.id/publikasi/sejumlah-kasus-bullying-sudah-
warnai-catatan-masalah-anak-di-awal-tahun-2020-begini-kata-komisioner-kpai, (Diakses pada 30
Juni 2021 pukul 15.33).

3
sehingga mereka menjadi kelompok yang rentan mendapatkan dampak
negatif yang sangat besar, sehingga dapat mempengaruhi perilaku dan
kepribadian, bahkan mengganggu aktivitas belajar.

2. Faktor Penyebab Terjadinya Cyberbullying


Ada banyak faktor penyebab terjadinya cyberbullying, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri
pelaku. Dimana pelaku cyberbullying ini tidak dapat mengendalikan
emosinya, sehingga membuat ia dapat menyakiti orang lain. Atau bisa
saja terjadi karena adanya penyakit hati, semisal iri dan dengki karena
kurangnya rasa bersyukur dan cemburu terhadap kelebihan orang lain,
baik yang bersifat moril maupun materil. Sedangkan faktor eksternal
dipengaruhi oleh prediktor keluarga, semisal didikan keras dari orang tua,
membanding-bandingkan anak, sehingga membuat ia merasa tidak aman
(insecure), atau orang tua yang overprotectif terhadap anak. Selain itu,
faktor ini juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, semisal pergaulan
dengan teman sebaya.
Berikut ini penulis mengurai secara komperhensif dan holistik
terhadap faktor tersebut:
a. Faktor Internal
1) Dengki
Dengki adalah perpaduan antara emosi sedih dan cemburu atas
nikmat yang didapatkan oleh orang lain serta senang jika nikmat
tersebut hilang darinya.6 Dengki merupakan rasa benci dalam hati
seseorang terhadap kenikmatan orang lain dan disertai keinginan
agar nikmat itu hilang atau berpindah kepadanya. 7 Dengki bisa
menjadi faktor terjadinya cyberbullying di media sosial, karena

6
Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam (Jakarta:
Gema Insani, 2006), hlm. 500.
7
M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006),
hlm. 171.

4
adanya kecemburuan atas unggahan orang lain, sehingga
membuat seseorang berkomentar jahat pada unggahan tersebut.
2) Buruk Sangka
Buruk sangka adalah menuduh seseorang tanpa bukti. 8 Buruk
sangka juga berarti tuduhan atau dugaan yang tidak mendasar.
Seseorang menuduh orang lain dan tuduhan tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya. Buruk sangka dapat memicu
terjadinya cyberbullying. Tuduhan yang tidak mendasar tersebut
dapat membuat seseorang mencemarkan nama baik orang lain di
media sosial.
3) Iri Hati
Iri secara bahasa (etimologi) artinya merasa kurang senang dan
cemburu terhadap kelebihan dan keberuntungan yang orang lain
dapatkan, serta tidak rela apabila orang lain mendapatkan
kenikmatan dan kebahagiaan.9 Iri menjadi alasan yang cukup kuat
mengapa bully terjadi. Pem-bully iri terhadap korban lalu
melampiaskannya pada sejumlah akun media sosial korban, bisa
dengan kata-kata menyindir, meremehkan, hingga menghina
korban.10
4) Tidak Punya Pencapaian
Alasan orang mem-bully adalah karena iri hati. Iri hati bisa saja
disebabkan karena tidak punya karya atau prestasi serupa. Alhasil
pem-bully akan menjelekkan karya atau prestasi orang lain.
Tujuannya pun bermacam-macam dan yang pasti korban akan
merasa tertekan saat membacanya.11

8
Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan…, hlm. 503.
9
M. Yatimin Abdullah, Pengantar…, hlm. 176.
10
Abdul Sakban, Pencegahan..., hlm. 34.
11
Ibid…, hlm. 35.

5
5) Iseng
Terkadang pem-bully ingin menguji korban dengan iseng dan
menunggu respon yang diberikan korbannya. Bila ditanggapi
dengan serius, maka pelaku akan semakin merajalela.12 Oleh
sebab itu, sebaiknya jika menerima pesan atau komentar yang
tidak penting dalam media sosial, ada baiknya tidak perlu
ditanggapi atau bisa dilaporkan (report) jika dirasa cukup
mengganggu.
6) Mempermalukan Tanpa Ketahuan
Media sosial mempunyai kemampuan ajaib salah satunya
mem-bully orang lain tanpa ketahuan. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan akun yang tidak beridentitas (anonym) atau
menggunakan akun media sosial palsu.13
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Tugas orang tua adalah mengasuh dan mendidik anak agar
tidak menyimpang dan berperilaku negatif. Cyberbullying adalah
salah satu perilaku menyimpang yang dapat terjadi dan dilakukan
oleh remaja baik sebagai korban atau pelaku yang juga erat
kaitannya dengan faktor penyebab yang berasal dari keluarga.14
Didikan yang salah yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anaknya dapat memicu terjadinya cyberbullying. Orang tua yang
terlalu keras, overprotektif, kurang memberikan kasih sayang dan
perhatian terhadap anaknya dapat membuat anak menjadi pelaku
atau korban dari perundungan dunia maya.
Oleh karena itu, penting melakukan komunikasi antara orang
tua dan anak. Malihah dan Alfisari menyebutkan bahwa semakin
12
Ibid…, hlm. 36.
13
Ibid…, hlm. 36.
14
Zahro Malihah dan Alfisari, Perilaku Cyberbullying Pada Remaja dan Kaitannya dengan
Kontrol Diri dan Komunikasi Orang Tua, Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling Volume 11 Nomor
2, Mei 2018 (Bogor: IPB, 2018), hlm. 152.

6
optimal komunikasi yang dilakukan dalam keluarga maka
semakin kecil kemungkinan terjadinya cyberbullying. Ini
dikarenakan anak dapat terbuka dan orang tua pun dapat
mengetahui kondisinya.15
2) Lingkungan
Pergaulan juga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya cyberbullying. Berteman dengan orang yang suka
mem-bully orang lain mengakibatkan seseorang ikut-ikutan suka
mem-bully. Pem-bully-an ini juga bisa dilakukan secara langsung
atau melalui media digital (cyberbullying). Oleh sebab itu,
berteman ada baiknya difilter terlebih dahulu. Jika dirasa buruk
maka jauhilah.

3. Bentuk-Bentuk Cyberbullying
Terdapat banyak bentuk dalam cyberbullying. Willard (2006)
membagi cyberbullying dalam tujuh bentuk, yaitu: flaming atau
pertengkaran daring, harassment atau pelecehan, denigration atau
fitnah, impersonating atau akun palsu, trickery atau tipu daya, exclusion
atau pengucilan, dan cyberstalking atau penguntitan siber.16
Pertama, flaming adalah perang kata-kata secara daring dengan
menggunakan bahasa yang mengandung amarah, vulgar, kecamaan, dan
hinaan.17 Kedua, harassment adalah bentuk cyberbullying yang
menggambarkan pelaku terus-menerus mengejar korbannya dengan
tujuan menakut-nakuti atau mempermalukan korban. Pelaku biasanya
menakut-nakuti dengan cara melecehkan korban melalui fitur pesan
teks yang tersedia dalam aplikasi media sosial. Tak jarang pelaku
mengirimkan gambar atau video tak senonoh kepada korban.
15
Ibid…, hlm. 151.
16
Ranny Rastati, Bentuk Perundungan Siber di Media Sosial dan Pencegahannya Bagi
Korban dan Pelaku, Jurnal Sosioteknologi Volume 15 Nomor 2, Agustus 2016 (Jakarta Selatan:
Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, 2016), hlm. 176.
17
Ibid…, hlm. 176.

7
Penggunaan media untuk menyebarkan pencabulan ini disebut dengan
pornomedia.18
Ketiga, denigration adalah perundungan dunia maya yang
dilakukan dengan cara menulis berita bohong (rumor) yang bertujuan
untuk menghacurkan reputasi orang tersebut. Bentuk ini biasanya
terjadi di kalangan selebriti. Keempat, impersonating adalah meretas
akun media seseorang, menyamar menjadi orang tertentu, atau
membuat akun palsu dengan tujuan agar seseorang terlihat buruk,
sehingga merusak reputasi orang tersebut.19 Kelima, trickery adalah
memperdaya seseorang untuk melakukan suatu hal yang memalukan,
membuka aib seseorang melalui teks, foto, atau video untuk disebar-
luaskan di media sosial. Sering kali perundungan siber ini dilanjutkan
dengan pemerasan disertai ancaman agar korban memberikan apa yang
diinginkan pelaku.20
Keenam, exclusion adalah bentuk cyberbullying yang dilakukan
dengan cara mengucilkan korban secara sengaja. Bentuk ini biasanya
dilakukan dalam sebuah grup atau kumpulan beberapa orang (geng atau
kelompok pertemanan). Ketujuh, cyberstalkng adalah perundungan
dunia maya yang dilakukan oleh penguntit dengan cara mengirimkan
pesan secara berulang-ulang dan terus-menerus berupa ancaman atau
mengikuti kegiatan daring seseorang secara brutal, sehingga korban
akan ketakutan dan khawatir akan keselamatannya.

4. Cyberbullying di Media Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an

18
Burhan Bungin, Pornomedia: Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika,
dan Perayaan Seks di Media Massa (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 126.
19
Ranny Rastati, Bentuk…, hlm. 177.
20
Ibid…, hlm. 177.

8
Jika menilik al-Qur’an secara komperhensif dan holistik, maka
penulis menemkan ayat-ayat yang berhubungan dengan larangan
cyberbullying di media sosial, yaitu:
a. Larangan Mengolok-Olok, Mengejek, dan Memanggil Gelar
Buruk
Firman Allah di dalam al-Qur’an surah Al-Hujurat [49]: 11
sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum


mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka
yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-
olok, dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-
olokkan perempuan-perempuan lain karena boleh jadi
perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari
perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu
mencela diri kamu sendiri, dan janganlah saling memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
adalah panggilan yang buruk fasik setelah beriman. Dan
barang siapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-
orang zalim”.
Menurut Quraish Shihab, ayat diatas memberi petunjuk tentang
beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya
pertikaian.21 Kata yaskhar/ mengolok-olok yaitu menyebut
kekurangan orang lain dengan tujuan menertawakan, bai dengan
ucapan, perbuatan, atau tingkah laku.22 Boleh jadi mereka yang

21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Volume 13, Cetakan VII (Jakarta: Lentera Hati,
2002), hlm. 250.
22
Ibid…, hlm. 251.

9
diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok
menerangkan adanya tolok ukur kemuliaan yang dinilai Allah bisa
jadi berbeda dengan tolok ukur manusia.23
Lebih lanjut, dilarang saling memberikan gelar buruk. Ini
dikarenakan panggilan buruk lebih banyak terjadi dan biasanya
dilakukan dengan terang-terangan. Ayat di atas menyatakan:
“Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk fasik
setelah beriman”. Ini dikarenakan keimanan berlawanan dengan
kefasikan. Misalnya memanggil seseorang dengan sebutan si Pencuri
atau yang lainnya.24
Selain itu, Buya Hamka mengatakan ayat ini menjadi peringatan
dan nasehat sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Mengolok-
olok, mengejek dan menghina tidak layak dilakukan oleh seseorang
yang beriman. Sebab orang yang beriman akan selalu melihat
kekurangan yang ada pada dirinya. Hanya orang yang tidak beriman
yang melihat kekurangan orang lain dan lupa akan kekurangan
dirinya.25 Di sisi lain, pada ayat ini ditekankan dilarang mencela diri
sendiri, karena mencela orang lain sama dengan mencela diri sendiri.
Jika berani mencela dan membuka aib orang lain maka ingatlah
bahwa orang lain pun akan sanggup mencela dan membuka aib
orang yang mencelanya.26
Lebih lanjut, dalam tafsir Al-Maragi, diungkapkan bahwa tidak
pantas seorang mukmin mengolok-olok, mengejek, dan memberi
gelar buruk bagi mukmin lainnya, karena perbuataan tersebut
sangatlah buruk. Dan barang siapa yang tidak bertaubat setelah

23
Ibid…, hlm. 252.
24
Ibid..., hlm. 253.
25
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 9, Cetakan VII (Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd, 2007),
hlm. 6827.
26
Ibid…, hlm. 6827.

10
melakukan hal itu, maka ia telah berbuat buruk pada dirinya sendiri
dan melakukan dosa besar.27
Dalam ayat ini diterangkan larangan mengolok-olok, mengejek,
dan memberi gelar buruk. Perilaku negatif ini dalam konteks media
sosial dianggap sebagai tindakan cyberbullying dalam bentuk
flaming dan exclusion. Ayat ini juga menegaskan untuk menilai diri
sendiri (kontemplasi) terlebih dahulu sebelum menilai orang lain.
Jadi, sudah semestinya pengguna media sosial untuk selalu menjaga
ucapan dalam bermedia sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan
memabatasi konten yang beredar dan tidak ikut terbawa arus dalam
konten-konten negatif. Sebab, Allah telah menegaskan bahwa:
“barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah termasuk
orang-orang zalim”.

b. Larangan Berprasangka, Mencari-cari Kesalahan Orang Lain


dan Menggunjing
Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat [49]: 12.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari


prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan
janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian
yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa
jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat, Maha Penyayang”.
Menurut Quraish Shihab, memanggil dengan panggilan buruk –
yang telah dilarang pada ayat yang lalu – boleh jadi panggilan itu

27
K. Anshori Umar Sitanggal, Bahrun Abubakar, dan Hery Noer Aly, Terjemahan Tafsir Al-
Maragi, Juz XXV, Cetakan II (Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 221.

11
dilakukan atas dugaan yang tidak berdasar, yakni prasangka buruk
yang tidak memiliki indikator memadai dan perbuatan itu adalah
dosa. Sering kali prasangka buruk itu menimbulkan rasa ingin tahu
dan menyebarluaskannya yakni menggunjing membicarakan aib
orang lain. Menggunjing diibaratkan seperti memakan bangkai
saudara sendiri. Maka jauhilah larangan-Nya dan laksanakan
perintah-Nya, serta bertaubatlah atas kesalahan karena sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.28
Selain itu, Hamka menerangkan bahwa prasangka adalah tuduhan
yang bukan-bukan. Kemudian dilarang mencari-cari kesalahan orang
lain dengan tujuan menjatuhkannya di muka umum, dan
menggunjing yakni membicarakan iab orang lain saat orang tersebut
tidak ada atau berada di tempat yang lain. Perilaku ini sangatlah hina
karena sama dengan memakan bangkai saudara sendiri.29
Lebih lanjut, dalam tafsir Al- Maragi dijelaskan bahwa Allah Swt.
mendidik hamba-Nya dengan kesopanan agar terbentuk persatuan di
antara mereka. Hal-hal yang dapat memperkuat hubungan dalam
Islam, yaitu: pertama, hindari prasangka buruk. Kedua: jangan
mencari-cari kesalahan orang lain, dan ketiga, jangan membicarakan
aib orang lain.30
Dalam kasus cyberbullying, berprasangka, mencari-cari kesalahan
orang lain, dan menggunjing termasuk dalam bentuk denigration dan
exclusion. Tak jarang orang membuat akun palsu (impersonating)
untuk mencari informasi (keburukan) orang lain dan kemudian
menyebarluaskannya.
c. Larangan Iri Hati dan Dengki
Firman Allah dalam QS. An-Nisa [4]: 32 sebagai berikut.

28
M. Quraish Shihab, Tafsir…, hlm. 254.
29
Hamka, Tafsir…, hlm. 6831.
30
K. Anshori Umar Sitanggal, Bahrun Abubakar, dan Hery Noer Aly, Terjemahan…, hlm.
227.

12
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki ada bagian
dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita pun ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.
Quraish Shihab, menerangkan bahwa keinginan dan angan-
angan untuk memperoleh sesuatu seringkali menimbulkan iri hati
dan mendorong seseorang untuk melakukan maksiat.31 Sedangkan
menurut Buya Hamka disebutkan bahwa angan-angan adalah
memikirkan hal yang susah didapatkan yang susah didapatkan yang
berakibat timbulnya iri hati dan dengki pada orang yang
mendapatkan hal tersebut.32 Hal senada diungkapkan dalam Tafsir
Al-Maragi bahwa Allah Swt. melarang untuk berangan-angan (iri
hati), agar batin suci.33
C. Penutup
Berdasarkan hasil kajian terkait dengan cyberbullying di media sosial
dalam perspektif al-Qur’an di atas, dapat disimpulkan bahwa cyberbullying
merupakan perilaku destruktif dan amoral yang dipengaruhi oleh pribadi
pelaku, keluarga, dan lingkungan sosial. Dalam perspektif al-Qur’an bahwa
31
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah, Volume 2, Cetakan 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2000),
hlm. 396.
32
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2, Cetakan VII (Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd, 2007),
hlm. 1185.
33
Bahrun Abubakar, dan Hery Noer Aly, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, Juz IV, Cetakan II
(Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 34.

13
perilaku cyberbullying di media sosial berupa mengolok-olok, mengejek,
memanggil gelar buruk, berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan sesama,
menggunjing, iri hati, dan dengki terhadap pengguna lain. Maka berbagai
perilaku tersebut dalam perspektif al-Qur’an dilarang untuk dilakukan oleh
pengguna media sosial, dan diharapkan untuk mengedepankan adab dan etika
dalam berkomunikasi dan berinteraksi di media sosial.
Maka tulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi
dan panduan tentang cyberbullying dalam perspektif al-Qur’an untuk
melakukan pencegahan (preventif) secara massif dan terstruktur berbasis
pesan-pesan moral dalam al-Qur’an (Quranic of values) terhadap berbagai
perilaku destruktif dan amoral di media sosial. Penulis menyarankan tulisan
ini menjadi kontribusi untuk berbagai pihak terkait, baik secara individual
(pengguna media sosial), maupun secara kolektif (pemerintah dan lembaga
swasta terkait), sehingga berbagai tindakan pelecehan, intimidasi, dan
eksploitasi di media sosial dapat dicegah dan di basmi sejak dini.
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006.
Abubakar, Bahrun, dan Aly, Hery Noer. Terjemahan Tafsir Al-Maragi, Juz IV,
Cetakan II. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993.
Bungin, Burhan. Pornomedia: Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi
Telematika, dan Perayaan Seks di Media Massa. Jakarta: Prenada Media,
2005.
Hidajat, Monica, dkk., Dampak Media Sosial dalam Cyber Bullying, ComTech
Volume 6 Nomor 1, Maret 2015. Jakarta Barat: BINUS University, 2015.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2, Cetakan VII. Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd,
2007.
Hamka. Tafsir Al-Azhar, Jilid 9, Cetakan VII. Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd, 2007.
Juminem. Adab Bermedia Sosial dalam Pandangan Islam, Jurnal Pendidikan Agama
Islam Volume 6 Nomor 1, Juni 2019. Bengkulu: MTsN 2 Seluma, 2019.

14
Malihah, Zahro dan Alfisari, Perilaku Cyberbullying Pada Remaja dan Kaitannya
dengan Kontrol Diri dan Komunikasi Orang Tua, Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konseling Volume 11 Nomor 2, Mei 2018. Bogor: IPB, 2018.
Rastati, Ranny. Bentuk Perundungan Siber di Media Sosial dan Pencegahannya
Bagi Korban dan Pelaku, Jurnal Sosioteknologi Volume 15 Nomor 2,
Agustus 2016. Jakarta Selatan: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan LIPI, 2016.
Sakban, Abdul, dan Sahrul. Pencegahan Cyber Bullying di Indonesia Yogyakarta:
Deepublish, 2019.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, Volume 13, Cetakan VII. Jakarta: Lentera Hati,
2002.
Shihab, M. Quraish Tafsir Al- Misbah, Volume 2, Cetakan 1 (Jakarta: Lentera
Hati, 2000.
Sitanggal, K. Anshori Umar, Abubakar, Bahrun, dan Aly, Hery Noer Terjemahan Tafsir
Al-Maragi, Juz XXV, Cetakan II. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang,
1993.
Taufiq, Muhammad Izzuddin. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam.
Jakarta: Gema Insani, 2006.
Tim KPAI. (2020) “Sejumlah Kasus Bullying Sudah Warnai Catatan Masalah Anak di
Awal 2020, Begini Kata Komisioner KPAI”,
https://www.kpai.go.id/publikasi/sejumlah-kasus-bullying-sudah-warnai-catatan-
masalah-anak-di-awal-tahun-2020-begini-kata-komisioner-kpai, Diakses pada 30
Juni 2021 pukul 15.33.
Unicef. (2020). “Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya”,
https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying,
Diakses pada 30 Juni 2021 pukul 12.21.

15

Anda mungkin juga menyukai