Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi sekarang ini memiliki perkembangan yang pesat. Salah
satunya yakni teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan laporan
Digital 2020 yang dilansir We are Social and Hootsuit oleh Kemp (2020),
sekitar 175,4 juta penduduk Indonesia telah menggunakan internet, dan 160
juta sebagai pengguna media sosial aktif. Sebanyak 210,3 juta jiwa di
antaranya berusia 13-17 tahun menduduki peringkat pertama sebagai
pengguna internet, dan menduduki peringkat ketiga dalam menggunakan
media sosial (Kemp, 2020). Menurut Susanto (2018), teknologi komunikasi
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan di masyarakat.
Masyarakat mengaskses dan mendapatkan informasi yang diinginkan setiap
hari dan sebaliknya juga dapat berpartisipasi dalam berbagi, menyampaikan,
dan menyebarkan informasi dengan teman, kerabat atau lingkungan luar
dengan mudah dan cepat. Mudahnya informasi yang diperoleh oleh
masyarakat ini dapat mempengaruhi cara pandang, gaya hidup serta budaya
dalam suatu masyarakat tertentu. Disisi lain, teknologi komunikasi juga
mempunyai dampak negatif. Misalnya teknologi informasi dan komunikasi
yang ada banyak digunakan untuk melakukan perilaku menyimpang, salah
satunya bullying yang dapat menyebabkan penurunan moralitas bangsa.
Olweus (1999) mendefinisikan bullying merupakan masalah
psikososial dengan menghina dan merendahkan orang lain secara berulang-
ulang dengan dampak negatif terhadap pelaku dan korban bullying di mana
pelaku mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan korban (Darmayanti,
dkk. 2019). Kasus bullying di sekolah menduduki peringkat teratas
pengaduan masyarakat ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di
sektor pendidikan. Berdasarkan data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus
kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan (kompas.com, 2022). Faktor
yang mempengaruhi bisa dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar.
Perilaku bullying ini juga merupakan sebuah kenakalan remaja yang
berbahaya. Remaja yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami
2

berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Mental yang
terganggu akan membuat korban mengalami trauma, depresi sehingga pada
fisik kesehatan pada tubuhnya juga akan menurun seperti sakit kepala, otot
yang melemah, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, sampai
penurunan semangat belajar dan prestasi akademis. Sehingga dapat merusak
generasi penerus bangsa. Berdasarkan hal tersebut, peneliti membuat sebuah
akun instagram tentang sosialisasi bullying dan grup WhatsApp dalam
mengoptimalkan peran teknologi sebagai sarana pencegahan sekaligus
penurunan tindak bullying di kalangan remaja.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada penelitian
ini diantaranya :
1. Bagaimana tingkat bullying pada kalangan remaja?
2. Bagaimana peran media sosial dalam upaya pencegahan bullying pada
kalangan remaja?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat bullying pada kalangan remaja.
2. Untuk mengetahui peran media sosial dalam upaya pencegahan
bullying pada kalangan remaja.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam upaya mengurangi
tindakan bullying di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui
media sosial.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bullying
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi
pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau
sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok
orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga
sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki
power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban
juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan
selalu merasa terancan oleh bully. (Djuwita, 2005). Menurut Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 37.381 kasus bullying terjadi
di Indonesia, terhitung sejak tahun 2011 sampai 2019. Sebesar 6,62% terjadi
di lingkungan sekolah pada anak-anak.
Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas
cakupannya. Remaja yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami
berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Adapun
masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban
bullying antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi,
kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa,
keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot,
rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat
belajar dan prestasi akademis.
Waasdorp & Bradshaw (2015) menguraikan bullying pada tiga poin,
yakni: fisik, verbal, dan hubungan. Bullying fisik berupa tindakan agresi
individu terhadap individu lain yang melibatkan anggota fisik, seperti:
memukul dan menendang korban, sementara bullying verbal adalah kekerasan
yang dilakukan secara verbal (baik melalui lisan maupun tulisan), seperti:
menggoda, memanggil dengan sebutan yang menyakitkan, dan mengancam
(Waasdorp & Bradshaw, 2015; Dupper, 2013). Selanjutnya, bullying
hubungan ialah di mana pelaku tidak secara langsung menghadapi korban
4

dengan mencoba untuk mengisolasi korban secara sosial dan memisahkan


korban dari kelompok sosial (Waasdorp & Bradshaw, 2015; Dupper, 2013).
Termasuk pada tipe bullying relasi ialah menyebarkan rumor jelek yang
dimaksudkan untuk merusak reputasi korban, menolak dan mempermalukan
korban, dan memanipulasi persahabatan (Waasdorp & Bradshaw, 2015;
Dupper, 2013).
Perbuatan bullying, sudah dilakukan sejak dulu. Bahkan di zaman
sekarang perbuatan tidak tersebut masih banyak ditemukan terkhususnya di
lingkungan sekolah. Perilaku bullying perlu mendapatkan perhatian khusus
dari berbagai kalangan. Perilaku ini juga harus disadari sebelum merugikan
oranglain yang biasanya lebih lemah dari si pelaku bullying. Sekolah menjadi
tempat yang sering ditemukan kasus perundungan. Padahal sekolah
seharusnya menjadi tempat yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif seperti
sopan santun, hormat kepada sesama warga sekolah teman terkhususnya.
Walaupun sudah diberi sanksi dan juga sosialisasi kepada murid-murid di
sekolah, angka kasus perundungan tidak kunjung menurun (Rahmawati,
2016).
 Macam-Macam Bullying
1. Bullying secara verbal.
Bullying verbal merupakan bentuk tindakan bullying atau
perundungan secara tidak langsung atau kasat mata tetapi
dampaknya dapat dirasakan hingga hati. Contohnya seperti
memanggil dengan panggilan atau julukan yang buruk, menggoda,
mengejek, menghina, maupun mengancam.
2. Bullying secara fisik
Bullying fisik adalah tindakan perundungan secara kasat mata yang
melibatkan kontak fisik antar pelaku dan korban serta dapat
menyebabkan efek jangka pendek maupun jangka panjang.
Contohnya seperti mendorong, memukul, mengajak berkelahi,
mengambil barang yang bukan miliknya secara paksa, dikunci di
ruang tertutup ataupun menghancurkan barang orang lain.
5

3. Bullying secara sosial


Bullying secara sosial ini adalah penindasan yang dapat
mengakibatkan rusaknya reputasi atau hubungan seseorang.
Contoh tindakan dari bullying secara sosial ini mencakup
berbohong, mempermalukan seseorang, menyebarkan rumor
negatif, hingga mengucilkan seseorang.
4. Cyberbullying (secara dunia maya)
Cyberbullying adalah perundukan yang dilakukan di dunia maya
dan menggunakan teknologi digital. Tindakan bullying ini menjadi
tindakan bullying yang paling marak terjadi akhir-akhir ini
dikarenakan kemajuan pesat teknologi dan informasi. Perundungan
ini meliputi mengunggah gambar atau video yang tidak pantas,
menyebar gosip atau rumor negatif secara online, memberikan
komentar secara kasar yang menjatuhkan orang lain, dan menyakiti
dengan kata-kata yang ditulis di internet atau media sosial.

2.2 Media Sosial


Tidak dapat dipungkiri bahwa kecanggihan dan kemajuan teknologi
informasi telah berkembang dengan sangat pesat. Hadirnya smartphone yang
semakin marak di pasaran, dan kemudahan akses internet untuk
menunjangnya kemudahan terus menerus ditawarkan. Dengan smartphone
dan jaringan internet kita bisa mengakses segala hal di dunia ini, dunia pun
seolah berada dalam kendali dan genggaman kita. Hal ini memberikan
dampak yang sangat besar dalam setiap lini kehidupan manusia, baik itu
secara positif maupun negatif (Subarjo & Setianingsih, 2020).
Menurut Nasrullah (2015) media sosial adalah medium di internet
yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun
berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain
membentuk ikatan sosial secara virtual. Dalam media sosial, tiga bentuk yang
merujuk pada makna bersosial adalah pengenalan (cognition), komunikasi
(communicate) dan kerjasama (cooperation). Berdasarkan laporan Digital
2020 yang dilansir We are Social and Hootsuit oleh Kemp (2020), sekitar
6

175,4 juta penduduk Indonesia telah menggunakan internet, dan 160 juta
sebagai pengguna media sosial aktif. Sebanyak 210,3 juta jiwa di antaranya
berusia 13-17 tahun menduduki peringkat pertama sebagai pengguna internet,
dan menduduki peringkat ketiga dalam menggunakan media sosial (Kemp,
2020).
Tidak dapat disangkal bahwa pada saat ini sosial media telah menjadi
cara baru masyarakat dalam berkomunikasi. Hal ini berdampak pada
berbagai sisi kehidupan masyarakat. Kehadiran media sosial telah membawa
dampak yang sangat signifikan dalam cara melakukan komunikasi. Lembaga
We Are Social dalam Nasrullah (2015) mempublikasikan hasil risetnya bahwa
pengguna internet dan media social di Indonesia cukup tinggi. Ada sekitar 15
persen penetrasi internet atau 38 juta lebih pengguna internet. Dari jumlah
total penduduk, ada sekitar 62 juta orang yang terdaftar serta memiliki akun
di media sosial Facebook. Dari riset tersebut juga menunjukkan bahwa rata-
rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu hampir 3 jam untuk
terkoneksi dan berselancar di media sosial melalui perangkat telepon
genggam.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII)
Indonesia tahun 2019 menyebutkan bahwa tahun 2017 yang lalu angka
penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 8 persen menjadi
143,26 juta jiwa yang setara dengan 54,68 persen dari seluruh populasi di
Indonesia. Ternyata tahun 2019 ini, angka penetrasi pengguna internet di
Indonesia meningkat lagi sekitar 10,12 persen menjadi 171,17 juta jiwa.
Angka ini setara dengan 64,8 persen dari seluruh populasi yang ada yakni 264
juta jiwa. Hasil survei menyebutkan bahwa pengguna terbesar adalah
masyarakat dengan rentang usia 15 sampai 19 tahun. Hal ini berarti
masyarakat dari kalangan anak-anak dan remaja masih menjadi pengguna
internet terbesar dari tahun 2017 yang lalu, dimana saat itu hasil (Survei
APJII, 2017) menyebutkan penetrasi pengguna internet berdasarkan usianya
meliputi umur 13-18 tahun sebesar 75,50 persen.
Media sosial dalam penggunaannya memberikan lebih banyak resiko
bagi para remaja daripada yang disadari orang dewasa kebanyakan. Sebagian
7

besar dari resiko itu antara lain adalah kurangnya memahami tentang privasi
online, peer to peer, pengaruh dari pihak ketiga seperti iklan, dan beragam
konten-konten tidak pantas yang bertebaran (O’Keeffe et al., 2011).
Karakteristik media sosial tidak jauh berbeda dengan media siber (cyber)
dikarenakan media sosial merupakan salah satu platform dari media siber.
Namun demikian, menurut Nasrullah (2015) media sosial memiliki karakter
khusus, yaitu:
1. Jaringan (Network) Jaringan adalah infrasturktur yang menghubungkan
antara komputer dengan perangkat keras lainnya. Koneksi ini diperlukan
karena komunikasi bisa terjadi jika antar komputer terhubung, termasuk
di dalamnya perpindahan data.
2. Informasi (Informations) Informasi menjadi entitas penting di media
sosial karena pengguna media sosial mengkreasikan representasi
identitasnya, memproduksi konten, dan melakukan interaksi berdasarkan
informasi.
3. Arsip (Archive) Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah
karakter yang menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bujias
diakses kapanpun dan melalui perangkat apapun.
4. Interaksi (Interactivity) Media sosial membentuk jaringan antar pengguna
yang tidak sekedar memperluas hubungan pertemanan atau pengikut
(follower) semata, tetapi harus dibangun dengan interaksi antar pengguna
tersebut.
5. Simulasi Sosial (simulation of society) Media sosial memiliki karakter
sebagai medium berlangsungnya masyarakat (society) di dunia virtual.
Media sosial memiliki keunikan dan pola yang dalam banyak kasus
berbeda dan tidak dijumpai dalam tatanan masyarakat yang real.
6. Konten oleh pengguna (user-generated content) di Media sosial konten
sepenuhnya milik dan berdasarkan kontribusi pengguna atau pemilik
akun. UGC merupakan relasi simbiosis dalam budaya media baru yang
memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna untuk berpartisipasi.
Hal ini berbeda dengan media lama (tradisional) dimana khalayaknya
sebatas menjadi objek atau sasaran yang pasif dalam distribusi pesan.
8

2.3 Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan di mana perubahan secara psikis
dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003).
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelum dan sesudahnya. Adanya perubahan psikis maupun psikologis pada
diri remaja, ke-cenderungan remaja akan mengalami masalah dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat
menjalani tugas perkembangan dengan baik dan penuh tanggungjawab.
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) rentang usia remaja adalah usia 10-24 tahun
dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut
Sensus Penduduk tahun 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah
penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau
18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2013). Menurut Monks, semua
aspek perkembangan pada masa remaja berlangsung antara umur 12-21
tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 1518
tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja
akhir.
Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap
per-kembangan, yaitu: pertama, masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri
khas antara lain: lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, dan lebih
banyak memperhatikan keadaan tubuh-nya dan mulai berpikir abstrak.
Kedua, masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain:
mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa
cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan yang berpikir abstrak,
dan berkhayal tentang aktivitas seks. Dan ketiga, masa remaja akhir (18-21
tahun), dengan ciri khas antara lain: pengungkapan identitas diri, lebih
selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat
mewujudkan rasa cinta, dan mampu berpikir abstrak.
9

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Studi literatur

Penyebaran angket pra


penelitian

Analisis angket penelitian

Sosialisasi melalui Whatsapp


dan instagram

Penyebaran angket pasca


penelitian

Analisis angket penelitian

3.2 Subjek Pengkajian


Sasaran pada penelitian ini adalah 44 siswa dari siswa MTs dan SMP
sekitar wilayah MA Salafiyah Siman. Pemberian angket dilakukan dengan
teknik random sampling. Random Sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana semua individu dalam populasi, baik secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
anggota sampel. Pengisian angket dilakukan melalui googleform (Abdi,
Husnul. 2023).
3.3 Metode Pengumpulan Data
Adapun metode yang kami pergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1 Literatur yaitu untuk mencari informasi awal yang berkaitan dengan
materi yang akan diteliti.
2 Angket atau kuisioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
10

dengan cara memberikan angket bullying yang berisi seperangkat


pertanyaan pada responden untuk dijawabnya. Angket yang disebar
terdiri atas 20 pernyataan mengenai kebiasaan yang berkaitan dengan
bullying (skala bullying). Skala pernyataan meliputi :
1. Sangat sering (SS)
2. Sering (S)
3. Kadang-kadang (K)
4. Tidak pernah (TP)

3.4 Metode Analisis Data


Penelitian ini bersifat menjelaskan atau diskriptif kuantitatif, sehingga
dalam menganalisa data dalam penelitian ini juga berbentuk penjelasan
dengan persentase hasil analisis. Untuk menganalisis tingkat bullying pada
kalangan remaja, menurut Astarini, 2013 pada penelitian ini menggunakan
ketentuan sebegai berikut:
Tael 3.1 Interval pada 3 tingkatan kriteria bullying
Interval Kriteria
X < ( M – 1,0 σ ) Rendah
( M – 1,0 σ ) ≤ X < ( M + 1,0 σ ) Sedang
( M + 1,0 σ ) ≤ X Tinggi
Keterangan :
M = Mean teoritik
σ = Standar Deviasi
X = Skor
Sedangkan untuk menganalisis peran media sosial dalam upaya
pencegahan bullying pada kalangan remaja, pada penelitian ini menggunakan
ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Rentang skor kriteria upaya peran media sosial terhadap bulliying

No. Rentang skor Kriteria


1 0,00 – 1,50 Tidak pernah
2 1,51 – 2,50 Kadang-kadang
3 2,51 – 3,50 Sering
4 3,51 – 4,00 Selalu
(Sugiono, 2009)
11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Hasil Angket Penelitian Tingkat Bullying pada Kalangan Remaja

Tingkat Bullying pada Kalangan Remaja

32.75%
RATA-RATA
38.87%

0.00%
TINGGI SESUDAH SOSIALISASI
9.09%
SEBELUM SOSIALISASI
9.09%
SEDANG
22.73%

90.91%
RENDAH
68.18%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%100.00%

Diagram 4.1. Diagram tingkat bullying pada kalangan remaja


Dari diagram 4.1 di atas dapat kita ketahui bahwa hasil tingkat
bullying pada kalangan remaja terdapat 3 kriteria diantaranya rendah, sedang
dan tinggi. Hasil analisis menujukkan bahwa kriteria rendah sebelum
dilakukan sosialisasi, tingkat bullying sebesar 68,18% dan setelah dilakukan
sosialisasi melalui instagram dan group whtasapp menjadi 90,91%. Untuk
kriteria sedang tingkat bullying pada kalangan remaja sebelum dilakukan
sosialisasi, sebesar 22,73% dan setelah di lakukan sosialisasi melalui
instagram dan group whtasapp menjadi 9,09%. Sedangkan kriteria tinggi
tingkat bullying pada kalangan remaja sebelum dilakukan sosialisasi, sebesar
9,09% dan setelah di lakukan sosialisasi melalui instagram dan group
whtasapp menjadi 0,00%. Dengan nilai rata rata sebelum di lakukan
sosialisasi sebesar 38,87%,dan setelah di lakukan sosialisasi melalui
instagram dan group whtasapp menjadi 32,75%.
12

4.1.2 Hasil Penelitian Peran Media Sosial dalam Upaya Pencegahan Bullying pada
Kalangan Remaja

Peran Media Sosial dalam Upaya Pencegahan


Bullying pada Kalangan Remaja
SEBELUM SOSIALISASI SETELAH SOSIALISASI
76.75% 81.75% 74.00%
66.00% 60.25%63.50% 59.00%
51.00%

KADANG – KADANG –
KADANG KADANG

SERING SERING SERING KADANG – SERING SERING


KADANG

Diagram 4.2 Diagram Peran media Sosial dalam Upaya Pencegahan Bullying pada Kalangan Remaja

Berdasarkan diagram 4.2 pada aspek penggunaan handphone untuk media


pembelajaran sesudah dilakukan sosialisasi melalui instagram dan group
whtasapp mengalami peningkatan dari 66,00% menjadi 76,75% menunjukkan
kriteria sering. Aspek melihat pamflet/konten yang melarang adanya bullying
mengalami perubahan sesudah dilakukan sosialisasi melalui instagram dan group
whtasapp dari 60,25% dengan kriteria kadang-kadang menjadi 63,50% dengan
kriteria sering. Aspek mengikuti akun tentang larangan bullying mengalami
perubahan sesudah dilakukan sosialisasi melalui instagram dan group whtasapp
dari 51,00% menjadi 81,75% dengan kriteria kadang-kadang menjadi sering.
Sehingga rata-rata penggunaan teknologi informasi dalam upaya pencegahan
bullying pada kalangan remaja sebelum sosialisasi sebesar 59,00% dengan kriteria
kadang-kadang sedangkan sesudah sosialisasi melalui instagram dan group
whtasapp sebesar 74,00% dengan kriteria sering.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Tingkat Bullying pada kalangan remaja
13

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi


pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang (Djuwita, 2005).
Perbuatan Bullying sudah dilakukan sejak dulu. Bahkan di zaman sekarang
perbuatan tersebut masih banyak ditemukan terkhususnya di lingkungan sekolah.
Dari diagram 4.1 menunjukkan bahwa dari hasil penyebaran angket yang
dilakukan oleh peneliti, dari kalangan remaja yakni anak MTs/SMP dilingkungan
sekitar pada rentang usia 10-13 tahun dihasilkan tingkat bullying yang terjadi
mengalami penurunan setelah dilakukannya sosialisasi kepada kalangan remaja
menggunakan sarana media sosial. Hasil data menunjukkan bahwa nilai rata-rata
sebelum dilakukan sosialisasi tingkat bullying sebesar 38, 87 % dan setelah
dilakukam sosialisasi tingkat bullying melalui Instagram maupun WhatsApp
mengalami penurunan menjadi 32,75 %.
Bullying pada kalangan remaja ini cukup menjadi perhatian khusus. Masa
remaja adalah masa peralihan di mana perubahan secara psikis dan psikologis dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Hal ini dapat menjadikan
pemicu remaja melakukan hal yang menantang yang belum pernah dilakukan,
merasa lebih kuat, bahkan merasa lebih hebat dari yang lainnya. Perasaan tersebut
dapat menimbulkan terjadinya peluang dalam pembulian bagi teman yang lebih
lemah darinya, karena dampak dari kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang
bullying pada kalangan remaja.

4.2.2 Upaya Penggunaan Media Sosial terhadap Pencegahan Bullying


Menurut Nasrullah (2015) media sosial adalah medium di internet yang
memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja
sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial
secara virtual. Sekitar 175,4 juta penduduk Indonesia telah menggunakan internet,
dan 160 juta sebagai pengguna media sosial aktif (Kemp, 2020). Banyaknya
jumlah penggunaan media sosial tersebut berdampak pada pengaruh psikologi dan
tingkah laku seseorang terutama pada kalangan remaja. Media sosial dapat
dijadikan sebuah media pembelajaran salah satunya larangan tindakan bullying.
14

Hasil penelitian pada Diagram 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata


upaya pencegahan bullying menggunakan media sosial sebelum di adakannya
sosialisasi sebesar 59,00 % dan setelah diadakannya sosialisasi upaya pencegahan
bullying melalui Instagram maupun WhatsApp menjadi 74,00 %. Berdasarkan
angket penelitian yang peneliti sebarkan melalui gooegleform, pada kalangan
remaja masih memiliki peluang untuk melakukan tindakan bullying. Hal ini dapat
dilihat dari hasil responden mengenai tingkat kesadaran bullying, penggunaan
media sosial dalam melihat konten larangan bullying, dan responden kurang
mengetahui dampak negatif dari bullying. Maka para remaja dihimbau untuk
menggunakan media sosial sebaik-baiknya terutama dalam kasus pencegahan
bullying pada kalangan remaja, supaya tidak ada pihak manapun yang dirugikan.
Oleh sebab itu remaja yang mengunakan media sosial dengan sebijak
bijaknya mengunakan media sosialya dengan sebaik baikya ,dan jangan sampai
membuat salah satu pihak yang merasa di rugikan. Penggunaan media sosial
sebagai sarana interaksi antara peneliti dengan responden dalam menyampaikan
sosialisasi cukup berperan. Tanpa melalui tatap muka secara langsung, responden
dapat menerima materi-materi tentang bullying secara interaktif. Kemudian
responden sebisanya mengurangi atau menghidari tindakan bullying terhadap
teman ataupun usia yang di bawah mereka.
15

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Tingkat bullying pada kalangan remaja setelah dilakukan sosialisasi
melalui peran media sosial mengalami penurunan dari 38, 87 % menjadi
32, 75 % dengan kriteria rendah.
2. Peran media sosial dalam upaya pencegahan bullying pada kalangan
remaja mengalami peningkatan akibat seringnya remaja mengakses materi
pencegahan bullying pada media sosial.
5.2. Saran
Banyaknya kasus bullying dikalangan remaja diberbagai wilayah, sebagai
remaja yang baik dan peduli sesama teman. Para remaja diwajibkan untuk
mengetahui serta memahami berbagai materi tentang bullying, guna untuk
menjaga perdamaian dan kerukunan antar sesama teman.
16

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, Husnul. 2023. Random sampling adalah teknik pengambilan sampel, kenali
jenis-jenisnya di liputan 6 pada tanggal 01 Juni 2023.
Anonymous, 2022. Perlindungan anak. Kompas.com, 24 Juli 2022
Asie Tumon, M. B. (2014). Studi Deskriptif Perilaku Bullying pada Remaja.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3(1).
Dupper, D. R. (2013). School bullying: New perspectives on a growing problem.
New York, NY: Oxford University Press.
Djuwita, 2005, Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, 8,
dalam Ariesto 2009)
Kemp, S. (2020). Indonesian Digital Report 2020. In We are social and Hootsuite.
https://datareportal.com/reports/digital2020-indonesia
Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial; Persfektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
O’Keeffe, G. S., Clarke-Pearson, K., Mulligan, D. A., Altmann, T. R., Brown, A.,
Christakis, D. A., Falik, H. L., Hill, D. L., Hogan, M. J., Levine, A. E., &
Nelson, K. G. (2011). Clinical report - The impact of social media on
children, adolescents, and families. Pediatrics, 127(4), 800–804.
PISA Results. 2018. Bullying; What School Life Means for Students’
Lives.OECD Publishing. Paris
Rahmawati, S. W. (2016). Peran Iklim Sekolah terhadap Perundungan. Jurnal
Psikologi, 43(2) hlm. 167—180.
Subarjo, A. H., & Setianingsih, W. (2020). Literasi Berita Hoaxs Di Internet Dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Mahasiswa (Studi Tentang
Penggunaan Media Sosial Pada Mahasiswa STT Adisutjipto Yogyakarta).
Jurnal Ketahanan Nasional, 26(1), 1–22. https://doi.org/http://dx.doi.org/
10.22146/jkn.51109
Waasdorp, T. E., & Bradshaw, C. P. (2015). The overlap between cyberbullying
and traditional bullying. Journal of Adolescent Health, 56(5), 483-
488.https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2014.12.002
Zakiyah, E. Z., Fedryansyah, M., & Gutama, A. S. (2018). Dampak Bullying pada
17

Tugas Perkembangan Remaja Korban Bullying. Jurnal Pekerjaan Sosial,


1(3), 265—279.
18

LAMPIRAN SOSIALISASI BULLYING DI MEDIA SOSIAL

Tampilan WhatsApp Group 2 untuk Tampilan sosialisasi bullying pada akun


instruksi pengisian angket melalui Instagram
googleform
19

Tampilan interaktif pengantar pada materi Tampilan WhatsApp Group 2 untuk


Bullying pada WhatsApp Group 1 instruksi pengisian angket melalui
googleform
20

Tampilan WhatsApp Group 1 untuk Tampilan interaktif pengantar pada materi


instruksi pengisian angket melalui Bullying pada WhatsApp Group 2
googleform
21

Tampilan akun Instagram untuk


sosialisasi bullying
22

LAMPIRAN ANGKET
23

LAMPIRAN DATA PERHITUNGAN ANGKET

Anda mungkin juga menyukai