BAB I
PENDAHULUAN
berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Mental yang
terganggu akan membuat korban mengalami trauma, depresi sehingga pada
fisik kesehatan pada tubuhnya juga akan menurun seperti sakit kepala, otot
yang melemah, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, sampai
penurunan semangat belajar dan prestasi akademis. Sehingga dapat merusak
generasi penerus bangsa. Berdasarkan hal tersebut, peneliti membuat sebuah
akun instagram tentang sosialisasi bullying dan grup WhatsApp dalam
mengoptimalkan peran teknologi sebagai sarana pencegahan sekaligus
penurunan tindak bullying di kalangan remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bullying
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi
pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau
sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok
orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga
sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki
power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban
juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan
selalu merasa terancan oleh bully. (Djuwita, 2005). Menurut Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 37.381 kasus bullying terjadi
di Indonesia, terhitung sejak tahun 2011 sampai 2019. Sebesar 6,62% terjadi
di lingkungan sekolah pada anak-anak.
Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas
cakupannya. Remaja yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami
berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Adapun
masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban
bullying antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi,
kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa,
keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot,
rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat
belajar dan prestasi akademis.
Waasdorp & Bradshaw (2015) menguraikan bullying pada tiga poin,
yakni: fisik, verbal, dan hubungan. Bullying fisik berupa tindakan agresi
individu terhadap individu lain yang melibatkan anggota fisik, seperti:
memukul dan menendang korban, sementara bullying verbal adalah kekerasan
yang dilakukan secara verbal (baik melalui lisan maupun tulisan), seperti:
menggoda, memanggil dengan sebutan yang menyakitkan, dan mengancam
(Waasdorp & Bradshaw, 2015; Dupper, 2013). Selanjutnya, bullying
hubungan ialah di mana pelaku tidak secara langsung menghadapi korban
4
175,4 juta penduduk Indonesia telah menggunakan internet, dan 160 juta
sebagai pengguna media sosial aktif. Sebanyak 210,3 juta jiwa di antaranya
berusia 13-17 tahun menduduki peringkat pertama sebagai pengguna internet,
dan menduduki peringkat ketiga dalam menggunakan media sosial (Kemp,
2020).
Tidak dapat disangkal bahwa pada saat ini sosial media telah menjadi
cara baru masyarakat dalam berkomunikasi. Hal ini berdampak pada
berbagai sisi kehidupan masyarakat. Kehadiran media sosial telah membawa
dampak yang sangat signifikan dalam cara melakukan komunikasi. Lembaga
We Are Social dalam Nasrullah (2015) mempublikasikan hasil risetnya bahwa
pengguna internet dan media social di Indonesia cukup tinggi. Ada sekitar 15
persen penetrasi internet atau 38 juta lebih pengguna internet. Dari jumlah
total penduduk, ada sekitar 62 juta orang yang terdaftar serta memiliki akun
di media sosial Facebook. Dari riset tersebut juga menunjukkan bahwa rata-
rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu hampir 3 jam untuk
terkoneksi dan berselancar di media sosial melalui perangkat telepon
genggam.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII)
Indonesia tahun 2019 menyebutkan bahwa tahun 2017 yang lalu angka
penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat sekitar 8 persen menjadi
143,26 juta jiwa yang setara dengan 54,68 persen dari seluruh populasi di
Indonesia. Ternyata tahun 2019 ini, angka penetrasi pengguna internet di
Indonesia meningkat lagi sekitar 10,12 persen menjadi 171,17 juta jiwa.
Angka ini setara dengan 64,8 persen dari seluruh populasi yang ada yakni 264
juta jiwa. Hasil survei menyebutkan bahwa pengguna terbesar adalah
masyarakat dengan rentang usia 15 sampai 19 tahun. Hal ini berarti
masyarakat dari kalangan anak-anak dan remaja masih menjadi pengguna
internet terbesar dari tahun 2017 yang lalu, dimana saat itu hasil (Survei
APJII, 2017) menyebutkan penetrasi pengguna internet berdasarkan usianya
meliputi umur 13-18 tahun sebesar 75,50 persen.
Media sosial dalam penggunaannya memberikan lebih banyak resiko
bagi para remaja daripada yang disadari orang dewasa kebanyakan. Sebagian
7
besar dari resiko itu antara lain adalah kurangnya memahami tentang privasi
online, peer to peer, pengaruh dari pihak ketiga seperti iklan, dan beragam
konten-konten tidak pantas yang bertebaran (O’Keeffe et al., 2011).
Karakteristik media sosial tidak jauh berbeda dengan media siber (cyber)
dikarenakan media sosial merupakan salah satu platform dari media siber.
Namun demikian, menurut Nasrullah (2015) media sosial memiliki karakter
khusus, yaitu:
1. Jaringan (Network) Jaringan adalah infrasturktur yang menghubungkan
antara komputer dengan perangkat keras lainnya. Koneksi ini diperlukan
karena komunikasi bisa terjadi jika antar komputer terhubung, termasuk
di dalamnya perpindahan data.
2. Informasi (Informations) Informasi menjadi entitas penting di media
sosial karena pengguna media sosial mengkreasikan representasi
identitasnya, memproduksi konten, dan melakukan interaksi berdasarkan
informasi.
3. Arsip (Archive) Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah
karakter yang menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bujias
diakses kapanpun dan melalui perangkat apapun.
4. Interaksi (Interactivity) Media sosial membentuk jaringan antar pengguna
yang tidak sekedar memperluas hubungan pertemanan atau pengikut
(follower) semata, tetapi harus dibangun dengan interaksi antar pengguna
tersebut.
5. Simulasi Sosial (simulation of society) Media sosial memiliki karakter
sebagai medium berlangsungnya masyarakat (society) di dunia virtual.
Media sosial memiliki keunikan dan pola yang dalam banyak kasus
berbeda dan tidak dijumpai dalam tatanan masyarakat yang real.
6. Konten oleh pengguna (user-generated content) di Media sosial konten
sepenuhnya milik dan berdasarkan kontribusi pengguna atau pemilik
akun. UGC merupakan relasi simbiosis dalam budaya media baru yang
memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna untuk berpartisipasi.
Hal ini berbeda dengan media lama (tradisional) dimana khalayaknya
sebatas menjadi objek atau sasaran yang pasif dalam distribusi pesan.
8
2.3 Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan di mana perubahan secara psikis
dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003).
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelum dan sesudahnya. Adanya perubahan psikis maupun psikologis pada
diri remaja, ke-cenderungan remaja akan mengalami masalah dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat
menjalani tugas perkembangan dengan baik dan penuh tanggungjawab.
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) rentang usia remaja adalah usia 10-24 tahun
dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut
Sensus Penduduk tahun 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah
penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau
18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2013). Menurut Monks, semua
aspek perkembangan pada masa remaja berlangsung antara umur 12-21
tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 1518
tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja
akhir.
Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap
per-kembangan, yaitu: pertama, masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri
khas antara lain: lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, dan lebih
banyak memperhatikan keadaan tubuh-nya dan mulai berpikir abstrak.
Kedua, masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain:
mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa
cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan yang berpikir abstrak,
dan berkhayal tentang aktivitas seks. Dan ketiga, masa remaja akhir (18-21
tahun), dengan ciri khas antara lain: pengungkapan identitas diri, lebih
selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat
mewujudkan rasa cinta, dan mampu berpikir abstrak.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
Studi literatur
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
32.75%
RATA-RATA
38.87%
0.00%
TINGGI SESUDAH SOSIALISASI
9.09%
SEBELUM SOSIALISASI
9.09%
SEDANG
22.73%
90.91%
RENDAH
68.18%
4.1.2 Hasil Penelitian Peran Media Sosial dalam Upaya Pencegahan Bullying pada
Kalangan Remaja
KADANG – KADANG –
KADANG KADANG
Diagram 4.2 Diagram Peran media Sosial dalam Upaya Pencegahan Bullying pada Kalangan Remaja
4.2 Pembahasan
4.2.1 Tingkat Bullying pada kalangan remaja
13
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat bullying pada kalangan remaja setelah dilakukan sosialisasi
melalui peran media sosial mengalami penurunan dari 38, 87 % menjadi
32, 75 % dengan kriteria rendah.
2. Peran media sosial dalam upaya pencegahan bullying pada kalangan
remaja mengalami peningkatan akibat seringnya remaja mengakses materi
pencegahan bullying pada media sosial.
5.2. Saran
Banyaknya kasus bullying dikalangan remaja diberbagai wilayah, sebagai
remaja yang baik dan peduli sesama teman. Para remaja diwajibkan untuk
mengetahui serta memahami berbagai materi tentang bullying, guna untuk
menjaga perdamaian dan kerukunan antar sesama teman.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Husnul. 2023. Random sampling adalah teknik pengambilan sampel, kenali
jenis-jenisnya di liputan 6 pada tanggal 01 Juni 2023.
Anonymous, 2022. Perlindungan anak. Kompas.com, 24 Juli 2022
Asie Tumon, M. B. (2014). Studi Deskriptif Perilaku Bullying pada Remaja.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3(1).
Dupper, D. R. (2013). School bullying: New perspectives on a growing problem.
New York, NY: Oxford University Press.
Djuwita, 2005, Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, 8,
dalam Ariesto 2009)
Kemp, S. (2020). Indonesian Digital Report 2020. In We are social and Hootsuite.
https://datareportal.com/reports/digital2020-indonesia
Nasrullah, Rulli. 2015. Media Sosial; Persfektif Komunikasi, Budaya, dan
Sosioteknologi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
O’Keeffe, G. S., Clarke-Pearson, K., Mulligan, D. A., Altmann, T. R., Brown, A.,
Christakis, D. A., Falik, H. L., Hill, D. L., Hogan, M. J., Levine, A. E., &
Nelson, K. G. (2011). Clinical report - The impact of social media on
children, adolescents, and families. Pediatrics, 127(4), 800–804.
PISA Results. 2018. Bullying; What School Life Means for Students’
Lives.OECD Publishing. Paris
Rahmawati, S. W. (2016). Peran Iklim Sekolah terhadap Perundungan. Jurnal
Psikologi, 43(2) hlm. 167—180.
Subarjo, A. H., & Setianingsih, W. (2020). Literasi Berita Hoaxs Di Internet Dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Mahasiswa (Studi Tentang
Penggunaan Media Sosial Pada Mahasiswa STT Adisutjipto Yogyakarta).
Jurnal Ketahanan Nasional, 26(1), 1–22. https://doi.org/http://dx.doi.org/
10.22146/jkn.51109
Waasdorp, T. E., & Bradshaw, C. P. (2015). The overlap between cyberbullying
and traditional bullying. Journal of Adolescent Health, 56(5), 483-
488.https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2014.12.002
Zakiyah, E. Z., Fedryansyah, M., & Gutama, A. S. (2018). Dampak Bullying pada
17
LAMPIRAN ANGKET
23