Anda di halaman 1dari 9

Cyberbulliying melalui Media Sosial pada kalangan

Remaja
Abstrak
Media sosial sudah mendarah daging dalam kehidupan remaja.
Facebook. Remaja dapat terhubung di berbagai situs media sosial.
Selanjutnya, remaja berada pada tahap dalam kehidupan mereka
ketika mereka menikmati menarik perhatian dan mengembangkan
citra diri yang positif. Kurangnya kendali yang dimiliki remaja muda
atas koneksi dan aktivitas media sosial mereka mungkin menjadi
masalah. Di media sosial, semua orang dapat melakukan apa pun yang
mereka inginkan. Salah satu akibat dari aktivitas internet adalah
cyberbullying.

Cyberbullying adalah bentuk perundungan di mana seseorang atau


kelompok mengirimkan pesan teks, gambar, gambar meme, dan video
ke akun media sosial orang lain dengan maksud untuk menyiratkan,
menghina, melecehkan, mendiskriminasi, dan bahkan menganiaya
mereka. Menurut data statistik, mayoritas pelaku cyberbullying adalah
remaja. Urgensi penelitian ini bermula dari kenyataan bahwa
cyberbullying merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia dan telah
menjadi gejala yang lazim. Penelitian ini menggunakan pendekatan
pengumpulan data kualitatif seperti observasi, studi dokumentasi.
Analisis data dilakukan dengan mengkategorikan, mensintesis,
menafsirkan, dan mengevaluasi hasil, yang menghasilkan makna
deskriptif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa remaja yang
melakukan cyberbullying memiliki motivasi sebagai berikut:
ketidaksukaan terhadap seseorang atau kepribadian seseorang, niat
untuk menyindir dengan kalimat negatif yang kurang etis dan kasar,
bertujuan untuk menghibur agar pengguna atau pengguna internet
dapat tertawa, perasaan Rasa iri dan syahwat yang menimpa remaja,
serta keyakinan bahwa mereka lebih baik dan berkualitas dari yang
lain, membuat mereka percaya bahwa cyberbullying adalah hal yang
wajar. Penelitian ini bertujuan memberikan manfaat dan kontribusi
bagi kemajuan psikologi dan konseling, khususnya di bidang
perkembangan kognitif remaja, serta pencegahan dan terapi.

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Teknologi internet memfasilitasi akses publik dan penyebaran
informasi dalam berbagai cara. Orang-orang dapat terlibat tanpa
harus bertatap muka berkat teknologi canggih dan internet, yang
tidak memiliki batas geografis. Apalagi sekarang banyak orang
yang sadar akan media sosial. Media sosial memiliki berbagai
efek dan memiliki potensi untuk mengubah media tradisional.
Masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi yang
beragam dengan menggunakan platform media sosial seperti
Instagram, Facebook, Twitter, dan lain-lain. Bahkan platform
berita menjadi terhubung dengan media sosial. Orang-orang juga
menggunakan media sosial untuk bertukar informasi, berkenalan,
dan meningkatkan citra mereka. Orang-orang sebenarnya
menggunakan media sosial sebagai alat untuk melakukan
kampanye.

Pengguna media sosial yang paling umum adalah remaja.


Mayoritas dari mereka menggunakan media sosial untuk
membentuk atau memelihara koneksi, untuk berbagi gambar atau
video kegiatan mereka, untuk meningkatkan citra diri mereka, dan
sebagainya. Tidak semua remaja sadar bagaimana menggunakan
media sosial secara bertanggung jawab. Remaja sering
memanfaatkan media sosial untuk mengomentari pembaruan
status atau postingan orang lain. Komentar ini mungkin positif dan
negatif. Remaja adalah yang paling rentan terhadap pengaruh dan
memiliki kepribadian yang paling tidak stabil.

Pengaruh kaum muda yang terutama menggunakan layanan


internet untuk berkomunikasi di media sosial memiliki
kecenderungan untuk menyalahgunakan layanan media sosial
tersebut, dengan cyberbullying menjadi salah satu jenis
penyalahgunaan yang paling umum. Cyberbullying adalah ketika
seseorang menggunakan internet untuk menindas orang lain
melalui situs atau platform jejaring sosial.

Tindakan Cyberbullying di media sosial adalah tindakan yang


disengaja oleh pelaku dengan maksud atau tujuan yang
menimbulkan kerugian, tindakan yang selalu dilakukan secara
konsisten atau berulang-ulang. Cyberbullying selalu melibatkan
unsur hubungan yang ditandai dengan ketidakseimbangan
kekuatan, menurut definisi cyberbullying (Hellsten, 2017).
Cyberbullying adalah ketika seseorang atau sekelompok orang
menggunakan pesan teks, gambar/foto, atau video untuk
mempermalukan dan melecehkan orang lain (Hidajat et al., 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi yang perlu dilakukan remaja untuk
mengelola privasi di media sosial?
2. Mengapa seseorang bisa terlibat sebagai pelaku cyberbullying?
3. Mengapa seseorang mau menolong namun kadang memilih
untuk enggan di media sosial?
4. Uraikan peran kelompok dalam mengurangi cyberbullying dan
meningkatkan perilaku menolong di media sosial!

C. Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif diterapkan dalam penelitian ini seperti
observasi, studi dokumentasi. Bogdan dan Taylor mendefinisikan
teknik kualitatif sebagai metode penelitian yang menghasilkan
data deskriptif dari orang-orang dan perilaku yang diamati dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan. Pendekatan metode kualitatif
diarahkan pada latar belakang dan individu secara keseluruhan,
menurut keduanya (holistik).
Analisis data dilakukan dengan mengkategorikan, mensintesis,
menafsirkan, dan mengevaluasi hasil, yang menghasilkan makna
deskriptif.

Hasil dan Pembahasan


1. Strategi yang perlu dilakukan remaja untuk mengelola
privasi di media sosial
Menjaga dan mengelola privasi adalah hal yang sangat penting
dilakukan untuk para pengguna social media, terutama para
remaja. Karena semua manusia di planet ini sekarang dapat
dengan mudah mengomunikasikan informasi, melihat foto atau
film, dan mempelajari hal-hal baru hanya dengan satu tangan.
Instagram, Twitter, YouTube, Facebook, WhatsApp, dan platform
media sosial lainnya termasuk yang kami gunakan karena
nyaman. Karena sangat sederhana, anak-anak sering lupa diri dan
membuang waktu mereka untuk melihat-lihat media sosial.
Di samping itu, sekarang sedang maraknya penyalahgunaan media
sosial, seperti penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan hal-hal lain
yang berpotensi mematikan yang dapat merugikan beberapa
pihak.

Maka dari itu, menjaga dan mengelola privasi adalah hal yang
sangat penting, cara strategi yang dapat dilakukan remaja dalam
upaya menjaga dan mengelola privasi, adalah seperti berikut:

1. Jangan mengunggah konten sembarangan


Ketahuilah bahwa akun media sosial, termasuk semua
postingan, dapat diakses oleh siapa saja. Alhasil, pengguna
sosial media, terutama remaja harus lebih cermat memilih
materi sebelum membagikannya di media sosial. Terlepas dari
kenyataan bahwa platform media sosial saat ini menawarkan
pengaturan privasi yang dapat disesuaikan, tidak ada salahnya
memanfaatkan media sosial dengan cara yang lebih efektif dan
bermanfaat yang tidak mengganggu orang lain.
2. Jangan Mencantumkan Informasi Pribadi
Kejahatan dunia maya menjadi lebih canggih dalam
masyarakat digital yang semakin kompleks. Jangan pernah
menyertakan informasi pribadi yang luas di profil media sosial
karena kita tidak pernah tahu ancaman apa yang mengintai.

3. Jangan mudah percaya dengan informasi yang beredar


Di media sosial, akan selalu ada banyak informasi atau orang
yang tidak bertanggung jawab. Maka dari itu, harus berhati-
hati dalam menyaring informasi yang tersebar. Berhati-hatilah
terhadap individu yang tidak dikenal yang mengirim
komunikasi tanpa tujuan atau niat yang jelas untuk mencegah
penipuan atau hasil yang tidak diinginkan lainnya.

2. Mengapa seseorang bisa terlibat sebagai pelaku


cyberbullying?

Maraknya penggunaan media sosial saat ini, tak menutup


kemungkinan jika siapa saja bisa menjadi pelaku maupun korban
dari cyberbullying, yaitu tindakan kekerasan melalui internet atau
media sosial.

Pesatnya perkembangan teknologi, pemahaman remaja tentang


bahaya hukum, perilaku remaja yang lebih suka meniru, dan
kurangnya kontrol sosial menjadi faktor penyebab terjadinya
cyberbullying di media sosial.

Factor lain yang berpengaruh pada cyberbullying pada remaja


meliputi:

(1) karakteristik pribadi seperti pengalaman kekerasan, persepsi,


jenis kelamin, usia, dan kontrol psikologis, dan

(2) penggunaan obat-obatan adiktif.


(3) Pengasuhan, dukungan keluarga, dan stres orang tua adalah
contoh faktor keluarga.

Menurut survei Merrill & Hanson (2016) terhadap 13.583 remaja


berusia 12-18 tahun di Amerika Serikat, remaja kulit hitam (8,8%)
dan Hispanik (13,19 persen) lebih kecil kemungkinannya untuk
diintimidasi daripada remaja kulit putih (17,79 persen) dan
kelompok ras lainnya. (17,25 persen) (Merrill & Hanson, 2016).
Temuan penelitian, yang melibatkan 231 individu berusia 16
hingga 20 tahun, mengungkapkan perbedaan yang cukup besar
antara kelompok disabilitas dan non-disabilitas, dengan 50,4
persen peserta non-disabilitas mengalami cyberbullying dan 72,9
persen pada kelompok disabilitas (Kowalski & Toth, 2018). Hal
ini menunjukkan bahwa seseorang yang tampak lemah lebih
rentan terhadap cyberbullying, tetapi seseorang yang tampak
berani dan tidak ingin menjadi korban kecil kemungkinannya
untuk menjadi korban.

3. Mengapa seseorang mau menolong namun kadang memilih


untuk enggan di media sosial?

Cyberbullying memiliki efek negatif yang sangat besar karena


tindakan tersebut dapat dilakukan di manapun korban berada. Para
pelaku tidak melihat efek negatif yang menjadi penyebabnya,
akan tetapi efek akan terlihat secara psikologis dan sosial di dunia
nyata.

Namun, kebanyakan para remaja yang melihat aksi cyberbullying


secara langsung, memilih untuk tidak menolong sang korban atau
tidak menghentikan aksi tersebut, kebanyakan alasannya adalah
karena tidak ingin ikut campur
Dan kebanyakan bisa disebabkan karena mereka takut terhadap
pelaku cyberbullying. Penyebab lain, saksi tersebut cemas bila
menghentikan aksi cyberbullying, mereka bisa saja ikut di-bully.

4. Peran kelompok dalam mengurangi cyberbullying dan


meningkatkan perilaku menolong di media sosial!

Cyberbullying sudah menjadi hal yang tak asing di Indonesia.


Menurut penelitian UNICEF yang diterbitkan pada tahun 2016, 50
persen dari 41 anak Indonesia berusia 13 hingga 15 tahun pernah
mengalami cyberbullying. Publikasi informasi pribadi orang lain,
menguntit atau menguntit (menguntit di dunia maya yang
mengarah ke menguntit di dunia nyata), retribusi berupa
penyebaran gambar atau video dengan tujuan balas dendam,
intimidasi, dan pemerasan adalah beberapa dari perilaku tersebut.

Mengendalikan perilaku kita terutama ketika menggunakan media


sosial dengan bijak, mempertimbangkan sebelum memposting
sesuatu di media sosial, memilih lingkungan sosial dengan nilai
dan ajaran positif, menghindari memberikan informasi yang tidak
akurat, dan mencegah seseorang menjadi cyberbully adalah semua
hal yang dapat kita lakukan untuk menghindari cyberbullying.

Ada banyak inisiatif dan tindakan penolongan yang dapat


dikembangkan untuk memerangi cyberbullying. Untuk mengatasi
cyberbullying, ada inisiatif yang harus dilakukan. Kebijakan untuk
melindungi email dari iklan dan peretas, serta memperluas
kegiatan kelompok lingkungan di sekolah, adalah contoh dari
inisiatif tersebut. Program KiVa di Finlandia, yang melibatkan
kegiatan kelas berbasis komputer, adalah contoh lain dari program
anti-perundungan siber yang berhasil. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk memberikan bantuan kepada korban cyberbullying. Inisiatif
ini dimaksudkan untuk mengatasi tidak hanya perundungan siber
tetapi juga perundungan konvensional. Sejauh ini, evaluasi
menunjukkan bahwa program tersebut bermanfaat dalam
mengurangi cyberbullying. Memahami apa yang telah dilakukan
penyerang terhadap korban adalah pendekatan lain untuk
menangani cyberbullying.

Kesimpulan
Kehidupan remaja tidak dapat dipisahkan dengan media sosial.
Remaja dapat berkomunikasi di platform jejaring sosial seperti
Twitter, Instagram, dan lain-lain.

Remaja seringkali menggunakan media sosial sesuka hati, tanpa


mempertimbangkan akibatnya bagi diri sendiri dan orang lain.
Mereka tidak lagi dibatasi dalam penggunaan media sosial.
Cyberbullying adalah salah satu kebebasan yang datang dengan
memanfaatkan media sosial yang sering datang dengan biaya.
Cyberbullying adalah jenis bullying yang terjadi melalui internet.

Cyberbullying di kalangan remaja di media sosial semakin


mengkhawatirkan. Cyberbullying dapat merugikan tidak hanya
bagi korban, tetapi juga bagi pelaku. Pelaku cyberbullying dapat
menghadapi tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008. (UU
ITE). Cyberbullying memiliki pengaruh negatif terhadap korban,
sehingga mengakibatkan harga diri rendah, nilai buruk, depresi,
kecemasan, ketidaktertarikan pada kegiatan yang sebelumnya
menyenangkan, tidak berarti, mundur dari teman, penghindaran
situasi sosial, dan bahkan perubahan suasana hati, perilaku,
kebiasaan tidur, dan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Riswanto, D., & Marsinun, R. (2020). Perilaku cyberbullying remaja
di media sosial. Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 12(2), 98-
111.

Hjorth, L., & Hinton, S. (2019). Understanding social media. Sage.

Primasti, D., & Dewi, S. I. (2018). Pengaruh Media Sosial Terhadap


Penyimpangan Perilaku Remaja (Cyberbullying). Reformasi, 7(2).

Fazry, L., & Cipta Apsari, N. (2021). Pengaruh Media Sosial


Terhadap Perilaku Cyberbullying Di Kalangan Remaja. Jurnal
Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM), 2(1).

Utami, A. S. F., & Baiti, N. (2018). Pengaruh media sosial terhadap


perilaku cyberbullying pada kalangan remaja. Cakrawala-Jurnal
Humaniora, 18(2), 257-262.

Anda mungkin juga menyukai