Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS TINDAKAN CYBERBULLYING DIKALANGAN REMAJA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Pendidikan Kewarganeagaraan

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Elly Malihah, M.Si.
Asep Dahliyana, S.Pd, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 1 – Pendidikan Manajemen Perkantoran 2018A
1. Ade Rifki (1806933)
2. Hans Javier P.H. (1807051)
3. Nindya Syafira E. (1806851)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
TAHUN AKADEMIK 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindakan bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan oleh orang lain secara
terus menerus. Bullying juga dapat dikatakan perilaku dengan karakteristik melakukan tindakan
yang merugikan orang lain secara sadar dan dilakukan secara berulang – ulang dengan
penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis. Perilaku ini meliputi tindakan secara fisik
maupun secara verbal seperti menyebarkan isu melalui perangkat elektronik atau disebut juga
cyberbullying. Tindakan ini sering kali menyebabkan korban tidak berdaya, terluka secara fisik
maupun mental. Sebagian orang berpendapat bahwa tindakan bullying merupakan hal yang
tidak terlalu penting, apalagi jika dilakukan oleh anak – anak, dan sebagian orang tua
mengangap tindakan bullying merupakan tindakan yang wajar dilakukan oleh anak – anak.
Namun kenyataannya,tindakan bullying merupakan tingkah laku yang dapat memberikan
dampak negatif yang sangat besar bagi korbannya. Tindakan bullying bukan hanya memberi
dampak fisik melainkan mental dan gangguan psikologis. Secara psikologis, seseorang korban
akan mengalami psychological distress misalnya, tingkat kecemasan yang tinggi, depresi dan
pikiran – pikiran untuk buntuh diri (Rigby dalam Sudibyo,2012).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan penggunaan internet dalam kehidupan
sehari – hari, pergaulan dan komunikasi sosial kini telah mengalami banyak perubahan. Salah
satunya adalah internet yang merupakan media yang sangat penting dikehidupan sehari – hari.
Manusia dapat bergaul dan bersosialisasi dengan menggunakan media internet. Keberadaan
internet dapat memberikan dampak positif dan negatif. Jika digunakan ke arah yang positif
maka akan sangat bermanfaat. Internet memudahkan seseorang dalam mengakses informasi,
pengetahuan, bersosialisasi dan berkomunikasi. Namun di sisi lain, internet juga bisa
memberikan dampak negatif yang sangat serius jika disalahgunakan. Tidak sedikit seseorang
yang menjadi korban pelecehan atau premanisme di internet.
Cyberbullying merupakan perilaku sosial yang melecehkan atau merendahkan
seseorang, terutama terjadi pada remaja, dan sering terjadinya secara online. Pengguna media
sosial sebagai media komunkasi menjadi faktor tumbuh dan berkembanganya perilaku
cyberbullying. Perilaku ini, pada umumnya dilakukan melalui media situs jejaring sosial
seperti, facebook, twitter, yahoo messenger, instagram dan line. Cara melakukan tindakan
tersebut bermacam – macam, mulai dari pengancaman, menghina, menyebarkan isu – isu palsu,
bahkan tindakan asusila. Ada juga pelaku yang mencuri atau membajak (hack), password akun
e-mail dan atau situs jejaring sosial yang dimiliki oleh korban. Setelah itu terkadang suka
memperbaharui (Update) status dengan kata – kata atau gambar – gambar yang tidak
sewajarnya. Selain itu cyberbullying lebih mudah dilakukan karena pelakunya tidak berhadapan
atau bertemu langsung dengan si korban. Selain itu, perilaku ini juga lebih sulit untuk di
identifikasi oleh para orang tua,guru atau masyarakat sekitar.
Pada era revolusi industri 4.0 ini, hampir semua anak usia sekolah menengah bahkan
sekolah dasar sudah memiliki akun jejaring sosial. Cyberbullying paling sering menimpa pada
kalangan remaja, hal itu terjadi karena mereka belum memiliki kematangan mental dalam
mengontrol emosi diri. Masa remaja adalah masa yang paling menarik dan menantang untuk
melakukan hal – hal baru. Remaja sering melakukan hal – hal yang berisiko tinggi, baik online
maupun offline. Perilaku cyberbullying paling banyak terjadi di sosial media seperti facebook
dan twitter. Dalam dunia Pendidikan kasus cyberbullying juga semakin mengkhawatirkan,
karena sebagian besar pengguna internet adalah anak usia sekolah dasar dan menengah. Banyak
siswa yang menjadi korban cyberbullying. Dapat dilihat dari saring membentuk kelompok –

1
2

kelompok kecil dan mereka membicarakan orang yang tidak bergabung dalam kelompok
tersebut,dan biasanya membicarakan hal – hal yang tidak baik dari orang tersebut.
Penelitian ini yang dilakukan oleh “We Are Social” pada bulan Januari 2018
menunjukkan bahwa kurang dari lebih 265 juta jiwa penduduk di Indonesia,terdapat 130 juta
pengguna internet,dan pengguna untuk media sosial 120 juta atau hampir 49% dari total
penduduk. Dan rata – rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu hamper 3 jam
untuk bermain di media sosial. Dari banyaknya jenis media sosial,facebook merupakan yang
paling digemari terutama oleh para remaja. Data pada bulan September 2018, menunjukkan
bahwa facebook menduduki peringkat pertama di dunia dengan pengguna terbanyak. Jumlah
pengguna media sosial di dunia yaitu, facebook (41%), whatsapp (40%), instagram (38%), line
(33%), twitter (27%), BBM (28%), skype (15%). Dan Indonesia merupakan negara ketiga
pengguna internet terbesar di dunia.
Data tersebut menunjukkan bahwa pengguna media sosial sangatlah tinggi. Dengan
demikian,semakin tinggi pula kemungkinan jumlah cyberbullying yang terjadi. Facebook
merupakan media sosial dengan pengguna tertinggi, penggunanya pun beraneka ragam mulai
dari siswa sekolah dasar, sekolah menengah, mahasiswa, pekerja, maupun orang tua. Lewat
akun facebook biasanya seorang remaja mengungkapkan isi hatinya dengan harapan untuk
mendapatkan perhatian orang – orang. Selain itu juga mereka dapat mengunggah foto dan
melakukan percakapan lewat “Messager”. Pada saat itulah muncul kemungkinan untuk
melakukan bullying diantaranya yaitu mengomentari dengan kata – kata yang kasar,
menjatuhkan atau mengunggah foto – foto yang tidak layak, selain itu dapat juga mengancam,
mencemarkan nama baik dan menyebarkan berita – berita yang kebenarannya belum dapat
dipastikan. Perilaku tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi tertekan atau terganggu.
Kasus cyberbullying menjadi permasalahan yang sulit dikendalikan oleh orang tua dan
guru, karena pelakunya yang tidak diketahui secara langsung. Dampak dari perilaku ini bisa
lebih serius dari tindakan bullying secara fisik. Hal itu disebabkan karena pada cyberbullying
memberikan kesempatan bagi banyak orang untuk dapat melakukannya termasuk orang yang
dikenal maupun tidak dikenal, dan sulitnya untuk mengontrol pelaku tindak kejahatan. Pada
beberapa kasus ini dapat menyebabkan korban menjadi depresi, gelisah bahkan memutuskan
untuk bunuh diri. Jika kasus tidak ditangani dengan serius, maka dampak – dampak tersebut
akan sangat membahayakan dan berpengaruh sangat signifikan dalam psikologis korban.
Berdasarkan paparan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
cyberbulyying. Oleh karena itu penilitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mengapa para
remaja dapat melakukan tindakan cyberbullying dan mengapa harus melakukan tindakan
tersebut dalam menyampaikan keemosian atau kekesalan terhadap seseorang. Akan tetapi pada
kenyataannya sering terjadi para remaja melakukan tindakan cyberbullying tersebut
dikarenakan tidak berani untuk menyampaikan secara langsung apa yang para pelaku ingin
sampaikan kepada korban.

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah


Dengan semakin berkembangnya teknologi, maka kehidupan pun berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi yang ada. Permasalahan yang timbul semakin kompleks dari
sebelumya dan semakin sulit ditangani. Masalah-masalah yang timbul karena perkembangan
teknologi dapat berupa :
1. Adanya tindakan cyberbullying yang muncul akibat dari perkembangan teknologi.
2. Orang yang melakukan tindakan cyberbullying, kadang kala tidak sadar bahwa tindakannya
termasuk dalam tindakan cyberbullying.
3

3. Korban yang mengalami tindakan cyberbullying tidak melapor kepada pihak berwajib
ataupun orang tuanya karena faktor ketidak tahuan atau tidak berani melawan mereka yang
melakukan tindakan cyberbullying kepadanya.
4. Sekolah, masyarakat, dan keluarga belum dapat mencegah terjadinya tindakan
cyberbullying.
Adapun rumusan masalah yang akan kami kaji lebih dalam diantaranya :
1. Apa hal yang melatarbelakangi seseorang menjadi korban cyberbullying?
2. Tindakan apa yang dilakukan oleh seseorang setelah menjadi korban cyberbullying?
3. Apa alasan seseorang melakukan tindakan cyberbullying?
4. Tindakan apa yang dilakukan seseorang sebagai pengguna media sosial ketika melihat
tindakan cyberbullying?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hal yang melatarbelakangi seseorang menjadi korban cyberbullying.
2. Untuk mengetahui tindakan apa yang dilakukan oleh seseorang setelah menjadi korban
cyberbullying.
3. Untuk mengetahui alasan seseorang melakukan tindakan cyberbullying.
4. Untuk mengetahui tindakan seseorang sebagai pengguna media sosial ketika melihat
tindakan cyberbullying.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara Teoritis
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan konsep
khususnya mengenai bullying, yang dilakukan oleh pengguna internet.
b) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk kegiatan penelitian berikutnya
yang relevan dan atau sejenis.

2. Manfaat secara Praktis


a) Memberikan informasi dan masukan mengenai bullying terhadap masyarakat luas
khususnya para remaja.
b) Memberikan pengetahuan dan informasi kepada mahasiswa maupun masyarakat mengenai
pentingnya bentuk perilaku – perilaku bullying.
c) Dapat menjadikan gambaran bagi para orang tua agar bisa memberikan perhatian yang lebih
intensif kepada anaknya,terutama memeberikan pengawasan dan pendampingan dalam
menggunakan sosial media.

3. Manfaat secara Kebijakan


a) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan mengenai
penyalahgunaan media sosial.
b) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat peraturan – peraturan
mengenai cyberbullying.

4. Manfaat secara Isu – isu Sosial


a) Dapat mengidentifikasi berita yang telah diuji kebenarannya dan tidak.
b) Dapat membedakan fakta dan mitos (hoax) yang terjadi sebenarnya.
BAB II
KAJIAN TEORI

Menurut Reginald H. Gonzales, cyberbullying terjadi ketika baik korban maupun pelaku
merupakan orang di bawah umur. Ketika orang dewasa yang terlibat, maka cyberbullying
meningkat menjadi cyberstalking atau cyberharassment. Cyberbullying dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi komunikasi untuk menyerang pihak lain secara sengaja dan
terus menerus. Dengan terus meningkatnya jumlah pengguna internet, maka masalah
cyberbullying akan semakin serius.
Menurut Willard dalam jurnal Dina Satalina menyebutkan beberapa macam jenis
cyberbullying. Pertama, Flaming (terbakar), yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya
merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “Flame” ini pun merujuk pada
kata-kata di pesan yang berapi-api. Kedua, Harassment (gangguan), yaitu mengirimkan pesan-
pesan yang berisi gangguan pada email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial yang
dilakukan secara terus menerus. Ketiga, Cyberstalking, kegiatan cyberbullying jenis ini
biasanya menggangu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat
korban ketakutan pada pelaku tersebut. Keempat, Denigration (pencemaran nama baik), yaitu
proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama
baik orang tersebut. Kelima, Impersonation (peniruan), yaitu berpura-puraa menjadi orang lain
dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik kepada korbannya. Keenam, Outing
& Trickery, yaitu outing menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain,
sedangkan trickery (tipu daya) yaitu membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan
rahasia atau foto pribadi orang tersebut. Ketujuh, Exclusion (pengeluaran), yaitu kegiatan yang
secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online.
Perbuatan yang termasuk dalam tindakan cyberbullying dapat diancam pidana melalui
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal yang
dapat dikenai dalam tindakan cyberbullying adalah Pasal 27 ayat (1), (3), dan (4); Pasal 28 ayat
(2), dan Pasal 29. Pasal 27 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.(3) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (4)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman .Pasal 28 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan infoemasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
Pasal 29, Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ini berarti memperjelas akibat hukum bagi pelaku cyberbullying. Jika
melakukan tindakan cyberbullying maka pelaku akan dipidana dengan penjara paling lama 6
tahun dan/atau denda uang sebanyak satu miliar rupiah. Dengan demikian, polisi sebagai
penegak hukum harus siap menanggulangi tindakan cyberbullying yang terjadi dalam
masyarakat.
Terdapat beberapa perbedaan antara cyberbullying dan bullying yang biasa terjadi di
dunia nyata. Pertama, cyberbullying dapat terjadi 24 sehari, 7 hari seminggu, dan menjangkau
anak-anak saat mereka sendirian. Cyberbullying dapat terjadi kapan saja, pada waktu siang hari

4
maupun malam hari. Kedua, pesan dan gambar cyberbullying dapat diposting tanpa nama atau
tidak dikenali dan didistribusikan secara cepat ke khalayak yang sangat luas. Bahkan terkadang
sangatlah sulit dan tidak mungkin untuk menelusuri sumbernya. Ketiga, sangat sulit untuk
menghapus pesan, teks, dan gambar yang tidak pantas dan mengganggu setelah diposting atau
dikirim. Perilaku cyberbullying dapat berdampak terhadap psikologis korban. Menurut
penelitian Rahayu (2012) menemukan 37% siswa mengatakan cyberbullying memiliki efek
yang lebih banyak terhadap korban. Efek yang dirasakan tidak hanya pada taraf menyakiti
perasaan saja, namun juga dapat merusak jiwa dan kondisi psikologis dari remaja sehingga
menyebabkan korban merasa depresi, sedih, dan frustasi. Salah satu dampak yang
dikhawatirkan dari cyberbullying adalah korban cenderung berniat melakukan bunuh diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Patching & Hinduja (2012) mengungkapkan bahwa 20
persen responden dilaporkan pernah berpikir untuk bunuh diri dan semua bentuk bullying
secara signifikan berkaitan dengan meningkatnya keinginan untuk bunuh diri. Penelitian ini
juga menemukan percobaan bunuh diri yang dicoba dilakukan oleh korban cyberbullying
jumlahnya hampir dua kali lebih banyak dari pada remaja yang tidak pernah mengalami
cyberbullying. Menurut Aroma & Suminar (2012), control diri yang rendah mengakibatkan
individu senang melakukan risiko dan melanggar aturan tanpa memikirkan jangka panjang. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Vazsonyi dan Huang (2010) yang menemukan bahwa secaara
langsung maupun tidak langsung rendahnya pengendalian diri memengaruhi perilaku
cyberbullying. Kontrol perilaku yang rendah akan menjadikan individu kesulitan dalam
melakukan penyesuaian untuk diterima di lingkungannya.Berdasarkan pemaparan dampak
negatif yang dapat merugikan korban cyberbullying, maka peran orang tua, guru, dan
pemerintah melalui kebijakan/program yang direncanakan sangatlah penting dalam pencegahan
terjadinya cyberbullying.
Pertama, kepada orang tua:(1) agar lebih banyak meluangkan waktu bersama anak; (2)
menciptakan kondisi keluarga yang harmonis dan kondusif bagi tumbuh dan kembangnya anak;
(3) mengawasi pergaulan sosial anak dengan teman mereka di media sosial; (4) mengenali dan
membantu anak dalam mengembangkan minat dan bakatnya; (5) memberi penghargaan
terhadap apa yang anak lakukan dengan memberi pujian sehingga anak merasa dihargai; (6)
mengurangi paparan kekerasan dari televisi atau game dengan cara mengatur jenis tontonan
atau game yang mendidik bagi anak; (7) memberi contoh pada anak bagaimana cara mengatasi
rasa marah secara bijak dan mengajarkan pada anak untuk meminta maaf apabila melakukan
kesalahan. Dampak dari ucapan maaf amat besar ketika mereka bias atau bahkan terbiasa untuk
berani meminta maaf, karena akan melatih anak dalam mengendalikan emosi dan
menunbuhkan kerendahan hati.
Kedua, kepada guru/pendidik di Sekolah:(1) memberikan arahan kepadaa siswa tentang
bagaimana cara menggunakan internet yang positif; (2) mengoptimalkan kegiatan-kegiatan
berbasis lingkungan seperti kegiatan keagamaan, pramuka, dan kerja bakti agar siswa peka
terhadap lingkungan sosial mereka; (3) meningkatkan kinerja guru Bimbingan Konseling
dengan mengadakan monitoring dan self-asessment terhadap siswa mengenai tindakan
kekerasan/cyberbullying yang pernah mereka alami.
Ketiga, kepada pemerintah:(1) melalui Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial Anak
Kemensos RI dapat mengadakan penyuluhan tentang cara menanggulangi cyberbullying dan
penggunaan internet secara sehat terhadap orangtua dan guru; (2) meningkatkan kemampuan
dan peran serta pekerja sosial dalam pendampingan korban cyberbullying; (3) membuat
panduan khusus bagi orangtua bagaimana cara menanggulangi dan mencegah cyberbullying;
(4) bersama instansi terkait (Keminfo dan Kepolisian RI) membuat perangkat
hukum/perundang-udangan yang komprehensif dalam rang melindungi korban dan
memberikan efek jera bagi pelaku cyberbullying.

5
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini kamimenggunakan metode penelitian kuantitatif. Karena beberapa
alasan sebagai berikut, desain penelitian yang kami lakukan bersifat khusus, terperinci, dan
statis serta alurnya sudah rencanakan sejak awal; dilihat dari analisis datanya, data dapat
dianalisis pada tahap akhir laporan sebelum laporan; responden merupakan subjek utama dari
penelitian yang kami lakukan; penelitian ini memandang fakta/kebenaran berada pada objek
penelitian, sehingga kami bersifat netral dan tidak memihak, apapun yang ditemukandi
lapangan, maka itulah yang kami dapatkan; penelitian ini berangkat dari teori menuju data;
pengumpulan data kami lakukan dengan menggunakan serangkaiain instrument penelitian
berupa formulir dan wawancara. Data yang terkumpul kemudian dikonversikan menggunakan
kategori atau kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya; kualitas penelitian ini ditentukan oleh
jumlah responden penelitian yang terlibat; hasil dari penelitian ini dipresentasikan dalam bentuk
hasil perhitungan matematis dan dianggap sebagai fakta yang sudah terkonfirmasi; hasil
akhirnya dapat menjelaskan hubungan antar variabel yaitu antar korban cyberbullying dengan
pelaku cyberbullying, menguji teori yang dikaji,dan melakukan generalisasi fenomena cyber
bullying yang sering terjadi dikalangan remaja sebagai pengguna aktif media sosial.
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan masyarakat umum.
Mengingat remaja yang aktif berinteraksi di media sosial tentunya bukan hanya mahasiswa
namun juga masyarakat umum ataupun siswa-siswi yang masih duduk di bangku sekolah
menengah. Penelitian ini melibatkan 57 responden yang mengisi formulir secara fleksibel
melalui formulir elektronik sehingga bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Begitu juga
dengan wawancara, mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat, untuk
wawancarapun tidak harus selalu dilakukan melalui pertemuan langusng, namun dapat juga
dilakukan melalui media sosial yang mendukung seperti whatsapp, line, skype, dan telegram.
C. Pengumpulan Data
Data yang kami butuhkan dari responden melalui penelitian ini yaitu, pernah atau
tidaknya seseorang menjadi korban cyberbullying; pada usia berapa mereka menjadi korban
cyberbullying; siapa pelaku yang melakukan tindakan cyber bullying kepada mereka dan alasan
dibalik tindakan pelaku; serta bagaimana korban cyberbullying menyikapi kejahatan yang
menimpanya. Kami juga membutuhkan data responden yang pernah melakukan tindakan cyber
bullying serta responden yang aktif di media sosial dan pernah melihat tindakan cyberbullying.
Untuk memperoleh data yang kami butuhkan tersebut, kami menyebarkan formulir elektronik
yang populer yaitu google form, formulir kami sebarkan melalui grup komunikasi di media
sosial. Kami juga mengumpulkan data melalui metode wawancara kepada beberapa responden,
sehingga data yang kami perolehpun lebih lengkap jika dibandingkan dengan google form
karena dengan wawancara, komunikasi dapat dilakukan secara real time dengan responden.
D. Analisis Data
Setelah data yang kami butuhkan terkumpul dan dirasa cukup, kami mengklasifikasikan
jawaban dari responden serta dikelompokkan sesuai dengan jenis pertanyaan. Data penelitian
kami konversikan menjadi data statistik ke dalam bentuk diagram venn yang diolah melalui
aplikasi Microsoft excel.
E. Isu Etik
Kejahatan cyberbullying tentu saja merupakan perilaku negatif, karena seseorang bisa
melakukannya kapan saja dan di mana saja tanpa harus bertatap muka dengan korban. Beberapa
pelaku bahkan melakukannya menggunakan akun palsu di media sosial.

6
7

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Dikaitkan dengan rumusan masalah,maka setelah memperoleh data penelitian dapat
kami uraikan bahwa motif atau latar belakang responden menjadi korban cyberbullying terdiri
dari beberapa alasan seperti fisik, sikap, dan alasan lainnya. Seseorang bisa menjadi korban
cyberbully oleh orang lain karena penampilan fisiknya. Alasan selanjutnya yang
melatarbelakangai seseorang menjadi korban cyberbullying adalah sikapnya yang tidak disukai
oleh orang lain. Responden lainnya mengungkapkan bahwa mereka juga tidak begitu
mengetahui alasan kenapa mereka diperlakukan demikian oleh temannya, maka dari itu kami
mengklasifikasikannya kepada alasan lain-lain.
Setelah menjadi korban cyberbullying, beberapa dari responden menyatakan bahwa
mereka melakukan konsultasi ke orang terdekat seperti teman, sahabat, orang tua ataupun guru
mereka masing-masing. Dengan berkonsultasi mengenai permaslahannya, korban bisa merasa
puas atas saran dan pendapat yang diterimanya dari konselor. Namun beberapa responden juga
menyatakan bahwa mereka tidak mengambil tindak lanjut atas kejadian yang dialami. Ada juga
responden bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun dengan dirinya, dan membiarkan tindakan
cyberbullying yang ia terima sampai reda dengan sendirinya.
Seseorang yang aktif di media sosial juga tidak sedikit yang pernah melakukan tindak
kejahatan cyberbullying dengan alasan yang masih berkaitan dengan sikap sebagai penyebab
utamanya. Mereka melakukannya tindakan cyberbullying dengan alasan tidak senang terhadap
sikap korban, dengan membuat akun palsu di media sosial, mereka melakukannya secara
fleksibel dengan tujuan tertentu. Ada juga pelaku tindakan cyberbullying yang melakukannya
tanpa tujuan yang jelas seperti mengikuti temannya yang melakukan cyberbullying, sebagai
candaan ataupun hanya sekedar dijadikan kegiatan untuk mengisi waktu luang.
Responden yang kami kumpulkan datanya juga terdapat beberapa dari mereka yang
pernah melihat tindakan kejahatan cyberbullying di media sosial. Orang yang terlibat yaitu
teman dekat mereka, dan bisa juga tokoh publik seperti penyanyi ataupun selebriti. Saat melihat
tindakan kejahatan tersebut, beberapa dari mereka ada yang merasa simpati, ada yang ikut
bertindak membela korban, ada juga yang membiarkannya. Mereka yang tidak ingin ikut
campur mengenai tindakan kejahatan yang terjadi, beranggapan bahwa partisipasinya juga tidak
akan bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh korban cyberbullying tersebut.
B. Pembahasan Penelitian
Salah satu dari lima macam jenis cyberbullying menurut Willard dalam jurnal Dina
Satalina adalah Impersonation (peniruan), yaitu berpura-pura menjadi orang lain dan
mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik kepada korbannya. Berdasarkan data
penelitian yang kami peroleh, responden yang pernah melakukan tindakan kejahatan
cyberbullying, 36% dari mereka menggunakan akun palsu untuk mengirimkan pesan atau
komentar yang negatif kepada korban. Inilah yang membedakan antara cyberbullying dengan
tindakan bullying secara langsung. Tanpa harus bertatap muka, tanpa berkomunikasi secara
langsung, tindakan cyberbullying bisa terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja.
Menurut Aroma & Suminar (2012), kontrol diri yang rendah mengakibatkan individu
senang melakukan risiko dan melanggar aturan tanpa memikirkan jangka panjang. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Vazsonyi dan Huang (2010) yang menemukan bahwa secara langsung
maupun tidak langsung rendahnya pengendalian diri memengaruhi perilaku cyberbullying.
Kontrol perilaku yang rendah akan menjadikan individu kesulitan dalam melakukan
penyesuaian untuk diterima di lingkungannya.
8

Pernyataan di atas berkaitan dengan para pelaku cyberbullying yang melakukan aksi
tanpa tujuan yang jelas seperti bercanda, sekedar ikut-ikutan, ataupun hal lain yang irasional.
Perlakuan tersebut tentu saja menunjukkan rendahnya kontrol diri pelaku sehingga pelaku bisa
melakukan tindakan cyberbullying tanpa memikirkan risiko yang dapat ditimbulkan. Pelaku
juga tidak memikirkan bagaimana dampak psikologis yang akan diterima oleh korban dan tanpa
berpikir bahwa suatu saat juga mereka bisa saja menjadi korban kejahatan cyberbullying.
Peran orang tua, guru, dan pemerintah melalui kebijakan/program yang direncanakan
sangatlah penting dalam pencegahan terjadinya cyberbullying. Pertama, kepada orang tua:(1)
agar lebih banyak meluangkan waktu bersama anak; (2) menciptakan kondisi keluarga yang
harmonis dan kondusif bagi tumbuh dan kembangnya anak; (3) mengawasi pergaulan sosial
anak dengan teman mereka di media sosial.
Kedua, kepada guru/pendidik di Sekolah:(1) memberikan arahan kepadaa siswa tentang
bagaimana cara menggunakan internet yang positif; (2) mengoptimalkan kegiatan-kegiatan
berbasis lingkungan seperti kegiatan keagamaan, pramuka, dan kerja bakti agar siswa peka
terhadap lingkungan sosial mereka; (3) meningkatkan kinerja guru Bimbingan Konseling
dengan mengadakan monitoring dan self-asessment terhadap siswa mengenai tindakan
kekerasan/cyberbullying yang pernah mereka alami. Ketiga, kepada pemerintah:(1) melalui
Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos RI dapat mengadakan penyuluhan
tentang cara menanggulangi cyberbullying dan penggunaan internet secara sehat terhadap
orangtua dan guru.
Berbagai upaya tersebut sangatlah penting untuk dilakukan mengingat dari hasil
penelitian yang kami peroleh, beberapa responden yang pernah mengalami atau menjadi korban
tindak kejahatan cyberbullying, hanya 44% yang berkonsultasi kepada orang terdekat seperti
teman dekat, orang tua, dan guru. Sisanya 56% tidak berkonsultasi, ini bisa berdampak negatif
terhadap korban apabila permasalahan tersebut tidak diselesaikan dengan baik.
9

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Cyberbullying menjadi salah satu dampak yang muncul dari aktivitas online.
Cyberbullying diartikan secara umum sebagai tindakan bully yang dilakukan seseorang
terhadap orang lain dalam dunia online. Dampak negatif dari cyberbullying dapat dilihat baik
secara psikologis maupun fisik. Remaja dengan jiwa rentan dapat menjadi pelaku atau korban
dari cyberbullying. Mereka yang tidak mengerti tentang etika yang baik secara online biasanya
sulit untuk mengontrol perilaku mereka di dunia online.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kecenderungan menjadi pelaku cyberbullying itu dilakukan tanpa tujuan
yang jelas seperti mengikuti temannya yang melakukan cyberbullying, sebagai candaan
ataupun hanya sekedar dijadikan kegiatan untuk mengisi waktu luang. Dan kecenderungan
menjadi korban dalam cyberbullying oleh orang lain karena penampilan fisiknya. Alasan
selanjutnya yang melatarbelakangai seseorang menjadi korban cyberbullying adalah sikapnya
yang tidak disukai oleh orang lain. Berdasarkan data penelitian yang kami peroleh, jenis
cyberbullying yang paling sering dilakukan adalah Impersonation (peniruan), yaitu berpura-
pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik kepada
korbannya. Responden yang pernah melakukan tindakan kejahatan cyberbullying, 36% dari
mereka menggunakan akun palsu untuk mengirimkan pesan atau komentar yang negatif kepada
korban.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran, diantaranya adalah:
1. Bagi Sekolah
a. Memberikan arahan kepada siswa tentang bagaimana cara menggunakan internet yang
positif;
b. Mengoptimalkan kegiatan-kegiatan berbasis lingkungan seperti kegiatan keagamaan,
pramuka, dan kerja bakti agar siswa peka terhadap lingkungan sosial mereka;
c. Meningkatkan kinerja guru Bimbingan Konseling dengan mengadakan monitoring dan
self-asessment terhadap siswa mengenai tindakan kekerasan/cyberbullying yang pernah
mereka alami.
2. Bagi Orang tua
a. Agar lebih banyak meluangkan waktu bersama anak.
b. Menciptakan kondisi keluarga yang harmonis dan kondusif bagi tumbuh dan kembangnya
anak.
c. Mengawasi pergaulan sosial anak dengan teman mereka di media sosial.
3. Bagi Pemerintah
a. Melalui Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos RI dapat mengadakan
penyuluhan tentang cara menanggulangi cyberbullying dan penggunaan internet secara
sehat terhadap orangtua dan guru.
b. Membuat panduan khusus bagi orangtua bagaimana cara menanggulangi dan mencegah
cyberbullying.
c. Bersama instansi terkait (Keminfo dan Kepolisian RI) membuat perangkat
hukum/perundang-undangan yang komprehensif dalam rangka melindungi korban dan
memberikan efek jera bagi pelaku cyberbullying.
10

DAFTAR REFERENSI
Aini, K., & Apriana, R. (2014). Dampak Cyberbullying terhadap Depresi Mahasiswa.Dampak
Cyberbullying, 72.
Afriyani,N.(2017).Cyberbullying pada Remaja Awal.14
Alfarisi, & Malihah, Z. (2018). Perilaku Cyberbullying pada Remaja dan Kaitannya dengan
Kontrol Diri dan Komunikasi Orang Tua. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 147-
148.
Caldwell, A.L. (2013). An Exploration of Young Adult Online Behavior Versus Their Face-to-
Face Interactions. Master of Education Theses & Projects.14.
Campbell, M.,A. (2007). Cyber bullying and young people.25.
Cotter, P. & McGilloway, S. (2011). Living in an 'electronic age': cyberbullying among irish
adolescents. The Irish Journal of Education/Iris Eireannach an Oideachais, 44-56.
Creswell, J. W. (2014). Research Design. United Kingdom: SAGE.
Donny. (2013). Usir Galau Dengan Internet. Yogyakarta: Andi Offset.
Hidajat, M., Adam, A. R., & Danaparamita, M. (2009). Dampak Media Sosial dalam
Cyberbullying. Dampak Media Sosial, 72.
Kartika, R. (2014). Efektivitas Assertive Training Dalam Menangani Korban Cyberbullying.
Menangani Korban Cyberbullying, 6-7.
Machackova, H. (2013). Effectiveness of coping Strategis for victims of cyberbullying. Cyber
Psychology.
Nasrullah, R. (2015). Media Sosial (Perspektif Komunikasi,Budaya dan Sosioteknologi).
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Natalia, E. C. (2016). Remaja,Media Sosial dan Cyberbullying. Ilmiah Komunikasi, 129-130.
Natalie, E. C. (2016). Remaja,Media Sosial, Cyberbullying. Jurnal Ilmiah Komunikasi, 119-
130.
Putranto, M. D. (2018). Cyberbullying di Kalangan Remaja. Cyberbullying, 22.
Putri, M. H. (2018). Dinamika Psikologi Korban Cyberbullying. Dinamika Psikologi, 4.
Rifauddin, M. (2016). Fenomena Cyberbullying pada Remaja. 35-44.
Sandra, D. P. (2017). Keterbukaan Diri pada Remaja Korban Cyberbullying. Cyberbullying,
145-151.
Shofy,M.N(2017).Cyberbullying Among Students.15
Shaw, M., & Black, D.W. (2008). Internet addiction: Definition, assessment, epidemiology and
clinical management. CNS Drugs.353-365.
Syah, R. (2018). Upaya Pencegahan Kasus Cyberbullying bagi Remaja Pengguna Media Sosial
di Indonesia. 139-148.
Utami, Y. C. (2014). Cyberbullying di Kalangan Remaja. Cyberbullying , 6.
Vydia, V., Irliana, N., & Savitri, A. D. (2014). Pengaruh Sosial Media terhadap Komunikasi
Interpersonal dan Cyberbullying pada Remaja. Transformatika, 15.
Wiyani, N. A. (2012). Save Our Children from School Bullying. Yogyakarta: Ar - Ruzz Media.
Zahro Malihah, A. (2018).Perilaku Cyberbullying pada Remaja dan Kaitannya dengan Kontrol
Diri dan Komunikasi Orang Tua. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 147-148.
Zhafira, T. (2018). Sikap Asosial Pada Remaja Era Millenial. 502.
11

LAMPIRAN

1. Data penelitian korban cyber bullying

Menjadi Korban Bully Usia Saat Menjadi Alasan Dibully


Pernah Tidak Pernah
Korban Bully
11%
18% Fisik
>10 Tahun 23%
22% Sikap
39%
61% 67% 10-15 59% Lain-lain
Tahun

Pelaku Bully Konsultasi ke Orang Terdekat

Teman
21% Dekat 44%
ya
79% Orang 56% Tidak
Lain

2. Data penelitian pelaku cyber bullying

Melakukan Bully Akun Sosial Media


Pernah Tidak Pernah Real Account Fake Account

20%
36%

80% 64%

Usia Saat Menjadi Pelaku Bully Alasan Menjadi Pelaku


10-15 Tahun 15-20 Tahun
Bully
Sikap Korban Alasan Lain

17%

50% 50%
83%
3. Data penelitian responden yang pernah melihat tindakan cyberbullying

Melihat Tindakan Cyber Bullying Orang yang terlibat


Pernah Tidak Pernah Teman Dekat Orang Lain

27%
42%
58%
73%

Tindakan Yang Dilakukan


Simpati Membela Membiarkannya

21%
41%

38%

12

Anda mungkin juga menyukai