Anda di halaman 1dari 25

SARASEHAN SASTRA #1

Sastra Kontemporer Masa Kini

Sabtu, 13 November 2021

Pukul 14.50 – Selesai

Room Webex Sarasehan

Pembahas:

Luh Putu Massidi Febryanti

I Dewa Dode Agus Adi Pranatha

Margane Naasika Islamic Muchtar

Moderator:

Pande Komang Aubade Lenteraesai

Penyelenggara:
Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Udayana

2
Relasi Bunyi dan Makna dalam Puisi “Kamus Kecil” Karya Joko Pinurbo

Luh Putu Massidi Febryanti

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

Email: massidifebryanti@gmail.com

Setiap karya sastra memiliki keunikannya sendiri. Puisi adalah bagian dari karya
sastra. Puisi sebagai suatu karya seni bersifat puitis. Puisi mengandung keindahan yang
khusus, yang dapat membangkitkan perasaan, menarik perhatian, keharuan, religiusitas dan
perenungan. Setiap puisi memiliki kekhasannya sendiri. Salah satu puisi yang unik adalah
puisi Kamus Kecil karya Joko Pinurbo. Puisi ini memiliki permainan bunyi yang indah untuk
didengar. Perubahan-perubahan bunyi inilah yang memberikan makna dalam puisi.
Pengarang mengaitkan setiap diksinya secara subjektif. Dari segi bunyi pengarang
memanfaatkan strategi metatesis untuk menukar posisi bunyi. Jadi, unsur bunyi dapat
dipertukarkan untuk membangun kata atau makna baru. Perubahan bunyi salah satu
contohnya adalah metatesis. Metatesis adalah proses perubahan urutan fonem-fonem tertentu.
Biasanya bentuk asli dan bentuk yang mengalami metatesis ini terdapat bersama-sama,
sehingga ada variasi bebas (Verhaar, 2012: 86). Metatesis adalah perubahan urutan bunyi
fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing (Muslich, 2013:
125).

Puisi Kamus Kecil karya Joko Pinurbo dalam lariknya ada beberapa kata yang
pengucapannya hampir mirip, seperti kata ibu dan iba. Kata-kata yang pengucapannya
hampir mirip tersebut dinamakan pasangan minimal. Pasangan minimal, yaitu sepasang kata
yang memiliki perbedaan bunyi minimal, tetapi memiliki perbedaan makna yang disebabkan
oleh perbedaan bunyi yang minimal itu. (Dhanawaty, dkk., 2017: 44). Makna berdasarkan
semantiknya ada dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah
gambaran nyata tentang suatu konsep yang dilambangkan kata itu atau makna yang terdapat

3
dalam kamus (Chaer, 2013: 61). Makna gramatikal adalah makna yang hadir karena proses
gramatikal (Chaer, 2013: 62). Berikut adalah puisi Kamus Kecil karya Joko Pinurbo.

Kamus Kecil

‘Joko Pinurbo’

Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia


yang pintar dan lucu walau kadang rumit
dan membingungkan. Ia mengajari saya
cara mengarang ilmu sehingga saya tahu
bahwa sumber segala kisah adalah kasih;
bahwa ingin berawal dari angan;
bahwa ibu tak pernah kehilangan iba;
bahwa segala yang baik akan berbiak;
bahwa orang ramah tidak mudah marah;
bahwa seorang bintang harus tahan banting;
bahwa untuk menjadi gagah kau harus gigih;
bahwa terlampau paham bisa berakibat hampa;
bahwa orang lebih takut kepada hantu
ketimbang kepada tuhan;
bahwa pemurung tidak pernah merasa
gembira, sedangkan pemulung
tidak pelnah melasa gembila;
bahwa lidah memang pandai berdalih;
bahwa cinta membuat dera berangsur reda;
bahwa orang putus asa suka memanggil asu;
bahwa amin yang terbuat dari iman
menjadikan kau merasa aman.

4
Bahasa Indonesiaku yang gundah membawaku
ke sebuah paragraf yang menguarkan
bau tubuhmu. Malam merangkai kita
menjadi kalimat majemuk bertingkat
yang hangat di mana kau induk kalimat dan aku
anak kalimat. Ketika induk kalimat bilang pulang,
anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk
ke dalam palung. Ruang penuh raung.
Segala kenang tertidur di dalam kening.
Ketika akhirnya matamu mati, kita sudah
menjadi kalimat tunggal yang ingin tetap
tinggal dan berharap tak ada yang bakal tanggal.

Pasangan minimal serta makna yang terdapat dalam puisi Kamus Kecil karya Joko
Pinurbo dapat diuraikan sebagai berikut.

/u/ dan /a/ = /ibu/ dan /iba/

bahwa ibu tak pernah kehilangan iba;

Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada pada posisi akhir.
Makna lekiskal dari kata ibu dan iba, yaitu ibu berarti wanita yang melahirkan seseorang
sedangkan iba berarti berbelas kasihan. Pasangan minimal tersebut memiliki korespondensi
satu sama lain. Larik tersebut menjelaskan ibu akan selalu memiliki rasa kasihan terhadap
seseorang yang dilahirkannya.

/r/ dan /l/ = /pemurung/ dan /pemulung/

bahwa pemurung tidak pernah merasa


gembira, sedangkan pemulung
tidak pelnah melasa gembila;

Pasangan minimal yang tedapat dalam fonem tersebut berasa pada posisi tengah.
Makna gramatikal dari pemurung berasal dari prefiks {pe-} + {murung} = {pemurung}.

5
Pemurung dapat diartikan sebagai orang yang sedang merasa murung atau sedih. Makna
leksikal dari pemulung orang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut barang
bekas. Pasangan minimal tersebut memiliki korespondensi satu sama lain. Dalam bagian ini
pengarang sedang mengajak bercanda. Ia ingin mengatakan bahwa pemulung itu sering
menjadi pemurung. Jika pemurung tidak gembira, maka pemulung tidak gembila. Kedua larik
itu sebenarnya sama, hanya saja pengarang membuat kesan cadel.

/a/ dan /u/ = /asa/ dan /asu/

bahwa orang putus asa suka memanggil asu;

Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada pada posisi akhir.
Makna leksikal dari kata asa dan asu, yaitu asa berarti harapan; semangat sedangkan asu
berarti anjing. Pasangan minimal tersebut memiliki korespondensi satu sama lain. Orang-
orang yang putus asa cenderung tidak bisa mengontrol pikiran dan perkataannya. Sehingga
orang-orang yang putus asa tidak bisa mengontrol umpatan kasar yang dikeluarkannya saat
berkata.

/i/ dan /a/ = amin/ dan /aman/

bahwa amin yang terbuat dari iman


menjadikan kau merasa aman.

Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada pada posisi tengah.
Makna leksikal dari kata amin dan iman, yaitu amin berarti terimalah; kabulkanlah, demikian
hendaknya (dikatakan pada waktu berdoa atau sesudah berdoa) sedangkan aman berarti
bebas dari bahaya. Pasangan minimal tersebut memiliki korespondensi satu sama lain. Orang-
orang yang ingin hidupnya jauh dari bahaya maka banyaklah berdoa dan meminta kepada
Tuhan. Amin adalah kata yang sering diucapkan ketika berdoa.

/i/ dan /a/ = /iman/ dan /aman/

bahwa amin yang terbuat dari iman


menjadikan kau merasa aman.

6
Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada dalam posisi depan.
Makna leksikal dari kata aman dan iman, yaitu aman berarti bebas dari bahaya sedangkan
iman berarti kepercayaan (yang berkenaan dengan agama). Pasangan minimal tersebut
memiliki korespondensi satu sama lain. orang-orang yang beriman akan memiliki hidup yang
aman. Artinya, orang-orang yang memiliki kepercayaan terhadap Tuhannya memiliki
keteguhan hati akan mendapatkan hidup yang jauh dari bahaya. Oleh karena itu, jadilah
orang-orang yang beriman agar memiliki hidup yang aman.

/a/ dan /i/ = /kenang/ dan /kening/


Segala kenang tertidur di dalam kening.

Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada dalam posisi tengah.
Makna leksikal dari kata kenang dan kening, yaitu kenang berarti bangkit kembali dalam
ingatan sedangkan kening berarti dahi. Keterkaitan pasangan minimal dengan makna yang
terkandung dalam larik di atas memiliki korespondensi satu dengan lainnya. Kenangan berada
dalam kepala atau pikiran dan kening adalah bagian dari kepala.

/a/ dan /i/ = /mata/ dan /mati/


Ketika akhirnya matamu mati,

Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada dalam posisi belakang.
Makna leksikal dari kata mata dan mati, yaitu mata berari indra untuk melihat sedangkan mati
berarti sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi. Keterkaitan pasangan minimal dengan
makna yang terkandung dalam larik di atas memiliki korespondensi satu sama lain. Ketika
orang mati maka matanya tidak akan bisa melihat.

/u/, /i/, dan /a/

/tunggal/, /tinggal, dan /tanggal/

Ketika akhirnya matamu mati, kita sudah


menjadi kalimat tunggal yang ingin tetap
tinggal dan berharap tak ada yang bakal tanggal.

7
Pasangan minimal yang terdapat dalam fonem tersebut berada dalam posisi tengah.
Makna leksikal dari kata tunggal, tinggal, dan tanggal, yaitu tunggal berarti satu-satunya,
tinggal berarti masih tetap di tempatnya, dan tanggal artinya terlepas. Keterkaitan pasangan
minimal dengan makna yang terkandung dalam larik di atas adalah kita akan menjadi satu-
satunya yang akan tetap berada di tempat ini dan tidak ada yang akan pergi.

Puisi Kamus Kecil kara Joko Pinurbo banyak menggunakan pertukaran bunyi dalam
diksinya. Proses perubahan bunyi metatesis memberikan perubahan makna yang besar
terhadap puisi Kamus Kecil. Metatesis yang terdapat dalam puisi Kamus Kecil karya Joko
Pinurbo dapat diuraikan sebagai berikut.

bahwa segala yang baik akan berbiak;

Proses perubahan bunyi baik dan biak mengandung unsur fonem /b/, /a/, /i/, dan /k/.
Fonem /a/ dan /i/ bertukar posisi. Makna leksikal dari baik dan biak, yaitu baik bermakna
tidak jahat (tentang kelakuan, budi pekerti) sedangkan biak bermakna tumbuh, kembang.
Keterkaitan biak dan baik dengan makna yang terkandung dalam larik di atas adalah semua
yang baik dalam berbudi pekerti dan berkelakuan akan tumbuh. Boleh jadi dalam konteks
melakukan sesuatu yang baik maka pahala yang akan didapat berkembang.

bahwa orang ramah tidak mudah marah;

Proses perubahan bunyi ramah dan marah mengandung unsur fonem /r/, /a/, /m/, /a/,
dan /h/. Fonem /r/ dan /m/ bertukar posisi. Makna leksikal dari ramah dan marah, yaitu ramah
bermakna baik hati dan menarik budi bahasanya sedangkan marah bermakna sangat tidak
senang; beang; gusar. Keterkaitan ramah dan marah dengan makna yang terkandung dalam
larik di atas adalah orang-orang yang ramah dan tutur katanya santun biasanya tidak akan
mudah marah. Orang marah cenderung tidak ramah karena biasanya orang marah akan
mengeluarkan tutur kata yang kurang santun.

bahwa seorang bintang harus tahan banting;

Proses perubahan bunyi bintang dan banting mengandung unsur fonem /b/, /i/, /n/, /t/,
/a/, dan /ŋ/. Fonem /i/ dan /a/ mengalami pertukaran posisi. Makna leksikal dari bintang dan

8
banting, yaitu bintang bermakna benda langit yang mampu memancarkan cahaya, tanda
pangkat perwira tinggi seperti bintang berwarna keemasan sedangkan banting bermakna
lempar keras-keras. Keterkaitan bintang dan banting dengan makna yang terkandung dalam
larik di atas bahwa seorang yang memiliki posisi tinggi maka harus tahan dengan segala
masalah.

bahwa terlampau paham bisa berakibat hampa;

Proses perubahan bunyi paham dan hampa mengandung unsur fonem /h/, /a/, /m/, /p/,
dan /a/. Suku kata pertama dan kedua mengalami pertukaran posisi. Makna leksikal dari
paham dan hampa, yaitu paham bermakna pengertian, mengerti benar tentang sesuatu
sedangkan hampa bermakna tidak berisi; kosong, bodoh; tifak berpengatahuan. Keterkaitan
hampa dan paham dengan makna yang terkandung dalam larik di atas bahwa seseorang bisa
saja karena terlalu paham menjadi semakin bingung.

bahwa orang lebih takut kepada hantu


ketimbang kepada tuhan;

Proses perubahan bunyi hantu dan tuhan mengandung unsur fonem /h/, /a/, /n/, /t/, dan
/u/. Suku kata pertama dan kedua mengalami pertukaran posisi. Makna leksikal dari hantu
dan tuhan, yaitu hantu bermakna roh jahat (yang dianggap terdapat di tempat-tempat
tertentu) sedangkan tuhan bermakna sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh
manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa. Keterkaitan hantu dan tuhan dengan makna
yang terkandung dalam larik di atas adalah orang-orang lebih takut bertemu dengan hantu
daripada bertemu dengan Tuhan. Mungkin saja karena citra hantu yang beredar di
masyarakat digambarkan dengan sosok yang seram. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
orang-orang lebih takut dengan kemusyrikan daripada dengan yang Mahakuasa.

bahwa lidah memang pandai berdalih;

Proses perubahan bunyi lidah dan dalih mengandung unsur fonem /l/, /i/, /d/, /a/, dan
/h/. Fonem /l/ dan /d/ mengalami pertukaran posisi. Fonem /i/ dan /a/ juga mengalami
pertukaran posisi. Makna leksikal yang terkandung dalam lidah dan dalih, yaitu lidah bagian
tubuh dalam mulut yang dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat,

9
mengecap, dan berkata-kata sedangkan dalih bermakna alasan (yang dicari-cari) untuk
membenarkan suatu perbuatan. Keterkaitan lidah dan dalih dengan makna yang terkandung
dalam larik di atas adalah lidah adalah alat ucap sehingga lidah mudah untuk membuat kata-
kata untuk beralaskan. Ada kalimat yang mengatakan “lidah tidak bertulang mudah untuk
membolak-balikkan fakta”.

bahwa cinta membuat dera berangsur reda;

Proses perubahan bunyi dera dan reda mengandung unsur fonem /d/, /e/, /r/, dan /a/.
Fonem /d/ dan /r/ mengalami pertukaran posisi. Makna leksikal yang terkandung dalam dera
dan reda, yaitu dera bermakna pukulan (dengan rotan, cemeti) sebagai hukuman sedangkan
reda mulai berkurang; hampir berhenti. Keterkaitan dera dan reda dengan makna yang
terkandung dalam larik di atas adalah cinta dengan segala keindahannya dapat membuat rasa
sakit mulai menghilang.

anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk


ke dalam palung. Ruang penuh raung.

Proses perubahan bunyi pulang dan palung mengandung unsur fonem /p/, /u/, / l/, /a/,
dan /ŋ/. Fonem /u/ dan /a/ mengalami pertukaran posisi. Makna leksikal yang terkandung
dalam pulang dan palung, yaitu pulang bermakna pergi ke rumah atau ke tempat asalnya
sedangkan palung bermakna tanah yang berlekuk dalam berisi air; daerah yang terletak di
antara dua daerah tekanan tinggi dan mempunyai tekanan udara lebih rendah daripada
tekanan udara di sekitarnya. Keterkaitan pulang dan palung dengan makna yang terkandung
dalam larik di atas adalah tempat pulang bisa dimana saja dan siapa saja. Dalam larik tersebut
menginterpretasikan palung sebagai tempat atau tempat yang memiliki makna yang
mendalam merupakan tempat pulang.

anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk


ke dalam palung. Ruang penuh raung.

Proses perubahan bunyi ruang dan raung mengandung unsur fonem /r/, /u/, /a/, dan /ŋ/.
Fonem /u/ dan /a/ mengalami perubahan posisi. Makna leksikal dari ruang dan raung, yaitu
sela-sela antara dua tiang (deret) atau antara empat tiang (di bawah kolong rumah) sedangkan

10
raung bermakna bunyi yang nyaring dan panjang. Keterkaitan ruang dan raung dengan
makna yang terkandung dalam larik di atas adalah keadaan tempat yang penuh dengan
teriakan.

Jadi, dalam puisi Kamus Kecil karya Joko Pinurbo memiliki setidaknya enam
pasangan minimal, yaitu /u/ dan /a/, /r/ dan /l/, /a/ dan /u/, /i/ dan /a/, /a/ dan /i/, dan /u/, /i/,
dan /a/. pasangan minimal yang terdapat dalam larik-larik puisi Kamus Kecil karya Joko
Pinurbo banyak terdapat dibagian tengah sejumlah empat buah, akhir yang berjumlah tiga
buah, dan bagian awal yang berjumlah satu buah. Pasangan minimal terbanyak berada pada
vokal yang berjumlah tujuh buah sedangkan pada konsonan berjumlah satu buah. Metatesis
dalam puisi Kamus Kecil memengaruhi makna puisi. Fonem yang mengalami metatesis, yaitu
empat data pada fonem vokal, tiga data pada fonem konsonan, satu data yang mengalami
perubahan fonem konsonan dan vokal dan dua data yang mengalami perubahan suku kata.
Makna-makna yang terdapat dalam puisi Kamus Kecil karya Joko Pinurbo, yaitu makna
leksikal yang berjumlah lima belas buah sedangkan makna gramatikal yang berjumlah satu
buah. Keterkaitan pasangan minimal dengan makna yang terkandung dalam puisi Kamus
Kecil karya Joko Pinurbo memiliki korespondensi satu dengan lainnya. Misalnya, kening dan
kenang dalam maknanya kening berarti dahi sedangkan kenang berarti bangkit kembali dalam
ingatan. Kenangan berada dalam kepala atau pikiran dan kening adalah bagian dari kepala.
Hal tersebut dapat membuktikan bahwa pasangan minimal memiliki makna yang berkaitan
satu sama lain. Joko Pinurbo dalam puisi Kamus Kecil menggunakan pilihan yang sangat
indah. Keterkaitan perubahan bunyi metatesis dengan larik puisi Kamus Kecil memiliki
korespondensi satu sama lain. Misalnya, Keterkaitan ruang dan raung dengan makna yang
terkandung dalam larik puisi Kamus Kecil adalah keadaan tempat yang penuh dengan
teriakan. Pemilihan kata yang digunakan dapat memberikan kesan indah saat dibaca dan
pemilihan kata dalam pasangan minimal yang digunakan tidak memengaruhi makna puisi
yang ingin disampaikan.

11
Sumber Bacaan:

Dhanawaty, dkk,. 2017. Pengantar Linguistik Umum. Denpasar: Pustaka Larasan.

Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Muslich, Masnur. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa

Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Verhaar, J.W.M. 2012. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

12
Nuansa Puitis Lirik Lagu “Kukira Kau Rumah” Karya Amigdala

Oleh : I Dewa Dode Agus Adi Pranatha (Ajus)

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

Email: ajusapra@gmail.com

Lagu merupakan salah satu hiburan yang bisa dinikmati oleh berbagai kalangan usia,
dinikmati dimana saja, dan dinikmati kapan saja. Lagu bisa dinikmati oleh berbagai kalangan
usia ini artinya dari usia anak-anak hingga lanjut usia bisa menikmati lagu. Lagu itu juga
beda usia penikmat lagu beda juga jenis lagu yang dinikmatinya. Usia anak-anak biasanya
akan menikmati lagu anak-anak begitu juga dengan usia remaja yang menikmati lagu remaja.
Namun, akhir-akhir ini beberapa jenis lagu bisa dinikmati oleh semua kalangan usia dengan
kata lain lagu-lagu ini dinikmati oleh anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lanjut usia.
Fenomena ini tidak terlepas dari kepiawaian penulis lirik lagu untuk memikat para penikmat
lagu.
Dewasa ini muncul fenomena yang bisa dikatakan unik yaitu banyak muncul lirik lagu
yang bernuansa puitis. Ada berbagai alasan yang mendasari munculnya fenomena ini salah
satunya adalah daya tarik pendengar tehadap lirik lagu yang memiliki nuansa puitis. Hal ini
merupakan salah satu trik dari penulis lirik lagu untuk menarik perhatian para penikmat lagu.
Lirik lagu bernuansa puitis bermaksud kata-kata yang terkandung dalam sebuah lirik lagu
memancarkan keindahan layaknya sebuah puisi. Tanda-tanda sebuah lirik lagu bernuansa
puitis adalah pemilihan kata yang apik dan unik sehingga memunculkan suatu keindahan
dalam penyampainnya. Selain itu, tanda sebuah lirik lagu bernuansa puitis adalah
penggunaan majas sehingga menyerupai sebuah puisi. Dapat dikatakan penggunaan majas
selain memperindah dapat juga menyampaikan makna yang dalam.. Kepiawaian pemilihan
kata dan pengunaan majas dilakukan penulis bukan semata-mata untuk memperindah saja
tetapi juga bertujuan menyampaikan sebuah pesan. Dalam beberapa hal pesan yang dalam
akan menyentuh hati para pendengar sehingga menjadi daya tarik tersendiri.

13
Beberapa lirik lagu jaman sekarang yang bernuansa puitis antara lain : Monokrom
(Tulus), Tenang (Yuri Yunita), Manusia Kuat (Tulus), Kukira Kau Rumah (Amigdala) dan
masih banyak lagi lirik lagu bernuansa puitis lainnya. Banyak penulis lirik lagu menggunakan
trik lirik puitis ini karena masyarakat lebih tertarik dengan lirik lagu yang menggunakan
bahasa-bahasa puitis. Biasanya anak muda zaman sekarang menggunakan kutipan-kutipan
lirik lagu puitis ini untuk menghiasi sosial media mereka seperti pada caption Instagram, bio
Instagram, maupun pada Instastory Instagram mereka. Bahkan anak muda memiliki sebutan
untuk pecinta hal hal bernuansa puitis yaitu “anak indie”. Hal ini menambah daya tarik anak
muda untuk semakin menyukai hal-hal bernuansa puitis salah satunya lirik lagu.
Lirik lagu bernuansa puitis memiliki perbedaan kecil dengan lirik lagu yang tidak
bernuansa puitis. Lirik lagu bernuansa puitis biasanya memiliki isi tidak secara terang-
terangan menyampaikan maknanya. Contoh dapat dilihat pada salah satu lirik lagu Kukira
Kau Rumah karya Amigdala “Kukira kau rumah Nyatanya kau cuma aku sewa” kutipan ini
menyampaikan maknanya dengan menggunakan kata “rumah” yang menandakan tempat
yang nyaman untuk berteduh atau berlindung. Berbeda dengan lirik lagu yang tidak
bernuansa puitis menyampaikan maknanya secara terang-terangan tanpa mempermainkan
kata-kata dalam liriknya.
Salah satu lirik lagu yang bernuansa puitis adalah Kukira Kau Rumah karya
Amigdala. Lirik lagu ini bernuansa puitis karena unsur-unsurnya memenuhi sebuah puisi.
Pemilihan kata yang apik juga merupakan salah satu unsur yang dipenuhi oleh lirik lagu
Kukira Kau Rumah. Berikut adalah lirik lagu Kukira Kau Rumah karya Amigdala:

Kukira Kau Rumah


Amigdala

Kau datang tak kala sinar senjaku telah redup


Dan pamit ketika purnamaku penuh seutuhnya

Kau yang singgah tapi tak sungguh


Kau yang singgah tapi tak sungguh

14
Kukira kau rumah
Nyatanya kau cuma aku sewa
Dari tubuh seorang perempuan
Yang memintamu untuk pulang

Kau bukan rumah


Kau bukan rumah
Kau bukan rumah
Kau bukan rumah

Kukira kau rumah


Nyatanya kau cuma aku sewa
Dari tubuh seorang perempuan
Yang memintamu untuk pulang

Kau bukan rumah


Kau bukan rumah
Kau bukan rumah
Kau bukan rumah

Kau bukan rumah


Kau bukan rumah
Kau bukan rumah
Kau bukan rumah

Dari lirik lagu diatas ditemukan beberapa pemilihan kata yang apik dalam lirik lagu Kukira
Kau Rumah antara lain:

- Repetisi atau bisa disebut pengulangan, pengulangan dapat berupa kata, kalimat, huruf
vokal, atau huruf konsonan bertujuan untuk memberi tekanan (Keraf, 1981: 127). Pada
lirik lagu Kukira Kau Rumah repetisi atau pengulangan terdapat pada bagian:

Kau yang singgah tapi tak sungguh


Kau yang singgah tapi tak sungguh

15
Dalam kutipan bait ini yang direpetisi adalah “Kau yang singgah tapi tak sungguh”
diulang 2 kali. Pada lirik lagu lengkapnya bagian yang diulang juga ada pada bagian
“Kukira Kau Rumah” dalam lagu diulang berkali-kali. Pengulangan pada bagian
“Kukira kau rumah” adalah salah satu cara untuk menekankan makna dari bagian yang
dulang-ulang.

- Suku kata berpola, pada lirik lagu “Kukira Kau Rumah”

Kau yang singgah tapi tak sungguh


Kau yang singgah tapi tak sungguh

Dalam kutipan baris pertama kata singgah dan kata sungguh memiliki kemiripan dan
dalam bait memiliki pola a b a b

- Majas personifikasi adalah gaya bahasa yang menyatakan benda mati seolah-olah
menyerupai benda hidup (Keraf, 1981: 140).
Kau datang tak kala sinar senjaku telah redup
Dan pamit ketika purnamaku penuh seutuhnya
Dalam bait tersebut “sinar senjaku” menyatakan bahwa seolah olah sinar senja adalah
bagian dari “ku”, begitu juga pada bagian “purnamaku”

Pembahasan diatas menganai gaya bahasa repetisi, suku kata yang berpola, dan majas
personifikasi merupakan penjabaran dari unsur-unsur puitis yang terdapat pada lirik lagu
Kukira Kau Rumah. Unsur-unsur puitis inilah yang menjadi modal bagi penulis lirik lagu
Kukira Kau Rumah yaitu Amigdala. Amigdala secara apik mengemas lirik lagu ini sehingga
bisa bernuansa puitis. Lirik lagu inipun sukses menarik perhatian para pendengar musik
sehingga sampai saat ini lagu berjudul Kukira Kau Rumah karya Amgidala ini sudah ditonton
sebanyak 27 juta kali di akun youtube Amigdala.

Lagu Kukira Kau Rumah karya Amigdala ini pertama kali dibagikan pada tahun 2017
silam. Dalam buku elektronik karya Wiyatmi yang berjudul Sosiologi Sastra : Teori Dan
Kajian Terhadap Sastra Indonesia terdapat sebuah teori yaitu teori mimesis menurut
pandangan Plato. Teori mimesis menganggap karya sastra sebagai tiruan alam atau
kehidupan (Abrams, 1981). Plato menyebutkan segala sesuatu yang ada di dunia ini

16
sebenarnya hanya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan.
Dalam hal ini lirik lagu Kukira Kau Rumah dapat dikatakan sebagai sebuah karya sastra.
Jika dikaitkan dengan teori mimesis pandangan Plato penciptaan lagu ini adalah berdasarkan
tiruan dari kehidupan nyata pada saat itu.

Pandangan saya lagu ini menceritakan seseorang yang merepresentasikan pasangannya


sebagai rumah, rumah yang dimaksud adalah tempat yang nyaman untuk berlindung tetapi
ternyata hanya disewa. Secara garis besar lagu ini menceritakan kisah percintaan yang
sebagian besar sesuai dengan kehidupan nyata anak muda. Pada saat itu sedang
berkembangnya lagu-lagu yang bernuansa puitis dengan mengangkat kisah percintaan salah
satunya adalah lagu Kukira Kau Rumah karya Amigdala karena banyak dinikmati dan
disukai anak muda. Hal ini tidak terlepas dari kehidupan nyata para anak muda sebagai
penikmat musik yang sedang dimabuk asmara sehingga anak muda merasa lagu Kukira Kau
Rumah ini sesuai dengan keadaan asmara anak muda. Dapat dikatakan selain pemilihan kata
yang indah dan penggunaan majas, keadaan nyata yang sesuai dengan isi dari lirik lagu
Kukira Kau Rumah ini merupakan daya tarik sendiri dari para pendengar.

Suksesnya lagu ini yang dibuktikan dengan banyaknya pendengar lagu ini tidak terlepas
dari kepiawain Amigdala dalam mengemas lirik lagunya. Seperti yang dijabarkan diatas lirik
lagu dari lagu yang berjudul Kukira Kau Rumah ini mengandung unsur-unsur puitis sehingga
memunculkan nuansa puitis. Amigdala merupakan bukan yang berlatarbelakang pengarang,
Amigdala adalah sebuah band atau grup musik. Namun, walaupun bukan berlatar
berlatarbelakang pengarang Amgidala sudah sukses dengan menciptakan lirik lagu Kukira
Kau Rumah ini. Penyesuaian antara kehidupan nyata dengan isi lirik lagu juga merupakan
salah satu kepiawaian Amigdala dalam mengemas lagu ini. Hal ini menandakan siapapun bisa
menciptakan sebuah karya bernuansa puitis seperti lirik lagu atau puisi walaupun bukan
berlatarbelakang pengarang. Dengan catatan penulis kaya akan kosa kata, menguasai
pemilihan kata, mampu mempermainkan kata, dan mampu membaca keadaan sekitar
sehingga sebuah karya dapat memancarkan keindahan dan menjadi daya tarik bagi pendengar
atau pembaca.

17
Sumber bacaan:
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 2016 . Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia. Yogya: Kanwa
Publisher

18
Pandangan Gen-Z atas Puisi “Pemerkosaan; Tanpa Harfiah” karya Zabeth

Oleh : Margane Naasika Islamic Muchtar

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

Email: ganegan86@gmail.com

Pemerkosaan; Tanpa Harfiah

Kala ini segala mulai cerah


namun ragamu jumpa lelah
sebab segala perihal dirimu dijarah.

tanpa ampun lekuk tubuhmu dijelajah


oleh pasukan kutuk tanpa arah.
seluruh wajah serta kulit ayumu basah
oleh cumbuan dan salivananya yang berkisah.

milikmu kini seluruhnya menggelinjang resah,


ingin melepas juta keluh kesah
kepada masa dan sejarah
juga yang kausebut rumah.

tidak ada perintah,


berserah.

- Zabeth, 2021

Puisi adalah karya sastra yang lahir untuk menyampaikan perasaan manusia, baik senang,
sedih, kecewa, maupun ketika semua perasaan itu menjadi satu. Puisi adalah bukti bahwa
semua perasaan itu nyata dan berharga. Puisi ditulis dengan pilihan kata yang indah menjadi
satu rangkaian kalimat yang sangat berkelas. Rangkaian kata dalam puisi tidak berpedoman

19
pada aturan, begitupun pilihan katanya. Puisi adalah bentuk nyata karya sastra yang bebas
sehingga baik penulis maupun pembaca berhak memberikan arti dan pendapat yang berbeda.

Belakangan ini, banyak dikalangan masyarakat terdapat istilah yang cukup familiar
terdengar, kala kita menunjukkan ekspresi terluka dan sedih, yaitu baper (bawa perasaan).
Baper adalah sebuah istilah yang ditujukan kepada orang yang sedang atau dengan tidak
sengaja menunjukkan segi emosionalnya secara terbuka. Semakin familiar kata ini,
konotasinyapun entah bagaimana berubah menjadi negatif. Seseorang yang memiliki segi
emosional peka atau mudah mengekspresikan luka akan dibilang baper atau baperan.

Maka dari itu, untuk menghindari stigma sosial tersebut, tak sedikit manusia muda yang
mulai ‘memakai topeng’ untuk menyembunyikan segi emosional dan perasaannya, terutama
ketika ia merasa lelah dan terluka. Stigma ‘baper’ ini seolah menuntun manusia untuk
membuang sisi manusianya, yaitu perasaan. Padahal dalam perjalanan perjuangan hidup,
sangat manusiawi bagi manusia untuk membawa perasaan, sangat normal untuk merasa tidak
baik-baik saja, merasa lelah dan hilang arah. Bukankah itu semua bagian dari proses
perjuangan?

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, puisi juga terus tumbuh, berkembang, dan
berevolusi dari zaman ke zaman. Mulai dari teks tulis manual hingga ketik, bahkan proses
publikasi dan pemasaran sebuah karya puisi. Jika dulu dari panggung ke panggung, kini puisi
menyebar, terbang secara liar, beredar di media sosial, seperti Instagram, twitter, grup
whatsapp, hingga beragam platform web yang tersebar di google. Perkembangan zaman dan
teknologi ini hadir dan lahir bersamaan dengan penghuni baru bumi atau biasa dikenal ‘Gen-
Z’, yaitu generasi akhir yang lahir pada tahun milenial 2000-an.

Platform sosial media yang beragam dan mudah diakses menjadi alasan gen-Z untuk
meluapkan perasaannya melalui tulisan (puisi) pada akun sosial media miliknya. Bahkan tak
sedikit gen-Z yang membuat satu akun khusus sebagai media publikasi puisinya dikhalayak
umum. Dalam hal ini, saya mengambil salah satu contoh puisi dari akun Instagram
‘menulisbumi’ dengan judul, ‘pemerkosaan; tanpa harfiah’ karya Zabeth yang akan menjadi
bahan diskusi kita bersama.

20
Saya akan mengajak teman-teman gen-Z untuk bersama mendiskusikan puisi tersebut dengan
sudut pandang pribadi mereka. Saya akan mencoba menjabarkannya lebih dalam
menggunakan teori kajian resepsi sastra dari Wolfgang Iser. Menurut Iser (1973), pembaca
implisit adalah peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri, yakni keseluruhan
petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya. Jadi, pembaca implisit imanen di dalam teks
yang diberikan.

Kajian Resepsi Sastra Wolfgang Iser menggunakan metode pembacaan. Pembacaan terhadap
teks Teropong dan Meriam dijalin melalui proses komunikasi. Dalam proses komunikasi
antara teks dengan pembaca dilakukan pembacaan sentripetal, pembacaan yang memusatkan
perhatian pada segala sesuatu yang inheren dalam teks sastra untuk mengetahui efek dan
menggali makna teks.

Oleh karea itu, izinkan saya untuk mencoba menganalisis dan menafsirkan puisi ini
berdasarkan hasil survei kami kepada para pemuda pemudi gen-Z. Survei yang diikuti oleh 30
peserta ini dibagikan melalui google form dengan latar belakang yang berbeda, mulai dari
Medan, Kalimantan, hingga Flores. Tiga puluh responden tersebut memiliki usia kisaran 15-
25 tahun, dengan 63% wanita dan 37% pria. Responden didominasi oleh mereka yang
mengaku tidak paham atau tidak tahu mengenai puisi dan dunia sastra. Meski begitu, para
responden dapat memberikan analisis sederhana yang unik dan menarik.

Latar belakang yang beragam menghasilkan jawaban dan respon yang unik dan penuh warna.
Puisi ini saya persilakan secara bebas untuk coba dipahami dan tafsirkan para masyarakat
gen-Z. Berdasarkan hasil hasil survei sederhana ini, 50% responden melakukan kajian secara
mentah dengan langsung menafsirkan makna puisi dari susunan dan pilihan kata yang
disajikan dalam puisi tersebut. Menurut mereka, puisi ini 100% bercerita mengenai sebuah
pemerkosaan atau tindak asusila, sebagaimana judul dan pilihan kata dalam kalimat, “sebab
segala perihal dirimu dijarah. tanpa ampun lekuk tubuhmu dijelajah”.

Bahkan untuk memperjelas pendapatnya, seorang responden menulisan kalimat, “Puisi


dengan jelas mengisahkan pemerkosaan”. Hal ini dapat diterima, karena 60% responden adalah
seorang yang awam dan tidak paham akan sebuah karya sastra. Maka wajar, jika mungkin

21
dalam pandangan awam puisi ini ini memberikan kesan mentahan serupa hal yang tidak
senonoh karena pemilihan kata, diksi, bahkan sampai penyusunan kalimat semua seakan
menggambar hal tersebut. Namun, coba kita pahami kembali bersama secara perlahan karena
puisi selalu menyimpan makna tersembunyi dalam permainan katanya.

Terdapat 50% responden lain yang berpendapat dan memiliki tafsir yang beragam. Mereka
beropini dengan analisis sederhana dan meyakini bahwa puisi ini tidak bercerita tentang
‘pemerkosaan dan tindak asusila’, tetapi memiliki arti lain yang lebih dalam. Berikut beberapa
opini analisis singkat beberapa responden:

• “ungkapan hati seseorang tentang perjuangannya dlm hidup”


• “Jiwa yang lelah”
• “Menurut saya puisi ini menceritakan seseorang yang memang diperkosa
namun bukan diperkosa dalam konteks tindak asusila, melainkan diperkosa
oleh kerasnya kehidupan”
• “Berjuang dalam menghadapi hidup dalam titik terendah”
• “Keadaan seseorang yg udah pasrah dan ga berdaya banget banget yg
direpresentasikan seperti diperkosa”
• “Tentang seseorang yang tenaganya diperas demi kepentingan korporat”
• “Eksploitasi bumi”
• “Eksploitasi alam”
• “Bercerita tentang kehidupan sehari-hari”
• “Puisi yg mewakili ribuan makna, mewakili perasaan, mewakili suasana.”

Dari sini kita akan mencoba analisis bersama, alasan dan teori mengapa puisi ini bisa
ditafsirkan dengan begitu banyak ragam macam tafsir. Saya akan mulai dengan
menggolongkan beberapa tafsir tersebut menjadi tiga tema. Namun, perlu diingat kembali
bahwa dalam mengkaji karya sastra puisi itu bebas, artinya tidak ada salah atau benar.

Pertama, jawaban paling banyak memiliki arti dan kesan yang cukup seragam, yaitu
“DIPERKOSA OLEH KEHIDUPAN”. Para responden seolah mencoba menafsirkan puisi
ini adalah tentang jiwa yang lelah akan segala hal, terutama proses berjuang dalam perjalanan

22
kehidupan. Jiwa tersebut benar-benar dibuat lelah dan pasrah oleh keadaan karena ‘ujian
kehidupan’ yang terus datang menghujam tanpa ampun.

Berdasarkan tema ini, gen-Z menjadikan dirinya sebagai korban. Mereka seolah menangkap
pesan tersirat dalam kalimat, “namun ragamu jumpa lelah, sebab segala perihal dirimu dijarah”.
Kata ‘raga’ dalam kalimat ini adalah pesan tersirat dari jiwa dalam raga ini. Maka yang
sebenarnya ‘dijarah’ bukanlah raga jasad, melainkan jiwa, waktu, pikiran, emosi dan
perasaan.

Sedang tokoh pelaku dari pemerkosaan ini adalah kondisi, situasi, atau bahkan kehidupan,
seperti dalam kalimat, “oleh pasukan kutuk tanpa arah”. Tak jarang kita berada disebuah
masalah dan cobaan hidup datang bersamaan dari segala arah. Menginjak, memukul,
menindas, melempar, dan mengoyak-ngoyak jiwa, hati, serta pikiran kita hingga babak belur
hancur tak berupa. Seperti hasil survei yang mengatakan bahwa 86,7% (26 orang) pernah
dihadapkan dengan puluhan masalah secara bersamaan. Kemudian tak jarang disaat kita
berada dititik terendah dan kerap kehilangan arah, namun tempat untuk sekedar “ingin
melepas juta keluh kesah” kita tak tau harus kemana.

Melalui penggalan kalimat “seluruh wajah serta kulit ayumu basah, dan milikmu kini seluruhnya
menggelinjang resah,”, para responden gen-Z mencoba memahami bahwa puisi ini berkisah
tentang seseorang yang sedang berada dalam fase titik terendah dan ingin menyerah. Kulit
ayu yang basah seolah menceritakan tangis yang tak kunjung berkesudahan, juga seluruh
yang menggelinjang resah seolah mendeskripsikan pikiran yang tak pernah tenang pun jiwa
yang penuh kegelisahan.

Fenomena ini menjadi salah satu sebab berkembangnya puisi dikalangan gen-Z, seperti hasil
survei yang menyatakan bahwa setidaknya ada 33,3% gen-Z yang memilih untuk
mencurahkan rasa lelahnya dengan bercerita melalui suara pena, seperti puisi. Mereka
mengaku merasa lega ketika mengurangi beban pikirannya dengan bercerita melalui karya
tulis. Baik itu dairy, artikel, maupun puisi. Mereka merasa aman karena tak ada penghakiman
ketika bercerita melalui rangkaian kata.

23
Selain itu, beberapa responden lain berpendapat bahwa puisi tersebut bertemakan
“LINGKUNGAN”. Seperti yang kita lihat di atas, beberapa responden menulisan, ‘eksploitasi
bumi/ alam’. Pembaca memposisikan korban dari pemerkosaan ini adalah lingkungan dan
bumi. “milikmu kini seluruhnya menggelinjang resah,” . Seperti yang kita tau bersama, kini
bumi sedang diramaikan dengan isu krisis iklim, cuaca yang makin panas, bencana alam
bertebaran, iklim yang tidak menentu, hingga udara yang serasa tidak lagi segar. Bumi dan
lingkungan kita tidak sedang baik-baik saja.

Kemudian, pelaku pemerkosaan ini adalah kita (manusia) yang hidup berdasarkan nafsu
hedonisme. Hidup berpatokkan pada standar ‘keinginan’ bukan ‘kebutuhan’. Keinginan
manusia yang tak berujung, menyebabkan terkurasnya sumber daya alam habis-habisan.
“tanpa ampun lekuk tubuhmu dijelajah”. Responden memaknai puisi ini sebagai kaca diri bagi
kita yang secara tidak sadar telah memerkosa dan menyetubuhi bumi dengan brutal,
menguras dan menjelajah habis seluruh kekayaannya dengan bengis. Bumi itu hidup, tapi kita
kerap memperlakukannya bak objek seksual nafsu binal yang tak berkesudahan.
Mengeksploitasi hutan, laut, bebatuan, sumber daya mineral secara berlebihan. “tak ada
perintah, berserah” seolah menjadi peringat bahwa diamnya bumi selama ini hanya menunggu
perintah untuk melawan balik dan memberontak pemerkosaan ini.

Tema yang terakhir adalah tentang kehidupan dan giat sehari-hari dengan jutaan perasaan
dan suasana hati. Beberapa responden berpendapat bahwa puisi ini berkisah tentang
bagaimana kehidupan sehari-harinya berjalan. Tak ada yang salah pada pendapat ini, karena
kita tidak pernah tau bagaimana kehidupan setiap manusia berlalu tiap harinya, bagaimana
perasaan dan suasana hati seseorang beradu tiap harinya.

Hal ini selaras dengan hasil survei yang mengatakan bahwa, 83% (25 orang) responden kini
tengah dalam perjuangan meraih sesuatu yang berharga. Sedang 60% (18 orang) diantaranya
kini tengah berada pada masa lelah dan titik rendah dalam hidup mereka. Maka sangat bisa
dipahami jika responden menilai kerasnya puisi ini adalah cerminan dari kehidupan, perasaan,
serta konflik batinnya sehari-hari.

24
Beberapa analisis dan opini di atas membuktikan bahwa karya sastra berupa puisi utamanya,
adalah karya yang fleksibel dan bebas. Sebuah karya yang mampu memiliki berjuta makna
dan tafsir yang menyesuaikan kondisi suasana hati maupun sosial pembacanya. Dari hasil
survei sederhana ini pula saya menyadari betapa banyak jiwa terluka yang bersembunyi
dibalik tawa, dan bersuara melalui kata.

Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa karya sastra memegang peranan yang penting dalam
menjaga kesehatan mental gen-Z. Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra bukan lagi
hanya sekedar rangkaian kata, ditangan gen-Z puisi kini juga berperan sebagai lisan kedua.
Lisan yang dapat berucap apapun tanpa penghakiman, lisan yang dapat menceritakan
segalanya tanpa beban.

Maka, kesimpulan yang dapat saya ambil dari hasil diskusi kita mengenai puisi ini adalah
untuk siapapun dan dimanapun kalian, gen-Z kini berada, saya ingin menyampaikan bahwa
kalian berhak merasa lelah, wajar tuk merasa ingin menyerah. Baper bukan sebuah dosa.
Ungkapkan segalanya, lepaskan semua yang mengganjal. Jangan biarkan dirimu diperkosa
oleh keadaan. Jangan buat dirimu sebagi pelaku pemerkosa semesta karna nafsu duniawi yang
tak berkesudahan.

Sumber bacaan:

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Umar Junus. 1985. Resepsi Sastra, Jakarta: Penerbit P.T Gramedia

Masnuatul Hawa. 2019. Panduan Pembelajaran Sosiologi Sastra, Sleman: Deepublish CV Budi
Utama.

Anita Damayati. 2012, Arung-Karaeng dalam Teropong dan Meriam Karya Fahmi Syariff :
Kajian Resepsi Sastra Wolfgang Iser, (Tesis Magister, Universitas Gadjah Mada, 2009)
Diakses dari http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/57317

25

Anda mungkin juga menyukai