1. Jadwal Pelajaran
a. Hari : Selasa (2JP)
b. Hari : Rabu (2JP)
2
2. Perhitungan Jam Efektif ( selama semester 1 )
Jumlah
No. Keterangan Jam
a. Tatap muka 60
Penilaian Harian, Remidi, dan
4
b. Pengayaan
Penilaian semester
c. 8
d. Cadangan 4
Jumlah 74
1. Jadwal Pelajaran
a. Hari : Selasa (2JP)
b. Hari : Rabu (2JP)
PROGRAM TAHUNAN
7
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Ngaglik
Kelas/Jurusan : XI/IPS
Tahun Pelajaran : 2018-2019
Jadwal : Selasa dan Rabu
Alokasi
Semester No.KD Kompetensi Dasar Materi Keterangan
Waktu
10
Menemukan butir-butir penting dari dua Buku Nonfiksi: isi buku
3.10 buku pengayaan (nonfiksi) yang dibaca pengayaan, keunggulan 2
Mempertunjukkan kesan pribadi buku, kelemahan buku,
terhadap salah satu buku ilmiah yang dan simpulan.
4.10 2
dibaca dalam bentuk teks eksplanasi
singkat
3.11 Menganalisis pesan dari satu buku fiksi Buku Fiksi: Isi buku fiksi,
yang dibaca bagian-bagian dalam buku 2
4.11 Menyusun ulasan terhadap pesan dari fiksi, dan ulasan terhadap
satu buku fiksi yang dibaca buku fiksi. 2
3.12 Mengidentifikasi informasi penting Proposal: Informasi dalam
II yang ada dalam proposal kegiatan atau proposal dan unsur-unsur 2
penelitian yang dibaca proposal.
4.12 Melengkapi informasi dalam proposal
secara lisan supaya lebih efektif 2
3.13 Menganalisis isi, sistematika, dan Proposal: Isi proposal,
kebahasaan suatu proposal sistematika proposal, dan 2
4.13 Merancang sebuah proposal karya unsur kebahasaan
ilmiah dengan memerhatikan informasi, proposal.
4
tujuan, dan esensi karya ilmiah yang
diperlukan
3.14 Mengidentifikasi informasi, tujuan dan Karya Ilmiah: unsur-
esensi sebuah karya ilmiah yang dibaca unsur karya ilmiah, isi dan 2
11
4.14 Merancang informasi, tujuan, dan esensi kebahasaan karya ilmiah,
yang harus disajikan dalam karya ilmiah tujuan dan esensi karya 2
ilmiah,
3.15 Menganalisis sistematika dan Karya Ilmiah:
kebahasaan karya ilmiah Kebahasaan karya ilmiah, 2
4.15 Mengonstruksi sebuah karya ilmiah kalimat baku, penggunaan
dengan memerhatikan isi, sistematika, EYD (penomoran bab,
dan kebahasaan penulisan judul), dan 2
menyusun karya ilmiah
3.16 Membandingkan isi berbagai resensi Resensi: isi kebahasaan
untuk menemukan sistematika sebuah dalam resensi, membuat 2
resensi resensi, unsur-unsur
4.16 Menyusun sebuah resensi dengan resensi, dan sistematika
memerhatikan hasil perbandingan resensi.
2
beberapa teks resensi
PROGRAM SEMESTER
Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia
13
Kelas / Program : XI/IPS
Semester :I
Tahun Pelajaran : 2018/2019
Mengidentifikasi
butir-butir penting
KD dari satu buku
16 pengayaan 2 S
3.7
(nonfiksi) yang
dibaca
17 KD Menyusun laporan 4 R S
4.7 butir-butir penting
dari satu buku
pengayaan
(nonfiksi)
17
Mengidentifikasi
nilai-nilai
KD kehidupan yang
18 4 R S
3.8 terkandung dalam
kumpulan cerita
pendek yang dibaca
Mendemonstrasikan
salah satu nilai
KD
19 kehidupan yang 4 R S
4.8
dipelajari dalam
cerita pendek
Menganalisis unsur-
unsur pembangun
KD
20 cerita pendek dalam 2 R
3.9
buku kumpulan
cerita pendek
Mengkonstruksi
sebuah cerita
KD pendek dengan S
21 6 R
4.9 memerhatikan R
unsur-unsur
pembangun cerpen
Cadangan 4 S
18
R
S Selasa
PAS/PAT
R Rabu
REMEDIAL
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
PROGRAM SEMESTER
19
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Program : XI/IPS
Semester : II
Tahun Pelajaran : 2018/2019
Mempertunjuk
kan kesan
pribadi
terhadap salah T
satu buku E
2 4.10 2 S
ilmiah yang N
dibaca dalam G I
bentuk teks A A M
eksplanasi H N E
singkat CA
S R R S
MPI
Menganalisis NG E A I T
KD pesan dari satu M P E
3 2 R S E O R
3.11 buku fiksi
yang dibaca S T
Menyusun T
ulasan E
KD terhadap pesan R
4 2 R
4.11 dari satu buku
fiksi yang
dibaca
21
Mengidentifika
si formasi
penting yang
KD ada dalam
5 proposal 2 S
3.12
kegiatan atau
penelitian yang
dibaca
Melengkapi
informasi
KD dalam proposal
6 2 R
4.12 secara lisan
supaya lebih
efektif
7 KD Menganalisis 2 S
3.13 isi,
sistematika,
dan
kebahasaan
suatu proposal
22
Merancang
sebuah
proposal karya
ilmiah dengan
KD memerhatikan
8 informasi, 4 R S
4.13
tujuan, dan
esensi karya
ilmiah yang
diperlukan
Ulangan
9 2 R
Harian 1
Mengidentifika
si informasi,
1 KD tujuan dan
2 S
0 3.14 esensi sebuah
karya ilmiah
yang dibaca
Merancang
informasi,
tujuan, dan
1 KD esensi yang 2 R
1 4.14 harus disajikan
dalam karya
ilmiah
23
Menganalisis
sistematika
1 KD
dan 2 S
2 3.15
kebahasaan
karya ilmiah
Mengonstruksi
sebuah karya
ilmiah dengan
1 KD memerhatikan
2 R
3 4.15 isi,
sistematika,
dan
kebahasaan
Membandingk
an isi berbagai
1 KD resensi untuk
menemukan 2 S
4 3.16
sistematika
sebuah resensi
Menyusun
sebuah resensi
dengan
1 KD memerhatikan 2 R
5 4.16 hasil
perbandingan
beberapa teks
24
resensi
Menganalisis
kebahasaan
1 KD resensi
2 S
6 3.17 setidaknya dua
karya yang
berbeda
Mengkonstruk
si sebuah
resensi dari
buku
1 KD
kumpulan 2 R
3 4.17
cerita pendek
atau novel
yang sudah
dibaca
Mengidentifika
si alur cerita,
babak demi
1 KD babak, dan
2 S
5 3.18 konflik dalam
drama yang
dibaca atau
ditonton
1 KD Mempertunjuk
4 R S
6 4.18 kan salah satu
25
tokoh dalam
drama yang
dibaca atau
ditonton secara
lisan
Menganalisis
isi dan
1 KD kebahasaan
2 R
7 3.19 drama yang
dibaca atau
ditonton
Mendemonstra
sikan sebuah
naskah drama
1 KD
dengan 2 S
8 4.19
memerhatikan
isi dan
kebahasaan
1 Ulangan
2 R
9 Harian 2
26
Menganalisis
pesan dari dua
buku fiksi
2 KD (novel dan
2 S
0 3.20 buku
kumpulan
puisi) yang
dibaca
Menyusun
ulasan
terhadap pesan
dari dua buku
2 KD
kumpulan 2 R
1 4.20
puisi yang
dikaitkan
dengan situasi
kekinian
S
Cadangan 4 R
27
UTS UNBK
PAS/PAS Pembagian
T rapot
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
28
Drs. Agus Marjanto, M.Pd Sutini, S.Pd.
Materi 1. Materi sesuai dengan tingkat Di dalam silabus ini sudah terdapat materi pokok untuk
perkembangan peserta didik menunjang pelaksanaan pembelajaran. Dalam
Pokok
2. Materi terkait dengan lingkungan mengembangkan materi pembelajaran hendaknya
Pembelajaran dalam kehidupan nyata berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan standar isi. Selain itu, jika siswa
3. Materi sesuai dengan alokasi
harus menguasai satu macam kompetensi dasar maka
waktu
materi pembelajaran yang harus dikuasi siswa ada satu
4. Materi disusun dari mudah ke
macam juga. Materi yang disusun sudah sesuai dengan
sukar
perkembangan peserta didik, alokasi waktu, dan materi
yang disusun dari yang mudah ke yang sulit. Tetapi di
dalam penerapannya kelak, materi pokok yang diajarkan
29
tidak bloleh terlalu banyak dan tidak boleh terlalu
sedikit. Jika materi terlalu sedikit tidak akan membantu
siswa untuk mencapai standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Sebaliknya, jika materi pokok terlalu
banyak akan membuang-buang waktu sehingga tidak
akan mencapai kompetensi dasar yang beikutnya.
Materi-materi tersebut disusun dengan sebaik mungkin
untuk mencapi kompetensi dasar.
Kegiatan 1. Melibatkan kegiatan berpikir Pada kegiatan pembelajaran, silabus yang disusun guru
Pembelajaran tingkat tinggi berguna untuk memberikan pengalaman belajar yang
2. Mendorong siswa berinteraksi melibatkan keaktifan peserta didik secara mental
maupun fisik. Selain itu, silabus juga sudah
3. Mendorong kegiatan bergerak
diaplikasikan dengan melibatkan kegiatan berpikir,
secara fisik
mendorong siswa berinteraksi ataupun mendorong
4. Menggunakan metode
siswa untuk bergerak secara fisik. Guru juga sudah
pembelajaran yang bervariasi
menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi,
5. Menggunakan media yang
30
relevan dan menarik media yang menarik dan menggunakan pola kegiatan
Penilaian 1. Penilaian dilakukan berdasarkan Pada silabus yang ada, penilaian tidak dicantumkan.
indikator dan disesuaikan dengan Sehingga tidak diketahui kapan penilaian dilaksanakan
pengalaman belajar dan berapa kali penilaian di lakukan. Selain itu, jugaa
2. Penilaian dilakukan dengan tidak diketahui jenis tes apa yang harus dilakukan oleh
Alokasi waktu 1. Alokasi yang dicantumkan di Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar
dalam silabus merupakan didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi
31
perkiraan waktu yang dibutuhkan waktu per mata pelajaran dengan mempertimbangkan
oleh rata-rata peserta didik untuk tingkat kesulitan kompetensi dasar tertentu.Alokasi
menguasai kompetensi dasar yang waktu yang tercantum pada silabus, hanya merupakan
telah ditentukan jumlah jam pelajaran pada setiap minggunya. Pada
2. Alokasi waktu sesuai dengan silabus tidak terdapat alokasi waktu yang dibutuhkan
Sumber Belajar 1. Adanya bahan berupa media Sumber belajar adalah sebuah objek atau bahan yang
cetak atau elektronik, narasumber, dimanfaatkan guru untuk kegiatan pembelajaran.
serta lingkungan fisik, alam, Sumber belajar bisa berupa media cetak, media
sosial, skonomi dan budaya yang elektronik, narasumber maupun lingkungan. Ada
menjadi rujukan, objek atau bahan beberapa media untuk menunjang kegiatan
yang digunakan dan dimanfaatkan pembelajaran disekolah seperti koran, power point,
selama proses pembelajaran ataupun lingkungan sekitar. Guru sudah membuat
2. Sesuai dengan materi berbagai macam media tersebut agar peserta didik tidak
No Kesesuaian antarkomponen
RPP
Aspek yang Deskripsi
Tidak Kurang Sesuai
Dianalisis
sesuai sesuai
1. Kesesuaian Pada RPP yang ada, KI, KD, Indikator, dan Tujuan Pembelajaran sudah sesuai.
antara KI, KD, Kompetensi Inti pada RPP yang ada sudah menggambarkan penguasaan
Indikator, dan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan pada setiap semester di suatu
Tujuan mata pelajaran. Kompetensi Dasarnya juga sudah sesuai dengan jumlah kemampuan
Pembelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Indikator Pencapaian Kompetensi juga sudah
sesuai karena sudah menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang
dirumuskan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamatai dan diukur
sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Selain itu, Tujuan
Pembelajaran yang dicantumkan sudah menggambarkan proses dan hasil belajar
yang ingin dicapai oleh peserta didik.
2. Keseusaian Strategi atau model pembelajaran yang digunakan guru sudah sesuai dengan
antara karakter peserta didik. Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang
34
strategi/model dibuat oleh guru yang tergambar dari awal hingga akhir. Strategi atau model
pembelajaran pembelajaran sendiri dalam praktiknya belum menciptakan kondisi pembelajaran
yang kondusif.
3. Kesesuaian Materi yang terdapat pada RPP sudah sesuai dengan indikator. Materi pelajaran
antara uraian sudah dikuasai peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran..
materi dengan
indikator
RPP yang ada sudah sesuai dengan susunan yang benar, lengkap, dan sistematis.
Guru telah berhasil karena proses pembelajaran yang telah direncanakan dengan
baik berjalan dengan efektif dan efisien. Didalam RPP sudah terdapat tindakan
yang dilakukan oleh guru untuk mencapai ketuntasan kompetensi serta tindakan
selanjutnya setelah pertemuan selesai. Di dalam RPP tersebut sudah mengacu
pada kompetensi dan kemampuan dasar yang harus dikuasai peserta didik. Guru
juga sudah menggunakan berbagai pendekatan yang sesuai dengan permasalahan
hidup sehari- hari. Selain itu, materi yang diberikan juga dari materi yang
termudah hingga tersulit. Guru juga telah mendorong aktif peserta didik,
mendorong motivasi, kretivitas, kemandirian, dan semangat belajar peserta didik.
36
SILABUS
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
prosedur dengan
organisasi yang tepat
secara lisan dan tulis
3.6 Menganalisis isi, struktur, Teks ceramah: - Menggali isi, struktur, kebahasaan 2 JP
dan kebahasaan dalam dalam ceramah.
- Isi;
ceramah - Menyusun kembali teks ceramah
- Struktur;
4.6 Mengkonstruksi ceramah dengan memerhatikan isi, tujuan, 4 JP
- Kebahasaan; dan
tentang permasalahan kebahasaan, tema, dan struktur.
- Teknik orasi ceramah.
aktual dengan - Menyampaikan teks ceramah yang
41
A. Tujuan Pembelajaran
- Melalui teks cerita pendek peserta didik dapat menentukan enam unsur
yang terkandung dalam cerita pendek dari contoh yang diberikan.
- Melalui diskusi kelompok, peserta didik dapat menentukan lima
struktur dan kaidah kebahasaan yang terkandung dalam cerita pendek
dari contoh yang diberikan secara keseluruhan.
- Melalui pengamatan lingkungan sekolah, peserta didik dapat
menyusun isi cerita pendek sesuai dengan unsur dan struktur yang
benar.
- Melalui pengamatan lingkungan sekolah, peserta didik dapat
menyunting isi cerita pendek sesuai dengan unsur dan struktur yang
benar
C. Materi Pembelajaran
1. Materi Reguler
a. Pengetahuan
1) Pengetahuan Faktual: contoh teks cerita pendek
2) Pengetahuan Konseptual: pengertian, struktur, dan unsur
pembangun cerpen
3) Pengetahuan Prosedural: tahapan menyusun teks cerita pendek
berdasarkan struktur dan unsur kebahasaan cerita pendek
b. Keterampilan
1) Abstrak : Penulisan dan penyuntingan teks cerita pendek.
2. Materi Remidial
a. Langkah-langkah langkah penulisan
b. Menulis cerita pendek bebas
3. Materi pengayaan
F. Sumber Pembelajaran
- Mulyadi, Yadi. 2017. Buku Teks Pendamping “Bahasa Indonesia”, Kelas
XI untuk SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya.
Apersepsi
Guru memberikan permainan yang berkaitan
dengan pembelajaran.
Motivasi
Guru memberikan informasi mengenai fungsi
pembelajaran dan kaitannya dengan konteks
kehidupan
Pemberian acuan
47
INTI 60 menit
- Peserta didik membaca teks cerita
pendek yang berjudul “ Ibu Apa Aku
Anugerah Untukmu?” dari teks yang
dibagikan (Critical Thinking, literaasi
baca tulis)
Tanggung
- Peserta didik membentuk kelompok jawab
yang terdiri dari 4-5 orang
(callaboration)
- Peserta didik berdiskusi dalam
kelompok untuk menentukan unsur
pembangun dan struktur cerita pendek
yang berjudul “Ibu Apa Aku
Anugerah Untukmu?”
Apersepsi
Guru menanyakan materi pertemuan
sebelumnya.
Motivasi
50
Pemberian acuan
Guru menyampaikan apa saja yang akan
dipelajari dalam pembelajaran.
INTI 70 menit
- Peserta didik mendapatkan satu
teks cerita pendek lengkap
dengan struktur-strukturnya.
(critical thinking)
- Peserta didik membaca sekilas
tentang unsur, struktur dan
kebahasaan
2. A √ √ - √ B
n
d
i
3. B - √ √ - C
i
m
b
i
4. B - √ - - K
o
n
a
Keterangan:
Indikator 1 : Menggunakan bahasa Indonesia yang baik selama dalam
pembelajaran, baik lisan maupun tulis
53
Indikator 2 : Jujur dalam mengemuka-kan pendapat, baik lisan maupun
tulis
Indikator 3 : Disiplin mengikuti langkah yang diberikan guru dalam
menjawab dan mengerjakan tugas
Indikator 4 : Tanggung jawab menyelesaikan tugas tepat waktu
sangat baik : SB
baik :B
cukup :C
kurang :K
2. Penilaian Pengetahuan
- Teknik : Tes tertulis
- Bentuk : uraian
1. Jelaskan unsur-unsur pembangun cerita pendek!
2. Jelaskan struktur pembangun cerita pendek!
3. Bagaimanakah kaidah-kaidah kebahasaan dalam cerita pendek?
- Kunci :
1. Cerita pendek atau cerpen merupakan jenis karya sastra yang
dikisahkan dalam bentuk tulisan yang berwujud cerita secara pendek,
jelas, dan ringkas serta hanya terfokus pada satu konflik suatu
permasalahan.
Unsur-unsur pembangun:
- Tokoh adalah orang yang melakukan perbuatan dan
mengalami peristiwa, sedangkan penokohan/karakter lebih
mengacu pada pandangan, sifat, sikap, dan emosi yang
dimiliki oleh tokoh dalam karya rekaan tersebut.
- Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin
dengan saksama yang menggerakkan jalan cerita melalui
54
kerumitan ke arah klimaks dan penyelesaian untuk mencapai
efek tertentu.
- Latar merupakan keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
- Sudut pandang merupakan strategi, teknik, atau siasat yang
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan
ceritanya.
- Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita.
- Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya.
2. Struktur cerpen terdiri atas pengenalan situasi cerita, pengungkapan
peristiwa, menuju adanya konflik, puncak konflik, dan
penyelesaian.
- Pengenalan situasi cerita (orientasi), berisi perkenalan setting
cerita, baik waktu, tempat, maupun suasana.
- Pengungkapan peristiwa (komplikasi), menyajikan peristiwa
awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, atau
kesukaran bagi tokohnya.
- Menuju adanya konflik (rising action), memuat peningkatan
perhatian kegembiraan, kehebohan ataupun keterlibatan
berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran
tokoh.
- Puncak konflik (turning point), disebut juga klimaks.
- Penyelesaian (koda), menyajikan penjelasan tentang nasib
yang dialami tokoh setelah mengawal peristiwa puncak
tersebut.
3. Kaidah kebahasaan:
- Menggunakan pernyataan retorik
- Menggunakan proses material
55
- Menggunakan konjungsi temporal
- Menggunakan diksi
- Menggunakan gaya bahasa efektif
- Menggunakan kaimat yang efektif
PEDOMAN PENSKORAN
PEDOMAN PENILAIAN:
Skor = Jumlah perolehan angka seluruh aspek
Nilai = Skor yang diperoleh x 100
3
3. Remedial
1. Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan
perorangan
2. Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang
KDnya belum tuntas.
57
3. Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui remedial
teaching atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri dengan tes.
4. Tes remedial dilakukan sebanyak 3 kali dan apabila setelah 3
kali tes remedial belum mencapai ketuntasan, maka remedial
dilakukan dalam bentuk tugas tanpa tes tertulis kembali.
4. Pengayaan
Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan
pembelajaran pengayaan sebagai berikut :
Peserta didik yang mencapai nilai n(ketuntasan) < n <
n(maksimum) diberikan materi masih dalam cakupan KD
dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan.
Peserta yang mencapai nilai n>n(maksimum) diberikan
materi melebihi cakupan KD dengan pendalaman sebagai
pengetahuan tambahan.
b. Pertemuan kedua
1. Penilaian Sikap
- Teknik : Pengamatan sikap
- Bentuk : Observasi
- Instrumen:
Keterangan:
2. Penilaian Pengetahuan
Teknik : Tes tertulis
Bentuk : uraian
Instrumen
Soal:
59
Dari cerita pendek dibawah ini, analisislah struktur cerita
pendek!
Kunci
60
- Abstraksi: Kesedihan masih mendera diriku. Setelah ditinggal pergi
pendamping hidupku, kini anakku satu-satunya juga telah tiada.
Hujan air mata tentu saja menetes di sini; di mataku.
- Orientasi: latar suasana: sedih, latar waktu: kini, serta 40 hari setelah
si pendamping hidup wafat dan 7 hari setelah sang anak wafat.
- Komplikasi: sang tokoh sedih karena ditinggal mati sang anak
padahal sebelumnya telah ditinggal pendamping hidupnya, sang
tokoh mulai menghilangkan rasa sedihnya dengan terus menjalani
hidup dan menyibukkan diri, dan sang tokoh pun memutuskan untuk
tetap bertahan hidup dan tidak mencari pendamping hidup yang
baru.
- Evaluasi: pengenalan konflik sudah ada sejak di paragraf awal, yakni
saat sang tokoh kehilangan anak tercintanya, padahal sebelumnya dia
telah ditinggalkan sang pendamping hidup. Alur cerita semakin
berlanjut, dan si tokoh ini pun mulai mencoba lebih tegar dalam
menjalani hidup dan kedukaan yang dia rasakan. Di akhir cerita, si
tokoh pun menentukan sikap hidupnya terhadap apa yang dia alami.
- Resolusi: si tokoh memutuskan untuk menjalani hidupnya dan mulai
menyibukkan diri dengan bekerja sebagai layouter. Selain itu, si
tokoh memutuskan untuk tidak mencari pendamping hidup lagi. Hal
ini bisa dilihat pada kalimat-kalimat yang ada di paragraf akhir.
- Koda: pesan yang hendak disampaikan pada cerpen tersebut adalah
bahwa kita harus tetap tegar dalam mejalani hidup meski ditimpa
kesedihan yang mendalam. Selain itu, cerpen di atas juga
mengajarkan kita untuk tidak menyalahkan Tuhan saat terpuruk, dan
tetap setia kepada pasangan hidup kita.
PEDOMAN PENSKORAN
61
PEDOMAN PENILAIAN
Skor = Jumlah perolehan angka seluruh aspek
Nilai = Skor yang diperoleh x 100
6
3. Penilaian Keterampilan
- Teknik : Unjuk kerja/kinerja/praktik
- Bentuk : Uraian
- Instrumen
4. Remedial
Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan
perorangan
Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang
KDnya belum tuntas.
Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui
remedial teaching atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri
dengan tes.
Tes remedial dilakukan sebanyak 3 kali dan apabila setelah 3
kali tes remedial belum mencapai ketuntasan, maka remedial
dilakukan dalam bentuk tugas tanpa tes tertulis kembali.
5. Pengayaan
I. Lampiran
1. Uraian Materi
PENGERTIAN CERPEN
Cerpen merupakan jenis karya sastra yang dikisahkan dalam
bentuk tulisan yang berwujud cerita pendek, jelas, dan ringkas.
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang berasal dari cerpen itu
sendiri. Berikut macam-macam unsur intrinsik:
1. Tema, adalah gagasan pokok atau makna keseluruhan yang didukung
cerita.
64
2. Penokohan, adalah pemberian sifat pada tokoh yang ada dalam cerita. Ada
dua metode dalam mengidentifikasi watak dari seorang tokoh yaitu dengan
metode analitik (secara langsung) dan metode dramatik (secara tidak
langsung).
3. Alur, adalah rangkaian peristiwa yang menggerakan jalan cerita.
Ada 3 alur yang kita kenal yaitu alur maju, mundur dan campuran.
4. Setting atau Latar, adalah keterangan mengenai tempat, waktu dan suasana
yang digambarkan dalam sebuah cerita.
5. Sudut Pandang, adalah posisi pengarang dalam cerita.
6. Gaya Bahasa, adalah cara khas dalam mengungkapkan sebuah kata atau
kalimat dalam cerita supaya lebih indah dan bermakna.
7. Amanat, adalah pesan yang bisa dipetik dari cerita tersebut.
- Majas
Majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau seseorang
yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan
perasaan dan buah pikiran yang terpendam di dalam jiwanya.
Beberapa majas yang sering digunakan:
- Majas Litotes: pengungkapan yang bertujuan merendahkan
diri.
Contoh: Mampirlah ke gubuk kami (Padahal rumahnya
besar dan mewah )
- Majas Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan
kenyataan.
Contoh: Kita berjuang sampai titik darah penghabisan
- Majas Personifikasi: mengumpamakan benda mati sebagai
makhluk hidup
Contoh: Hujan itu menari-nari di atas genting
- Majas Simile : pengungkapan dengan perbandingan
eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan
67
penghubung, seperti layaknya, bagaikan, ” umpama”,
“ibarat”,”bak”, bagai”.Contoh: Kau umpama air aku bagai
minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta
berkorban apa saja.
- Majas Metafora: pengungkapan yang membandingkan
suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat
yang sama atau hampir sama.
Contoh: cuaca mendung karena sang raja siang enggan
menampakkan diri.
PERIBAHASA
Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang menyatakan suatu
maksud, keadaan seseorang, atau hal yang mengungkapkan kelakuan,
perbuatan atau hal mengenai diri seseorang. Contoh :
1. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Kalah ataupun menang sama-
sama menderita.
2. Bagaikan abu di atas tanggul. Orang yang sedang berada pada
kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.
3. Ada padang ada belalang, ada air ada pula ikan. Di mana pun
berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.
68
4. Adat pasang turun naik. Kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi,
semua senantiasa silih berganti.
5. Air beriak tanda tak dalam. Orang yang banyak bicara biasanya tak
banyak ilmunya.
CERITA PENDEK
CONTOH CERPEN
DUA WAJAH IBU
Guntur Alam
Perempuan tua itu mendongakkan wajah begitu mendengar
desingan tajam di atas ubun-ubunnya. Di langit petang yang temaram, ia
melihat lampu kuning, hijau, dan merah mengerjap-ngerjap pada ujung-
ujung sayap pesawat terbang.
Deru burung besi itu kian nyaring begitu melewati tempatnya
berjongkok. Ia menghentikan gerakan tangannya. Menggiring burung itu
lenyap dari mata lamurnya. Lalu, tangannya kembali menggumuli cucian
pakaian yang tak kunjung habis itu. Beberapa detik sekali, tangan
keriputnya berhenti, lalu ia menampari pipi dan kaki. Nyamuk di belantara
beton ternyata lebih ganas ketimbang nyamuk-nyamuk rimba yang saban
pagi menyetubuhi kulitnya saat menyadap karet nun jauh di pedalaman
Sumatera-Selatan sana: Tanah Abang.
Ia menarik napas, melegakan dada ringkihnya yang terasa kian
menyempit. Kicauan televisi tetangga menenggelamkan helaan napasnya.
Suara musik, iklan, dan segala hal. Perempuan itu kembali menghela
napas. Lalu, bangkit dari jongkoknya, menekan tuas sumur pompa. Irama
air mengalir dalam ritme yang kacau. Kadang besar, kadang kecil, seiring
69
tenaganya yang timbul-tenggelam. Air keruh memenuhi bak plastik,
menindih-nindih pakaian yang bergelut busa deterjen. Bau karet tercium
menyengat begitu air itu jatuh seperti terjun.
Ia adalah Mak Inang. Belum genap satu purnama perempuan tua
itu terdampar di rimba Jakarta, di antara semak-belukar rumah kontrakan
yang berdesak-desakan macam jamur kuping yang mengembang bila
musim hujan di kebun karetnya. Hidungnya pun belum akrab dengan bau
bacin selokan berair hitam kental yang mengalir di belakang kontrakan
berdinding triplek anak lanangnya. Bahkan, Mak Inang masih sering
terkaget-kaget bila tikus-tikus got Jakarta yang bertubuh hitam-besar lagi
gemuk melebihi kucing betinanya di kampung, tiba-tiba berlarian di depan
matanya.
Sesungguhnya, ia pun masih tak percaya bila terjaga dari lelapnya
yang tak pernah pulas, kalau akhirnya ia menjejakkan kaki di ibu kota
Jakarta yang kerap diceritakan orang-orang di kampungnya. Suatu tempat
yang sangat asing, aneh, dan begitu menakjubkan dalam cerita Mak Rifah,
Mak Sangkut, dan beberapa perempuan kampung karibnya, lepas
perempuan-perempuan itu mengunjungi anak bujang atau pun gadis
mereka. Sesuatu yang terdengar seperti surganya dunia. Serba mewah,
serba manis, serba tak bisa ia bayangkan.
”Kesinilah, Mak. Tengoklah anak lanangku, cucu bujang Emak.
Parasnya rupawan mirip almarhum Ebak,” itulah suara Jamal kepadanya
beberapa pekan silam. Suara anak lanangnya yang kemerosok seperti radio
tua, ia pun melipat kening saat mengetahui suara itu berasal dari benda
aneh di genggamannya.
”Dengan siapa Mak ke situ?” lontarnya. Ada keinginan yang
menyeruak seketika di dada Mak Inang. Keinginan yang sejatinya sudah
lama terpendam. Telah lama ia ingin melihat Jakarta. Ibu kota yang telah
dikunjungi karib-karibnya. Tapi, ia selalu tak punya alasan ke sana, walau
70
anak lanangnya, yang cuma satu-satunya ia miliki selain dua gadisnya
yang telah diboyong suami mereka di kampung sebelah, merantau ke kota
itu. Belum pernah Jamal menawarinya ke sana. Tak heran, ketika petang
itu Jamal memintanya datang, ia lekas-lekas menanggapinya.
”Tanyai Kurti, Mak. Kapan ia balik? Masalah ongkos, Mak pakai
duit Emak dululah. Nanti, bila aku sudah gajian, Emak kuongkosi pulang
dan kukembalikan ongkos Emak ke sini,” itulah janji anak lanangnya
sebelum mengakhiri pembicaraan. Suara kemerosok seperti radio tua itu
terputus.
Mak Inang kembali menghela napas saat ingat percakapan lewat
hape dengan anak lanangnya itu. Beberapa pekan sebelum ia merasa telah
tersesat di rimba Jakarta, di semak-belukar kontrakan yang bergot bau
menyengat. Ia melepas tuas pompa, air berhenti mengalir. Tangannya
menjangkau cucian, membilasnya.
Kota yang panas. Itulah kesan pertama Mak Inang saat mata
lamurnya menggerayangi terminal bus Kampung Rambutan. Sedetik
kemudian, ia menambahkan kesan pertamanya itu: Kota bacin dan berbau
pesing. Hidung tuanya demikian menderita ketika membaui bau tak sedap
itu. Hatinya bertanya-tanya heran melihat Kurti demikian menikmati bau
itu. Hidung pesek gadis berkulit sawo matang itu tetap saja mengembang-
embang, seolah-olah bau yang membuat perut Mak Inang mual itu tercium
melati.
Belum jua hilang rasa penat dan pusing di kepala Mak Inang,
apalagi rasa pedas di bokongnya, karena duduk sehari-semalam di bus reot
yang berjalan macam keong, beberapa orang telah berebut mengerubungi
dirinya dan Kurti, macam lalat, berdengung-dengung. Mak Inang memijit
keningnya. Cupingnya pun ikut pening dengan orang-orang yang berbicara
tak jelas pada Kurti, gadis itu diam tak menggubris, hanya menyeret Mak
Inang pergi.
71
Mak Inang kembali memeras beberapa popok yang ia cuci,
sekaligus. Telapak kaki kanannya yang kapalan cepat-cepat menampari
betis kirinya begitu beberapa nyamuk membabi-buta di kulit keringnya. Ia
menghempaskan popok yang sudah diperasnya itu ke dalam ember plastik.
Jemari tangannya menggaruk-garuk betis kirinya. Bentol-bentol sebesar
biji petai berderet-deret di kulit keringnya. Ia menggeram. Hatinya
menyumpah-serapah kepada binatang laknat tak tahu diri itu.
Dua-tiga hari pertama, Mak Inang cukup senang berada di rumah
berdinding batu setengah triplek Jamal. Rasa senangnya itu bersumber dari
cucu bujangnya yang masih merah itu. Walau, sesungguhnya Mak Inang
terkaget-kaget saat Kurti mengantarnya ke rumah Jamal. Semua di luar
otak tuanya. Dalam benaknya yang mulai ringkih, Jamal berada di rumah-
rumah beton yang diceritakan Mak Sangkut, bukan di rumah kecil
sepengap ini. Keterkejutannya kian bertambah saat perutnya melilit di
subuh buta. Hanya ada satu kakus untuk berderet-deret kontrakan itu. Itu
pun baunya sangat memualkan. Hampir saja Mak Inang tak mampu
menahannya.
”Mak hendak pulang, Mal. Sudah seminggu, nanti pisang Emak
ditebang orang, karet pun sayang tak disadap,” lontar Mak Inang di pagi
yang tak bisa ia tahan lagi. Ia benar-benar tak ingin berlama-lama di ibu
kota yang sungguh aneh baginya. Sesungguhnya, Mak Inang pun aneh
dengan orang-orang yang saban hari, saban minggu, saban bulan, dan
saban tahun datang mengadu nasib ke kota ini. Apa yang mereka cari di
rimba bernyamuk ganas, berbau bacin, bertikus besar melebihi kucing ini?
Mak Inang tak bisa menghabiskan pikiran itu pada sebuah jawaban.
”Akhir bulanlah, Mak. Aku gajian saban akhir bulan, sekarang
tengah bulan. Tak bisa. Pabrik juga tengah banyak order, belum bisa aku
kawani Mak jalan-jalan mutar Jakarta,” ujar Jamal sembari menyeruput
kopi hitam dan mengunyah rebusan singkong. Singkong yang Mak Inang
72
bawa seminggu silam. Mak Inang tak bersuara. Hatinya terasa terperas
dengan rasa yang kian membuatnya tak nyaman.
”Kurti libur hari ini, Mak. Katanya tengah tak ada lembur di
pabriknya. Nanti kuminta ia mengawani Mak jalan-jalan. Ke mal, ke
rumah anak Wak Sangkut dan Wak Rifah,” terdengar suara Mai,
menantunya, dari arah dapur yang pengap.
Mak Inang mengukir senyum semringah mendengar itu. Rasa tak
nyaman yang menggiring keinginannya untuk pulang mendadak menguap.
Kembali cerita Mak Rifah dan Mak Sangkut tentang Jakarta mengelindap.
Gegas sekali perempuan tua itu menyalin baju dan menggedor-gedor pintu
kontrakan Kurti. Gadis itu membuka pintu dengan mata merah-sembab,
muka awut-awutan dengan rambut yang kusut-masai. Mak Inang tak
peduli mata mengantuk Kurti, ia menggiring gadis itu untuk lekas mandi
dan menemaninya keliling Jakarta, melihat rupa wajah ibu kota yang
selama ini hanya ada dalam cerita karib sebaya dan pikirannya saja.
Serupa kali pertama Kurti mengantarnya ke muka kontrakan anak
lanangnya, seperti itulah keterkejutan Mak Inang saat menjejakkan kaki di
kontrakan anak Mak Sangkut dan Mak Rifah. Tak jauh berupa, tak ada
berbeda. Kontrakan anak karib-karibnya itu pun sama-sama pengap dan
panas. Hal yang membuat Mak Inang meremangkan kuduknya, gundukan
sampah berlalat hijau dengan dengungan keras, bau menyengat, tertumpuk
hanya beberapa puluh meter saja. Kepala Mak Inang berdenyut-denyut
melihat itu. Lebih-lebih saat menghempaskan pantatnya di lantai semen
anaknya Mak Sangkut. Allahurobbi, alangkah banyak cucu Mak Sangkut,
menyempal macam rayap. Berteriak, menangis, merengek minta jajan, dan
tingkah pola yang membuat Mak Inang hendak mati rasa. Hanya setengah
jam Mak Inang dan Kurti di rumah itu, berselang-seling cucunya Mak
Sangkut itu menangis.
73
Kebingungan Mak Inang pada orang-orang yang saban waktu
datang ke Jakarta untuk mengadu nasib kian besar saja. Apa hal yang
membuat mereka tergoda ke kota bacin lagi pesing ini? Segala apa yang ia
lihat satu-dua pekan ini, tak ada yang membuat hatinya mengembang
penuh bunga. Lebih elok tinggal di kampung, menggarap huma, membajak
sawah, mengalirkan getah-getah karet dari pokoknya, batin Mak Inang.
Tangan Mak Inang kembali menekan-nekan tuas pompa, air keruh
dengan bau karet yang menyengat kembali berjatuhan ke dalam bak
plastik. Kadang besar, kadang kecil, seiring dengan tenaganya yang timbul
tenggelam. Lagi, Mak Inang membilas cucian pakaian cucu, menantu,
anak lanang, dan dirinya sendiri. Mendadak Mak Inang telah merasa
dirinya serupa babu. Di petang temaram bernyamuk ganas, ia masih
berkubang dengan cucian. Di kampung, waktu-waktu serupa ini, ia telah
bertelekung dan gegas membawa kakinya ke mushola, mendahului
muadzin yang sebentar lagi mengumandangkan adzan.
Lampu benderang. Serentak. Seperti telah berkongsi sebelumnya.
Berkelip-kelip macam kunang-kunang di malam kelam. Lagi, terdengar
suara desingan tajam di atas ubun-ubun Mak Inang. Ia pun kembali
mendongakkan wajah, mata lamurnya melihat lampu merah, kuning, hijau
berkelip-kelip di langit temaram. Nyamuk-nyamuk pun kian ganas dan
membabi-buta menyerang kulit keringnya.
Wajah Mak Inang kian mengelap, hatinya menghitung-hitung
angka di almanak dalam benak. Berapa hari lagi menuju akhir bulan?
Rasa-rasanya, telah seabad Mak Inang melihat muka Jakarta yang di luar
dugaannya. Benak Mak Inang pun hendak bertanya: Mengapa kau tak
pulang saja, Mal? Ajak anak-binimu di kampung saja. Bersama Emak,
menyadap karet, dan merawat limas. Tapi, mulut Mak Inang terkunci
rapat.
74
Malam di langit ibu kota merangkak bersama muka Mak Inang
yang terkesiap karena seekor tikus got hitam besar mendadak berlari di
depannya. Keterkejutan Mak Inang disudahi suara adzan dari televisi.
Perempuan itu kembali menekan tuas sumur pompa, air mengalir, jatuh ke
dalam ember plastik. Ia membasuh muka tuanya dengan wudhu.
Bersamaan dengan itu, mendadak gerimis turun, seolah ibu kota pun
hendak mencuci muka kotornya dengan wudhu bersama Mak Inang. Muka
tua yang telah keriput, mengkerut, dan carut-marut.
2. Media Pembelajaran
3. LKS
4. Instrumen Penilaian
Observasi yang saya amati sudah berjalan dengan baik sudah sesuai dengan RPP
yang dirancang. Peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.
Tetapi yang sangat disayangkan, peserta didik lebih terfokus pada alat
komunikasinya tidak dengan guru yang sedang menjelaskan di depan. Guru juga
menggunakan media cetak seperti LKS Bahasa Indonesia. Sedangkan alat
pembelajaran yang digunakan yaitu spidol dan papan tulis. Guru sudah mampu
87
memilih metode yang efisien dan efektif sehingga tujuan pembelajaran berjalan
dengan optimal.
A. Kompetensi Inti
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
88
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif,
dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
C. Tujuan Pembelajaran
89
- Melalui teks cerita pendek peserta didik dapat menentukan enam unsur
yang terkandung dalam cerita pendek dari contoh yang diberikan.
- Melalui diskusi kelompok, peserta didik dapat menentukan lima
struktur dan kaidah kebahasaan yang terkandung dalam cerita pendek
dari contoh yang diberikan secara keseluruhan.
- Melalui pengamatan lingkungan sekolah, peserta didik dapat
menyusun isi cerita pendek sesuai dengan unsur dan struktur yang
benar.
- Melalui pengamatan lingkungan sekolah, peserta didik dapat
menyunting isi cerita pendek sesuai dengan unsur dan struktur yang
benar
D. Materi Pembelajaran
1. Materi Reguler
a. Pengetahuan
- Pengetahuan Faktual: contoh teks cerita pendek
- Pengetahuan Konseptual: pengertian, struktur, dan unsur pembangun
cerpen
- Pengetahuan Prosedural: tahapan menyusun teks cerita pendek
berdasarkan struktur dan unsur kebahasaan cerita pendek
b. Keterampilan
Abstrak : Penulisan dan penyuntingan teks cerita pendek.
c. Materi Remidial
- Langkah-langkah langkah penulisan
- Menulis cerita pendek bebas
d. Materi pengayaan
E. Pendekatan, Model, Metode, dan Teknik Pembelajaran
- Pendekatan : saintifik
- Metode : diskusi, penugasan
- Model : Problem Based Learning
90
F. Media dan Alat/ Bahan
a. Alat dan Bahan: teks cerita pendek
b. Media :
G. Sumber Pembelajaran
- Mulyadi, Yadi. 2017. Buku Teks Pendamping “Bahasa Indonesia”, Kelas
XI untuk SMA/MA/SMK. Bandung: Yrama Widya.
P Disiplin 10 menit
Orientasi
E
M - Memberi salam dan berdoa sebelum
B pembelajaran dimulai
U - Mengkondisikan suasana
K pembelajaran yang menyenangkan
A - Peserta didik memimpin doa
sebelum pelajaran dimulai.
- Guru mempresensi peserta didik
Apersepsi
Guru memberikan permainan yang berkaitan
dengan pembelajaran.
Motivasi
Guru memberikan informasi mengenai
fungsi pembelajaran dan kaitannya dengan
konteks kehidupan
91
Pemberian acuan
Guru menyampaikan apa saja yang akan
dipelajari dalam pembelajaran.
I 60 menit
N - Peserta didik membaca teks cerita
T pendek yang berjudul “ Ibu Apa
I Aku Anugerah Untukmu?” dari
teks yang dibagikan (Critical
Thinking, literaasi baca tulis)
Tanggung
- Peserta didik membentuk kelompok jawab
yang terdiri dari 4-5 orang
(callaboration)
- Peserta didik berdiskusi dalam
kelompok untuk menentukan unsur
pembangun dan struktur cerita
pendek yang berjudul “Ibu Apa
Aku Anugerah Untukmu?”
P Disiplin 10 menit
Orientasi
E
M - Memberi salam dan berdoa
B sebelum pembelajaran dimulai
U - Mengkondisikan suasana
K pembelajaran yang
A menyenangkan
- Siswa memimpin doa sebelum
94
pelajaran dimulai.
- Guru mempresensi siswa
Apersepsi
Guru menanyakan materi pertemuan
sebelumnya.
Motivasi
Guru memberikan informasi mengenai
fungsi pembelajaran dan kaitannya
dengan konteks kehidupan.
Pemberian acuan
Guru menyampaikan apa saja yang akan
dipelajari dalam pembelajaran.
70 menit
- Peserta didik mendapatkan satu
teks cerita pendek lengkap
dengan struktur-strukturnya.
(critical thinking)
I - Peserta didik membaca sekilas
N tentang unsur, struktur dan
T kebahasaan
I
- Peserta didik menanya tentang
tahapan-tahapan menulis cerita
pendek. (communication)
Penilaian Sikap
Penilaian Pengetahuan
PEDOMAN PENSKORAN
PEDOMAN PENILAIAN:
Skor = Jumlah perolehan angka seluruh aspek
Nilai = Skor yang diperoleh x 100
3
Remedial
100
- Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan
perorangan
- Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang
KDnya belum tuntas.
- Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui
remedial teaching atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri
dengan tes.
- Tes remedial dilakukan sebanyak 3 kali dan apabila setelah 3
kali tes remedial belum mencapai ketuntasan, maka remedial
dilakukan dalam bentuk tugas tanpa tes tertulis kembali.
Pengayaan
Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan pembelajaran
pengayaan sebagai berikut :
Pertemuan kedua
Penilaian Sikap
Penilaian Pengetahuan
101
- Teknik : Tes tertulis
- Bentuk : uraian
- Instrumen
Soal:
Dari cerita pendek dibawah ini, analisislah struktur cerita
pendek!
Kunci
- Abstraksi: Kesedihan masih mendera diriku. Setelah ditinggal
pergi pendamping hidupku, kini anakku satu-satunya juga
telah tiada. Hujan air mata tentu saja menetes di sini; di
mataku.
- Orientasi: latar suasana: sedih, latar waktu: kini, serta 40 hari
setelah si pendamping hidup wafat dan 7 hari setelah sang
anak wafat.
- Komplikasi: sang tokoh sedih karena ditinggal mati sang anak
padahal sebelumnya telah ditinggal pendamping hidupnya,
sang tokoh mulai menghilangkan rasa sedihnya dengan terus
menjalani hidup dan menyibukkan diri, dan sang tokoh pun
memutuskan untuk tetap bertahan hidup dan tidak mencari
pendamping hidup yang baru.
- Evaluasi: pengenalan konflik sudah ada sejak di paragraf
awal, yakni saat sang tokoh kehilangan anak tercintanya,
padahal sebelumnya dia telah ditinggalkan sang pendamping
hidup. Alur cerita semakin berlanjut, dan si tokoh ini pun
mulai mencoba lebih tegar dalam menjalani hidup dan
kedukaan yang dia rasakan. Di akhir cerita, si tokoh pun
menentukan sikap hidupnya terhadap apa yang dia alami.
- Resolusi: si tokoh memutuskan untuk menjalani hidupnya dan
mulai menyibukkan diri dengan bekerja sebagai layouter.
Selain itu, si tokoh memutuskan untuk tidak mencari
103
pendamping hidup lagi. Hal ini bisa dilihat pada kalimat-
kalimat yang ada di paragraf akhir.
- Koda: pesan yang hendak disampaikan pada cerpen tersebut
adalah bahwa kita harus tetap tegar dalam mejalani hidup
meski ditimpa kesedihan yang mendalam. Selain itu, cerpen di
atas juga mengajarkan kita untuk tidak menyalahkan Tuhan
saat terpuruk, dan tetap setia kepada pasangan hidup kita.
PEDOMAN PENSKORAN
PEDOMAN PENILAIAN
Skor = Jumlah perolehan angka seluruh aspek
Nilai = Skor yang diperoleh x 100
6
Penilaian Keterampilan
1. Remedial
1. Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan
perorangan
2. Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang
KDnya belum tuntas.
3. Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui remedial
teaching atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri dengan tes.
4. Tes remedial dilakukan sebanyak 3 kali dan apabila setelah 3
kali tes remedial belum mencapai ketuntasan, maka remedial
dilakukan dalam bentuk tugas tanpa tes tertulis kembali.
Pengayaan
J. Lampiran
- Uraian Materi
PENGERTIAN CERPEN
Cerpen merupakan jenis karya sastra yang dikisahkan dalam
bentuk tulisan yang berwujud cerita pendek, jelas, dan ringkas.
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang berasal dari cerpen itu
sendiri. Berikut macam-macam unsur intrinsik:
Ada 3 alur yang kita kenal yaitu alur maju, mundur dan campuran.
- Majas
Majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau seseorang
yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan
perasaan dan buah pikiran yang terpendam di dalam jiwanya.
PERIBAHASA
Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang menyatakan suatu
maksud, keadaan seseorang, atau hal yang mengungkapkan kelakuan,
perbuatan atau hal mengenai diri seseorang. Contoh :
1. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Kalah ataupun menang sama-
sama menderita.
2. Bagaikan abu di atas tanggul. Orang yang sedang berada pada
kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.
111
3. Ada padang ada belalang, ada air ada pula ikan. Di mana pun
berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.
4. Adat pasang turun naik. Kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi,
semua senantiasa silih berganti.
5. Air beriak tanda tak dalam. Orang yang banyak bicara biasanya tak
banyak ilmunya.
CERITA PENDEK
CONTOH CERPEN
DUA WAJAH IBU
Guntur Alam
Perempuan tua itu mendongakkan wajah begitu mendengar
desingan tajam di atas ubun-ubunnya. Di langit petang yang temaram, ia
melihat lampu kuning, hijau, dan merah mengerjap-ngerjap pada ujung-
ujung sayap pesawat terbang.
Deru burung besi itu kian nyaring begitu melewati tempatnya
berjongkok. Ia menghentikan gerakan tangannya. Menggiring burung itu
lenyap dari mata lamurnya. Lalu, tangannya kembali menggumuli cucian
pakaian yang tak kunjung habis itu. Beberapa detik sekali, tangan
keriputnya berhenti, lalu ia menampari pipi dan kaki. Nyamuk di belantara
beton ternyata lebih ganas ketimbang nyamuk-nyamuk rimba yang saban
pagi menyetubuhi kulitnya saat menyadap karet nun jauh di pedalaman
Sumatera-Selatan sana: Tanah Abang.
Ia menarik napas, melegakan dada ringkihnya yang terasa kian
menyempit. Kicauan televisi tetangga menenggelamkan helaan napasnya.
Suara musik, iklan, dan segala hal. Perempuan itu kembali menghela
napas. Lalu, bangkit dari jongkoknya, menekan tuas sumur pompa. Irama
air mengalir dalam ritme yang kacau. Kadang besar, kadang kecil, seiring
tenaganya yang timbul-tenggelam. Air keruh memenuhi bak plastik,
112
menindih-nindih pakaian yang bergelut busa deterjen. Bau karet tercium
menyengat begitu air itu jatuh seperti terjun.
Ia adalah Mak Inang. Belum genap satu purnama perempuan tua
itu terdampar di rimba Jakarta, di antara semak-belukar rumah kontrakan
yang berdesak-desakan macam jamur kuping yang mengembang bila
musim hujan di kebun karetnya. Hidungnya pun belum akrab dengan bau
bacin selokan berair hitam kental yang mengalir di belakang kontrakan
berdinding triplek anak lanangnya. Bahkan, Mak Inang masih sering
terkaget-kaget bila tikus-tikus got Jakarta yang bertubuh hitam-besar lagi
gemuk melebihi kucing betinanya di kampung, tiba-tiba berlarian di depan
matanya.
Sesungguhnya, ia pun masih tak percaya bila terjaga dari lelapnya
yang tak pernah pulas, kalau akhirnya ia menjejakkan kaki di ibu kota
Jakarta yang kerap diceritakan orang-orang di kampungnya. Suatu tempat
yang sangat asing, aneh, dan begitu menakjubkan dalam cerita Mak Rifah,
Mak Sangkut, dan beberapa perempuan kampung karibnya, lepas
perempuan-perempuan itu mengunjungi anak bujang atau pun gadis
mereka. Sesuatu yang terdengar seperti surganya dunia. Serba mewah,
serba manis, serba tak bisa ia bayangkan.
”Kesinilah, Mak. Tengoklah anak lanangku, cucu bujang Emak.
Parasnya rupawan mirip almarhum Ebak,” itulah suara Jamal kepadanya
beberapa pekan silam. Suara anak lanangnya yang kemerosok seperti radio
tua, ia pun melipat kening saat mengetahui suara itu berasal dari benda
aneh di genggamannya.
”Dengan siapa Mak ke situ?” lontarnya. Ada keinginan yang
menyeruak seketika di dada Mak Inang. Keinginan yang sejatinya sudah
lama terpendam. Telah lama ia ingin melihat Jakarta. Ibu kota yang telah
dikunjungi karib-karibnya. Tapi, ia selalu tak punya alasan ke sana, walau
anak lanangnya, yang cuma satu-satunya ia miliki selain dua gadisnya
113
yang telah diboyong suami mereka di kampung sebelah, merantau ke kota
itu. Belum pernah Jamal menawarinya ke sana. Tak heran, ketika petang
itu Jamal memintanya datang, ia lekas-lekas menanggapinya.
”Tanyai Kurti, Mak. Kapan ia balik? Masalah ongkos, Mak pakai
duit Emak dululah. Nanti, bila aku sudah gajian, Emak kuongkosi pulang
dan kukembalikan ongkos Emak ke sini,” itulah janji anak lanangnya
sebelum mengakhiri pembicaraan. Suara kemerosok seperti radio tua itu
terputus.
Mak Inang kembali menghela napas saat ingat percakapan lewat
hape dengan anak lanangnya itu. Beberapa pekan sebelum ia merasa telah
tersesat di rimba Jakarta, di semak-belukar kontrakan yang bergot bau
menyengat. Ia melepas tuas pompa, air berhenti mengalir. Tangannya
menjangkau cucian, membilasnya.
Kota yang panas. Itulah kesan pertama Mak Inang saat mata
lamurnya menggerayangi terminal bus Kampung Rambutan. Sedetik
kemudian, ia menambahkan kesan pertamanya itu: Kota bacin dan berbau
pesing. Hidung tuanya demikian menderita ketika membaui bau tak sedap
itu. Hatinya bertanya-tanya heran melihat Kurti demikian menikmati bau
itu. Hidung pesek gadis berkulit sawo matang itu tetap saja mengembang-
embang, seolah-olah bau yang membuat perut Mak Inang mual itu tercium
melati.
Belum jua hilang rasa penat dan pusing di kepala Mak Inang,
apalagi rasa pedas di bokongnya, karena duduk sehari-semalam di bus reot
yang berjalan macam keong, beberapa orang telah berebut mengerubungi
dirinya dan Kurti, macam lalat, berdengung-dengung. Mak Inang memijit
keningnya. Cupingnya pun ikut pening dengan orang-orang yang berbicara
tak jelas pada Kurti, gadis itu diam tak menggubris, hanya menyeret Mak
Inang pergi.
114
Mak Inang kembali memeras beberapa popok yang ia cuci,
sekaligus. Telapak kaki kanannya yang kapalan cepat-cepat menampari
betis kirinya begitu beberapa nyamuk membabi-buta di kulit keringnya. Ia
menghempaskan popok yang sudah diperasnya itu ke dalam ember plastik.
Jemari tangannya menggaruk-garuk betis kirinya. Bentol-bentol sebesar
biji petai berderet-deret di kulit keringnya. Ia menggeram. Hatinya
menyumpah-serapah kepada binatang laknat tak tahu diri itu.
Dua-tiga hari pertama, Mak Inang cukup senang berada di rumah
berdinding batu setengah triplek Jamal. Rasa senangnya itu bersumber dari
cucu bujangnya yang masih merah itu. Walau, sesungguhnya Mak Inang
terkaget-kaget saat Kurti mengantarnya ke rumah Jamal. Semua di luar
otak tuanya. Dalam benaknya yang mulai ringkih, Jamal berada di rumah-
rumah beton yang diceritakan Mak Sangkut, bukan di rumah kecil
sepengap ini. Keterkejutannya kian bertambah saat perutnya melilit di
subuh buta. Hanya ada satu kakus untuk berderet-deret kontrakan itu. Itu
pun baunya sangat memualkan. Hampir saja Mak Inang tak mampu
menahannya.
”Mak hendak pulang, Mal. Sudah seminggu, nanti pisang Emak
ditebang orang, karet pun sayang tak disadap,” lontar Mak Inang di pagi
yang tak bisa ia tahan lagi. Ia benar-benar tak ingin berlama-lama di ibu
kota yang sungguh aneh baginya. Sesungguhnya, Mak Inang pun aneh
dengan orang-orang yang saban hari, saban minggu, saban bulan, dan
saban tahun datang mengadu nasib ke kota ini. Apa yang mereka cari di
rimba bernyamuk ganas, berbau bacin, bertikus besar melebihi kucing ini?
Mak Inang tak bisa menghabiskan pikiran itu pada sebuah jawaban.
”Akhir bulanlah, Mak. Aku gajian saban akhir bulan, sekarang
tengah bulan. Tak bisa. Pabrik juga tengah banyak order, belum bisa aku
kawani Mak jalan-jalan mutar Jakarta,” ujar Jamal sembari menyeruput
kopi hitam dan mengunyah rebusan singkong. Singkong yang Mak Inang
115
bawa seminggu silam. Mak Inang tak bersuara. Hatinya terasa terperas
dengan rasa yang kian membuatnya tak nyaman.
”Kurti libur hari ini, Mak. Katanya tengah tak ada lembur di
pabriknya. Nanti kuminta ia mengawani Mak jalan-jalan. Ke mal, ke
rumah anak Wak Sangkut dan Wak Rifah,” terdengar suara Mai,
menantunya, dari arah dapur yang pengap.
Mak Inang mengukir senyum semringah mendengar itu. Rasa tak
nyaman yang menggiring keinginannya untuk pulang mendadak menguap.
Kembali cerita Mak Rifah dan Mak Sangkut tentang Jakarta mengelindap.
Gegas sekali perempuan tua itu menyalin baju dan menggedor-gedor pintu
kontrakan Kurti. Gadis itu membuka pintu dengan mata merah-sembab,
muka awut-awutan dengan rambut yang kusut-masai. Mak Inang tak
peduli mata mengantuk Kurti, ia menggiring gadis itu untuk lekas mandi
dan menemaninya keliling Jakarta, melihat rupa wajah ibu kota yang
selama ini hanya ada dalam cerita karib sebaya dan pikirannya saja.
Serupa kali pertama Kurti mengantarnya ke muka kontrakan anak
lanangnya, seperti itulah keterkejutan Mak Inang saat menjejakkan kaki di
kontrakan anak Mak Sangkut dan Mak Rifah. Tak jauh berupa, tak ada
berbeda. Kontrakan anak karib-karibnya itu pun sama-sama pengap dan
panas. Hal yang membuat Mak Inang meremangkan kuduknya, gundukan
sampah berlalat hijau dengan dengungan keras, bau menyengat, tertumpuk
hanya beberapa puluh meter saja. Kepala Mak Inang berdenyut-denyut
melihat itu. Lebih-lebih saat menghempaskan pantatnya di lantai semen
anaknya Mak Sangkut. Allahurobbi, alangkah banyak cucu Mak Sangkut,
menyempal macam rayap. Berteriak, menangis, merengek minta jajan, dan
tingkah pola yang membuat Mak Inang hendak mati rasa. Hanya setengah
jam Mak Inang dan Kurti di rumah itu, berselang-seling cucunya Mak
Sangkut itu menangis.
116
Kebingungan Mak Inang pada orang-orang yang saban waktu
datang ke Jakarta untuk mengadu nasib kian besar saja. Apa hal yang
membuat mereka tergoda ke kota bacin lagi pesing ini? Segala apa yang ia
lihat satu-dua pekan ini, tak ada yang membuat hatinya mengembang
penuh bunga. Lebih elok tinggal di kampung, menggarap huma, membajak
sawah, mengalirkan getah-getah karet dari pokoknya, batin Mak Inang.
Tangan Mak Inang kembali menekan-nekan tuas pompa, air keruh
dengan bau karet yang menyengat kembali berjatuhan ke dalam bak
plastik. Kadang besar, kadang kecil, seiring dengan tenaganya yang timbul
tenggelam. Lagi, Mak Inang membilas cucian pakaian cucu, menantu,
anak lanang, dan dirinya sendiri. Mendadak Mak Inang telah merasa
dirinya serupa babu. Di petang temaram bernyamuk ganas, ia masih
berkubang dengan cucian. Di kampung, waktu-waktu serupa ini, ia telah
bertelekung dan gegas membawa kakinya ke mushola, mendahului
muadzin yang sebentar lagi mengumandangkan adzan.
Lampu benderang. Serentak. Seperti telah berkongsi sebelumnya.
Berkelip-kelip macam kunang-kunang di malam kelam. Lagi, terdengar
suara desingan tajam di atas ubun-ubun Mak Inang. Ia pun kembali
mendongakkan wajah, mata lamurnya melihat lampu merah, kuning, hijau
berkelip-kelip di langit temaram. Nyamuk-nyamuk pun kian ganas dan
membabi-buta menyerang kulit keringnya.
Wajah Mak Inang kian mengelap, hatinya menghitung-hitung
angka di almanak dalam benak. Berapa hari lagi menuju akhir bulan?
Rasa-rasanya, telah seabad Mak Inang melihat muka Jakarta yang di luar
dugaannya. Benak Mak Inang pun hendak bertanya: Mengapa kau tak
pulang saja, Mal? Ajak anak-binimu di kampung saja. Bersama Emak,
menyadap karet, dan merawat limas. Tapi, mulut Mak Inang terkunci
rapat.
117
Malam di langit ibu kota merangkak bersama muka Mak Inang
yang terkesiap karena seekor tikus got hitam besar mendadak berlari di
depannya. Keterkejutan Mak Inang disudahi suara adzan dari televisi.
Perempuan itu kembali menekan tuas sumur pompa, air mengalir, jatuh ke
dalam ember plastik. Ia membasuh muka tuanya dengan wudhu.
Bersamaan dengan itu, mendadak gerimis turun, seolah ibu kota pun
hendak mencuci muka kotornya dengan wudhu bersama Mak Inang. Muka
tua yang telah keriput, mengkerut, dan carut-marut.
Ibu berangkat bekerja sekitar pukul 05.00 pagi, terlihat sangat pagi
bukan? dan pulang sangat malam kira kira jam 09.30 sampai rumah. Ibu
bahkan hampir tidak pernah libur dan tidak pernah mempunyai waktu
luang untukku.
Karena tuntutan kerja ibu, aku jadi benci sama ibu karena tidak pernah
mempunyai waktu untukku. Setiap kali aku berfikir dan bertanya tanya
“Kapan aku bisa seperti mereka yang bisa bermain, bergurau bersama?”
aku fikir itu hanya ilusi. Sampai-sampai aku berfikiran buruk bahwa aku
tak membutuhkan ibu karena telah ada penggantinya ibu yaitu bibiku yang
sangat sayang padaku.
118
Setelah beberapa hari ini, ibu tiba-tiba pulang ke rumah, tetapi aku
tetap mendiamkannya. Beliau bertanya-tanya dan pertanyaan itu membuat
aku merasakan sesuatu
Seharian ini ibu mengajariku sepeda, saat kami mau pulang ibuku
tiba-tiba terjatuh dan pingsan. Aku bingung dan menelepon bibiku, setelah
itu bibiku membawanya ke rumah sakit, aku tidak tau hasil dari
119
pemeriksaan dokter tentang ibuku, tetapi bibiku mengerti bahwa ibuku
terkena kanker darah.
3 hari kemudian ibu pulang dengan wajah ceria seperti biasa, tetapi
berbeda dengan bibi yang cemas. Ibu yang semula tidak pernah
membawakanku bekal sekolah, berhari-hari ini ibu membawakanku dan
mengantarku ke sekolah.
Saat sampai di rumah aku terkejut ibuku pingsan lagi seperti saat
mengajariku sepeda, aku bangunkan ibu dengan hati hati, saat itu aku
tanya “Ibu kenapa, apakah ibu sakit? Ibu sakit apa? Bukan sakit parah
kan?”
Ibuku menjawab “Ibu hanya pusing anaku sayang, ibu.. ”Aku menyela
“ibu bohong kan? Ibu dulu tidak seperti ini? seandainya ibu tidak sakit ibu
pasti tidak ada di rumah, ibu juga tidak mungkin mau mengantarku
sekolah, membuatkanku bekal, mengajariku bersepeda, ibu pasti bohong..”
aku menangis di hadapan ibu, kemudian ibu bertanya “nak, jika ibumu
tiada kamu harus menjadi wanita yang kuat, yang hebat jangan seperti
ibumu yang selalu mengecewakanmu”. “Tidak ibu, ibu akan hidup sampai
aku tua nanti, ibu adalah anugerah satu satunya yang kumiliki ibu..” aku
menangis tersedu sedu, “ibu berjanjilah untuk selalu bersamaku ibu..
huhu”
“Iya nak ibu berjanji akan selalu menemanimu sampai tua nanti”, tapi
dalam batin ibu, tetapi itu hanya di bayanganmu nak, maafkan ibu,
maafkan ibu, jadilah anak yang berguna yang kuat walaupun tanpa ibumu,
jika kau berpikiran aku adalah anugerah satu satunya dalam hidupmu, aku
berfikiran bahwa kamu lebih dari sekedar anugerah terindah dalam
hidupku nak. Ibu berkata sambil memelukku dengan erat, tetapi semakin
lama keeratan itu semakin berkurang dan akhirnya aku lepas dari pelukan
ibu. Saat aku perhatikan, ternyata ibuku telah tiada.
120
“Ibuuuuu…” aku menjerit dengan keras, dan berkata “kenapa ibu
berbohong? aku belum sempat meminta maaf padamu huhu…”
C. LKS
6
7
Kau pikir menjadi guru itu mudah. Memarahi anak yang salah, kau
bisa dipenjara. Nilai ujian anak yang rendah, kau yang disalahkan.
Anaknya menjadi sang juara, bukan kau yang dipuja, tapi orang tuanya
yang ditanya. Anak siapa dia? Beruntung sekali orang tuanya.
Begitu yang dirasakan Anesya, seorang guru yang sangat jenius dan
profesional. Ilmunya tidak perlu lagi diuji apalagi dipertanyakan. Ia tidak
pernah membuka buku saat mengajar. Caranya memasuki kelas dengan
122
tiga spidol di tangan membuat guru lain yang harus menenteng beberapa
buku menjadi ciut seketika.
Akhirnya kelas ribut. Beberapa ucapan dari siswa memasuki telinga Anesya. Ada
yang mengkhawatirkannya dengan ucapan ada apa dengan Ibu Anesya. Ada juga
yang berbisik-bisik tidak jelas. Tapi yang membuat Anesya kehilangan percaya
dirinya adalah ucapan dari seorang siswa, “Bu Anesya tidak bisa menjawab soal
itu.”
Kabar tentang Anesya yang tidak bisa menjawab soal dari siswa menyebar dengan
cepat. Beberapa orang tua siswa mulai gencar. Mereka tidak mau anaknya diajar
oleh guru yang bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan siswanya.
Pemilik yayasan mulai didatangi oleh orang tua siswa. Tentu saja itu
kabar buruk bagi pemilik yayasan. Bagi mereka, kepuasan orang tua siswa
adalah segalanya. Dan apa pun kehendak orang tua siswa, tentu pemilik
124
yayasan harus menurutinya. Karena bagi mereka, orang tua siswa adalah
raja. Meski ini terdengar sedikit tidak adil bagi Anesya.
Beberapa guru yang mendengar kabar itu ada yang prihatin ada juga yang senang.
Bagaimana mungkin dengan satu kesalahan seseorang bisa dijatuhkan sebegitu
jauh. Bahkan ada banyak guru yang melakukan kesalahan. Mungkin saja Anesya
berada di nasib yang malang.
“Setidaknya itu bagus bagi Anesya. Dia juga harus merasakan bagaimana
mengajar anak yang susah sekali mengerti,” ucap Naselia guru Kimia kelas
Neptunus.
“Siapa pun bisa mengajar anak yang pintar. Tapi cobalah untuk
mengajar anak-anak di kelas Mars, aku yakin Anesya akan menyerah
menjadi seorang guru,” tambahnya lagi.
“Aku yakin, dia tidak akan melakukan itu, butuh waktu untuk mencari
pekerjaan baru. Mencari pekerjaan itu berarti kau menganggur beberapa hari.
125
Menganggur itu berarti kau tidak akan mendapatkan gaji. Aku yakin Anesya
akan memilih nasibnya mengajar di kelas Mars. Barangkali ia bisa berteman
dengan Farhan, guru Agama. Supaya ia tahu banyak tentang agama,” sela
Celine dengan penuh keyakinan.
“Banyak hal yang kau tidak ketahui tentang Anesya. Wajar. Karena
dia memang sangat tertutup. Kau tidak akan tahu isi sebuah kotak yang
gelap saat kau benar-benar membukanya. Begitulah Anesya. Anesya itu
seperti kotak gelap yang tidak seorang pun tahu tentangnya.”
Tidak ada yang perlu diherankan. Anesya mengerti sekali dengan sifat
manusia. Di saat ia terkenal, banyak orang yang mendekatinya. Mencoba
untuk bermanis-manis di depannya. Tapi saat seperti ini, sudah dipastikan
kalau mereka akan lari terbirit-birit. Jika kebetulan mereka bertemu, hal
yang terbaik dilakukan orang adalah berpura-pura tidak melihatnya.
Anesya menghela napas dalam. Hari ini adalah hari terberat dan
terpanjang dalam hidupnya. Matahari rasanya enggan sekali berganti
126
dengan cahaya bulan. Barangkali matahari ingin mengintip kesedihannya
lebih lama. Bulan bisa saja enggan untuk bertemu dengannya.
“Hari-hari akan terasa lebih berat dari hari ini. Tuhan, kau pasti tahu.
Aku tidak punya pilihan lain. Mau tidak mau aku harus melanjutkan
hidupku di Planet Ilmu. Banyak hal yang belum usai. Dan yang terpenting,
hidup harus tetap berlanjut.
Hal itu juga baik untuk kondisi Anesya saat ini. Setidaknya, bapaknya
juga tidak akan pernah tahu kalau ia tidak lagi mengajar di kelas Yupiter.
Kelas yang memberikan gaji cukup besar untuk bisa membeli obat atas
sakit yang diderita bapaknya.
Air mata itu pun berganti dengan isak tangis. Kali ini Anesya benar-
benar merasa menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa yang sedang
Tuhan rencanakan pada hidupnya.
D. Instrumen Penilaian
N Nam Sikap Pribadi Tota Nila Predika
o a l i t
Skor
Keterangan:
F. Refleksi
130
1. Penyusunan Program Tahunan, Program Semester, dan Perhitungan Jam
Efektif
Kita sebagai calon pendidik harus mengetahui seluk buluk
perencanaan. Untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif diperlukan
perencanaan yang matang diantaranya prota dan prosem yang harus
disiapkan untuk menentukan alokasi waktu setiap kompetensi yang akan
digunakan selama satu tahun dan satu semester agar waktu yang
digunakan efektif dan efisien.
Menghitung jam efektif, menyusun program tahunan, dan program
semester tidaklah mudah. Ada banyak kendala yang saya alami ketika
menghitung jam efektif. Diantaranya ketika membagi alokasi waktu di
dalam satu akali pertemuan.
Kendala lainnya ketika sudah menyusun prosem tetapi lalai
“cadangan” tidak dimasukan kedalam prosem. Sehingga harus mengubah
alokasi waktu di prosem dari awal lagi.
1. Kesimpulan
Sebagai calon pendidik, perangkat pembelajaran memang sangat
diperlukan. Tetapi masih banyak pendidik yang mengalami kebingungan
ketika sedang dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, perangkat
pembelajaran dapat membantu memberikan panduan ketika pendidik
tersebut mengalami kebingungan saat proses pembelajaran berlangsung.
Perangkat pembelajaran sendiri juga dapat meningkatkan rasa
profesionalisme seorang pendidik, karena sebagai seorang guru yang
profesional harus mampu mengunakan serta mengembangkan perangkat
pelajaran sebaik mungkin.
2. Saran