Anda di halaman 1dari 4

1.

Deskripsi Karya

Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan dengan metaforanya
yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak sebagai figure sentralnya. Material subjeknya merupakan gambar
tentang semut-semut yang mengerumuni sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran koran,
didalamnya terdapat berbagai macam makanan seperti, beras putih, yang diberi alas daun pisang di
atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan ulah balada tradisi,
potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik bening,
disampingya juga terdapat nasi golong, seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri. Selain itu
di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional yang juga dibungkus plastik bening, dan
entah mengapa diantara sejumlah makanan yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah,
minuman soda bermerek coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam negeri.
Tumpahan coca-cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari segala penjuru.

Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran 140 cm x 180 cm
dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis vertikal. Teknik yang digunakan
dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah
realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang
tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main
dengan komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua
dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna-
warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.

2. Analisis

Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda atau simbol.
Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang begitu saja, ada api tentu ada asap.
Begitu juga ketika kita menganalisis sebuah karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain,
bagaimana kejadian yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah
menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang telah dihimpun dalam deskripsi.

Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan
konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis pada background dengan kesan
tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu yang entah disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap
terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak memainkan
tekstur disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat
permasalahan justru tak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan kerumunan semut-
semut sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan komposisi karya Gunarso terlihat mampu
sejenak menghibur mata maupun pikiran kita untuk berfikir tentang permasalahan negri ini.

3. Intepretasi

Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan dan kita
membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan.
Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang membaca karya seni boleh saja sama tetapi
dalam menafsir akan berbeda karena diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.

Gunarso tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial, yang selalu menjadi isu sosial
bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu
menyimbolkan sebuah kelembutan, kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan,
kehalusan tersebut bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di
alam ini. Inspirasi bulu-bulu tersebut didapatnya ketika dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam
berserakan.

Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas dengan apa yang
didapat, menggambarkan tentang seorang atau kelompok dalam posisi lebih (misalnya pejabat) yang
terlena oleh iming-iming negara asing, sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual
“kekayaan” negerinya kepada negara asing demi kepentingan pribadi maupun golonganya. Divisualkan
dengan semut sebagai gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana dia mengkerubuti
tumpahan coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan tentang ironi
semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang asing baginya, meski
cukup ganjal karena semut memang sudah biasa dengan mengekerubuti soft drink coca-cola yang
rasanya manis. Mungkin Gunarso mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang sebelumnya
belum mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat kita tinggal
(negeri ini), yang ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan gambaran sebuah tradisi yang
bercampur dengan produk asing yang nyatanya lebih diminati.
Dalam berkarya gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang
mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disadurkan kepada audiens,
bagaimana dia mampu menarik dan memancing audiens untuk berinteraksi secara langsung dan
mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam
negerinya, kegelisahan tentang segala sesuatu yang lambat laun berubah.

Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan menempatkan diri untuk
berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita sadari baik itu karakter sosial masyarakat, gaya
hidup dan lain sebagainya dari barat tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti contoh,
pembangunan gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket, café
yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya merupakan gerbang pintu masuk untuk menjadikan
rakyat Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal tersebut berdampak pada
nasib kehidupan makhluk di sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita. Gunarso seolah ingin memberi
penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa lagi kalau tidak
dimulai dari kita?

4. Penilaian

Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau benar melainkan
mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat dinilai dengan berbagai kriteria
dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme,
ekspresionisme, formalism, dan instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali ini, penilaian yang akan
digunakan ialah paham ekspresionisme, yang besifat subyektif, penialaian keindahan suatu karya seni
tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna.

Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial , yang dimaknai sebagai pengalaman estetik. Hasil
karya sebagai representasi dari emosi-emosi modern seperti karya Gunarso, yang ingin
merepresentasikan kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya
mengenai hal tersebut.

Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya dirasakan manis oleh orang yang
berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis sehingga menjadi hal yang
sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan
makanan lain yang berada dalam sarang tersebut walaupun masih ada satu dua semut yang
mengerumuni beras dan bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini
digambarkan seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan menguntungkan untuk
mereka tanpa mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu asing bagi mereka. Akan tetapi tidak
semua orang ingin merasakan hal yang sama karena masih ada orang-orang yang tetap
mempertahankan sesuatu yang sejak dulu sudah menjadi miliknya.

Dalam pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin meninggalkan bulu-bulu yang menjadi
metafornya meskipun dia telah bereksperiman dengan berbagai media dan tema yang berbeda ,seperti
yang dilakukan oleh para seniman-seniman ekspresionis yang menciptakan bentuk-bentuk baru tanpa
meninggalkan keunikan dan individualitas mereka. Gunarso melukiskan tumpahan coca-cola sebagai
pusat kerumunan semut untuk menghadirkan penekanan emosional. Penempatan coca-cola diantara
makanan-makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi yang melihatnya.Kelebihan
dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini memiliki komposisi warna dan penempatan objek yang
enak dipandang mata, dengan warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi dengan ide lukisan yang
ia angkat.

Tetapi salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya bulu dalam lukisannya sepertinya
sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika Gunarso menghilangkan salah satu idiom yang terdapat
dalam lukisannya, apakah itu semut-semutnya atau bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan
keberadaan semut-semut sedikit menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam lukisannya yang menjadi ciri
khas dalam setiap lukisan yang ia ciptakan.

Anda mungkin juga menyukai