Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU MENYIMPANG REMAJA DI SOSIAL MEDIA DAN

PENANGANANNYA

M Roihan Nanda Z
Universitas Sriwijaya

Abstrak
Tulisan ini memfokuskan pada masalah perilaku menyimpang khususnya pelecehan
seksual terkait penggunaan media sosial oleh remaja. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kepustakaan dan memperoleh data langsung dari sumber wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menjadikan
remaja sebagai pelaku atau korban pelecehan seksual di media sosial. (1) Melemahnya
nilai dan norma mengenai tindakan yang harus diambil saat berinteraksi di media sosial;
(2) Pemahaman yang kurang memadai tentang penggunaan media sosial, terutama
aturan yang tepat untuk penggunaan media sosial; (3) Lemahnya kontrol individu dan
kontrol sosial dari pelajar dalam menggunakan media sosial. Selain munculnya ruang-
ruang sosial baru, para remaja pengguna internet juga telah membuka peluang baik
menjadi pelaku maupun korban pelecehan seksual karena pelajar ikut mempelajari
perilaku pelecehan seksual tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya media
sosial dalam kehidupan remaja dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan pola
perilaku maupun pola hubungan yang dilakukan ketika berinteraksi dalam ruang sosial
baru tersebut.
Kata kunci: perilaku menyimpang, pelecehan seksual, media sosial, remaja

Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi merupakan bukti modernisasi sosial. Tidak
dapat dipungkiri bahwa keberadaan internet semakin dibutuhkan untuk menunjang
berbagai kebutuhan masyarakat termasuk sosialisasi, pendidikan, dan bisnis. Dengan
perkembangan teknologi internet, kemunculan media sosial mengikuti. Media sosial
adalah situs web tempat seseorang dapat membuat halaman web pribadi dan terhubung
dengan orang lain di media sosial yang sama untuk berbagi informasi atau
berkomunikasi.
Kemudian meluasnya penggunaan media sosial telah membentuk interaksi sosial
baru berupa jejaring sosial. Jejaring sosial adalah struktur sosial yang dibentuk oleh

1
individu atau kelompok. Individu atau kelompok tersebut menggunakan satu atau lebih
faktor yang saling bergantung (seperti persahabatan, persaudaraan), kepentingan
bersama, perdagangan) saling berhubungan, ketidaksukaan, berpacaran, kesamaan
keyakinan, pengetahuan dan prestise (Simmel, 1955; White, Boorman, and Brieger
1976, dalam Pescosolido, 2006). Interaksi yang terjadi di media sosial memiliki
karakteristik yang sama dengan interaksi tatap muka. Dalam interaksi tatap muka,
aturan dan norma juga diakui dan digunakan.
Artinya semua anggota yang berinteraksi akan terus mengatur perilakunya agar
tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Namun interaksi komunitas jaringan dengan
menggunakan teknologi internet akan berdampak pada masyarakat, karena rasa
tanggung jawab masyarakat berkurang, dan tidak mampu berinteraksi dengan
masyarakat (Levine, dalam Kolanyi, 2007).
Kemudian dengan melakukan tindakan yang mengganggu interaksi sosial yang
sedang berlangsung, akan muncul perilaku menyimpang dalam interaksi sosial di media
sosial. Ketika seseorang berinteraksi di media sosial, berbagai perilaku tidak normal
dapat terjadi, termasuk pelecehan seksual, bullying, penipuan, dan lain-lain. Pesatnya
perkembangan teknologi ibarat pisau bermata dua, tidak hanya berdampak positif, tetapi
juga sederet dampak negatifnya. Menurut sudut pandang moral (Dowdell, 2011), saat
ini cara termudah bagi penjahat untuk bertemu dan berinteraksi dengan remaja atau
remaja untuk pelecehan seksual, pornografi atau prostitusi adalah melalui internet.
Pelecehan seksual tidak hanya sebatas pemerkosaan manusia dan kekerasan fisik, tetapi
juga perilaku tertentu yang menunjukkan perilaku pelecehan seksual, yang bisa disebut
pelecehan seksual.
Berdasarkan hasil penelitian UNICEF pada 2011-2013 (Razak, 2014) dari 400
responden remaja-remaja dan remaja yang terbagi di beberapa wilayah Indonesia,
sebanyak 42% responden pernah mengalami cyberbullying ketika menggunakan media
sosial. Pelecehan seksual tidak hanya sebatas pemerkosaan manusia dan kekerasan fisik,
tetapi juga perilaku tertentu yang menunjukkan perilaku pelecehan seksual, yang bisa
disebut pelecehan seksual. Dalam kasus media sosial, undangan obrolan yang
menggoda dan mengganggu adalah hal yang biasa terjadi. Ini tidak jauh berbeda dengan
siulan, kata-kata dan sentuhan yang biasa digunakan para pelecehan seksual di dunia
nyata. Pelecehan seksual remaja juga dapat terjadi sebagai tempat publik virtual di

2
jejaring sosial.

Bahan dan Metode Penelitian


Adapun bahan penelitian ini adalah data wawancara langsung yang peneliti lakukan
dengan teman sebayanya di SMA dahulu yang terkenal suka melakukan pelecehan
seksual pada sosial medianya. Narasumber penelitian ini berjenis kelamin laki-laki
dengan nama dan identitasnya yang lain dirahasiakan untuk menjaga privasi
narasumber. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dan hasil
analisis interpretasi peneliti sendiri dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu
bimbingan konseling yang selama ini telah diajarkan selama perkuliahan.

Hasil dan Pembahasan


Hasil Wawancara
Hasil dari kegiatan wawancara tersebut adalah, narasumber mengaku untuk
melakukan pelecehan seksual di sosial media merupakan hal yang mudah karena ia
bersembunyi dibalik akun sosial media yang bersifat anonim (tidak menunjukkan
identias asli). Apalagi, di media sosial memang banyak sekali lawan jenis yang
memposting foto-foto mereka dan terkadang mengundang gairah narasumber.
Narasumber mengaku bahwa ia memiliki ketertarikan tersendiri dalam melakukan
pelecehan seksual terhadap korban-korbannya di sosial media. Ia merasa senang
melakukan hal tersebut karena dianggap sebagai tantangan.
Narasumber merasakan banyak kebebasan dalam sosial media mengganggu gadis-
gadis tersebut. Terkadang, ia memfantasikan gadis-gadis tersebut dan melakukan
tindakan yang kurang pantas dan tidak sesuai dengan etika bersosial media yaitu
mengirim foto-foto jorok. Narasumber merasa jika korbannya merasa risih, artinya dia
berhasil mengganggu korbannya. Selain itu, narasumber mengaku bahwa melakukan
tindakan-tindakan tersebut membuatnya merasa memiliki kontrol atas korban-
korbannya.
Pembahasan
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kremaja-kremaja ke masa
dewasa (Kartono, 1995; Santrock, 2003; Beras dalam Gunarsa, 2004). Adanya
teknologi dapat mempengaruhi kehidupan manusia termasuk kehidupan generasi muda.

3
Perkembangan teknologi informasi telah memungkinkan media sosial memberikan
banyak kemudahan bagi kaum muda, memungkinkan mereka untuk berselancar di dunia
maya dalam waktu yang lama. Secara global, pada Januari 2018, dari 4 miliar orang
yang menggunakan internet, terdapat 3,2 miliar pengguna media sosial aktif (Kemp,
2018). Pesatnya perkembangan media sosial juga karena semua lapisan masyarakat
memiliki medianya sendiri.
Dengan banyaknya platform yang tersedia di media sosial, banyak remaja yang
memanfaatkannya sebagai cara untuk berinteraksi dengan teman, berbagi tugas sekolah,
bermain game atau sekedar menghabiskan waktu luang. Media sosial yang sedang
digemari masyarakat, terutama remaja muda dewasa ini, menghadirkan berbagai fungsi
atau fasilitas yang memberikan kesempatan kepada penggunanya untuk merekam segala
aspek kehidupan. Misalnya, aplikasi Instagram memberikan kemudahan kepada
penggunanya untuk berbagi foto dan video serta fitur lainnya, seperti lokasi, video real-
time, bumerang, bahkan percakapan pribadi dengan berbagai emoji lucu.
Dari penggunaan media sosial, remaja-remaja muda mulai membangun relasi di
dunia maya dengan akun pribadinya. Menawarkan pertemanan dan relasi di dunia maya
lewat foto sebagai identitas profil. Dengan adanya foto dalam tampilan profil, mereka
dengan mudah dapat memilih siapa saja yang akan menjadi teman di dunia maya.
Selanjutnya, proses menambah teman di dunia maya tidak terjadi begitu saja. Ada unsur
memilih siapa yang akan menjadi teman atau tidak. Dapat dilihat tanpa riset yang
mendalam di media sosial, perempuan dengan paras yang dianggap cantik oleh orang
banyak akan lebih banyak memiliki teman di dunia maya daripada perempuan yang
dianggap buruk wajahnya. Foto yang dipajang sebagai gambar profil merupakan syarat
utama yang dapat menentukan bagaimana seseorang akan menjadi populer di dunia
maya.
Media sosial harus menjadi cara untuk memperluas pertemanan dan menemukan
informasi tentang hal-hal yang kita sukai. Namun, beberapa oknum tak bertanggung
jawab justru menggunakan media sosial untuk mengekspresikan hasrat seksualnya.
Tindak pelecehan secara verbal di dunia maya terhadap perempuan, baik seksual
maupun nonseksual yang terjadi merupakan bentuk kebiasaan yang direproduksi.
Pelecehan verbal terhadap perempuan masih sama, hanya bentuknya saja yang berbeda.
Kata-kata yang dahulu diucapkan secara langsung, sekarang berubah bentuk menjadi

4
tulisan. Rayuan dan godaan yang tidak menyenangkan di media sosial dapat dilakukan
dengan berbagai cara (chat, direct message, dan komentar) masih sama mengganggunya
dengan godaan dan siulan para oknum di jalanan. Dalam hal penggunaan media sosial,
remaja saat ini harus dibekali dengan pengetahuanpengetahuan yang memadai tentang
sikap yang bijak dalam menggunakan media sosial. Sikap terbuka yang berlebihan
dalam penggunaan media sosial akan mempermudah bagi oknum pelaku pelecehan
seksual dalam menjadikan remaja tersebut sebagai targetnya.

Faktor Perilaku Menyimpang Remaja


Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang di dalam masyarakat,
pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal:

a.      Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor-

faktor tersebut, antara lain faktor intelegensi, kondisi fisik, kondisi psikis, kepriadian,

usia, jenis kelamin, dan kedudukan seseorang dalam keluarga.

b.     Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar diri seseorang. Faktor ini

mempengaruhi perilaku menyimpang seseorang. Misalnya, faktor ekonomi, faktor


politik, faktor budaya, kehidupan keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan, dan media

sosial.

Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Mencegah Perilaku Pelecehan Seksual

Pencegahan penyimpangan seksual adalah upaya untuk mencegah terjadinya

Penyimpangan Seksual salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan seks sejak

usia dini atau setidaknya pada usia sekolah dengan memberikan pemahaman tentang

teori-teori seks yang benar pada remaja. Pendidikan seks yang dilakukan dalam hal ini

adalah dengan memberikan materi-materi terkait dengan seks setidaknya ada beberapa

hal sebagai berikut: Pertama: Memberikan pelajaran tentang perbedaan-perbedaan

5
terkait jenis kelamin terutama tentang topik biologis bentuk tubuh dan fungsi-fungsinya;

Kedua: Memberikan pemahaman tentang bagaimana sikap dan cara bergaul dengan

lawan jenis dan sesama jenis yang tidak diperbolehkan dan dibolehkan; Ketiga :

Memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk terjadinya penyimpangan seksual;

Keempat : Mampu membedakan mana penyimpangan, pelecehan atau kekerasan

seksual dan mana yang bukan; Kelima : Mencegah agar remaja tidak menjadi korban

atau – bahkan pelaku–penyimpangan, pelecehan dan atau kekerasan seksual; Keenam:

Menumbuhkan sikap berani untuk memberitahukan pada orang tua atau guru apabila

terjadi atau menjadi korban penyimpangan , pelecehan dan atau kekerasan seksual.

Dalam pemberian pengetahauan dan pemehaman terkait hal-hal diatas ada Metode-

metode yang dianggap efektif dalam menyampaikan pendidikan seksual kepada siswa

madrasah Ibtidaiyah antara lain sebagai berikut:

1. Metode pengawasan remaja hendaknya diberikan pengawasan agar senantiasa

menutup aurat dan memberikan pengertian mengenai bahaya yang timbul akibat aurat

terlihat orang lain. remaja juga perlu diawasi dalam pergaulannya agar terhindar dari

pergaulan bebas dengan tujuan agar remaja mampu memahami etika bergaul dalam

islam. Pengawasan ini harus dilakukan saat siswa di rumah maupun di sekolah

a. Pengawasan Internal Pengawasan internal sangat diperlukan terkait kebiasaan

siswa di sekolah, bagaimana ia bergaul dengan temannya. Ada hal-hal yang mungkin

perlu diperhatikan misalnya:

1) Cara bertutur kata dengan lawan jenis

2) Kecenderungan dalam memilih teman

3) Tontonan remaja saat dirumah dan disekolah

Untuk itu, orang tua dan pendidik harus memberikan pengarahan yang cermat,

bimbingan yang benar dan bijaksana, serta tidak kehabisan cara dalam memperbaiki

dan mendidik remaja.

b. Pengawasan Eksternal

6
Faktor eksternal yang perlu dilakukan pengawasan terhadap siswa antara lain:

1) hiburan-hiburan di lingkungan tempat tinggal

2) Kerusakan akibat fenomena kejahatan di masyarakat

3) Kerusakan akibat teman yang jahat

4) Kerusakan akibat pergaulan sepasang remaja yang berlainan jenis

Upaya Penanganan Perilaku Menyimpang pada Remaja

Dalam hal ini, permasalahan kenakalan remaja tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Berkaitan dengan hal itu, untuk membantu siswa mencapai tujuan-tujuan

perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap kegiatan dan

kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan kesana. Di sinilah dirasakan

perlunya pelayanan bimbingan dan konseling di samping kegiatan pengajaran. Dan

pelayanan bimbingan dan konseling merupakan peran yang dilakukan oleh guru

bimbingan dan konseling.

Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi

kenakalan remaja terkait dengan fungsi dan tujuan bimbingan dan konseling. Antara

lain tindakan preventif. Merupakan tindakan yang dapat mencegah timbulnya kenakalan

remaja secara umum. Hal ini bisa kita lakukan dengan cara mengenal remaja lebih

dalam lagi (melakukan pendekatan dengan remaja). Bisa mengetahui kesulitan-kesulitan

yang dialami remaja. Melakukan usaha pembinaan remaja.

Tujuannya memperkuat sikap mental remaja agar mampu menyelesaikan masalah

yang dihadapinya. Memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap penyimpangan

tingkah laku remaja baik di rumah dan di sekolah. Pemberian bimbingan pengenalan

diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Penyesuaian diri. Orientasi diri

dengan penekanan pada kesadaran nilai-nilai sosial, moral, dan etika.

Selanjutnya tindakan represif. Ini merupakan usaha menindak pelanggaran norma-

norma sosial dan moral. Dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap

7
perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Pelanggaran tata tertib sekolah pada umumnya

tindakan represif diberikan dalam bentuk peringatan secara lisan maupun tulisan kepada

siswa dan orang tua. Kemudian melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan

tim guru atau guru pembimbing. Tergantung pada jenis pelanggaran tata tertib yang

dilakukan siswa.

Selanjutnya tindakan alih tangan kasus. Merupakan kegiatan untuk memperoleh

penanganan yang lebih tepat dan tuntas  atas permasalahan yang dialami siswa. Caranya

dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti

kepada dokter, psikiater, psikolog, serta ahli lainnya. Tujuannya, agar siswa dapat

memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas.

Berdasarkan paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa kenakalan yang terjadi

pada diri remaja perlu mendapat perhatian khusus. Untuk mengatasinya tentu

memerlukan pendekatan dan strategi khusus pula. Sehingga mampu mengembalikan

kepercayaan diri pada remaja. Juga mampu mengembangkan potensinya ke arah yang

lebih positif. Serta mampu menyesuaikan diri dengan lajunya arus globalisasi saat ini.

Kesimpulan
Ada banyak perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam diri anak pada masa
remaja. Baik secara psikis maupun fisik anak. Jika dilihat dari sisi psikis ada banyak
teori perkembangan anak menurut para ahli. Mereka menjelaskan tentang
ketidakselarasan, gangguan perilaku, dan gangguan emosi yang disebabkan karena
tekanan-tekanan yang dirasakan selama masa remaja. Itu dikarenakan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam dirinya ataupun perubahan yang diakibatkan pengaruh
lingkungan. Jika tidak diwaspadai, maka perubahan-perubahan sebagai tugas
perkembangan remaja ini nantinya bisa memberikan dampak negatif.
Meningkatnya kesadaran pengguna akan bagaimana hidup dirinya akan dinilai oleh
orang lain telah membuat peningkatan terhadap penggunaan media sosial, remaja yang
memang berada pada masa dimana membutuhkan pengakuan terhadap dirinya dalam
lingkungan sosial menjadikannya sebagai pengguna terbanyak dalam media sosial.

8
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memberikan kemudahan dalam
berinteraksi. Kehadiran media sosial sebagai bukti perkembangan teknologi komunikasi
ternyata memberikan pengaruh terhadap perilaku remaja. Saat ini, penggunaan media
sosial di kalangan remaja dapat digunakan secara positif untuk pengaktualisasian diri,
berbagi tugas sekolah dan bermain. Penggunaan yang tidak disertai pengawasan dan
perhatian dari lingkungan sekitar akan memicu terjadinya perilaku-perilaku
menyimpang.
Pelecehan seksual sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang marak terjadi
karena minimnya pengetahuan, kurangnya pengawasan, serta rendahnya tingkat
kesadaran remaja dalam penggunaan media sosial secara bijak. Tindak pelecehan secara
verbal di dunia maya terhadap perempuan, baik seksual maupun non-seksual yang
terjadi merupakan bentuk kebiasaan yang direproduksi. Pelecehan verbal terhadap
perempuan masih sama, hanya bentuknya saja yang berbeda. Kata-kata yang dahulu
diucapkan secara langsung, sekarang berubah bentuk menjadi tulisan. Rayuan dan
godaan yang tidak menyenangkan di media sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara
(chat, direct message, dan komentar) masih sama mengganggunya dengan godaan dan
siulan para oknum di jalanan

Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih diberikan kepada dosen karena telah memberikan materi ini
sehingga meningkatkan pemahaman siswa terhadap topik penyimpangan perilaku pada
remaja.

Daftar Pustaka
Gunarsa, S.D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung
Mulia
Kemp, S. 2018. Digital in 2018: World’s Internet Users Pass The 4 Billion Mark.
https://wearesocial.com/blog/2018/01/global-digital-report-2018
Kollanyi, B., et.al. 2007. Social networks and the networks society. Budapest
Pescosolido, B.A. 2006. The Sociology of Social Networks, 21st Century Sociology.
Sage Publication 2011.
Razak, N. 2014. Studi Terakhir: Kebanyakan Anak Indonesia sudah online, namun

9
masih banyak yang tidak menyadari potensi resikonya.
https://unicecf.org/indonesia/id/media_22169.html

10

Anda mungkin juga menyukai