Anda di halaman 1dari 18

Kesantunan dan Etika Berbahasa di Media Sosial Menurut Perspektif Islam:

Studi Kasus Cyber Bullying


Azka Insani Ma’sum
azkainsanim@gmail.com
Abstract
This article aims to examine the Islamic perspective on language politeness and
language ethics on social media. This research was conducted with a qualitative
approach with literature review analysis method. The results of the study were
taken from the Koran and several other articles on language politeness to support
the primary data. Previous findings found that even without specific directions
from the Quran on politeness in language and ethics in social media, the results
conclude that Muslims are encouraged to have good ethics as stated in Q.S Toha
(20:44) and Q.S Al-Imran (3 :159) which encourages Muslims to be polite in
communicating because it will be beneficial for fellow individuals and at the same
time create a Muslim community that has good manners and ethics. Courtesy and
good ethics lead to effective and harmonious communication in accordance with
Islamic teachings.
Keywords: Language, Politeness, Ethics, Social, Media.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji perspektif Islam tentang kesantunan
berbahasa dan etika berbahasa di media sosial. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif dengan metode analisis lietratur review. Hasil penelitian
diambil dari Al-Quran dan beberapa artikel lain tentang kesantunan berbahasa
untuk mendukung data primer. Temuan sebelumnya menemukan bahwa bahkan
tanpa arahan khusus dari Al-Quran tentang kesopanan berbahasa dan etika di
media sosial, hasil menyimpulkan bahwa umat Islam didorong untuk memiliki
etika yang baik seperti yang dinyatakan dalam Q.S Toha (20:44) dan Q.S Al-
Imran (3:159) yang mendorong umat Islam untuk bersikap sopan dalam
berkomunikasi karena akan bermanfaat bagi sesama individu dan sekaligus
menciptakan masyarakat Muslim memiliki kesopanan dan etika yang baik.
Kesopanan dan etika yang baik mengarah pada komunikasi yang efektif dan
harmonis sesuai dengan ajaran Islam.
Kata Kunci: Bahasa, Kesopanan, Etika, Sosial Media, cyber bullying.

PENDAHULUAN
Teknologi yang canggih menyebabkan berlakunya perubahan dalam rutin
harian manusia yang berkembang pesat hari demi hari. Ia juga membawa
perubahan kepada gaya hidup mereka dan perkara ini memberikan kesan terhadap
nilai, budaya, pemikiran dan corak kehidupan dari aspek adat, tatasusila, dan
agama (Buang, 2005; Jasmi & Mohd Rashid, 2008; Mohd Rashid & Jasmi, 2006;
Nurrizka, 2006; , 2016; Sidek, 2003; Suhid, 2005; Yaacob & Othman, 2007).
Perkembangan di seluruh dunia memberi banyak manfaat bagi manusia terutama
dari segi media yang berkomunikasi dengan talian atau melibatkan komunikasi di
media sosial, kerana ia mampu menghantarkan atau maklumat dengan pantas serta
menghubungkan manusia dari pelusuk dunia tanpa batasan.
Media sosial seolah-olah membuat ketagihan kepada masyarakat Indonesia
khususnya dalam kalangan remaja muslim. Remaja kini meluangkan waktu
hampir 24 jam bersama ponsel demi melakukan berbagai aktivitas di aplikasi
media sosial, seperti facebook, twitter, youtube, instagram, whatsapp, tiktok dan
sebagainya. Fenomena yang penuh inovasi dalam teknologi maya ini memainkan
peranan yang penting dalam aktivitas sosial masyarakat (Cartono, 2018). Namun
dalam berkomunikasi, terdapat beberapa etika peraturan dan adab yang perlu
dipatuhi agar komunikasi ini boleh berlansung tanpa konflik atau masalah yang
serius terutama melibatkan komunikasi di media sosial.
Etika berbahasa yang tidak dikendalikan akan memunculkan
permasalahan, salah satuya penindasan dunia maya/cyber bullying. Cyber
bullying terjadi ketika korban dan pelaku masih di bawah umur. Ketika orang
dewasa terlibat, cyber bullying dapat meningkat menjadi tindakan yang lebih
serius yang disebut cyber-harassment atau cyber-stalking, kejahatan yang dapat
memiliki konsekuensi hukum dan melibatkan waktu penjara (What is
cyberbullying?, 2011).
Hal ini merupakan perlu adanya dedikasi bagi remaja, supaya mereka lebih
bijak dalam menggunakan media sosial. Secara konstruktif, media sosial sangat
meningkatkan platform komunikasi yang berbeda. Namun, penyebaran media
sosial telah datang dengan sisi negatifnya. Penindasan dan kekejaman menjadi
lebih mudah ketika yang diperlukan pelaku untuk melakukan tindakan tersebut
hanyalah beberapa penekanan tombol. Saat ini, jumlah pengguna internet terus
meningkat dan semakin aktif di dunia online yang akibatnya mengintensifkan
masalah cyber bullying. Dengan terus meningkatnya jumlah netizen saat ini, cyber
bullying bukan lagi masalah biasa. Hal ini sekarang menimbulkan kekhawatiran
tidak hanya di kalangan pengguna internet tetapi juga pihak berwenang dan
bahkan orang biasa. Isu-isu hukum dan etika kini menghadapi penyalahgunaan
penggunaan media sosial untuk menggertak pengguna internet lainnya.
Objektif penulisan ini adalah untuk mengkaji pandangan Islam mengenai
kesantunan bahasa terutama dari segi adab di media sosial terutama pada kasus
cyber bullying. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi rujukan kepada
masyarakat, terutama golongan remaja Muslim Indonesia agar mampu
menggunakan media sosial dengan lebih baik, etika dan moral. Sebagaimana yang
telah diajarkan dalam Islam untuk menjadi insan yang beretika dan beradab.
Penelitian terdahulu yang membahas cyber bullying, pertama penelitian
oleh Laila Fazry dan Nurliana Cipta Apsari (2021) tentang “Pengaruh Media
Sosial Terhadap Perilaku Cyberbullying Di Kalangan Remaja”, hasil penelitian
tersebut menjeleaskan media sosial memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap cyberbullying di kalangan remaja, tidak terpatok pada gender dan usia,
tetapi peran orang tua dan orang terdekat sangat diharapkan dalam membimbing
remaja guna mengurangi penggunaan media sosial bermasalah yang pada
akhirnya akan berdampak pada perilaku cyberbullying.
Kedua, penelitian oleh Ratih Dwi Kusumaningtyas mengangkat skripsi
tentang “ peran media sosial (online) sebagai saluran self disclosure remaja putri
di Surabaya ( Studi Deskriptif kualitatif mengenai peran media sosial online
(Facebook) sebagai saluran self disclosure remaja putri di Surabaya”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui peran media sosial online facebook sebagai
saluran self disclosure remaja putri di Surabaya. Hasil penelitian ini adalah bahwa
peran Facebook sangatlah luar biasa sebagai saluran self disclosure remaja putri di
Surabaya, karena mampu membuat informasi tersembunyi dikehidupan nyata
(offline) cenderung diungkapkan pada Facebook (online) secara terbuka oleh
Facebooker (Subyek penelitian).
Ketiga, penelitian oleh Lina Aprilia tahun 2014 yang berjudul “Pengaruh
Internet terhadap Akhlak Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Jatisrono”. Hasil
penilitian ini menyimpulkan bahwa Internet membawa pengaruh pada akhlak
siswasiswi di SMA Negeri 1 Jstisrono kelas XI, pengaruh yang dihasilkan dari
Internet antara lain menjadikan siswa malas belajar ataupun beraktivitas lainnya,
gaya hidup yang tidak sesuai dengan pola kehidupan didalam lingkungan terutama
dalam berbahasa.

DASAR TEORI
Media sosial merupakan teknologi yang memungkinkan untuk komunikasi
langsung, biaya rendah, pribadi dan tersembunyi, sehingga sulit untuk dipantau.
Selain itu, media sosial memberikan kesempatan untuk komunikasi sinkron
(segera) dan asinkron (tertunda) (Barak, 2007; Stefanone, Lackaff, &
Rosen, 2011). Dampak media sosial terhadap kesehatan mental seperti
peningkatan modal sosial melalui jaringan sosial yang lebih luas (Ellison,
Steinfield, & Lampe, 2007), meskipun beberapa penelitian telah menyoroti risiko
online seperti cyber-bullying, isolasi sosial dan eksploitasi (Juvonen & Gross,
2008; Kraut et al., 1998; McPherson, Smith-Lovin, & Brashears, 2006; Milani,
Osualdella, & Di Blasio, 2009). Peneliti lain telah menghindari dikotomi antara
positif dan negatif ini telah menganggap kenyataan terletak "di suatu tempat di
antara dua ekstrem ini" (Bryant, Sanders-Jackson, & Smallwood, 2006). 
Munculnya internet dan situs jejaring sosial telah melihat pertumbuhan
pesat dari informasi yang tersedia dan dapat diakses tentang kebiasaan sosial
individu. Analisis konten kualitatif dari halaman profil, papan pesan, dan blog
yang tersedia untuk umum telah digunakan dalam area ini (Cash, Thelwall, Peck,
Ferrell, & Bridge, 2013; Cerna & Smahel, 2009; Duggan, Heath, Lewis, &
Baxter, 2011 ; Siriaraya, Tang, Ang, Pfeil, & Zaphiris, 2011; Williams & Merten,
2013). Studi tersebut menunjukkan 'harta karun' informasi yang tersedia secara
online mengenai pola komunikasi dan kehidupan sosial remaja. Literatur
menunjukkan bahwa remaja lebih bersedia untuk mengungkapkan informasi
pribadi secara online dan, secara umum, menampilkan komunikasi online yang
lebih emosional daripada orang dewasa (Cash et al., 2013; Cerna & Smahel, 2009;
Duggan et al., 2011; Ko & Kuo , 2009; Siriaraya et al., 2011; Tichon & Shapiro,
2003).
Secara konstruktif, media sosial sangat meningkatkan platform
komunikasi yang berbeda. Namun, penyebaran media sosial telah datang dengan
sisi negatifnya. Penindasan dan kekejaman menjadi lebih mudah ketika yang
diperlukan pelaku untuk melakukan tindakan tersebut hanyalah beberapa
penekanan tombol. Saat ini, jumlah pengguna internet terus meningkat dan
semakin aktif di dunia online yang akibatnya mengintensifkan masalah cyber
bullying. Dengan terus meningkatnya jumlah netizen saat ini, cyber bullying
bukan lagi masalah biasa. Hal ini sekarang menimbulkan kekhawatiran tidak
hanya di kalangan pengguna internet tetapi juga pihak berwenang dan bahkan
orang biasa. Isu-isu hukum dan etika kini menghadapi penyalahgunaan
penggunaan media sosial untuk menggertak pengguna internet lainnya.
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan hubungan negatif antara
praktik komunikasi online dan kesejahteraan (Devine & Lloyd, 2012; Fioravanti,
Dèttore, & Casale, 2012; Hwang, Cheong, & Feeley, 2009; Koles & Nagy, 2012;
O'Dea & Campbell, 2011a, 2011b; Pantic et al., 2012; van den Eijnden, Meerkerk,
Vermulst, Spijkerman, & Engels, 2008). Bukti dari fenomena 'kaya-mendapatkan-
kaya' diberikan di mana orang-orang muda yang kualitas pertemanan offline-nya
dianggap 'tinggi' memiliki manfaat lebih besar dari aktivitas komunikatif online
mereka yang tidak memiliki kualitas pertemanan yang tinggi (Davis, 2012; Ko &
Kuo, 2009; Selfhout et al., 2009). Mungkin mencerminkan pembagian pendapat di
bidang ini sejumlah penelitian melaporkan pengaruh positif antara komunikasi
online dan kesejahteraan, yaitu; meningkatkan dukungan sosial, mengurangi
kecemasan sosial, meningkatkan harga diri dan mengurangi isolasi sosial (Davis,
2012; Dolev-Cohen & Barak, 2013; Gross, 2009; Ko & Kuo, 2009; Maarten et al.,
2009; Valkenburg, Peter, & Schouten, 2006). Lebih dari itu, tiga makalah
menyoroti kemungkinan manfaat promosi kesehatan mental dari komunikasi
online (Cerna & Smahel, 2009; Frydenberg, 2008; Valaitis, 2005) dan yang
menarik, dua penelitian melaporkan sedikit atau tidak ada hubungan antara
komunikasi online dan depresi di kalangan remaja (Gross, 2004; Jelenchick,
Eickhoff, & Moreno, 2013). 
Metode Penelitian
Kajian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu menganalisis berdasarkan
literatur yang terdapat dari beberapa bahan referensi. Referensi diambil dari Al-
Quran serta beberapa artikel ilmiah yang mengupas hal-hal terkait pembahasahan
aspek kesantunan bahasa di media sosial yang berdampak pada cyber bullying.
Pada tahap pertama, kesantunan bahasa dan adab di media sosial untuk dijadikan
sebagai analisis yang akan dikenal pasti serta mengeluarkan ayat-ayat al-Quran
yang berkaitan. Peneliti terlebih dahulu merujuk bahan bacaan artikel di samping
menggunakan perisian komputer untuk mencari ayat-ayat yang berkaitan dan
sesuaian. Gabungan teknik ini dikuatkan lagi melalui penelitian ayat demi ayat di
dalam al-Quran. Seterusnya, penyelidik mengumpulkan ayat-ayat yang sesuai dan
menyenaraikannya untuk dianalisis pada tahap berikutnya. Pada tahap kedua,
ayat-ayat Al-Quran yang telah dikeluarkan ini akan dianalisis kemudian mengenai
subtema. Peneliti juga merujuk beberapa buku tafsir al-Quran untuk mendapatkan
interpretasi terhadap ayat-ayat yang dianalisis.
Hasil dan Pembahasan
Remaja 
Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa
ada lebih dari 1,8 miliar orang muda berusia 10-24 tahun di dunia saat ini (UN-
DESA, 2010), banyak dari mereka menghadapi tekanan dan tantangan baru yang
signifikan karena meningkatnya tuntutan masyarakat modern. (Stengård &
Appelqvist-Schmidlechner, 2010). Selain itu, telah disarankan bahwa anak-anak
saat ini memerlukan lebih banyak dukungan, pelatihan dan keterampilan
mengatasi untuk mempersiapkan mereka untuk "masyarakat yang lebih kompleks
dan berteknologi maju" (Mathur & Freeman, 2002: 695-696). Di tengah kemajuan
teknologi seperti itu, seseorang harus mempertimbangkan pengaruh
perkembangan teknologi baru ini terhadap kaum muda. 
Penciptaan dan pemeliharaan jaringan pertemanan dianggap sebagai
proses yang penting dan signifikan secara perkembangan selama masa remaja
(Hartup, 1996; Manago, Taylor, & Greenfield, 2012; Strasburger, Wilson, &
Jordan, 2009). Selama tahap kehidupan ini, kelompok sebaya sering kali dianggap
sebagai kunci penting dan menggantikan hubungan orang tua sebagai sumber
utama dukungan sosial bagi orang muda (Boyd & Bee, 2012; Coleman, 1974).
SNS populer saat ini diluncurkan pasca 2003 (Boyd & Ellison, 2007) dengan hasil
bahwa generasi remaja saat ini adalah kelompok pertama yang 'dewasa' dengan
jejaring sosial online. Sampai saat ini, perhatian akademis di bidang ini tampak
condong ke populasi dewasa muda, yaitu mahasiswa yang lebih tua (Ellison et al.,
2007; Manago et al., 2012). Kelangkaan jelas penelitian yang berkaitan dengan
kelompok usia remaja memberikan dorongan untuk penelitian saat ini dan
digunakan untuk fokus pada populasi sampel dengan usia rata-rata di bawah 20. 
Keharmonisan di media sosial
Istilah keharmonisan dapat dilihat sebagai konsep abstrak dan sepenuhnya
individual yang maknanya muncul dalam perubahan konstan. Akibatnya, sulit
untuk mengoperasionalkan dan mengukur. Penelitian di bidang ini telah membagi
keharmonisan menjadi dua bidang: (1) hedonis dan (2) eudaimonic. Ahli teori
hedonis cenderung melihat keharmonisan dalam paradigma kesenangan vs
ketidaksenangan (Ryan & Deci, 2001), dengan penelitian yang menyelidiki
keharmonisan hedonis menggunakan keharmonisan subjektif (SWB) sebagai
ukuran penilaian, yang terdiri dari komponen kepuasan hidup, pengaruh positif
dan pengaruh negatif. Psikolog eudaimonic membedakan diri mereka dari gagasan
hedonis 'kebahagiaan' dan mengukur WB dengan bagaimana seseorang hidup dan
memenuhi kehidupan seseorang (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 2000). 
Terlepas dari ukuran Bank Dunia, tampaknya ada hubungan yang kuat
antara dukungan sosial dan Bank Dunia. Studi sebelumnya oleh Argyle (1987)
dan DeNeve (1999) telah menunjukkan hubungan antara keharmonisan dan
'keterkaitan' tinggi yang disediakan oleh jaringan sosial (Argyle, 1987; DeNeve,
1999). Sebuah tinjauan penelitian oleh Nezlek (2000) juga menyimpulkan bahwa
secara umum mereka yang memiliki keintiman yang lebih besar dan kualitas
hubungan yang lebih tinggi juga memiliki keharmonisan yang lebih tinggi.
Pentingnya jaringan dukungan sosial lebih ditekankan ketika seseorang
mempertimbangkan biaya psikologis yang terkait dengan penekanan emosi yang
disebabkan oleh dukungan sosial yang terbatas (DeNeve & Cooper, 1998; King &
Pennebaker, 1998). Cohen dan Ashby Wills (1985) juga menemukan bukti
hipotesis penyangga dimana dukungan sosial mengurangi bahaya penuh dari
peristiwa kehidupan negatif. 
Dapat dilihat sebagai keharusan bahwa konsekuensi keharmonisan dari
migrasi ke jaringan sosial online (OSN) oleh populasi remaja yang rentan harus
diselidiki dan dipahami sepenuhnya. Karena ada representasi berlebihan dari
populasi sampel dewasa dalam penelitian saat ini (misalnya mahasiswa), label
payung WB, di mana berbagai konsep terkait jatuh, memungkinkan untuk
memasukkan sejumlah studi yang cukup untuk menjamin tinjauan naratif.
Setelah proses peninjauan, 13 dari 43 studi dianggap melaporkan hasil
yang bermanfaat terkait komunikasi di media sosial. Pada umumnya, manfaat ini
tidak langsung dan didorong oleh persepsi tentang dukungan sosial yang
dirasakan. Misalnya, peningkatan peluang jejaring sosial meningkatkan harga diri
dan 'rasa memiliki' yang kemudian dapat berdampak langsung pada perasaan
sejahtera. Namun, perlu diingat bahwa dukungan sosial online yang dirasakan
mungkin memberikan rasa aman yang salah. Untuk menyeimbangkan
kekhawatiran ini, banyak bukti menunjukkan bahwa dukungan emosional dan
empati langsung melalui jaringan online dapat berkontribusi untuk menurunkan
hambatan pengungkapan diri (Ko & Kuo, 2009). proses. Pada gilirannya,
pengungkapan diri dan umpan balik positif terkait dapat meningkatkan persepsi
integrasi masyarakat (Ko & Kuo, 2009) dan dukungan sosial (Davis, 2012; Quinn
& Oldmeadow, 2013). Proses-proses ini dapat memberikan hubungan penjelasan
yang lebih langsung antara dan peningkatan kesejahteraan. Selain itu,
kemungkinan bahwa menekan emosi melalui non-disclosure akan berdampak
negatif pada kesejahteraan (Dolev-Cohen & Barak, 2013). Pengungkapan online
dapat menguntungkan kelompok yang terstigma dalam memfasilitasi dan
mendorong kontak mereka dengan sumber daya kesehatan mental. Teknologi ini
mungkin juga menarik bagi laki-laki muda sebagai alternatif yang lebih modis
untuk mencari bantuan tradisional. 
Berbagai hasil negatif kesejahteraan ada dalam literatur. Diinformasikan
oleh model teoretis, seseorang dapat menyarankan bahwa, pada umumnya, studi
ini memandang komunikasi online sebagai bentuk interaksi yang lebih lemah —
yang biayanya dapat meningkatkan risiko depresi dan/atau isolasi sosial. Ada
bukti hubungan antara preferensi untuk interaksi sosial, pembentukan
persahabatan online dan penurunan kesejahteraan; namun sedikit jika ada
hubungan yang ditemukan antara jumlah teman online dan kesejahteraan yang
lebih rendah. 
Satu studi skala besar menunjukkan bahwa hanya memiliki profil jejaring
sosial dapat menurunkan kesejahteraan psikologis; namun hubungan negatif ini
dilaporkan hanya untuk anak perempuan (Devine & Lloyd, 2012). Kaitan penting
dalam badan penelitian yang ditinjau adalah hubungan antara peningkatan
intensitas penggunaan yaitu waktu yang dihabiskan online dan peningkatan risiko
paparan bahaya online, terutama yang berkaitan dengan risiko CB. CB telah
dikaitkan dengan peningkatan depresi dan karena itu merupakan risiko nyata bagi
kesejahteraan remaja. Terlepas dari kemungkinan ini, sedikit hubungan langsung
atau tidak langsung yang ditemukan antara waktu yang dihabiskan untuk online
dan kesejahteraan negatif, kecuali satu penelitian di Serbia (Pantic et al., 2012).
Penelitian dengan demikian bergerak menjauh dari variabel yang berkaitan
dengan intensitas penggunaan, dan bergeser ke arah dampak aktivitas online yang
berbeda dan terpisah. 
Komunikasi di media sosial
Teknologi yang canggih menyebabkan berlakunya perubahan dalam rutin
harian manusia yang berkembang pesat hari demi hari. Ia juga membawa
perubahan kepada gaya hidup mereka dan perkara ini memberikan kesan terhadap
nilai, budaya, pemikiran dan corak kehidupan dari aspek adat, tatasusila, dan
agama (Buang, 2005; Jasmi & Mohd Rashid, 2008; Mohd Rashid & Jasmi, 2006;
Nurrizka, 2006; , 2016; Sidek, 2003; Suhid, 2005; Yaacob & Othman, 2007).
Perkembangan di seluruh dunia memberi banyak manfaat bagi manusia terutama
dari segi media yang berkomunikasi dengan talian atau melibatkan komunikasi di
media sosial, kerana ia mampu menghantarkan atau maklumat dengan pantas serta
menghubungkan manusia dari pelusuk dunia tanpa batasan.
Banyak bukti menunjukkan hubungan negatif antara praktik komunikasi
online dan kesejahteraan (Devine & Lloyd, 2012; Fioravanti, Dèttore, & Casale,
2012; Hwang, Cheong, & Feeley, 2009; Koles & Nagy, 2012; O'Dea & Campbell,
2011a, 2011b; Pantic et al., 2012; van den Eijnden, Meerkerk, Vermulst,
Spijkerman, & Engels, 2008). Bukti dari fenomena 'kaya-mendapatkan-kaya'
diberikan di mana orang-orang muda yang kualitas pertemanan offline-nya
dianggap 'tinggi' memiliki manfaat lebih besar dari aktivitas komunikatif online
mereka yang tidak memiliki kualitas pertemanan yang tinggi (Davis, 2012; Ko &
Kuo, 2009; Selfhout et al., 2009). Mungkin mencerminkan pembagian pendapat di
bidang ini sejumlah penelitian melaporkan pengaruh positif antara komunikasi
online dan kesejahteraan, yaitu; meningkatkan dukungan sosial, mengurangi
kecemasan sosial, meningkatkan harga diri dan mengurangi isolasi sosial (Davis,
2012; Dolev-Cohen & Barak, 2013; Gross, 2009; Ko & Kuo, 2009; Maarten et al.,
2009; Valkenburg, Peter, & Schouten, 2006). Lebih dari itu, tiga makalah
menyoroti kemungkinan manfaat promosi kesehatan mental dari komunikasi
online (Cerna & Smahel, 2009; Frydenberg, 2008; Valaitis, 2005) dan yang
menarik, dua penelitian melaporkan sedikit atau tidak ada hubungan antara
komunikasi online dan depresi di kalangan remaja (Gross, 2004; Jelenchick,
Eickhoff, & Moreno, 2013). 
Temuan dari tinjauan ini menunjukkan bahwa memungkinkan remaja
untuk meningkatkan ukuran dan komposisi jaringan sosial mereka secara
substansial. Ini mungkin bermanfaat (misalnya peningkatan modal sosial,
dukungan sosial, dll.) atau berbahaya melalui peningkatan paparan konten yang
memicu atau kasar atau promosi strategi koping negatif (Duggan et al., 2011). 
Salah satu faktor kunci yang terkait hasil kesejahteraan adalah penggunaan
teknologi online untuk tujuan komunikatif daripada non-komunikatif
(Vandoninck et al., 2011). yang mempromosikan kegiatan komunikatif terbukti
memberikan lebih banyak manfaat kesejahteraan; namun ini harus disesuaikan
dengan fakta bahwa kegiatan semacam itu juga dapat meningkatkan paparan
bahaya. Kita harus mempertimbangkan jaringan sosial yang lebih luas sebagai
faktor penting karena mereka menyediakan konteks di mana perjumpaan negatif
dialami. Sekali lagi, yang sebenarnya digunakan sangat penting karena yang
berbeda memberikan konteks jejaring sosial yang berbeda (misalnya Facebook vs.
Askfm). Penelitian di masa depan mungkin ingin mengeksplorasi masalah ini
secara lebih mendalam serta mempertimbangkan motivasi yang berbeda (misalnya
tipe kepribadian) di balik penggunaan media sosial dan implikasi kesejahteraan
selanjutnya. 
Kekokohan dan keterbatasan sintesis 
Dalam hal kualitas metodologi secara keseluruhan, ada representasi yang
berlebihan dari penelitian berbasis survei cross-sectional, yang diakui sebagai
desain penelitian yang lebih lemah dalam kaitannya dengan pertanyaan penelitian,
di mana desain eksperimental lebih kuat. Dalam menghadapi bukti tersebut,
seseorang tidak dapat membedakan berbagai faktor yang meringankan seperti
jenis kelamin, status sosial ekonomi, lokasi geografis dll pada OSN remaja dan
kesejahteraan apalagi dampak dari pertemanan online atau aktivitas online
tertentu. Selain itu, ada perbedaan antara pendekatan induktif dan deduktif dalam
basis bukti, oleh karena itu lebih banyak desain metode campuran akan diterima
dalam literatur. Karena kualitas studi yang disertakan pasti akan berdampak pada
keandalan sintesis yang diambil darinya, kita harus menyoroti batasan ini. Popay
dkk. (2006) menegaskan bahwa pembatasan ini dapat dihindari jika langkah-
langkah diambil untuk secara kritis meninjau kualitas metodologis setiap studi dan
dengan demikian memastikan 'pembobotan' yang sesuai. Menggunakan instrumen
yang divalidasi seperti Downs dan Black (1998) memungkinkan peneliti untuk
memperkuat keandalan sintesis. Pencarian sistematis database online telah
membuktikan formula yang berguna untuk menemukan penelitian tentang topik
tersebut; namun, penelitian di masa depan mungkin ingin memperluas jangkauan
database lebih jauh untuk memasukkan database yang lebih fokus pada
komunikasi spesialis. 
Cyber Bullying
Cyber bullying menurut Hardcastle (2011) “adalah bentuk pelecehan yang
terjadi melalui Internet yang mungkin termasuk posting forum yang kejam,
pemanggilan nama di ruang obrolan, memposting profil palsu di situs web, dan
pesan email yang kejam atau kejam”. Penindasan dunia maya tidak seperti
pelanggaran dunia maya lainnya terjadi di kalangan anak muda. Cyber bullying
terjadi ketika korban dan pelaku masih di bawah umur. Ketika orang dewasa
terlibat, cyber bullying dapat meningkat menjadi tindakan yang lebih serius yang
disebut cyber-harassment atau cyber-stalking, kejahatan yang dapat memiliki
konsekuensi hukum dan melibatkan waktu penjara (What is cyberbullying?,
2011).
Meskipun bullying dianggap sebagai masalah lama yang terjadi di sekolah
di kalangan anak-anak usia sekolah, cyber bullying dipandang sebagai masalah
yang berbeda di era internet. Chait (2006) menjelaskan bahwa tidak seperti bentuk
bullying tradisional dimana para pengganggu menyerang korbannya secara tatap
muka, pelaku cyber bullying memiliki kemampuan untuk menggunakan semua
jenis teknologi komunikasi untuk menyerang orang lain dengan sengaja dan
berulang-ulang. Teknologi komunikasi tersebut meliputi e-mail, short messaging
system (SMS) atau pesan instan, chat room, bash board, dan situs jejaring sosial.
Teknologi komunikasi ini secara kolektif dikenal sebagai media sosial. Tufts
University sebagaimana dikutip oleh Venable (2013) mendefinisikan media sosial
sebagai “satu set alat yang mendorong interaksi, diskusi dan komunitas,
memungkinkan orang untuk membangun hubungan dan berbagi informasi”.
Sementara cyber-bullying (CB) muncul sebagai bidang penelitian yang
terpisah dalam dirinya sendiri, dianggap untuk tujuan tinjauan ini bahwa CB
adalah masalah kesehatan mental yang relevan yang terjadi secara eksklusif
melalui media sosial dan teknologi interaktif online lainnya. CB digambarkan
sebagai "kerugian yang disengaja dan berulang yang ditimbulkan melalui
penggunaan komputer ... dan perangkat elektronik lainnya" (Hinduja & Patchin,
2010). Empat makalah ditemukan yang berfokus pada CB (Fanti et al., 2012;
Machmutow, Perren, Sticca, & Alsaker, 2012; Parris, Varjas, Meyers, & Cutts,
2012; Sticca, Ruggieri, Alsaker, & Perren, 2012) namun semua bervariasi secara
dramatis dalam sifat dan ruang lingkup. Secara kolektif, temuan mereka
menunjukkan bahwa dukungan sosial offline dapat menahan dampak negatif CB
(Parris et al., 2012); bahwa waktu yang dihabiskan untuk online dapat
meningkatkan risiko CB (Machmutow et al., 2012); bahwa CB (korban dan
pelanggaran) dapat diprediksi dengan menggunakan ukuran Sifat Psikopat (Sticca
et al., 2012) dan bahwa korban sering kali mengadopsi tiga strategi sikap utama
untuk mengurangi dampak CB — koping reaktif (merespon setelah kejadian);
coping preventif (langkah-langkah perlindungan misalnya tetap offline) dan/atau
penerimaan (Parris et al., 2012).
Media Sosial menurut Perspektif Islam
Islam adalah agama yang memberi petunjuk sepanjang zaman. Islam juga
mendidik umatnya berperilaku dengan akhlak yang baik, di samping ketika adab
dalam bertutur terutama berkomunikasi dengan manusia secara langsung atau di
media sosial. Bahasa tutur yangb, sopan serta halus serta dengan budi pekerti yang
mulia beradabdi peribadi Muslim sejati. Terdapat prinsip-prinsip dalam al-Quran
yang berkaitan kesantunan bahasa iaitu dasar serta hukum al-Quran dalam
memberi panduan terutama melibatkan aspek penggunaan bahasa yang baik,
sopan, beradab serta menghormati pihak yang menjadi teman bicara sama ada
secara bersemuka atau melibatkan komunikasi di media sosial. Justeru,
kesantunan bahasa ini menjurus kepada kesantunan bahasa mengikut prinsip Islam
yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam al-Quran. antara panduan asas yang
digariskan dalam al-Quran yaitu dalam surah Taha ayat 44 mengenai penggunaan
kata yang lemah ketika berbicara. juga firman Allah dalam beberapa surah Begitu
yang menyatakan bahawa Allah tidak menyukai kutipan atau ucapan yang buruk
dan hodoh.
Remaja merupakan golongan yang berpengaruh dalam penggunaan media
sosial khususnya melibatkan remaja melayu Muslim menurut Abadi et al., (2016);
Ayu, (2015); Muna & Astuti, (2014); Nahar, (2018); Siron, (2010) dan mereka
banyak terdedah kepada kesan yang negatif kerana mereka masih mentah dan
cenderung terpengaruh dengan perkara yang tidak elok. Islam telah menyediakan
garis panduan dan tatacara berkomunikasi serta cara penggunaan media sosial
yang betul bagi manusia agar dapat memberi manfaat dan kemudahan bagi
mereka. Setiap apa yang dilakukan di dunia ini pasti dihisab dan dipersatukan di
dunia dan akhirat kelak.
Firman Allah SWT dalam surah al-Isra' ayat 36 yang menyeru manusia
agar tidak mengikut apa yang mereka tidak tahu mengenai sesuatu hal atau
perkara itu kerana setiap apa yang dilakukan oleh mereka akan ditanya kembali di
akhirat kelak. Allah SWT juga melarang manusia berkata dusta atau menipu
seperti dalam surah al-An'am ayat 112 yang melarang manusia menipu serta
meninggalkan perkara yang sengaja diada-adakan bukti yang jelas. Sekiranya
terdapat maklumat fakta atau yang kurang jelas kesahihannya, hendaklah terlebih
dahulu diteliti sebelum disebarkan kepada umum. Kerana perbuatan menyebar
fitnah atau sebarang maklumat tanpa diteliti lebih lanjut dianggap sebagai orang
yang munafik dan yang jelas menyatakan bahawa fitnah itu lebih berbahaya dari
membunuh.
Begitu juga dengan penyebaran maklumat yang tidak sahih, Islam
melarang keras kita semua menyebarkan sebarang maklumat yang tidak tepat atau
diragui kesahihannya terutama di media sosial kerana perbuatan ini boleh
mengundang fitnah dan menyebabkan perpecahan dalam kalangan masyarakat.
Namun, masyarakat cenderung melakukan aktiviti ini demi menagih perhatian dan
pengaruh yang ramai di media sosial. Perkara ini bercanggah dengan panduan di
dalam al-Quran yang mana Allah SWT melarang sesuatu perkara atau maklumat
secara menyeluruh tanpa diselidiki terlebih dahulu sebelum diamalkan, apatah lagi
menyebarkannya kepada masyarakat umum.
Pandangan Islam berkaitan Kesantunan Bahasa
Kesantunan berbahasa mengacu pada aturan dan adat istiadat yang ada
dalam masyarakat masing-masing. Bahasa menandakan etika dan karakter
manusia. Penggunaan bahasa yang tidak tepat terutama di media sosial dapat
menimbulkan konflik dan miskomunikasi. Saat ini, etika sosial dan kesantunan
berbahasa di kalangan pengguna media sosial perlahan-lahan memburuk. Hal ini
diakibatkan karena paparan kritis antara anggota masyarakat global dalam
lingkungan sosial yang secara tidak langsung telah mempengaruhi komunitas
Muslim di Indonesia. Maka dari itu, ajaran Islam telah menyarankan beberapa
istilah dan pedoman yang harus dipraktikkan oleh umat Islam untuk menjaga
keharmonisan dalam berkomunikasi. Pedoman ini didasarkan pada dua sumber
utama yaitu Al-Quran dan Hadits.
Dewan edisi keempat (2015), kutipan 'santun' maksud halus (budi pekerti
atau budi bahasa), beradab dan sopan. Manakala Awang Sariyan (2007)
menyatakan kesantunan sesuatu yang diukur berdasarkan kepatuhan pengguna
terhadap peraturan yang terdapat dalam bahasa masyarakat setiap masyarakat atau
bangsa memiliki peraturan bahasa tersendiri. Salinah Jaafar (2012) berpendapat
konsep kesantunan merujuk kepada adab atau tertib mahupun kebiasaan yang
diamalkan oleh sesebuah masyarakat dalam memelihara hubungan sesama
manusia dan menjaga tatasusila dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Selain
pendapat pakar bahasa yang berkaitan dengan konsep kesantunan bahasa secara
umum, terdapat juga pendapat yang menyamai konsep adab dan kesantunan
seperti yang dijelaskan oleh Islam menurut Sanat (2000) menyatakan bahwa
konsep yang paling luas adalah penggunaan bahasa santun berpandukan kepada
amar ma'ruf da nahi mungkar. Konsep ini bukan hanya semata-mata menjaga air
muka sahaja tetapi tujuan utamanya adalah menyeru kepada keberhasilan dan
mencegah daripada melakukan kemungkaran (Muhammad Luqman, 2015).
Dalam surah ar-Rahman ayat 4 ada menyatakan bahasa diciptakan sebagai
alat untuk berkomunikasi sesama makhluk sejak awal kejadian lagi. Dalam erti
kata lain menurut Islam bahasa yang santunan tidak dapat dipisahkan dengan nilai
dan moral sosial budaya dan agama sebagaimana ia telah sejak zaman dahulu lagi.
Penggunaan bahasa santun dalam al-Quran memiliki hubung kait dengan cara
pengucapan, perilaku dan kosakata, serta disesuaikan dengan situasi dan keadaan,
seperti firman Allah yang dalam surah Luqman ayat ke 19 yang menyeru manusia
untuk melunakkan suara ketika berbicara.
Melunakkan suara ini bermaksud menyampaikan sesuatu yang tidak keras
atau kasar, sehingga yang disampaikan tidak hanya dapat difahami malah dapat
diserap dan dihayati maknanya oleh penerima atau pendengar. Ayat ini juga
menyatakan seburuk buruk adalah suara keldai kerana haiwan ini terkenal di
kalangan orang Arab sebagai haiwan yang bersuara buruk dan tidak enak
didengar. Jelas, ayat ini dijelaskan bahwa bahawa al-Quran menggalakkan
manusia untuk menggunakan bahasa santun dalam komunikasi yang sama
melibatkan komunikasi secara bersemuka atau ketika di media sosial. Kesantunan
ini merupakan gambaran sifat manusia yang memiliki peribadi yang mulia serta
beradab, manakala orang yang tidak santun dianggap seperti haiwan.
Di dalam al-Quran terdapat enam (6) prinsip yang harus dijadikan
pedoman ketika berbicara, iaitu Qaulan sadīda, Qaulan Ma'rūfā, Qaulan Balīghā,
qaulan Maysrā, Qaulan Layyina dan Qaulan Karīmā.
1. Qaulan Saddā
Allah SWT telah menjelaskan satu-satunya prinsip yang perlu menjadi
orang yang beriman dengan perintah-perintah yang dikirimiasa kerahasiaannya
terutama dalam Q.S Al-Ahzab ayat 70:
‫ًا‬Sۙ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َوقُوْ لُوْ ا قَوْ اًل َس ِد ْيد‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar,
Qaulan Sadīdā di sini merujuk pada suatu barang yang mengandungi
kebenaran dalam setiap perkara serta memberi manfaat kepada orang lain kata-
kata yang baik terhasil dari hati yang suci dan memberikan gambaran yang
berkaitan yang terkandung di dalam hati seseorang.
2. Qaulan Ma'rūfā
Qaulan Ma'rūfā yaitu berbicara dengan bahasa yang baik, tidak sakit atau
perasaan perasaan orang lain, dengan jujur, tidak ada kecurangan, serta tidak
meningkatkan kepura-puraan untuk memberi dan manfaat kepada orang lain,
seperti firman Allah Q.S An-Nisa ayat 5 :
‫َواَل تُْؤ تُوا ال ُّسفَهَ ۤا َء اَ ْم َوالَ ُك ُم الَّتِ ْي َج َع َل هّٰللا ُ لَ ُك ْم قِ ٰي ًما َّوارْ ُزقُوْ هُ ْم فِ ْيهَا َوا ْكسُوْ هُ ْم َوقُوْ لُوْ ا لَهُ ْم قَوْ اًل َّم ْعرُوْ فًا‬
Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta
itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
Ayat tersebut menjelaskan ucapan atau kata-kata yang santun adalah
ucapan yang baik menurut pandangan masyarakat, oleh itu Qaulan Ma'rūfā
membawa maksud ucapan yang baik dan halus merupakan ucapan yang disukai
oleh golongan perempuan dan kanak-kanak kerana penggunaan kata-kata yang
baik ketika berkomunikasi sangat digemari dan selesa untuk didengar atau dibaca.
3. Qaulan Balīghā
Dalam al-Quran terdapat ayat yang menyentuh tentang Qaulan Balīghā
yaitu penggunaan kata-kata yang tepat, fasih, dan jelas maknanya juga yang
memberi kesan di dalam jiwa ( Al Zuhaily, 1991) serta tidak berbelit-belit dan
kata-kata itu mengenai sasaran atau tujuan dalam komunikasi serta memberi kesan
terus ke dalam hati pendengar atau pembaca, seperti dalam surah an-Nisa' yang
menggalakkan jiwa manusia menggunakan bahasa yang kesan kepada manusia
yang lain.
Seperti pada Firman Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 63:
ْ ‫ك الَّ ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُم هّٰللا ُ َما فِ ْي قُلُوْ بِ ِه ْم فَا َ ْع ِرضْ َع ْنهُ ْم َو ِع‬ ٰۤ ُ
‫ظهُ ْم َوقُلْ لَّهُ ْم فِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ِه ْم قَوْ اًل ۢ بَلِ ْي ًغا‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ا‬
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui
apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan
berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
membekas pada jiwanya.
4. Qaulan Maysrā
Maysūrā adalah -kata yang mudah dan menyenangkan iaitu mudah
difahami dan mudah dipahami, seperti dalam surah al-Isra' iaitu menyeru semua
manusia menggunakan ucapan yang mudah. Sebagaiamana Firman Allah dalam
Q.S Al-Isra ayat 28
َ ِّ‫ض َّن َع ْنهُ ُم ا ْبتِغ َۤا َء َرحْ َم ٍة ِّم ْن َّرب‬
‫ك تَرْ جُوْ هَا فَقُلْ لَّهُ ْم قَوْ اًل َّم ْيسُوْ رًا‬ ِ ‫َواِ َّما تُع‬
َ ‫ْر‬
Artinya : Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang
lemah lembut.
Sa'adiy (2001) menyatakan Qaulan Maysrā adalah kata-kata yang lembut
.

serta santun dan ia merupakan satu adab yang diajarkan oleh Allah SWT, ia juga
membawa maksud ucapan yang memberi harapan dan menyebabkan orang lain
tidak kecewa, kerana kata-kata yang baik dan pemandangan harapan akan
menyenangkan dan memudahkan manusia lain.
5. Qaulan Layyina
Qaulan Layyina adalah perkataan dan pikiran yang mudah dipahami dapat
menyentuh hati. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S Taha ayat 44:
‫فَقُوْ اَل لَهٗ قَوْ اًل لَّيِّنًا لَّ َعلَّهٗ يَتَ َذ َّك ُر اَوْ يَ ْخ ٰشى‬
Artinya : maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.
Penggunaan bahasa yang lembut dan tiada unsur kekerasan berkomunikasi
lemah dapat menundukkan hati orang yang keras kepala sekalipun memberi kesan
yang positif dalam jiwa mereka.
6. Qaulan Karma
Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Isra ayat 23:
َ ‫ضى َربُّكَ اَاَّل تَ ْعبُد ُْٓوا آِاَّل اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن اِحْ ٰسنً ۗا اِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن َد‬
‫ك ْال ِكبَ َر اَ َح ُدهُ َمٓا اَوْ ِك ٰلهُ َما فَاَل تَقُلْ لَّهُ َمٓا اُفٍّ َّواَل‬ ٰ َ‫َوق‬
َّ
‫تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لهُ َما قَوْ اًل َك ِر ْي ًما‬
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Di dalam surah al-Isra' ini, Allah memerintahkan manusia untuk
menggunakan ucapan atau perkataan yang mulia terutama terhadap kedua ibu
bapa, kerana menggunakan doa yang baik dan mulia. dalam Islam. Perkataan
mulia merupakan kutipan yang memberi penghargaan serta penghargaan kepada
orang lain ketika berkomunikasi. Menurut al-Zuhaily (1991) Qaulan Karīmā
adalah ucapan atau penggunaan kutipan yang positif, mulia dan optimis. Ayat ini
merupakan panduan Al-Quran berkaitan dengan urusan hidup manusia.
Merangkumi unsur aqidah, iaitu agar manusia hanya menyembah Yang Maha
Berkuasa dan tidak menyembah yang lain selain Allah, kemudian tatacara ketika
berkomunikasi dengan ibu bapa. Allah SWT juga memerintahkan agar manusia
berlaku ihsan terhadap ibu bapa dan menyantuni mereka dari perbuatan mulia dan
juga kutipan yang baik serta.
KESIMPULAN
Teknologi hanya bertindak sebagai fasilitator interaksi manusia dan bebas
nilai, tidak mempromosikan yang baik atau yang buruk. Diperoleh dalam ulasan
ini adalah banyak bukti kontradiktif yang menunjukkan aspek yang berbahaya dan
bermanfaat. Namun, kita harus menunjukkan kurangnya bukti yang menuntut arah
spesifik dari hubungan antara cyber bullying dan kesejahteraan. Bagaimanapun,
semakin banyak bukti menunjukkan bahwa pengalaman cyber bullying dan
kesejahteraan (baik positif atau negatif) didasarkan pada aktivitas online tertentu
daripada variabel seperti, 'jumlah waktu' atau 'jumlah teman daring'. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan dini anak-anak dan remaja tentang berbagai
kasus cyber bullying dapat memungkinkan mereka untuk menghindari kegiatan
yang lebih 'berbahaya' misalnya berbicara dengan orang asing dan dengan
demikian mengurangi pengalaman yang merugikan. 
Sebagai seorang Muslim, kita harus mempraktikan serta mengamalkan
prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika berkomunikasi
demi mengekalkan nilai sesuatu bahasa. Seorang individu Muslim mestilah
berpegang pada cara hidup yang diajarkan Islam agar mampu memberi dampak
dan pengaruh yang besar dalam melahirkan masyarakat yang sejahtera serta bebas
dari konflik terutama konflik dalam komunikasi di media sosial. Kesantunan
bahasa dan adab di media sosial juga harus dijaga karena setiap perbuatan yang
dilakukan oleh manusia akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Hasil
penulisan ini menunjukkan bahawa Islam telah mengajarkan banyak garis
panduan yang khusus amalan kesantunan bahasa umatnya sebagai panduan demi
kesejahteraan hidup dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, J. (2012). Pengaruh situs jejaring sosial pada perkembangan sosial dan
akademik remaja: Teori dan kontroversi saat ini. Jurnal Masyarakat
Amerika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi, 62(8), 1435–
1445. 
Apaolaza, V., Hartmann, P., Medina, E., Barrutia, J., & Echebarria, C. (2013).
Hubungan antara bersosialisasi di situs jejaring online Spanyol Tuenti dan
kesejahteraan subjektif remaja: Peran harga diri dan kesepian. Komputer
dalam Perilaku Manusia, 29, 4. 
Ardianto. 2016. Kesantunan Berbahasa Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal
Ilmiah Al Syir'ah, 5(2): 7-13.
Argyle, M. (1987). Psikologi kebahagiaan. London: Metuen. 
Awang Sariyan. 2007. Santan Berbahasa. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka. Dewan Bahasa dan Pustaka. Kamus Dewan Edisi Keempat. 2015.
Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka.
Baker, RK, & Putih, KM (2010). Dengan kata-kata mereka sendiri: Mengapa
remaja tidak menggunakan situs jejaring sosial. Cyberpsikologi, Perilaku
dan Jejaring Sosial, 14(6), 395–398. 
Barak, A. (2007). Dukungan emosional dan pencegahan bunuh diri melalui
Internet: Laporan proyek lapangan. Komputer dalam Perilaku Manusia, 23
(2), 971–984. http://dx.doi.org/10. 1016/j.chb.2005.08.001. 
Boyd, DM, & Ellison, NB (2007). Situs jejaring sosial: Definisi, sejarah, dan
kapal sarjana. Jurnal Komunikasi Mediasi Komputer, 13(1), 210–230.
http://dx.doi. org/10.1111/j.1083-6101.2007.00393.x. 
Boyd, DR, & Bee, HL (2012). Perkembangan masa hidup (edisi ke-6). Boston:
Pearson/Alyn dan Bacon. 
Bronfenbrenner, U. (1979). Ekologi perkembangan manusia: Eksperimen oleh
alam dan desain. Cambridge, MA: Universitas Harvard Press0-674-22457-
4. 
Bronfenbrenner, U. (1986). Ekologi keluarga sebagai konteks pembangunan
manusia. Psikologi Perkembangan, 22, 723–742. 
Bronfenbrenner, U. (1989). Teori sistem ekologi. Dalam R. Vasta (Ed.), Enam
teori perkembangan anak: Formulasi yang direvisi dan isu-isu terkini (hlm.
185–246). Greenwich, CT: JAI Press. 
Bryant, JA, Sanders-Jackson, A., & Smallwood, AMK (2006). IMing, pesan teks,
dan jaringan sosial remaja. Jurnal Komunikasi Mediasi Komputer, 11(2).
http://dx.doi.org/10.1111/j.1083-6101.2006.00028.x. 
Campbell, R., Pound, P., Paus, C., Britten, N., Pill, R., Morgan, M., dkk. (2003).
Mengevaluasi meta-etnografi: Sebuah sintesis penelitian kualitatif pada
pengalaman awam diabetes dan perawatan diabetes. Ilmu Sosial dan
Kedokteran, 56, 671–684. 
Cerna, A., & Smahel, D. (2009). Self-injury pada masa remaja: Blog sebagai
sarana pembentukan komunitas. Ceskoslovenska Psychologie, 53(5), 492–
504. 
Cohen, S., & Ashby Wills, T. (1985). Stres, dukungan sosial dan hipotesis
penyangga. Buletin Psikologis, 92(2), 310–357. 
Coleman, J. (1974). Hubungan di masa remaja. London: Routledge dan Kegan
Paul. Davis, K. (2012). Friendship 2.0: Pengalaman remaja tentang
kepemilikan dan pengungkapan diri secara online. Jurnal Remaja, 35(6),
1527–1536. 
DeNeve, KM (1999). Senang sebagai kerang ekstravert? Peran kepribadian untuk
kesejahteraan subjektif. Arah Saat Ini dalam Ilmu Psikologi, 8, 141-144.
http://dx.doi. org/10.1177/1359105308093860. 
DeNeve, KM, & Cooper, H. (1998). Kepribadian yang bahagia: Sebuah meta-
analisis dari 137 sifat per sonalitas dan kesejahteraan subjektif. Buletin
Psikologis, 124, 197–229. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.124.2.197. 
Devine, P., & Lloyd, K. (2012). Penggunaan internet dan kesejahteraan psikologis
di antara anak-anak berusia 10 tahun dan 11 tahun. Penitipan Anak dalam
Praktek, 18(1), 5–22. 
Dixon-Woods, M., Booth, A., & Sutton, AJ (2007). Mensintesis penelitian
kualitatif: Sebuah tinjauan ulang laporan yang diterbitkan. Penelitian
Kualitatif, 7, 375–422. http://dx.doi.org/10. 1177/1468794107078517. 
Dler, RB, & Rodman, G. (2006). Memahami komunikasi manusia (edisi ke-9).
New York, Oxford: Oxford University Press. 
Dolev-Cohen, M., & Barak, A. (2013). Penggunaan Pesan Instan oleh remaja
sebagai sarana pelepas emosi. Komputer dalam Perilaku Manusia, 29(1),
58–63. 
Donchi, L., & Moore, S. (2004). Ini hal laki-laki: Peran Internet dalam
kesejahteraan psikologis kaum muda. Perubahan Perilaku, 21(2), 76–89. 
Downs, SH, & Black, N. (1998). Kelayakan membuat daftar periksa untuk
penilaian kualitas metodologi baik studi acak dan non-acak intervensi
perawatan kesehatan. Jurnal Epidemiologi & Kesehatan Masyarakat.
http://dx. doi.org/10.1136/jech.52.6.377. 
Duggan, JM, Heath, NL, Lewis, SP, & Baxter, A. (2012). Pemeriksaan ruang
lingkup dan sifat aktivitas online non-bunuh diri melukai diri sendiri:
Implikasi bagi profesional kesehatan mental sekolah. Kesehatan Mental
Sekolah, 4, 56–67. http://dx.doi.org/10.1007/ s12310-011-9065-6. 
Duggan, M., & Brenner, J. (2013). Demografi pengguna media sosial. Proyek
Internet dan Kehidupan Amerika Pew Internet Re search Center
(http://pewinternet.org/Reports/ 2013/Social-media-users.aspx). 
Ellison, NB, Steinfield, C., & Lampe, C. (2007). Manfaat Facebook “teman:”
Modal sosial dan penggunaan situs jejaring sosial online oleh mahasiswa.
Jurnal Komunikasi Mediated Komputer, 1143-1168.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1083-6101.2007. 00367.x/CrossRef
Fahmi Gunawan. 2014. Representasi Kesopanan Brown dan Levinson dalam
Wacana Akademik. Kandai, 10(1).
Hamid G. Jewad, Z. Ghapanchi & M. Ghazanfari. 2020. Menyelidiki Prinsip
Kesopanan Lintah dalam Ayat Percakapan dalam Tiga Surat dari Al-
Qur'an. Ilmu Sosial Asia, 16(3).
Juminem. 2019. Adab Bermedia Sosial dalam Pandangan Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 6(1): 25-27.
Kamar Rusdi. 2013. Konsep Kesantunan Berbahasa dalam Islam. Jurnal
Adabiyah. Jil. XIII. hlm. 223-234.
Kas, S., Thelwall, M., Peck, S., Ferrell, J., & Bridge, J. (2013). Pernyataan bunuh
diri remaja di MySpace. Cyberpsikologi, Perilaku dan Jejaring Sosial, 16,
166-174. CASP (2006). Penelitian kualitatif: Alat penilaian. 10 pertanyaan
untuk membantu Anda memahami penelitian kualitatif (hal. 1-4). Oxford:
Unit Sumber Daya Kesehatan Masyarakat (Tersedia dari:
www.phru.nhs.uk/Doc_Links/Qualitative_Appraisal_Tool.pdf). 
Ku Zaimah Che Ali, Mardzelah Makhsin. 2019. Analisis Tafsir Tematik Ayat-ayat
Al-Quran terhadap Prinsip Kesantunan Berbahasa. Jurnal Sultan
Alauddin Sulaiman Syah, 6(1): 117-118.
Mohammad Nazeli Ahmad. 2009. Prinsip Al-Quran Tentang Kesantunan Bahasa.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Pustaka Darul Iman. Al Quran dan Terjemahannya. 2012. Kuala Lumpur:
Penerbit Pustaka Darul Iman.
Salinah Jafar. 2012. Kesantunan Bahasa: Pertembungan Antara Budaya Melayu-
Bukan Melayu dan Islam Bukan Islam. Jurnal Peradaban Melayu, 3, 49-6.
Jabatan Linguistik Melayu, Akademi Pengajian Melayu, Universiti
Malaya.
Wan Siti Fatimatul Akmal W. Hassan, Suhaila Zailani, Ahmad. 2019. Strategi
dan Panduan Kesantunan Bahasa Menurut Perspektif Islam. Jurnal Studi
Islam Internasional Islamiyyat. UKM. 41(1): 3-4.

Anda mungkin juga menyukai