Anda di halaman 1dari 12

Etika Penggunaan Media Sosial Dalam Perspektif Islam

1​
Alya Alma Maula, 2​​ Mochamad Daffa Septianezra Hakim, 3​​ Dion Febri Saputra

ABSTRACT

In this digital era, social media is widely used by people from various groups of society in Indonesia,
whether it is children, young people, or even adults. Many things can be done with social media, one of which is that
a person can communicate with other people without meeting in person. However, over time, social media users
have begun to forget the ethics of speaking and communicating in accordance with Islamic teachings, such as
saying greetings when starting to communicate. Therefore, this research was made with the aim of educating or
reminding the ethics of speaking or communicating properly in accordance with Islamic teachings. The data
collection methods used in this study were questionnaires and literature review. This method is used to find out
whether social media users in Indonesia communicate according to Islamic teachings or not, while literature review
is used to find out what things should be done when communicating using social media in accordance with Islamic
teachings. Preliminary research results show that the majority of Indonesians have forgotten the ethics of using
social media in accordance with Islamic teachings. It is hoped that this research can educate and remind
Indonesians of speaking ethics that should have been implemented in accordance with Islamic teachings.

Keywords​: social media; communication, and; Islamic teachings

ABSTRAK

Pada era digital ini, media sosial marak digunakan oleh semua orang dari berbagai kalangan di Indonesia,
baik itu anak-anak, anak muda, maupun orang tua. Banyak hal yang bisa dilakukan dengan media sosial, salah
satunya adalah seseorang bisa berkomunikasi dengan orang lain tanpa bertemu secara langsung. Namun, seiring
berjalannya waktu, pengguna media sosial mulai melupakan etika berbicara dan berkomunikasi yang sesuai dengan
ajaran Islam, seperti mengucapkan salam saat memulai berkomunikasi. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat dengan
tujuan mengedukasi atau mengingatkan kembali etika berbicara atau berkomunikasi dengan baik yang sesuai dengan
ajaran Islam. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner dan
kajian literatur. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pengguna media sosial di Indonesia
berkomunikasi sesuai dengan ajaran Islam atau tidak, sedangkan kajian literatur digunakan untuk mengetahui hal
apa saja yang seharusnya dilakukan saat berkomunikasi menggunakan media sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia belum memahami etika dalam
penggunaan media sosial sesuai dengan ajaran Islam. Diharapkan penelitian ini dapat mengedukasi dan
mengingatkan kembali masyarakat Indonesia akan etika berbicara yang sudah seharusnya diterapkan sesuai dengan
ajaran Islam.

1
Alya Alma Maula, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
2
Mochamad Daffa Septianezra Hakim, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
3
Dion Febri Saputra, Institut Teknologi Bandung, Indonesia

1
Kata Kunci​: media sosial; komunikasi, dan; ajaran Islam

I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu bergantung satu sama lain untuk mencukupi
kebutuhannya. Oleh karena itu, manusia melakukan kontak sosial dengan berkomunikasi melalui media,
guna mencapai tujuan-tujuannya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kebutuhan manusia semakin
bertambah. Namun, manusia juga menciptakan cara-cara baru guna mengakomodasi kebutuhan tersebut.
Salah satu contoh nyatanya adalah inovasi dan pemanfaatan media sosial, sesuatu yang akrab dengan
keseharian kita.
Komunikasi merupakan kata yang berakar dari istilah bahasa Inggris ​‘Communication’ maupun
bahasa latin ​‘Communicatus’ yang berarti ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’. Dalam konteks sosial,
komunikasi merupakan hal yang lebih jauh dari sekedar memberitahu, melainkan sebagai sarana untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Media sosial merupakan sebuah frasa yang tersusun atas dua kata, yaitu kata ‘media’ dan ‘sosial’.
Dalam artian sempit, media diartikan sebagai alat dalam komunikasi. Sedangkan, kata ‘sosial’ berarti
suatu realitas dimana individu memberi andil dalam masyarakat. Media dan sosial merupakan produk
bersama dari proses sosial. Berangkat dari definisi tiap-tiap kata, media sosial dapat diartikan sebagai
perangkat berkomunikasi yang digunakan dalam sosialisasi.
Akan tetapi, pada kenyataannya, penggunaan media sosial tidak selalu sejalan dengan alasan
pembuatannya. Disintegrasi maupun konflik kerap kita jumpai pada laman-laman sosial media kita.
Kata-kata kotor dan kasar, hoax, maupun ujaran kebencian menjadi hal yang seolah lumrah dilakukan
oleh siapa saja di dunia maya, tak terkecuali seorang muslim.
Sebagai ​rahmatan lil alamin,​ Islam adalah pedoman hidup bagi setiap muslim yang sifatnya
universal dan akan selalu relevan dengan zaman. Meskipun media sosial relatif sangat baru dan modern
bagi lini kehidupan manusia di muka bumi, hal tersebut tidak menghalangi ajaran Islam untuk dapat
memberi fondasi dan panduan bagi kita dalam menggunakan media sosial. Perlu diketahui juga sejauh
mana kita mengetahui dan mengamalkan syariat Islam dalam bersosial media. Nyatanya, banyak di antara
kita yang masih belum mengetahui bagaimana Islam mengatur kita dalam melakukan aktivitas tersebut.
Lebih jauh lagi, tak jarang kita belum menyadari bahwa Islam memberi kita pedoman tersebut. Hal ini
dapat disebabkan karena tidak ada aturan atau dalil yang secara eksplisit mengatur tata cara bersosial
media.
Pada penelitian diberikan informasi dan pemahaman tentang bagaimana etika bersosial yang baik
dan sesuai dengan ajaran Islam. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat,
khususnya umat muslim, agar dalam menggunakan media sosial lebih bijak, dengan mengedepankan etika
dan moral agar menjadi manusia yang bermartabat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

2
bagaimana etika bermedia sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Harapannya, hasil penelitian kami
dapat mengedukasi masyarakat muslim pada umumnya dan tim penyusun pada khususnya terkait
bagaimana beretika di media sosial menurut Islam.

II. METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan metode penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif
kuantitatif. Teknik pengumpulan data dengan metode kualitatif dilakukan dengan kajian literatur,
sedangkan teknik pengumpulan data dengan metode kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
yang memanfaatkan instrumen penelitian ​Google Form​. Kajian literatur digunakan untuk mengetahui hal
apa saja yang seharusnya dilakukan saat berkomunikasi menggunakan media sosial yang sesuai dengan
ajaran Islam. Dengan populasi dalam penelitian yaitu masyarakat Indonesia yang beragama Islam,
pertanyaan yang sudah ditentukan menggunakan kajian literatur tersebut akan disebar melalui ​Google
Form.​ Kuesioner disebar kepada 100 mahasiswa dan pelajar SMA di lingkungan para peneliti sebagai
sampel penelitian melalui kanal media sosial seperti Instagram, Line, dan Whatsapp.
Peneliti merujuk pada sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer diambil dari
al-Qur’an dan al-Hadits, sedangkan sumber sekunder diambil dari beberapa artikel ilmiah yang telah
diterbitkan di jurnal-jurnal baik online maupun offline. Setelah beberapa sumber referensi terkumpul,
selanjutnya dianalisis sesuai dengan kebutuhan peneliti yakni mengkomparasikan beberapa tulisan
tersebut dengan tulisan yang lainnya sehingga diperoleh data yang akurat, valid, dan reliabel. Setelah itu,
peneliti menuliskan ide-idenya.
Variabel yang terkandung di dalam penelitian ini adalah variabel terikat, variabel bebas, dan
variabel kontrol. Variabel terikat meliputi pengguna media sosial. Lalu, variabel bebas dari penelitian ini
adalah lingkungan pertemanan yang tidak baik, kurangnya pengetahuan tentang etika bersosial media
yang baik, dan pengaruh budaya luar. Sedangkan variabel kontrolnya adalah responden yang masuk ke
dalam kategori masyarakat Indonesia yang beragama Islam, yang tidak diberikan edukasi atau perlakuan
terlebih dahulu, guna meningkatkan kredibilitas penelitian.
Kuesioner yang disebar terdiri dari 6 pertanyaan yang dapat mengukur apakah pengguna media
sosial di Indonesia sudah berkomunikasi sesuai dengan ajaran Islam. Enam pertanyaan tersebut
didasarkan pada indikator penggunaan media sosial yang dirumuskan oleh Juminem dalam penelitiannya
yang berjudul “Adab Bermedia Sosial Dalam Pandangan Islam”.
Enam pertanyaan tersebut kemudian harus diisi dengan memilih antara ‘Ya’ atau ‘Tidak’ sesuai
dengan pendapat pribadi para responden. Responden memilih opsi ‘Ya’ jika menyetujui pertanyaan yang
diberikan, dan memilih opsi ‘Tidak’ jika tidak menyetujui pertanyaan yang diberikan. Setelah data dari

3
kuesioner terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dengan metode kuantitatif dalam pengumpulan
dan penyajian data tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dengan data yang telah terkumpul dari 100 responden, terhadap 6 pertanyaan yang diberikan,
peneliti menggunakan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan melihat proporsi data tersebut
untuk mendeskripsikan hasil kuesioner singkat yang telah dilakukan. Berikut adalah hasil dari setiap
pertanyaan dari penelitian yang telah dilakukan beserta deskripsinya.

1. Apakah kamu pernah melihat seseorang menyebarkan informasi yang tidak benar di akun
media sosial mereka?

Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa 59% responden menyatakan pernah melihat
seseorang menyebarkan informasi yang tidak benar di akun media sosial mereka. Lalu, 41%
responden lainnya menyatakan tidak melihat hal tersebut. Dapat disimpulkan dari pernyataan
diatas bahwa mayoritas orang pernah melihat seseorang menyebarkan informasi yang tidak benar
di akun media sosial mereka.

‫ۡس ِﻣ َﻦ‬ َ ‫اﻟﺮج‬ ُ ‫ٰى َﻋَﻠﻲ‬


‫ۡﻛﻢۡ َﻓﺎجَۡﺗِﻨﺒُﻮا ﱢ‬ ‫ۡﻋﺎ ُم ِا ﱠﻻ ﻣَﺎ ﯾُﺖۡل‬ ُ ‫ﻦ َد َرﺑﱢﻪ َواُ ِﺣﻠﱠﺖۡ َﻟ‬
َ ‫ـﻜ ُﻢ الَۡان‬ ۡ ‫ۡر ﻟﱠﻪ ِﻋ‬ ّٰ ‫ٰت‬
َ ‫اﻟﻞ ِه َﻓﻬ‬
ٌ ‫ُﻮ َﺧﻲ‬ ‫ِٰﻟ َﻚ َو َﻣﻦۡ ﯾﱡﻌ ﱢ‬
ِ ‫َﻈﻢۡ ُﺣ ُﺮم‬ ‫ذ‬
‫ۡل ﱡ‬
ِۙ ‫اﻟﺰو‬ َ ‫ۡﺛﺎن َواجَۡﺗِﻨﺒُﻮۡا َﻗﻮ‬
َ َ
‫ۡر‬ ِ ‫الۡاو‬

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di
sisi Allah (​hurumat)​ maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan dihalalkan bagi kamu
semua hewan ternak, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka jauhilah olehmu
(penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta” (QS Al-Hajj: 30).

4
Menurut ayat tersebut, Allah memerintahkan kita menjauhi perkataan dusta. Perintah
menjauhi dusta diletakkan setara dengan perintah menjauhi berhala. Dari sini, dapat kita lihat
bahwa berkata yang benar dan menghindari kebohongan adalah suatu hal yang patut dilakukan,
baik di dunia nyata maupun maya.
Apabila menerima informasi dari media sosial, haruslah menyampaikan informasi
tersebut apa adanya, tidak merekayasa atau memanipulasi fakta, dan juga jangan menyampaikan
informasi yang belum diketahui kebenarannya. Istilah itu disebut ​qaul zur yang berarti perkataan
buruk atau kesaksian palsu. Muslim yang istiqamah bersifat jujur akan mendapat balasan surga
dari Allah. Sebaliknya, kebohongan dapat menjerumuskan muslim ke neraka.

َ ‫وراۚ َوَﻟ ْﻮ َﺷ‬


‫ﺂء‬ ْ ‫ٰ َﺑﻌْﺾ ُز ْﺧ ُﺮ َف‬
ً ‫ٱﻟ َﻘ ْﻮ ِل ُﻏ ُﺮ‬ َ ُ ‫ُﻮﺣﻰ َﺑﻌ‬ ْ ‫ٱﻹﻧﺲ َو‬
ِ ‫ٱﻟ ِﺠ ﱢﻦ ﯾ‬ ِ ‫ا َﺷ َﻲ‬‫َﻠَﻨﺎ ِﻟ ُﻜ ﱢﻞ َﻧِﺒ ﱟﻰ َﻋ ُﺪو‬
ْ َ ‫ٰﻃ‬ ْ ‫ٰﺬِﻟ َﻚ َﺟﻌ‬
َ ‫َو َﻛ‬
ٍ ‫ْﻀ ُﻬ ْﻢ ِإﻟﻰ‬ ِ ِ ‫ﯿﻦ‬
َ ‫ﱡﻚ ﻣَﺎ َﻓﻌَﻠُﻮ ُهۖ َﻓ َﺬ ْر ُﻫ ْﻢ َوﻣَﺎ ﯾ َْﻔَﺘ ُﺮ‬
‫ون‬ َ ‫َرﺑ‬

Terjemah arti: ​“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan
apa yang mereka ada-adakan.” ​(QS Al-An’am: 112).

Kebohongan adalah suatu keburukan yang diharamkan dalam Islam dan diafiliasikan
sebagai perbuatan syaitan. Banyak bahaya yang tersimpan dibalik kebohonga, meliputi rusaknya
hilangnya kehormatan si pembohong, hingga balasan dari Allah.

2. Pernahkah seseorang yang kamu hubungi melalui media sosial berprasangka tidak baik
terhadap apa yang kamu sebar atau sampaikan?

5
Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa 58% responden menyatakan pernah mengalami
kejadian dimana seseorang yang mereka hubungi melalui media sosial berprasangka tidak baik
terhadap apa yang mereka sebar atau sampaikan. Lalu, 42% responden lainnya menyatakan tidak
mengalami hal tersebut. Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa mayoritas orang pernah
mengalami kejadian dimana seseorang yang mereka hubungi melalui media sosial berprasangka
tidak baik terhadap apa yang mereka sebar atau sampaikan.

‫اﻟﻈ ﱢﻦ ِإ ْﺛ ٌﻢ‬
‫ْﺾ ﱠ‬ ‫ْﺮا ِﻣ َﻦ ﱠ‬
َ ‫اﻟﻈ ﱢﻦ ِإ ﱠن َﺑﻌ‬ ً ‫ُﻮا َﻛِﺜﯿ‬
ْ ‫ِا ْﺟَﺘِﻨﺒ‬

“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah


dosa” (QS Al-Hujuraat: 12).

Berprasangka, atau yang kita kenal juga dengan istilah su’udzon, merupakan suatu hal
yang tidak dianjurkan. Dalam menggunakan media sosial, berprasangka (baik maupun buruk)
adalah hal yang sangat lumrah. Terkadang, hanya menatap layar tidak mampu memberikan kita
gambaran yang gamblang mengenai maksud dan tujuan lawan komunikasi kita dalam bersosial
media. Oleh karena itu, sebagai muslim yang taat, hendaknya kita lebih banyak berprasangka
baik.

3. Sebelum menyebar ulang berita atau informasi yang kamu terima di dan melalui media
sosial, apakah kamu memastikan terlebih dahulu kebenaran berita atau informasi
tersebut?

Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa 62% responden menyatakan bahwa mereka
memastikan terlebih dahulu kebenaran berita atau informasi yang mereka terima dari media sosial
sebelum kemudian menyebarnya ulang. Lalu, 38% responden lainnya menyatakan bahwa mereka

6
tidak memastikan terlebih dahulu. Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa mayoritas
orang memastikan terlebih dahulu kebenaran berita atau informasi yang mereka terima dari media
sosial sebelum kemudian menyebarnya ulang.
Seperti yang telah dijabarkan, adalah wajib bagi kita untuk berkata baik dan benar.
Komplikasinya, dalam bersosial media, kita tentu harus mengevaluasi dan memastikan kebenaran
informasi yang kita terima maupun yang akan kita sebarkan.

ِ ‫ْﻀﺎۚ َأﯾ‬
‫ُﺤ ﱡﺐ‬ ُ ‫ٱﻟﻈ ﱢﻦ ِإ ْﺛ ٌﻢۖ َو َﻻ َﺗ َﺠ ﱠﺴ ُﺴﻮا۟ َو َﻻ َﯾ ْﻐَﺘﺐ ﺑﱠﻌ‬
ً ‫ْﻀ ُﻜﻢ َﺑﻌ‬ ‫ﱠ‬ ‫ْﺾ‬ ‫ﱠ‬
َ ‫ٱﻟﻈ ﱢﻦ ِإ ﱠن َﺑﻌ‬ ً ‫ٱﺟَﺘِﻨﺒُﻮا۟ َﻛِﺜ‬
َ ‫ﯿﺮا ﻣ‬
‫ﱢﻦ‬ َ ‫يَٓأﯾﱡﻬَﺎ ٱﻟﱠ ِﺬ‬
ْ ۟‫ﯾﻦ َءا َﻣﻨُﻮا‬ َٰ
َ‫ٱﷲۚ إ ﱠن ﱠ‬
ٌ ‫ٱﷲ َﺗﻮ‬
‫ﱠاب ﱠر ِﺣﯿ ٌﻢ‬ َ‫َأ َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َأن ﯾ َْﺄ ُﻛ َﻞ َﻟ ْﺤ َﻢ َأ ِﺧﯿ ِﻪ َﻣ ْﯿًﺘﺎ َﻓ َﻜﺮ ْﻫﺘُﻤُﻮ ُهۚ َوٱﺗﱠﻘُﻮا۟ ﱠ‬
ِ ِ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu
membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu.” (QS.
al-Hujurat: 12).

Meskipun ayat tersebut spesifik membahas mengenai berita yang dibawa oleh orang
fasik, namun kita dapat memetik pelajaran bahwa meneliti kebenaran berita - terutama dari
sumber yang tidak secara detail kita tahu kebenarannya adalah hal yang patut dilakukan.
Memastikan kebenaran suatu berita atau informasi sebelum kita mengedarkannya dapat
mencegah timbulnya fitnah, ghibah, dan mencegah permusuhan maupun dampak-dampak lain
yang mungkin timbul dari berita tersebut.

4. Apakah kamu pernah melihat orang saling mengadu domba atau saling memprovokasi satu
sama lain di media sosial?

7
Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa 100% responden menyatakan bahwa mereka pernah
melihat orang saling mengadu domba atau saling memprovokasi satu sama lain di media sosial.
Lalu, 0% responden lainnya menyatakan bahwa mereka tidak melihat hal tersebut. Dapat
disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa semua orang pernah melihat orang saling mengadu
domba atau saling memprovokasi satu sama lain di media sosial.

Allah Ta’ala berfirman,

َ َ ْ ‫ ( َﻣﻨﱠ‬11 ) ‫ﺎﺀ ﺑَﻨ ِﻤﯿﻢ‬ ‫ﱠ‬ ‫ُﱠ ﱠ‬


12) ‫ﯿﻢ‬ ِ ‫ﺎع ِﻟﻠ َﺨﯿ‬
ٍ ‫ْﺮ ُﻣ ْﻌﺘ ٍﺪ أِﺛ‬ ٍ ٍ ِ ٍ ‫ﱠﺎز ﻣَﺸ‬ ٍ ‫ ( َﻫﻤ‬10 ) ‫ﯿﻦ‬ ِ ‫َو َﻻ ﺗُ ِﻄ ْﻊ ﻛﻞ َﺣﻼ ٍف ﻣ‬
ٍ ‫َﻬ‬

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak
mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang
melampaui batas lagi banyak dosa” (QS Al Qalam:10-12)

Mengadu domba (​Namimah) ​adalah perbuatan penyalahgunaan suatu berita atau


informasi yang disebarkan dengan tujuan untuk menimbulkan perselisihan antara pihak-pihak
terkait. Namimah termasuk ke dalam bentuk fitnah yang menurut ayat di atas merupakan
perbuatan dosa dan hina. Melanjutkan dari yang telah disebutkan sebelumnya, seorang muslim
yang baik tidak hanya perlu meneliti kebenaran suatu berita, namun juga mempertimbangkan
dampak dari menyebarulangkannya, apakah akan memberi manfaat atau hanya menebar
permusuhan.

5. Apakah kamu pernah melihat seseorang mengolok, menghina, maupun merendahkan


orang lain di media sosial?

8
Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa 92% responden menyatakan bahwa mereka pernah
melihat seseorang mengolok, menghina, dan merendahkan orang lain di media sosial. Lalu, 8%
responden lainnya menyatakan bahwa mereka tidak melihat hal tersebut. Dapat disimpulkan dari
pernyataan diatas bahwa mayoritas orang pernah melihat seseorang mengolok, menghina, dan
merendahkan orang lain di media sosial.

‫ْﺮا ﱢﻣ ْﻨﻬ ﱠ‬
ۖ‫ُﻦ‬ ُ ‫ٰٓ َأن ﯾ‬
ً ‫َﻜ ﱠﻦ َﺧﯿ‬ ٍ ‫ْﺮا ﱢﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ َو َﻻ ِﻧ َﺴﺂ ٌء ﻣﱢﻦ ﻧﱢ َﺴ‬
‫ﺂء َﻋ َﺴﻰ‬ ً ‫َﻜﻮﻧُﻮا۟ َﺧﯿ‬ ُ ‫ٰٓ َأن ﯾ‬
‫َﺴ َﺨ ْﺮ َﻗ ْﻮ ٌم ﻣﱢﻦ َﻗ ْﻮ ٍم َﻋ َﺴﻰ‬ ْ ‫ﯾﻦ َءا َﻣﻨُﻮا۟ َﻻ ﯾ‬ َ ‫يَٓأﯾﱡﻬَﺎ ٱﻟﱠ ِﺬ‬
َٰ
َ ‫ِٰﻟﻤ‬
‫ُﻮن‬ ‫ٱﻟﻆ‬ َٰٓ ‫ٰنۚ َوﻣَﻦ ﻟﱠ ْﻢ َﯾﺘُ ْﺐ َﻓﺄُو‬
‫۟لِﺋ َﻚ ُﻫ ُﻢ ﱠ‬ ْ ُ ُْ
ِ ‫ٱﺳ ُﻢ ٱﻟﻔ ُﺴﻮق َﺑ ْﻌ َﺪ‬
ِ ‫ٱﻹﯾ َﻢ‬ ْ ‫ﺲ ٱِﻟ‬ َ ‫ٰبۖ ِﺑ ْﺌ‬ َْْ
ِ ‫َﺰوا۟ ِﺑٱﻷﻟ َﻖ‬ ُ ‫َو َﻻ َﺗ ْﻠ ِﻤ ُﺰوٓا۟ َأﻧﻔُ َﺴ ُﻜ ْﻢ َو َﻻ َﺗَﻨﺎﺑ‬

Terjemah arti: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan
jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Merendahkan atau mengolok-ngolok orang lain dalam terminologi Islam dikenal juga
dengan ​Sukhriyah​. Pada ayat di atas, dapat kita lihat bahwa perbuatan ini merupakan hal yang
dilarang oleh Allah. Bisa saja kita merendahkan orang lain, tapi mereka lebih mulia di hadapan
Allah. Perbuatan mencaci maki maupun menghina orang lain, baik di dunia nyata maupun di
media digital, justru akan memberikan stigma buruk pada diri kita sendiri.
Media sosial menawarkan kebebasan bagi penggunanya. Namun, kebebasan ini perlu
dibatasi dengan penerapan adab sopan santun dalam bersosial media, untuk menghindari
tindakan-tindakan negatif yang bisa merugikan berbagai pihak.

6. Apakah kamu mengetahui bahwa adanya teman atau orang yang kamu kenal pernah
mengakses konten negatif di media sosial?

9
Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa 83% responden menyatakan bahwa mereka
mengetahui adanya teman atau orang yang mereka kenal pernah mengakses konten negatif di
media sosial. Lalu, 17% responden lainnya menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui hal
tersebut. Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa mayoritas orang mengetahui adanya
teman atau orang yang mereka kenal pernah mengakses konten negatif di media sosial.

Seorang muslim sepatutnya memanfaatkan media sosial untuk tujuan kebaikkan dengan
menjunjung nilai-nilai moral dan etika. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. an-Nahl ayat 125
yaitu:

‫ﺿ ﱠﻞ َﻋﻦ‬ َ ‫ﱠﻚ ُﻫ َﻮ َأ ْﻋَﻠ ُﻢ ِﺑﻤَﻦ‬


َ ‫ج ِد ْﻟﻬُﻢ ﺑٱﻟﱠِﺘﻰ ِﻫ َﻰ َأ ْﺣ َﺴ ُﻦۚ إ ﱠن َرﺑ‬
ِ ِ
ْ ‫َﻮ ِﻋ َﻈ ِﺔ‬
َٰ ‫ٱﻟ َﺤ َﺴَﻨ ِﺔۖ َو‬ ْ ‫ٱﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ ِﺔ َو‬
ْ ‫ٱﻟﻤ‬ ْ ‫ﱢﻚ ﺑ‬
َ ِ ‫ٰ َﺳﺒ‬
ِ ‫ﯿﻞ َرﺑ‬
َ
ِ ‫ٱ ْد ُع ِإﻟﻰ‬
ْ ‫َﺳﺒﯿِﻠ ِﻪۦۖ َو ُﻫ َﻮ َأ ْﻋَﻠ ُﻢ ﺑ‬
َ ‫ٱﻟ ُﻤ ْﻬَﺘ ِﺪ‬
‫ﯾﻦ‬ ِ ِ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan dengan pengajaran yang
baik, dan berdebat lah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah
yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui siapa
yang mendapat petunjuk.”​ (QS. an-Nahl: 125)

Media sosial adalah sarana yang baik untuk menyerukan kebaikan. Namun nyatanya,
banyak sekali konten negatif yang beredar luas di media sosial, seperti pornografi, publikasi
permasalahan pribadi yang terlalu minim privasi, hingga menunjukkan kebaikan atau pemberian
Allah dengan maksud riya dan ingin dipuji. Sudah sepatutnya kita menjaga kehormatan kita
meski di dunia maya dan memanfaatkannya untuk berbagi dan saling mengingatkan dalam
kebaikan.

Berdasarkan hasil kuesioner diatas, terlihat bahwa masih banyak pengguna media sosial
yang belum menggunakan media sosial sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, berdasarkan

10
studi literatur yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang harus diketahui sehingga bisa
menggunakan media sosial yang sesuai dengan perspektif Islam.

Teori komunikasi menurut ajaran Islam selalu terhubung kepada perintah dan larangan Alquran
dan Hadits. Dasar agama sebagai kaidah dan perilaku adalah pesan kepada masyarakat agar berperilaku
sesuai dengan perintah dan larangan tersebut. Dengan kata lain, komunikasi menurut ajaran agama sangat
memuliakan etika. Dalam Alquran juga terdapat tuntunan yang cukup bagus dalam etika komunikasi.
Beberapa yang ditemui, yaitu (Amir, 1999:85-96) :

1. Qawlan sadidan,​ yaitu prinsip kejujuran untuk berucap kebenaran sesuai fakta.
2. Qawlan balighan​, yaitu prinsip kesesuaian pesan dengan kebutuhan.
3. Qawlan maysuran​, yaitu menyajikan tayangan yang sesuai dengan aqidah Islam.
4. Qawlan layyinan,​ yaitu prinsip berkata yang lemah lembut dan tidak menjatuhkan orang lain.
5. Qawlan kariman,​ yaitu prinsip menjalin relasi yang baik dan membangun tata krama.
6. Qawlan ma'rufan,​ yaitu prinsip mensosialisasikan dan mengajak kepada kebaikan.

IV. PENUTUP

Media sosial mempermudah berbagai urusan kita, namun gunakanlah media sosial dengan baik
dan sesuai dengan ajaran islam. Penggunaan media sosial juga harus memperhatikan etika dan kesopanan,
sehingga tidak menyinggung siapapun. Sebagai seorang muslim yang baik haruslah menjunjung tinggi
adab maupun etika dalam bersosialisasi dengan sesama manusia baik di dunia nyata maupun media sosial.
Seorang muslim juga harus menghormati orang lain sebagai sesama makhluk ciptaan Allah SWT, karena
setiap perbuatan yang dikerjakan di dunia ini akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Media sosial
seharusnya digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. Penggunaan media sosial yang baik dan bijak
dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat menyakiti orang lain, bahkan kita juga bisa membuat
orang lain merasa senang dan terhibur. Banyak manfaat baik yang didapat dari penggunaan media sosial
termasuk mendapatkan pahala dan ridha Allah SWT, tergantung orang tersebut menggunakannya dengan
baik atau tidak.

11
REFERENSI

Alo Liliweri, ​Teori-Teori Komunikasi Antarbudaya​, (Yogyakarta, Pelangi Aksara, 2015.

Al-Qardhawy, ​Islam Peradaban Masa Depan​: Pustaka AlKautsar, 1996.

Amir, M. Ag., Drs. H. Mafri. (1999). ​Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam.​ Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.

Cartono, Cartono. 2018. “Komunikasi Islam Dan Interaksi Media Sosial”. Orasi: Jurnal Dakwah dan
Komunikasi, Vol. 9(2), 59-74, November 2018. DOI:​ ​http://dx.doi.org/10.24235/orasi.v9i2.3692
Available at:​ ​http://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/orasi/article/view/3692

Kementerian Agama. 2015. al-Qur'an al-Karim Terjemah dan Tajwid. Jakarta: al-Quds

Muis S.H., Prof. Dr. Andi Abdul. ​Komunikasi Islami​. (2001). Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nurudin. ​Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi​. (2012). Yogyakarta: Buku
Litera.

S., Meilanny Budiarti. (2012). MENGURAI KONSEP DASAR MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
MELALUI RELASI SOSIAL YANG DIBANGUNNYA. Vol. ​4​(1), 104-109.

Syahidah, Nabillah Nur. tt. “Pengaruh Media Sosial di Era Digital Terhadap Moralitas Anak Bangsa”.
Researchgate. Available at:​ ​https://www.researchgate.net/profile/Nabillah_Syahidah/publication

12

Anda mungkin juga menyukai