Anda di halaman 1dari 12

PEMAPARAN MODERASI BERAGAMA DI KALANGAN MAHASISWA

POLITEKNIK NEGERI JEMBER MELALUI MEDIA SOSIAL

Firjatullah Dallah Fawwas T, Gita Sari Pitaloka, Dynta Eka Anggraeni, Vanessa
Feby Lorenza, Nindia Nurfijriah Ayuningtias, Ranisia Candraning Nagari,
Mohammad Kautsar Kamil

Universitas Jember

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk memahami pemahaman tentang moderasi beragama
pada kalangan mahasiswa Universitas Jember dengan cara melalui bermedia
sosial. Dua hal poin pokok yang mendasari pembahasan artikel ini yaitu 1)
pemahaman tentang moderasi beragama 2) peran media sosial. Poin tersebut
membentuk kesatuan dalam mendukung moderasi beragama di indonesia dalam
mendukung moderasi agama berbasis literasi era media 4.0 di abad 21. Media
sosial berupa facebook dan instagram dapat dijadikan salah satu strategi dalam
menggalakkan krisis moderasi beragama pada era digital 4.0 di Indonesia untuk
berbagai kalangan muda. Selain itu, moderasi beragama di kalangan mahasiswa
melalui media sosial diharapkan dapat mengimplementasikan nilai-nilai beragama
di lingkungan sosial dan di lingkungan Universitas
Kata kunci: Mahasiswa, literasi digital, moderasi beragama dan peran media
sosial.
Abstract
This article aims to understand the understanding of religious moderation among
Jember University students by using social media. Two main points underlying
the discussion of this article are 1) understanding of religious moderation 2) the
role of social media. These points form a unity in supporting religious moderation
in Indonesia in supporting literacy-based religious moderation in the media 4.0
era in the 21st century. Social media in the form of Facebook and Instagram can
be used as a strategy to promote the religious moderation crisis in the digital era

1
4.0 in Indonesia for various young people. In addition, religious moderation
among students through social media is expected to be able to implement
religious values in the social environment and within the University environment.
Keyword: Students, digital literacy, religious moderation and the role of social
media.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara-bangsa dengan komposisi etnis, ras,
agama, bahasa serta adat istiadat yang begitu beragam dari Sabang hingga
Merauke. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman
paling banyak di dunia (Effendi, 2020).1 Dengan kata lain, Indonesia memiliki
varian keberagaman yang sangat unik jika dibandingkan dengan negara-negara
Islam yang menganut demokrasi. Melalui keberagaman yang dimiliki, Indonesia
juga menghadapi suatu ancaman disintegrasi bangsa. Ancaman tersebut
bersumber dari ideologi ideologi yang bernuansa ekstrim hingga ideologi liberal
yang masuk ke dalam ajaran Islam. Selain dua ancaman di atas, akhir-akhir ini
Indonesia mengalami ancaman beberapa konflik yang berlatar belakang
keagamaan serta ketegangan yang dipicu berdasarkan perbedaan pemahaman
keagamaan (Zamimah, 2018).
Pada perkembangannya, eskalasi konflik tersebut melahirkan pemikiran dan
tindakan ekstrimisme agama. Beberapa kali terjadi pergantian rezim dengan
kebijakannya masing-masing telah mewarnai menguatnya dan meluasnya
gerakan-gerakan ekstrimisme agama di Indonesia, bukan hanya skala nasional
tetapi juga secara internasional (transnasional). Hal ini sebagai bagian dari
dampak perkembangan teknologi informasi yang ada saat ini dan media online
yang cara kerjanya lebih efektif dan berjangkauan jauh. Tidak sedikit anak muda
Indonesia yang terpanggil untuk berjihad melalui televisi, internet dan media
sosial lainnya. Dengan cara yang mudah mereka mendapatkan akses serta jaringan

1 "Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama di Madrasah Diniyah ...."


https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/view/3792. Accessed 28 Nov. 2023.

2
untuk dapat bergabung dengan kelompok radikal transnasional. Hal ini merupakan
fenomena baru sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan media tidak
ditemukan sebelumnya.
Jihad Instan adalah istilah yang cukup tepat untuk menggambarkan
kelompok kelompok muda, sebagian besar kelas menengah dan berpendidikan
baik, yang tiba-tiba terlibat dalam gerakan radikal karena informasi yang mereka
peroleh dari media yang ada saat ini. Tren lainnya adalah mereka tidak lagi perlu
untuk bergabung dengan kelompok atau organisasi tertentu sebagai sarana
mobilisasi jihad. Kelompok Islam ekstrim transnasional yang berkembang di
Indonesia saat ini memiliki banyak varian baik dari segi organisasi, model
gerakan, maupun latar belakang pendiriannya. Namun, doktrin yang digunakan
masih sama antara lain: 1) mendirikan otoritas Islam, baik itu dalam bentuk
negara atau kekhalifahan Islam. Alasannya, penerapan syariat Islam hanya
mungkin terjadi atau hanya mungkin diterapkan dalam sebuah Negara Islam. 2)
memutuskan hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sosial mereka. Dalam
pandangan sebagian mereka, masyarakat saat ini, dipandang sebagai "tidak suci".
Artinya telah berpaling dari ajaran Islam. Bahkan, mereka menyebutnya sebagai
“jahiliyah modern”.
Di antara hal-hal lain yang berkembang dari doktrin ini adalah konsep
takfir yang ditujukan juga bagi Muslim yang tidak setuju dengan agenda Islam
mereka. 3) memperjuangkan konsep teokrasi. Dalam pandangan mereka, sistem
kehidupan (sosial, ekonomi, dan politik, atau apapun) yang tidak berasal dari
Islam adalah kufur. Secara umum, kelompok ini menentang demokrasi dan
pemerintahan otoriter dengan dalih bahwa model kekuasaan tidak berasal dari
Islam. Dalam Islam, hanya Allah yang berkuasa. Kelompok-kelompok gerakan
Islam ini menggunakan slogan, "syariah adalah solusinya" dan “khalifah
solusinya” (Roy, 2005:37).
Untuk menggalakkan moderasi beragama di Indonesia salah satu strategi
yang dapat digunakan pada era digital 4.0 saat ini adalah dengan memanfaatkan
media sosial. Terdapat lebih dari 10 media sosial yang banyak digunakan oleh
masyarakat dari berbagai usia, dua diantaranya yang paling banyak memiliki

3
pengguna adalah instagram dan facebook. Instagram sebagai salah satu media
sosial yang memiliki pengguna lebih dari 56 juta pengguna di Indonesia dengan
70% penggunanya adalah usia 18-24 tahun, sehingga sasaran dalam pembangunan
moderasi agama melalui media sosial adalah kalangan muda. Para pendakwah
muda mulai aktif menyiarkan tentang moderasi beragama melalui media sosial
dibandingkan dengan cara konvensional (Ibrahim, 2018).
Aktivitas tersebut mendapat antusias dari masyarakat Indonesia dilihat
dari jumlah followers, like dan komentar di instagram pendakwah tersebut.
pengunggahan foto-foto disertai dengan caption bahasa gaul menjadi daya tarik
bagi kalangan muda (Firdaus, 2018), penyampaian yang sederhana dan mudah
dipahami menjadikan penyampaian isi tentang moderasi agama lebih cepat sampai
(Kosasih, 2020).
Media sosial dapat menjadi wadah edukasi bagi masyarakat dalam
upaya penguatan moderasi beragama. Oleh karenanya, penggunaan teknologi
sebagai bentuk inovasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan penting untuk
dikembangkan. Pemanfaatan media sosial diharapkan memberikan kemudahan
dalam memberikan pemahaman moderasi agama kepada masyarakat. Pemahaman
moderasi agama yang benar akan mampu untuk menstabilkan diri dalam
memahami suatu teks norma agama tanpa melakukan hal yang berlebihan (Iffan et
al., 2020).

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
bersifat deskriptif dimana dalam penelitian ini peneliti mengkaji perspektif
partisipan dengan strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian
kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial yang terjadi pada
obyek penelitian dari sudut pandang partisipan. Penelitian kualitatif pada dasarnya
bertujuan bukan semata-mata untuk mencari kebenaran akan tetapi lebih kepada
pemahaman peneliti terhadap dunia sekitarnya. Penelitian kualitatif
biasanyacenderung menghasilkan jumlah data yang sangat banyak dan tidak
terstruktur (Moleong, 2017).

4
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan cara
mewawancarai mahasiswa yang berkuliah Politeknik Negeri Jember, berikut ini
adalah beberapa pertanyaan yang kami ajukan kepada para narasumber sebanyak
3 pertanyaan yaitu:
a. Bagaimana menggunakan media sosial sebagai sarana moderasi
beragama?
b. Media sosial apa yang sering digunakan sebagai sarana bertukar informasi
dan pengetahuan mengenai moderasi beragama? Dan mengapa memilih media
sosial itu?
c. Apakah menurut Anda media sosial memiliki tanggung jawab terkait
moderasi konten beragama, dan mengapa?
Dari ketiga pertanyaan tersebut akan kami jadikan sebagai pembahasan dari
penelitian yang sedang kami lakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Moderasi berawal dari kata latin yaitu “moderation” yang artinya


kesedangan atau tidak berlebihan dan tidak kekurangan. dalam bahasa arab,
moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah yang memiliki padanan
kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). dan
anonim dari kata wasath adalah tatharruf (berlebihan) (mahrus et al.,2020).
Menurut KBBI moderasi beragama yaitu dua hal pengurangan kekerasan dan
penghindaran keekstreman (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). 2

Persepsi seseorang bahwa Islam mengajarkan moderasi beragama kepada


pemeluknya tidak bisa berkembang secara spontan. Persepsi ini hanya
berkembang melalui upaya penguatan yang nyata. Artinya, sejak seorang muslim
masih muda, hingga ia dewasa dan menunaikan kewajiban sosialnya setelah
dewasa, hingga tibanya ajal. Persepsi moderasi yang dimiliki seseorang belum
tentu bermanfaat bagi kehidupan dan lingkungannya jika tidak disertai dengan
perubahan sikap dan perilaku. Meminjam istilah dunia pendidikan, perubahan

5
menuju moderasi beragama (Wasathiyah al-Islam) akan tuntas apabila mencakup
tiga aspek. Yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku. Ketika ilmu moderasi
beragama telah ditanamkan pada diri manusia, maka terbentuklah kesadaran. Hal
ini kemudian terlihat dari sikap dan perilakunya sepanjang hidupnya, bahwa
moderasi beragama menjadi ciri yang melekat. Dengan karakter tersebut maka
gaya hidup moderat akan tertanam kuat. Oleh karena itu, memperkuat moderasi
beragama agar menjadi way of life, atau cara hidup, baik secara individu maupun
kolektif, hanya mungkin dilakukan pada tingkat yang berbeda-beda.

Lingkungan rumah adalah tingkat pertama. Tingkat berikutnya adalah tingkat


teman sebaya di lembaga pendidikan dan lingkungan sosial yang berdekatan.
Ditinjau dari usia, level ini mewakili masa remaja. Lalu muncullah level
berikutnya: komunitas yang lebih luas. Tingkatan ini mencakup dua kelompok
umur, yaitu kelompok umur 18-29 tahun, yang di sini disebut tahap
“pertumbuhan” (emerging Adult). Periode ini dianggap sebagai masa
ketidakpastian dan pencarian identitas. Apa yang terjadi setelah itu akan
mempunyai dampak dramatis pada tingkat kedewasaan berikutnya. Di masa
pertumbuhan atau remaja ini sangat tidak dapat lepas juga dengan media sosial.
media sosial pun menjadi faktor yang dapat mempengaruhi moderasi beragama di
kalangan remaja saat ini.

Hasil wawancara dipaparkan dalam bentuk paragraf narasi deskriptif.


pertanyaan yang kami tanyakan “Bagaimana menggunakan media sosial sebagai
sarana moderasi beragama?” narasumber 1 mangungkapkan pendapatnya bahwa
penggunaannya dalam moderasi beragama mungkin disesuai dengan tujuan kita
terlebih dahulu. Contoh kita ingin menyebar luaskan hal mengenai pembelaan
palestina yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, kita bisa merepost story
atau membuat story mengenai hal tersebut guna menyebar luaskan informasi yang
menjadi tujuan awal kita ( Dwi Nurcahyani, Jember, 2023). Narasumber 2
mengungkapkan bahwa dengan cara memberikan edukasi atau pemahaman yang
sesuai dan seimbang terhadap agama, memberikan pendapat positif, memakai

6
platform yang mudah dijangkau dan mudah dijadikan sebagai sarana komunikasi
moderasi beragama. (Marsha Amanda, Jember, 2023). sedangkan narasumber
terakhir mengungkap kan bahwa medsos sangat penting untuk memahami
moderasi beragama, dikarenakan orang orang akan mudah menjangkau dan lebih
mengerti pengaplikasian moderasi beragama (Nazwa Naimatul, Jember, 2023).

Tantangan utama dalam melakukan moderasi beragama yaitu dengan adanya


realitas dalam media sosial yang sering menjadi kerisauan. jika moderasi
beragama di media sosial ini tidak bijak maka akan berpengaruh kepada
pemikiran publik di media sosial. seperti saat ini banyak hujatan yang hanya
dimengerti oleh kelompok yang bermasalah saja melalui postingan di media sosial
(Herlina,2018) media sosial ini sangat penting dan berpengaruh ke moderasi
beragama tetapi penggunaan media sosial pun harus disesuaikan dengan tujuan
masing-masing karena banyak orang yang akan mudah menjangkau hal yang
sudah menjadi tujuan kita.

Kementerian Agama mengoptimalkan media sosial untuk menggaungkan moderasi


beragama kepada masyarakat, khususnya generasi muda yang populasinya
mendominasi dari total jumlah penduduk Indonesia. "Hampir seluruh generasi
muda kita menggunakan media digital sebagai instrumen komunikasi. Ketika kita
ingin menyapa, memasuki, dan menyentuh mereka dengan pesan keagamaan dan
kebangsaan maka kita harus menggunakan instrumen digital," ujar Dirjen Bimas
Islam Kemenag Kamaruddin Amin. Di era serba digital ini, kata dia, seluruh
pihak harus terus bersinergi. Terbukanya ruang informasi membuat semua orang
bisa menyampaikan gagasan kebangsaan dan keagamaan di ruang digital. Konten-
konten moderasi beragama lewat instrumen media sosial harus terus digaungkan
agar mampu menjadi sikap kolektif masyarakat. "Tantangan kita semakin berat
karena setiap orang bisa berceramah dan menyampaikan pesan keagamaan. Kita
hadir seintensif mungkin dalam menyampaikan pesan keagamaan dan kebangsaan
yang moderat melalui media digital”.

7
Media sosial punya peran penting dalam implementasi moderasi beragama
oleh karena itu kita semua harus bijak dalam bermedsos. Menurut Suyitno, hati-
hati dalam menyebarkan konten konten yang belum jelas kebenarannya, biasakan
saring sebelum sharing, “Kita harus membiasakan untuk bertabayun, kroscek
sehingga bisa menghindari berita hoax yang sangat membahayakan. Menurutnya,
moderasi beragama sebagai sikap moderat dan toleran perlu terus didengungkan
di tengah masyarakat. Kemenag juga terus melakukan peningkatan literasi
moderasi beragama di internal Kemenag dan seluruh mitra. "Kemenag bersinergi
dengan Ormas Islam, lembaga keagamaan, majelis taklim, dan dai. Penghulu dan
penyuluh agama juga terus menyosialisasikan moderasi beragama melalui
berbagai media digital.” Dalam konteks media sosial, moderasi beragama menjadi
semakin penting, mengingat pengaruh yang dimiliki media sosial dalam
membentuk pandangan dan perilaku masyarakat.

Pentingnya pemahaman moderasi beragama dalam media sosial harus


diakui dan dipromosikan, terutama di negara dengan mayoritas penduduk. Muslim
seperti Indonesia. Namun, masih ada kekurangan dalam pemahaman moderasi
beragama di masyarakat Indonesia. Banyak pengguna media sosial yang kurang
memahami prinsip moderasi beragama, dan oleh karena itu, mereka sering
mengeluarkan opini yang kurang toleran dan memicu konflik antarumat
beragama. Oleh karena itu, penelitian tentang pentingnya pemahaman moderasi
beragama dalam media sosial di Indonesia sangat diperlukan.

Pertanyaan yang kami tanyakan “Apakah menurut Anda media sosial


memiliki tanggung jawab terkait moderasi konten beragama, dan mengapa?”
narasumber 4 mengungkapkan pendapatnya yaitu Memiliki tanggung jawab,
dikarenakan dalam suatu postingan tidak diperbolehkan menghina agama lain
sehingga tidak menimbulkan permusuhan (Azzahra Nafeeza, Jember, 2023).
Narasumber 5 mengungkapkan bahwasanya media sosial memiliki tanggung
jawab terkait moderasi beragama, karena media sosial dapat membuat persepsi
dan pemahaman setiap penikmat konten berbeda beda apalagi jika kaitannya
dengan agama, maka hal tersebut akan lebih sensitif lagi. tanggung jawab media

8
sosial dalam hal ini lebih terhadap edukasi konten, pengawasan penggunaan
medsos, dan bagaimana saling menghormati antar agama. (Elmira Syaffira,
Jember, 2023).

Pertanyaan selanjutnya yaitu “Media sosial apa yang sering digunakan


sebagai sarana bertukar informasi dan pengetahuan mengenai moderasi
beragama? Dan mengapa memilih media sosial itu”. Narasumber 1 berpendapat
bahwa Media sosial yang sering digunakan biasanya seperti instagram, alasan
memilih sosial media tersebut dikarenakan dalam instagram mudah dalam
bertukar informasi serta mencari informasi secara cepat (Dwi Nurcahyani, Jember,
2023). Narasumber 2 menjawab Tiktok, karena penggunaan aplikasi tiktok
terutama di Indonesia semakin banyak (Marsha Amanda, Jember, 2023).
sedangkan Narasumber 3 menjawab Youtube, karena kalau kita belajar dari
instagram atau tiktok terdapat potongan video video yang sengaja memprovokasi
jadi lebih baik menggunakan youtube karena pasti akan menemukan tokoh agama,
ustad, bahkan ahli agama yang videonya lebih lengkap (Nazwa Naimatul, Jember,
2023). Narasumber 4 menjawab Facebook, dikarenakan masih banyaknya
orangtua yang menggunakan Facebook sehingga beberapa dari mereka sering
menshare terkait postingan keagamaan (Azzahra Nafeeza, Jember, 2023). yang
terakhir yaitu narasumber 5 menjawab menurut saya medsos yang sering
digunakan sebagai sarana bertukar informasi dan pengetahuan adalah tiktok dan
instagram. mengapa saya memilih ini? karena 2 medsos tersebut memiliki banyak
pengguna dan cara penyebarannya sangat cepat (viral) dibandingkan dg medsos
lainnya. penyajiannya juga sangat modern, mengikuti trend sehingga banyak
digemari oleh berbagai kalangan. selain itu, juga berbagai kalangan usia bisa
memakai atau menjangkau 2 medsos ini (Elmira Syaffira, Jember, 2023).

Hadirnya konten moderasi memiliki kemampuan untuk mengurangi


kecenderungan ketegangan intolerensi dan menampilkan gambaran Islam yang
humanis. Syiar yang ditampilkan dapat menyejukkan dengan seruan untuk
mengakui perbedaan satu sama lain. Pada akhirnya, konten positif akan
mendorong interaksi di media sosial untuk terus mendukung sikap moderasi.

9
Selain itu, konten moderasi ini setidaknya dapat bersaing dengan konten
konservatif yang tersebar luas di berbagai platform media sosial.

Instagram dan Facebook adalah media sosial yang paling populer, dengan
satu milyar pengguna aktif di masing-masing. Instagram, sebuah media sosial
yang berbasis gambar, menuntut pencipta konten dan aktivis media sosial untuk
membuat konten visual yang informatif, persuasif, dan edukatif (Maha Putra &
Dwi Astina, 2019). Facebook, seperti Instagram, adalah media sosial yang
memungkinkan konten teks, foto, dan video digunakan untuk menyuarakan
moderasi beragama di Indonesia. Menurut Arfin (2019).

Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan narasumber lebih memilih


sosial media Tiktok dan Instagram untuk bertukar informasi terkait moderasi
beragama, karena saat ini pengguna Tiktok dan Instagram lebih banyak dibanding
sosial media lainnya, selain itu juga informasi yang di dapatkan lebih cepat dan
luas. selain itutiktok dan instagram juga memiliki kelemahan yaitu di beberapa
postingan di tiktok maupun instagram memiliki konten yang dapat memprofokasi.

KESIMPULAN

Dalam bahasa arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah
yang memiliki padanan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun
(berimbang). Persepsi ini hanya berkembang melalui upaya penguatan yang nyata.
Tantangan utama dalam melakukan moderasi beragama yaitu dengan adanya
realitas dalam media sosial yang sering menjadi kerisauan. Kementerian Agama
mengoptimalkan media sosial untuk menggaungkan moderasi beragama kepada
masyarakat, khususnya generasi muda yang populasinya mendominasi dari total
jumlah penduduk Indonesia. Narasumber 4 menjawab “menurut saya medsos
yang sering digunakan sebagai sarana bertukar informasi dan pengetahuan adalah
tiktok dan instagram. dari hasil wawancara yang kami lakukan narasumber lebih
memilih sosial media Tiktok dan Instagram untuk bertukar informasi terkait
moderasi beragama, karena saat ini pengguna Tiktok dan Instagram lebih banyak
dibanding sosial media lainnya, selain itu juga informasi yang di dapatkan lebih

10
cepat dan luas. selain itu tiktok dan instagram juga memiliki kelemahan yaitu di
beberapa postingan di tiktok maupun instagram memiliki konten yang dapat
memprofokasi. Pertanyaan yang kami tanyakan “Apakah menurut Anda media
sosial memiliki tanggung jawab terkait moderasi konten beragama, dan
mengapa?” narasumber 4 mengungkapkan pendapatnya yaitu Memiliki tanggung
jawab, dikarenakan dalam suatu postingan tidak diperbolehkan menghina agama
lain sehingga tidak menimbulkan permusuhan (Azzahra Nafeeza, Jember, 2023).

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. S. (2022). Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama Abad 21


melalui Media Sosial. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 3044-
3052.
Effendi, D. I. (2020). New normal dalam sudut pandang pemikiran
moderasi beragama dan kebangsaan. Discussion Paper.
Effendi, M. R. (2020). Mitigasi Intoleraansi dan Radikalisme Beragama di
Pondok Pesantren Melalui Pendekatan Pembelajaran Inklusif.
Paedagogie: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 54-77.
Purwanto, A. (2022). Konsep Dasar Penelitian Kualitatif: Teori Dan
Contoh Praktis. Penerbit P4I.
Wibowo, R. W. (2021). Aktualisasi Moderasi Beragama Abad 21 Melalui
Media Sosial. . Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman,, 55-62.
Zamimah, I. (2018). Moderatisme islam dalam konteks keindonesiaan. Al-
Fanar, 75-90.

12

Anda mungkin juga menyukai