PENDAHULUAN
Menjamurnya media sosial sebagai sarana tukar informasi dan hiburan
memicu ketertarikan pada generasi millennial untuk mempelajari dan mengadopsi
nilai, cara pandang, dan paham dari materi-materi yang pada internet dan media
sosial. Melalui internet dan media sosial seseorang dapat mengakses segala
informasi, budaya, dan paham yang ada di negara lain. Berdasarkan data dari hasil
riset We Are Social, sebuah lembaga riset media sosial dari Inggris bersama
Hootsuite yang dirilis Januari 2019 menunjukkan bahwa pengguna media sosial di
Indonesia sudah mencapai 150 juta orang dari total populasi sebesar 268,2 juta
jiwa. Sementara penggunaan media sosial melalui gadget (handphone) sebesar
130 juta atau sekitar 48 persen dari populasi (katadata.com, 2019).
Sementara itu, berdasarkan Data Global Digital tahun 2019 yang
dilakukan oleh We Are Sosial (Wearesocial.com, 2019) disebutkan bahwa terjadi
peningkatan penggunaan media sosial dibanding 2018 lalu, dan penggunaannya
didominasi oleh kalangan muda di generasi Y (generasi millennial) dan Z
Indonesia yakni usia antara 18-34 tahun. Riset ini dilakukan dalam rentang waktu
Januari 2018 hingga Januari 2019. Dalam riset terlihat bahwa penggunaan media
sosial didominasi oleh pria daripada pengguna wanita. Pengguna pria 18-24 tahun
mendominasi sebesar 18 persen dibanding wanita sebesar 15 persen. Sementara
untuk usia 25-34 tahun, pria tetap mendominasi dengan 19 persen dan wanita 14
persen dari total pengguna (kompas.com, 2019). Berdasarkan data tersebut dapat
dilihat betapa besarnya penggunaan media sosial dikalangan masyarakat
khususnya generasi millennial dan generasi Z.
Merujuk data riset dan penelitian yang dilakukan We Are Social sangat
diperlukan filter agar generasi millennial tidak terpengaruh terhadap pola fikir dan
paham perkembangan dunia seperti halnya ekstremisme, westernisme, dan
hedonisme yang merupakan tantangan yang harus dihadapi bersama agar jati diri
dan identitas bangsa Indonesia tidak hilang tergerus ditelan perubahan zaman.
Tingginya penggunaan media sosial oleh generasi millennial menjadi
peluang emas bagi ekstremis-ekstremis dalam mengkampanyekan ajaran mereka
dan mengajak untuk bergabung dengan mengatasnamakan mujahid pembela
Islam. Tidak sedikit dari golongan generasi millennial yang ikut bergabung
kedalam kelompok radikalisme. Menurut survey yang dilakukan Badan Nasional
Penanggulangan Teroris atau BNPT pada tahun 2020 dijelaskan bahwa kaum
millennial adalah kaum yang paling rentan terpapar paham-paham radikalisme.
Alasannya karena kaum millennial tidak terbiasa berpikir kritis saat menerima
suatu informasi dan ajaran. Hal itu yang menyebabkan generasi millennial sebagai
sasaran empuk bagi ekstremis-ekstremis dalam menyampaikan doktrinnya.
Semangat tinggi dalam mempelajari agama tanpa disertai filter dalam
memilih penceramah atau guru, juga menjadi penyebab generasi millennial
menjadi sasaran dakwah kaum ekstremis. Terutama mereka kaum millennial yang
tinggal di wilayah perkotaan. Minimnya informasi dan pengetahuan mendorong
generasi Y di kota percaya sepenuhnya terhadap doktrin yang disampaikan dalam
kajian agama. Sikap percaya (taqlid) dalam meyakini informasi yang diterima
tanpa mempertanyakannya kembali merupakan faktor penyebab munculnya
fanatisme terhadap suatu kelompok sehingga enggan menerima kebenaran dari
informasi yang lain.
Fenomena hadirnya sekelompok orang terutama anak muda yang memiliki
semangat tinggi dalam mempelajari agama inilah yang disebut muslim urban.
Munculnya muslim urban mempengaruhi wajah Islam di Indonesia di mata dunia.
Dengan pemeluk yang mayoritas dan terbesar di dunia nomor 2, Indonesia
memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas kedamaian dunia serta
menunjukan wajah Islam yang rahmatan lil’alamin. Maka, jika pada sektor
muslim urban didominasi oleh kelompok-kelompok ekstremis, Indonesia tidak
akan bisa mewujudkan cita-citanya seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD
1945 yakni, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
METODE PENULISAN
Media sosial menjadi bagian yang sangat vital dan memiliki pengaruh
yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Mayoritas masyarakat
mengkonsumsi berita dan informasi melalui media sosial, salah satunya karena
cepat diakses atau didapatkan. Oleh karena itu, pondok pesantren, santri dan
pemerintah harus mampu berkolaborasi dalam hal regulasi, pengawasan, dan
pengolahan media sosial dan jejaring internet menjadi media dakwah untuk
menebar banyak manfaat kepada khalayak dengan sajian berita yang tidak
profokatif, menjadikan media dakwah digital sebagai tempat dakwah Islam yang
rahmatan lil’alamiin, dan menebar damai kepada sesama santri dan umat muslim,
maupun non-muslim di Indonesia. Santri juga dapat membuat portal online yang
memuat informasi dan isu-isu keagamaan seperti konsultasisyariah.com, nu.or.id,
dll agar dapat menjangkau muslim urban dan mampu menarik simpatisan muslim
urban.
Selama ini dakwah berkembang melalui tata cara yang sangat beragam dan
adaptif terhadap zaman dan target dakwah. Transformasi bentuk dawah dapat
digambarkan pada masa awal Islam hadir di tengah jazirah Arab, dakwah lebih
banyak menggunakan kajian dan ajakan secara sembunyi- sembunyi. Kemudian
nabi diperintahkan untuk berdakwah secara terbuka. Lalu, pada masa khilafah,
konsep futuhat atau perluasan wilayah menjadi pilihan, didukung dengan
pembangunan perpustakaan sebagai sarana pengembangan berbagai macam ilmu
pengetahuan. Selanjutnya dakwah merambah pada kebudayaan.
Di Nusantara, Wali Songo menyebarkan agama Islam dengan ragam
metode dakwah yang variatif dengan menghadirkan unsur kebudayaan dan
kearifan lokal masing-masing wilayah seperti penggunaan wayang, gamelan, seni
tari, dan lain sebagainya. Lalu, di era media baru ini konsep dakwah dilakukan
dengan memanfaatkan kekuatan teknologi komunikasi dan informasi atau internet,
seperti melalui beragam platform media sosial yang dilakukan NU Online.
Ada beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam memilih metode
dakwah yang paling tepat untuk digunakan menyampaikan pesan dakwah, di
antaranya: apa tujuan dari berdakwah dengan metode ini, siapa sasaran dakwah,
bagaimana situasi dan kondisi baik pendakwah maupun mitra dakwah, media apa
yang digunakan dan fasilitas apa yang disediakan, dan seberapa tinggi kemampuan
da’i dalam memaham keilmuan dakwahnya maupun penguasaan materi.
Sementara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat materi atau
konten dakwah, yaitu: pertama, pesan harus direncanakan dan disampaikan
sedemikan rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud. Kedua,
pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju pada pengalaman yang sama
antara komunikator dan komunikan. Ketiga, pesan harus membangkitkan
kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk mendapatkan
kebutuhan tersebut. Karena dakwah di era modern bukan hanya sebatas dakwah
bil-lisan, akan tetapi juga menggunakan strategi suatu bentuk teknologi untuk
mengimbangi kemajuan yang terjadi di masyarakat, itulah dakwah digital.
KESIMPULAN
Dengan perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi kita dapat
mengoptimalisasi manfaat adanya jejaring internet dan media sosial dalam
mengembangkan dakwah Islam yang rahmatan lil’alamin. Hadirnya fenomena
muslim urban yang didominasi oleh kaum millennial patut menjadi perhatian
bersama agar paham ekstremis tidak berkembang pesat di Indonesia. Dengan
kolaborasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat, santri dan pondok
pesantren dalam pengaturan regulasi, pengawasan, dan pengolahan media sosial
secara maksimal kita dapat menekan dan membatasi gerak dakwah kaum
ekstremis di media sosial. Diperlukan juga strategi untuk menarik massa agar
kaum muslim urban mau bertransmigrasi berpindah channel kajian agama dari
media kelompok ekstremis ke media ormas-ormas yang sudah tervalidasi
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian,
Islam moderat akan mengakar dalam sikap dan karakter umat islam di Indonesia
dan Islam rahmatan lil’alamin akan terwujud di bumi pertiwi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amar dan Nurhidaya. (2020). Media Sosial dan Tantangan Generasi
millennial, dalam Jurnal Ilmu Komunikasi Vol.8 No.2
Agama, D. (2012). Moderasi Islam. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur’an.
Al-Asfahani, A.-R. (2009). Mufrodad al-Fazil Al- Qur’an. Damaskus: Darul
Qalam.
Abdurrahman, Asep. (2018). Eksistensi Islam Moderat dalam Perspektif Islam,
dalam Jurnal Rausyan Fikr Vol.14 No.1.
Hidayatul Ummah, Athik. (2020). Dakwah Digital dan Generasi Millennial,
dalam Jurnal Uin Mataram Vol.18 No.1.
Hanafi, M. (2013). Moderasi Islam. Ciputat: Pusat Studi Ilmu al-Qur’an.
Fahri Mohammad, dan Ahmad Zainuri. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia,
dalam Jurnal Raden Fatah, Vol.25 No.2.
Aditya, Nugraha. (2015). Fenomena Meme di Media Sosial (Studi Etnografi
Virtual Posting Meme pada Pengguna Media Sosial Instagram), dalam Jurnal
Sosioteknologi, Vol.14 No.3
Nur, A., & Mukhlis. (2016). Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran; (Studi
Komparatif Antara Tafsir Al-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At- Tafasir),
dalam Jurnal An-Nur, Vol.4 No.2.
Rofhani. (2013). Budaya Urban Muslim kelas Menengah, dalam Jurnal Tasawuf
dan Pemikiran Islam, Vol.3 No.1.
Setijowati, Adi, et.al. 2010. Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas Media.
Surabaya: Airlangga University Press.
Shihab, M. Q. (2017). Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudu’I atas Berbagai
Persoalan Ummat. Bandung: Mizan.
Shihab, Alwi. (1997). Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama.
Bandung: Mizan.
Syafrudin. (2009). Paradigma Tafsir Tekstual Dan Kontekstual (Usaha Memaknai
Kembali Pesan Al-Qur’an). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yasid, A. (2010). Membangun Islam Tengah. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.
Zamimah, I.(2018). Moderatisme Islam dalam Konteks Keindonesiaan, dalam
Jurnal Al-Fanar Vol.1 No.1.
Sumber Online :
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/02/08/berapa-pengguna-media-
sosial- indonesia/ Diunduh hari Senin, tanggal 18 Juli 2022 pukul 10.00
WIB.
https://wearesocial.com/blog/2019/01/digital-2019-global-internet-use-
accelerates/.Diunduh pada hari Senin, tanggal 18 Juli 2022, pukul 10.30
WIB.
https://womenandcve.id/blog/2022/03/05/bagaimana-generasi-milenial-terpapar-
ekstremisme/. Diunduh pada hari Senin, tanggal 18 Juli 2022 pukul 17.00
WIB.