Abstrak
Abstract
A. PENDAHULUAN
M
oderasi Islam adalah gagasan yang sangat populer di kalangan
para cendekiawan maupun praktisi agama pada hari ini. Hampir
seluruh komponen masyarakat maupun pejabat membuat berbagai
program kegiatan ditujukan untuk membumingkan gagasan moderasi
beragama. Dalam hal ini, agama yang paling difokuskan adalah agama
Islam. Agama Islam seringkali terpapar radikalisme dan merugikan berbagai
komponen masyarakat sekitar. Upaya yang dilakukan pemerintah seolah-
olah tidak menghasilkan dampak yang signifikan terhadap penanggulangan
radikalisme dan terorisme.
Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang dirilis oleh lembaga
Alvara Research Center dan Mata Air Foundation bahwa terdapat 23,4%
pendapat yang menyatakan mahasiswa setuju dengan tegaknya negara
Islam atau khilafah, 23,1% pelajar SMA setuju dengan jihad untuk
tegaknya negara Islam khilafah, 18,1% pegawai swasta menyatakan tidak
setuju dengan ideologi Pancasila, 19,4 PNS tidak setuju dengan ideologi
Pancasila, 6,7% Pegawai BUMN tidak setuju dengan ideologi Pancasila,
serta 0,1% berindikasi tidak setuju dengan Pancasila.1 Dari data diatas
menggambarkan tentang fenomena peningkatan pemahaman ideologi
yang tidak selaras dengan ideologi Pancasila di tengah-tengah masyarakat,
dan adanya upaya dari pihak kelompok yang menginginkan perubahan
pembaruan sosial dan politik dengan cara apapun, fenomena ini merupakan
ancaman nyata yang terjadi di Indonesia. Salah satu penyebab peningkatan
pemahaman yang tidak selaras dengan ideologi Pancasila tersebut disinyalir
tidak terlepas dari berbagai usaha propaganda kelompok radikal untuk
membentuk suatu jaringan baru dan mengarah secara langsung kepada
masyarakat menggunakan berbagai media yang ada termasuk salah satunya
adalah media sosial secara online.2
B. LANDASAN TEORI
Ketika kita berbicara mengenai konsep dasar moderasi Islam, maka hal
ini telah menarik atensi banyak ilmuwan di berbagai bidang seperti sosio-
politik, bahasa, pembangunan Islam, sosial-keagamaan, dan pendidikan
Islam. Terminologi ini merupakan terminologi dari sekian terminologi yang
sering digunakan untuk menyebut label-label umat Islam seperti Islam
modernis, progresif, dan reformis.6
tidak hanya berdiri pada satu aspek, tetapi juga melibatkan keseimbangan
antara pikiran dan wahyu, materi dan spirit, hak dan kewajiban,
individualisme dan kolektivisme, teks (Alquran dan Sunnah) dan interpretasi
pribadi (ijtihad), ideal dan realita, yang permanen dan sementara,12 yang
kesemuanya terjalin secara terpadu. Maka dari itu wasathiyyah merupakan
pendekatan yang komprehensif dan terpadu. Konsep ini sebenarnya meminta
umat Islam untuk mempraktikkan Islam secara seimbang dan komprehensif
dalam semua aspek kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian
pada peningkatan kualitas kehidupan manusia yang terkait dengan
pengembangan pengetahuan, pembangunan manusia, sistem ekonomi
dan keuangan, sistem politik, sistem pendidikan, kebangsaan, pertahanan,
persatuan, persamaan antar ras, dan lainnya.13
Ilmu tasawuf menjadi disiplin ilmu yang tertulis dalam Islam, sebelum
itu mistisisme hanya merupakan suatu ibadah saja, dan hukum-hukumnya
telah terwujud di dalam hati manusia, hal yang sama terjadi pada kajian
ilmu lainya. Latihan latihan rohani (mujahadah), menyendiri, (khalwat)
dan berzikir ini biasanya didikuti dengan tersingkapnya tutup perasaan
dan melihat dunia ketuhanan: roh adalah salah satu dari dunia ketuhanan.16
Istilah tasawuf sendiri memiliki akar perbedaan yang kuat yang ditinjau
dari bahasa bisa dari akar kata shuf (kain wol), ahl-shuffah (seorang sahabat
yang mengikuti nabi dan hidup di sebelah masjid madinah), shaff (barisan
yang bersaf saf), dan dari shafa yang berarti suci dan bersih.17
Sementara itu ada yang membagi tasawuf menjadi tiga bagian yaitu:
Tasawuf Akhlaqi ialah tasawuf yang menitik beratkan pada pembinaan
akhlak al-karimah. Tasawuf Amali ialah tasawuf yang menitik berat pada
amalan lahiriyah yang didorong oleh qalb (hati). Dan Tasawuf Falsafi,
yakni tasawuf yang dipadukan dengan filsafat.18
C. PEMBAHASAN
Moderasi Islam lahir sebagai solusi anti mainstream Islam yang akhir-
akhir ini kian menghawatirkan dan membahayakan akidah umat Islam,
baik di Indonesia maupun Dunia. Rasulullah saw. pernah bersabda “bahwa
umat Islam akan terpecah ke dalam 73 golongan dan hanya ada satu yang
akan selamat, yaitu ahlusunnah wal jama’ah.22 Hadis Rasulullah saw.
tersebut sudah terbukti kebenarannya dengan terpecahnya umat Islam ke
dalam beberapa golongan yang kita kenal dengan aliran Kalam. Sejarah
perkembangan aliran kalam dimulai sejak pristiwa tahkim23 yang melahirkan
22 Ahlusunnah wal jama’ah adalah sebuah paham yang berpegang teguh terhadap
sunnah yang diajarkan Rasulullah saw. dan para sahabat. Ahlusunnah wal jama’ah adalah
sebuah aliran Kalam yang lahir dari pemikiran Abu Al-Hasan Asy’ari.
23 Tahkim adalah sebuah usaha perdamaian di antara kaum muslimin yang
sedang bertikai dalam perang siffin. Namun peristiwa ini merugikan pihak Ali dan
menguntungkan pihak Mu’awiyah. Akhir dari peristiwa ini, yaitu terpecahnya umat Islam
tiga sekte baru dalam Islam yaitu Khawarij24, Syi’ah25 dan Murji’ah26. Tiga
sekte Islam tersebut dibahas dalam sebuah kajian ilmu, yaitu Ilmu Kalam.
menjadi tiga golongan, pertama Khawarij yang keluar dari barisan tentara Ali, kedua Syi’ah
yang tetap setia dengan Ali, ketiga Murji’ah yang berada di antara paham keduanya, tidak
memihak kepada Ali dan juga Muawiyah, mereka cenderung menyerahkan semua kejadian
tersebut kepada Allah swt. Lihat selengkapnya di Ahmad Agis Mubarok dan Diaz Gandara
Rustam, “Islam Nusantara: Moderasi Islam Di Indonesia”, Journal of Islamic Studies and
Humanities, Vol. 3, No. 2, (2019): 156
24 Aliran Khawarij tumbuh dan berkembang dengan cara yang keras dan
ekstrim dalam memahami ajaran Islam. Kehidupan dan lingkungan yang tidak begitu
kondusif menjadikan mereka memahami ajaran Islam apa adanya tanpa ada usaha untuk
memahami lebih lanjut tentang makna apa saja yang terkandung dalam wahyu Allah
SWT. Pengkafiran yang begitu mudah mereka lontarkan bagi orang-orang yang di luar
paham mereka telah menyulut perpecahan bahkan pertumpahan darah yang tidak sedikit.
Bagaimanapun Islam datang bukan sebagai sebuah aliran yang mengelompokkan manusia
tapi lebih pada menyatukan manusia, tergantung pada masing-masing individu bagaimana
memahami dan mengamalkanya. Lihat selengkapnya di Saleh, “Khawarij; Sejarah Dan
Perkembangannya”, El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, Vol. 7, No.
2, (2018), 33
25 Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak, golongan, kelompok atau
pengikut sahabat atau penolong. Pengertian itu kemudian bergeser mempunyai
pengertian tertentu. Setiap kali orang menyebut syiah, maka asosiasi pikiran orang
tertuju kepada syiah-ali, yaitu kelompok masyarakat yang amat memihak Ali
dan dan memuliakannya beserta keturunannya. Kelompok tersebut lambat laun
membangun dirinya sebagai aliran dalam Islam. Lihat selengkapnya di Eri Susanti,
“Aliran-Aliran Dalam Pemikiran Kalam”, Jurnal Ad-Dirasah, Vol. 1, No. 1, (2018), 28
26 Murjiah berasal dari bahasa Arab irja artinya penundaan
atau penangguhan. Karena sekte yang berkembang pada masa awal islam yang
dapat diistilahkan sebagai “orang-orang yang diam”. Mereka meyakini bahwa dosa besar
merupakan imbangan atau pelanggaran terhadap keimanan dan bahwa hukuman atau
dosa tidak berlaku selamanya. Oleh karena itu, ia menunda atau menahan pemutusan
dan penghukuman pelaku dosa di dunia ini. Hal ini mendorong mereka untuk tidak ikut
campur masalah politik. Satu diantara doktrin mereka adalah shalat berjamaah dengan
seorang imam yang diragukan keadilannya adalah sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan
islam sunni namun tidak untuk kalangan syiah. selengkapnya di Eri Susanti, “Aliran-Aliran
Dalam Pemikiran Kalam”, 38
Ada dua aliran Kalam yang sangat mendominasi pemikiran Islam dari
dulu hingga sekarang, yaitu Mu’tazilah27 dan Asy’ariyah28. Mu’tazilah
merupakan aliran kalam terbesar dan tertua dalam sejarah Islam. Aliran
ini berdiri pada permulaan abad ke-2 Hijriyah di Basrah. Nama Mu’tazilah
sendiri sebenarnya bukan berasal dari golongan Mu’tazilah, namun orang-
orang dari golongan lain yang memberi nama Mu’tazilah. Orang Mu’tazilah
sendiri menamai kelompoknya dengan sebutan “Ahli keadilan dan keesaan”
(ahlu adli wa at-tauhid). Adapun alasan kenapa kelompok lain menamainya
dengan sebutan Mu’tazilah, karena Wasil bin Ata’ sebagai pendiri aliran
ini berselisih paham dengan gurunya yaitu Hasan al-Basri, kemudian
Wasil bin Ata’ memisahkan diri dari pemahaman gurunya dan mendirikan
sebuah pemahaman baru. Kemudian Hasan al-Basri berkata “Wasil telah
memisahkan diri dari kami”, maka semenjak itu Wasil bin Ata’ disebut
“Golongan yang memisahkan diri” (Mu’tazilah).29
Islam di Indonesia juga merupakan Islam yang ramah dan santun. Hal
ini tergambar dalam individu muslim di Indonesia yang senantiasa hidup
bergotong royong dalam masyarakat, saling membantu antar sesama, dan
saling menghargai perbedaan (toleransi), serta menghormati kyai dan
ulama, yang tergambar dalam sosok santri di Indonesia. Itulah beberapa
bukti konkret bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang damai, ramah
(1) Aspek etik. Aspek ini termasuk aspek perseptual dalam ilmu
pengetahuan. Aspek ini berkaitan dengan nilai moral atau keyakinan
seseorang maupun kelompok masyarakat terhadap ajaran Islam untuk
mencapai kebahagian hidup di dunia maupun akhirat. (2) Aspek historis.
Merupakan aspek yang berkaitan dengan berbagai sikap atau cara berpikir
manusia yang memengaruhi dan menentukan persepsi mereka terhadap
kebenaran dan realitas. (3) Aspek observatif. Aspek ini menekankan kepada
penelitian sebagai sarana untuk mencari suatu pengetahuan sehingga akan
tercipta sebuah kebeneran yang tentunya berdasarkan fakta dan data yang
diperoleh dari hasil penelitian tersebut.33
untuk megesakan Tuhan (tagyir). Setelah melalui tiga tahapan tersebut, baru
lah Islam di Indonesia dinamakan Islam Nusantara.35
Perbedaan lain dari kedua jenis ijtihad tersebut terletak pada proses
pengujiannya. Ujian keshahihan ijtihad istinbathi bisa dilihat dari koherensi
23 dalil-dalil yang digunakannya, sementara itu ijtihad tathbiti dapat
diketahui keshahihannya melalui aspek kemanfaatan atau kemaslahatan
dalam penerapannya. Ijtihad tathbiti adalah suatu metode penerapan hukum
yang mempertimbangkan nilai kemaslahatan atau kemafsadatannya.
Seorang mujtahid dituntut untuk menguasai keilmuan yang sangat luas,
tidak cukup dengan menguasai Al Qur’an dan Hadis, melainkan harus bisa
membaca situasi dan kondisi di lapangan.36 Upaya penerapan hukum dalam
perspektif ushul fiqih dibatasi menjadi tiga pembahasan, yaitu mashlahah
mursalah, istihsan, dan urf.
37 Akhmad Sahal and Munawar Aziz, Islam Nusantara : Dari Ushul Fiqih
Hingga Konsep Historis, 109
38 Akhmad Sahal and Munawar Aziz, Islam Nusantara : Dari Ushul Fiqih
Hingga Konsep Historis, 110
39 Akhmad Sahal and Munawar Aziz, Islam Nusantara : Dari Ushul Fiqih
Hingga Konsep Historis, 111
Dalam dunia pendidikan, moderasi islam juga turut andil angkat suara
dalam mensukseskan pendidikan. Pendidikan tanpa disusupi oleh nilai-
nilai-moderasi akan menghasilkan prodak yang kurang unggul, prodak yang
merusak generasi bangsa dan negara. Kementrian Agama melalui Dirjen
Kurikulumnya, telah mencoba mencanangkan 12 program pengarusutamaan
moderasi Islam di pendidikan Islam. Sebelumnya pada tanggal 12-14
Mei 2016, Direktorat Pendidikan Agama Islam juga menyelenggarakan
sarasehan Nasional Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan tema “Potensi
Pendidikan Islam Indonesia menjadi Rujukan Pendidikan Moderat Dunia”.40
40Lihat,https://kemenag.go.id/berita/read/504842/kemenag-siapkan-12-
program-pengarusutamaan-islam-moderat-di-madrasah . (diakses pada tanggal 20 Mei
2020); selain itu Kemenag juga mempersiapkan 12 program pengarusutamaan Islam
moderat di madrasah. Ke 12 program tersebut dimulai tahun 2017. Pertama, penyususnan
modul pendidikan multikulturalisme untuk siswa MI, MTs, dan MA. Kedua, menggelar
Perkemahan Pramuka Madrasah Nasional (PPMN). Ketiga, penguatan siswa menuju
Madrasah BERSINAR (Bersih, Sehat, Inklusif, Aman, dan Ramah Anak). Keempat,
menyelenggarakan ajang Minat dan Bakat Madrasah untuk mengasah dan menyalurkan
minat dan bakat siswa di berbagai bidang baik akademik maupun seni. Kelima, Sosialisasi
Pendidikan Multikultural kepada Kepala Madrasah. Keenam, menggelar Seminar
Internasional tentang penanggulangan radikalisme global melalui pendidikan dasar dan
menengah. Ketujuh, penyusunan panduan penilaian dan pembinaan sikap dan prilaku
keseharian peserta didik. Kedelapan, penyusunan model Kegiatan Ekstra Kurikuler
Berbasis Nilai Moderasi. Kesembilan, penyusunan Panduan Layanan BK dalam Penanaman
Nilai Rahmatan Lil’alamin bagi Guru Bimbingan dan Konseling. Kesepuluh, penyusunan
panduan layanan BK sebaya bagi guru BK dan peserta didik. Kesebelas, penyusunan
D. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim, Islam Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
Ahmad Yusuf, “Moderasi Islam Dalam dimensi Trilogi Islam (Akidah, yari’ah,
dan Tasawwuf)”, Jurnal Al Murabbi: Pendidikan Agama Islam, Volume
(3), Nomor (2), (2018)
Ahmad Agis Mubarok dan Diaz Gandara Rustam, “Islam Nusantara: Moderasi
Islam Di Indonesia”, Journal of Islamic Studies and Humanities, Vol. 3,
No. 2, (2019)
Akhmad Sahal and Munawar Aziz, Islam Nusantara : Dari Ushul Fiqih Hingga
Konsep Historis, (Bandung: Mizan, 2015)
Al Maarif, “Islam Nusantara : Studi Epistemologis Dan Kritis,” Analisis 15, no. 2
(2015)
Günes Murat Tezcür, “The Moderation Theory Revisited;The Case Of Islamic Po-
litical Actors” Jurnal Party Politics, Vol 16. No. (2010)
Ibnu Khaldūn, Muqoddimah Ibnu Khaldun, Terj. Ahmadie, (Jakarta: Pustaka Fir-
daus , 2014)
Idri, Epistemologi : Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadis Dan Ilmu Hukum Islam, (Ja-
karta: Prenada Media Group, 2015)
Khlaed Abou El-Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Mustofa
(Jakarta: Serambi, 2005)
Yedi Purwanto, Qowaid Qowaid dan Ridwan Fauzi, “Internalisasi Nilai Moderasi
Melalui Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum”, Edukasi,
Yunus dan Arhanuddin Salim, “Eksistensi Moderasi Islam Dalam Kurikulum Pem-
belajaran PAI di SMA”, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9.
No. 2, (2018)
Zaprulkan, Ilmu Tasawuf Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006)
Website:
https://www.beritasatu.com/nasional/459687/survei-alvara-296-kalangan-profe-
sional-ingin-perjuangkan-negara-islam (diakses pada tanggal 16 Mei
2020)
https://kemenag.go.id/berita/read/504842/kemenag-siapkan-12-program-pengaru-
sutamaan-islam-moderat-di-madrasah (diakses pada tanggal 20 Mei
2020)