Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara historis, kehadiran Islam di Indonesia sangat damai dan

toleran, sangat relevan dengan apa yang diajarkan oleh para wali melalui

sinkronisasi budaya lokal, bahkan dapat hidup damai berdampingan dengan

umat lain yang hidup masa itu. Namun sangat disayangkan dengan

perkembangan zaman dan tuntutan stratifikasi sosial di tengah masyarakat

Indonesia yang begitu luas, maka bermunculanlah sekte-sekte, aliran-aliran,

dan mazhab-mazhab baru yang mengatasnamakan Islam berkembang pesat

sesuai dengan latar belakang kebudayaan dan kondisi alam yang eksis di

daerah penganutnya.

Dari sini dapat dicermati bahwa di Indonesia akhir-akhir ini

banyak berkembang isu-isu radikalisme di antaranya adalah kelompok yang

mengklaim dirinya al-Qaeda dan ISIS, dimana keduanya menjadi isu global.

Munculnya kelompok ini merupakan format perlawanan global kelompok

radikal Islam terhadap ketidakadilan dunia. Hal ini dikaitkan dengan kebijakan

miring pemimpin dunia terhadap Palestina, kesenjangan sosial-ekonomi di

negara-negara muslim bahkan ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak

nilai-nilai Islam seperti hedonisme dan materialisme. Para pemimpin dunia Islam

dianggap tidak berdaya dan tunduk pada kemauan Barat. Isu tersebut dengan

cepat menyebar keseluruh penjuru dunia melalui jaringan maya, bukan saja di

1
2

negara-negara Islam, tetapi juga di negara-negara Barat sebagai akibat kebijakan

banyak negara yang memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok

perlawanan yang lari dari negara masing-masing. Di sisi lain, munculnya

radikalisme di Indonesia menjadi nyata, seiring perubahan tatanan sosial dan

politik, terlebih setelah hadirnya orang-orang Arab muda dari Hadramaut

Yaman ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air, turut mengubah

konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang mereka bawa lebih keras

dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi oleh mazhab maliki

yang diadopsi dan diintrodusir oleh Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi

yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi.1

Faktor-faktor yang mendorong munculnya radikalisme di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sekurang-kurangnya ada 3 faktor, yakni

pertama, perkembangan di tingkat global, Kedua, penyebaran paham Wahabisme

dan yang ketiga adalah kemiskinan. Situasi yang kacau di negara-negara Timur

Tengah khususnya di Afghanistan, Palestina, Irak, Yaman, Mesir, Suriah, dan

Turki, dipandang oleh kelompok-radikal sebagai akibat dari campur tangan

Amerika, Israel, dan sekutunya. Pada saat yang sama, Masuknya paham

Wahabisme yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang konservatif ke

Indonesia telah ikut mendorong timbulnya kelompok eksklusif yang sering

menuduh orang lain yang berada di luar kelompok mereka sebagai musuh, kafir

dan boleh diperangi. Faktor ketiga adalah kemiskinan. Meski faktor ini tidak

secara langsung berpengaruh terhadap merebaknya aksi radikalisme, namun


1
Wahyudin Hafid. “Genealogi Radikalisme Di Indonesia (Melacak Akar Sejarah Gerakan
Radikal)”, dalam Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI, Vol. 1, No.
1, 2020, h. 31-46. http://dx.doi.org/10.33096/altafaqquh.v1i1.37
3

perasaan sebagai elemen masyarakat yang termarjinalkan dapat menjadi faktor

pendorong bagi seseorang untuk terjebak dalam propaganda radikalisme.2

Dalam hal ini, fiqh siyasah dapat menjadi salah satu aspek hukum Islam

yang didalamnya membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia

dalam bernegara untuk mencapai suatu kemaslahatan manusia terlepas dari masa

pemerintahan setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Walaupun didalam

Alquran tidak ada satupun dalil yang secara eksplisit memerintah atau

mewajibkan umat Islam untuk mendirikan Negara bahkan istilah Negara tidak

pernah disinggung dalam Alquran tetapi unsur-unsur dasar dalam masyarakat,

berbangsa, dan bernegara dapat ditemukan di dalamnya seperti musyawarah,

keadilan, dan persamaan.3

Telah banyak ulama dan pakar undang-undang yang ada dalam

konstitusional menyatakan bahwa musyawarah adalah suatu kewajiban umat

Islam dan dalam prinsip konstitusional yang pokok diatas prinsip-prinsip umum

serta suatu dasar yang baku telah ditetapkan dalam nash-nash Alquran dan Hadis.4

Strategi dapat diartikan sebagai alat untuk mencapai tujuan jangka

panjang. Strategi bisnis dapat mencakup ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi,

pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan bisnis, divestasi, likuidasi,

dan joint venture. Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan

keputusan manajemen tingkat atas dan sumberdaya perusahaan dalam jumlah

2
Ahmad Asrori. “Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas”, dalam
Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9, No. 2, 2015, h. 253-268.
https://doi.org/10.24042/klm.v9i2.331
3
Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Minoritas Non-Muslim Dalam Komunitas Islam (Bandung:
Angkasa Bandung, 2003), h. 13
4
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam Edisi revisi (Jakarta: Penerbit Amzah, 2006), h.
34-37
4

yang besar. Selain itu strategi mempengaruhi kemakmuran perusahaan dalam

jangka panjang, khususnya untuk lima tahun, dan berorientasi ke masa depan.

Strategi memiliki konsekuensi yang multifungsi dan multidimensi serta perlu

mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal.5

Menurut Quinn seperti yang dikutip oleh Sukristono dalam bukunya

mengemukakan bahwa Strategi meliputi sasaran-sasaran terpenting yang akan

dicapai, kebijakan-kebijakan yang penting yang mengarahkan pelaksanaan dan

langkah-langkah pelaksanaan untuk mewujudkan sasaran-sasaran tersebut.

Mewujudkan beberapa konsep dan dorongan yang memberikan hubungan,

keseimbangan dan fokus. Strategi mengutarakan sesuatu yang tidak dapat diduga

semula atau sesuatu yang tidak dapat diketahui Quinn menjelaskan lebih lanjut

bahwa strategi adalah pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan, kebijakan

dan aksi utama dalam hubungan yang kohesif. Suatu strategi yang baik akan

membantu organisasi dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam

bentuk unique berbasis kompetensi internal serta kemampuan mengantisipasi

lingkungan.6

Sedangkan pencegahan berdasarkan teori merupakan program pencegahan

yang dibuat berdasarkan riset formal. Berbagai disiplin melaksanakan program

pencegahan menurut teori masing-masing. Ahli psikologi sosial menggunakan

teori pembelajaran sosial. Menurut teori ini, perilaku seseorang tergantung pada

harapannya akan suatu hasil bila ia melaksanakan sesuatu.7

5
Fred R David, Manajemen Strategi, Edisi ke-10, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), h. 17.
6
Sukristono, Perencanaan Strategi Bank, (Jakarta: Ghalia indonesia, 1992), h. 57
7
Direktorat Advokasi Deputi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia, Panduan Umum, h. 19-20
5

Upaya pencegahan/preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu

dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara

etimologi berasal dari bahasa latin pravenire yang artinya datang

sebelum/antisipasi/mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang

luas preventif diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah

terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang. Dengan demikian

upaya preventif adalah tindakan yang dilakukan sebelum sesuatu terjadi. Hal

tersebut dilakukan karena sesuatu tersebut merupakan hal yang dapat merusak

maupun merugikan Menurut sudut pandang hukum, Pencegahan adalah suatu

proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu hal tidak

terjadi. Dapat dikatakan pula suatu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya

pelanggaran. Upaya pencegahan kejahatan merupakan upaya awal dalam

menanggulangi kejahatan. Pencegahan adalah segala upaya, usaha atau tindakan

yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab yang bertujuan untuk

meniadakan atau menghalangi faktor yang menyebabkan terjadinya paham

radikalisme.

Di kabupaten padang lawas utara saat ini mengenai paham radikalisme

belum ada sama sekali masyarakat yang terpapar dengan paham tersebut. Artinya

masyarakat padang lawas utara hingga saat ini masih bersih dan aman dari paham

paham tersebut. Tentu semua ini dikarenakan adanya strategi pencegahan dari

kementerian agama padang lawas utara yang mudah dipahami masyarakat sekitar

sehingga bagaimanapun gelombang paham-paham radikalisme itu datang,

masyarakat telah mengerti dan paham jika tindakan tindakan seperti itu sesuatu
6

yang dalam ajaran agama islam dan ajaran bernegara. Berdasarkan pernyataan

diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis

Fiqh Siyasah Terhadap Strategi Pencegahan Paham Radikalisme di Kabupaten

Padang Lawas Utara (Studi pada Kementerian Agama Padang Lawas Utara).

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diajukan berdasarkan uraian dari latar belakang

belakang di atas sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi Kementerian Agama Padang Lawas Utara

terhadap pencegahan paham radikalisme?

2. Bagaimana tinjauan fiqh siyasah tentang strategi Kementerian Agama

Padang Lawas Utara terhadap pencegahan paham radikalisme?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui strategi Kementerian Agama Padang Lawas Utara

terhadap pencegahan paham radikalisme.

2. Untuk mengetahui tinjauan fiqh siyasah tentang strategi

Kementerian Agama Padang Lawas Utara terhadap pencegahan

paham radikalisme?

D. Penegasan Istilah
7

Maka penulis merasa perlu untuk memberi penjelasan satu persatu atau per

kata yang penulis ingin teliti, menurut penulis makna atau maksud dari judul

skripsi diatas adalah sebagai berikut:

1. Analisis fiqh siyasah merupakan suatu upaya untuk menganalisa ilmu

tata negara Islam yang membahas tentang seluk-beluk pengaturan

kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada

khususnya, berupa penetapan hukum, pengaturan, dan kebijakan oleh

pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran

Islam.

2. Strategi pencegahan paham radikalisme adalah suatu usaha yang

dilakukan dengan tujuan untuk mencegah paham radikalisme dengan

cara menanamkan jiwa nasionalisme, berpikiran terbuka dan toleran,

waspada terhadap provokasi dan hasutan, berjejaring dalam komunitas

perdamaian, dan bergabung dalam damai

E. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis

a. Hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam

ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai Analisis Fiqh

Siyasah Terhadap Strategi Pencegahan Paham Radikalisme di

Padang Lawas Utara.

2. Kegunaan Praktis
8

a. Hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam

ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai Analisis Fiqh

Siyasah Terhadap Strategi Pencegahan Paham Radikalisme di

Padang Lawas Utara.

b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis,

masyarakat, pemerintah dan pihak lainnya.

c. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu syarat tugas

akhir guna memperoleh gelar S.H pada Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
9

A. Strategi Pencegahan

1. Pengertian Strategi

Strategi diambil dari bahasa Yunani “strategos” yang artinya suatu cara

yang digunakan untuk mencapai tujuan. Selain sebagai perencanaan dan

manajemen, strategi tidak hanya soal pencapaian tujuan saja, namun strategi juga

mengenai kegiatan operasional untuk mencapai tujuan tersebut.8

Webster’s New Dictionary bahwa strategi didefinisikan sebagai the

science of planning and directing military operation. Akan tetapi tinjauan tentang

konsep strategi ini ternyata tidak dapat dari satu sisi. Selanjutnya Chandler

mengemukakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi

dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tidak lanjut serta

prioritas alokasi sumber daya.9

Sedangkan menurut Michael Porter strategi adalah kumpulan tindakan

yang mengantarkan nilai yang menarik, penuh dengan pendekatan bisnis untuk

hasil yang memuaskan. Dalam penyusunan strategi harus melibatkan semua unsur

dalam organisasi perusahaan dalam jangka waktu panjang, dan juga tujuan utama

penyusunan strategi adalah untuk merealisasikan visi dan misi perusahaan.10

2. Unsur dan Fungsi Strategi

Bila suatu organisasi mempunyai suatu “strategi”, maka strategi itu harus

mempunyai bagian-bagian yang mencakup unsur-unsur strategi. Suatu “strategi”

mempunyai 5 unsur, yaitu :


8
9
Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 32.
9
Akdon, Strategi Manajemen For Educational management, (Bandung: Alfabeta, 2009)
h. 12-16
10
Rachmat, Manajemen Strategik, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2014) , h. 2.
10

a. Gelanggang aktivitas atau Arena merupakan area ( produk, jasa, saluran

distribusi, pasar geografis, dan lainnya) di mana organisasi beroperasi.

Unsur Arena tersebut seharusnya tidaklah bersifat luas cakupannya atau

terlalu umum, akan tetapi perlu lebih spesifik, seperti kategori produk

yang ditekuni, segmen pasar, area geografis dan teknologi utama yang

dikembangkan, yang merupakan tahap penambahan nilai atau value dari

skema rantai nilai, meliputi perancangan produk, manufaktur, jasa

pelayanan, distribusi dan penjualan.

b. Sarana kendaraan atau Vehicles yang digunakan untuk dapat mencapai

arena sasaran. Dalam penggunaan sarana ini, perlu dipertimbangkan

besarnya risiko kegagalan dari penggunaan sarana. Risiko tersebut

dapat berupa terlambatnya masuk pasar atau besarnya biaya yang

sebenarnya tidak dibutuhkan atau tidak penting, serta kemungkinan

risiko gagal secara total.

c. Pembeda yang dibuat atau differentiators, adalah unsur yang bersifat

spesifik dari strategi yang ditetapkan, seperti bagaimana organisasi akan

dapat menang atau unggul di pasar, yaitu bagaimana organisasi akan

mendapat pelanggan secara luas. Dalam dunia persaingan, kemenangan

adalah hasil dari pembedaan, yang diperoleh dari fitur atau atribut dari

suatu produk atau jasa suatu organisasi, yang berupa citra, kustomisasi,

unggul secara teknis, harga, mutu atau kualitas dan reabilitas, yang

semuanya dapat membantu dalam persaingan.


11

d. Tahapan rencana yang dilalui atau staging, merupakan penetapan waktu

dan langkah dari pergerakan stratejik. Walaupun substansi dari suatu

strategi mencakup arena, sarana/vehicles, dan pembeda, tetapi

keputusan yang menjadi unsur yang keempat, yaitu penetapan tahapan

rencana atau staging, belum dicakup. Keputusan pentahapan atau

staging didorong oleh beberapa faktor, yaitu sumber daya (resource),

tingkat kepentingan atau urgensinya, kredibilitas pencapaian dan faktor

mengejar kemenangan awal.

e. Pemikiran yang ekonomis atau economic logic, merupakan gagasan

yang jelas tentang bagaimana manfaat atau keuntungan yang akan

dihasilkan.strategi yang berhasil, tentunya mempunyai dasar pemikiran

yang ekonomis, sebagai tumpuan untuk penciptaan keuntungan yang

akan dihasilkan.11

Menurut Sofyan Assauri pula, fungsi dari strategi yang dapat dilakukan

agar tujuan terpenuhi secara efektif, yaitu:

a. Sebagai alat mengkomunikasikan maksud dan tujuan kepada orang lain

b. Mengaitkan antara kelebihan perusahaan dengan peluang pasar untuk

mendapatkan hasil maksimal.

b. Dapat digunakan untuk memanfaatkan situasi keberhasilan yang

didapatkan saat ini serta mencari tahu peluang yang bisa didapatkan di

masa yang akan datang.

a. Dapat menghasilkan sumber daya yang lebih banyak

11
Sofjan Assauri, Strategic Management: Sustainable Competitive Advantages, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h.. 5-8.
12

b. Untuk koordinasi aktivitas kedepannya untuk dapat mencapai tujuan

perusahaan.

c. Agar dapat memberikan tanggapan atas keadaan yang dihadapi

perusahaan.12

Berdasarkan pendekatannya Hill dan Jones meninjau strategi dari dua sisi

yaitu:

a. Pendekatan Tradisional (The Traditional Approach) Berdasarkan

pendekatan ini strategi dipandang sebagai pola atau rencana yang

mengintegrasikan tujuan utama organisasi, kebijakan-kebijakan dan

tahapan tindakan-tindakan yang mengarah pada keseluruhan yang

bersifat kohesif atau saling terkait.

b. Pendekatan Baru (The Modern Approach) Pendekatan baru ini antara

lain dikemukakan oleh Mintzberg bahwa strategi merupakan pola di

dalam arus keputusan atau tindakan. Lebih jauh Mintzberg menekankan

bahwa strategi melibatkan lebih dari sekedar perencanaan seperangkat

tindakan. Strategi juga ternyata melibatkan kesadaran bahwa strategi

yang bergasil justru muncul dari dalam organisasi. Dalam praktiknya ,

strategi pada kebanyakan organisasi merupakan kombinasi dari apa

yang direncanakan dan apa yang terjadi.13

3. Makna Pencegahan

12
Assauri, Strategic Management., h. 7-8.
13
Akdon, Strategi Manajemen., h. 18
13

Pencegahan berasal dari kata cegah yang mempunyai arti mengusahakan

agar tidak terjadi dan kata pencegahan merupakan kata benda dari kata cegah

yang berarti tindakan penolakan” Pius Abdillah dan Danu Prasetya. b.

“Pencegahan upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya

gangguan, kerusakan bagi seseorang” Notosoedirjo. Dengan demikian dapat

diambil kesimpulan bahwasanya pencegahan adalah suatu proses atau usaha

penolakan yang sengaja dilakukan terhadap sesuatu agar tidak terjadi. Pencegahan

adalah segala upaya, usaha atau tindakan yang dilakukan secara sadar dan

bertanggung jawab yang bertujuan untuk meniadakan atau menghalangi faktor

yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan adalah

tindakan menggunakan narkoba tanpa hak atau melawan hukum.14

B. Paham Radikalisme

1. Pengertian Radikalisme

Radikalisme secara konseptual berasal dari kata radix yang berarti akar,

yang menurut bahasa berarti paham atau aliran yang menginginkan perubahan

atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun,

dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung

perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari

perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan.15

Radikalisme ini merupakan aliran yang ingin mengadakan perubahan

secara total serta berusaha merombak secara total tatanan sosial, politik atau
14
Peraturan Daerah Kota Kediri Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Fasilitasi Pencegahan dan
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba, h. 4
15
Kasjim Salenda, Terorisme dan Jihad, (Yogyakarta: al-Zikra, 2011), h. 93
14

keagamaan yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan. Radikalisme ini

merupakan suatu gerakan yang harus diwaspadai oleh segenap kalangan

masyarakat. Banyak golongan yang mereka mendeklarasikan setiap aktivitas

mereka adalah amar ma’ruf nahi munkar dan setiap aksi mereka adalah jihad,

akan tetapi dalam menjalankan konsep tersebut sebagian dari golongan tersebut

selalu dengan tindakan kekerasan dan perusakan sarana dan prasarana, padahal

dalam ajaran Islam sendiri agama Islam sangat mengecam dan melarang untuk

menggunakan kekerasan dalam mengajak seseorang ataupun menyeru orang lain

untuk berbuat kebaikan. Islam merupakan agama rahmatan lil alamin yang

menyukai kedamaian dan menyeru orang lain untuk berbuat kebaikan dengan cara

yang lemah lembut.

Paham radikalisme ini merupakan paham yang harus diwaspadai, paham

radikal seperti ISIS dan lain-lain pada dasarnya timbul bisa jadi karena

kekecewaan terhadap penguasa, atau juga salah memahami tentang suatu ajaran

yang beranggapan bahwa tindakannya adalah benar dan berdalih bahwa

tindakannya merupakan jihad atas nama Islam, atau juga dengan ketidakpuasan

tersebut mereka berusaha untuk membentuk dan mendirikan sebuah daerah atau

negara sendiri.16

Radikalisme di Indonesia sudah banyak terjadi di hampir setiap lapisan

baik sekolah, oknum pebisnis, hingga pemerintahan. Adanya geliat untuk

mengganti ideologi Pancasila dan sistem di Indonesia membuat oknum-oknum

yang berkepentingan melakukan berbagai macam cara hingga ke caracara yang

16
Noermala Sary. Mencegah Penyebaran Paham Radikalisme Pada Sekolah, dalam
Mantiq Vol. 2, No. 2, 2017, h. 191-200
15

bertentangan dengan hukum. Namun, pada hakikatnya, aksi radikal dan teroris

harus kita antisipasi pada momen momen tertentu seperti menjelang pilkada, pileg

dan pilpres karena kekuatan-kekuatan yang tidak terkendali dapat saja terjadi pada

momen tersebut. Mengingat gerakan radikalisme hingga teroris dapat dilakukan

dengan mekanisme pencucian otak dan penolakan terhadap Pancasila, pemerintah

seyogyanya dapat pula mengantisipasinya dengan cara membuka ruang-ruang

diskusi keagamaan yang lebih terbuka dengan melibatkan pihak-pihak yang

berkompeten dan membuka ruang dialog yang berperspektif HAM.

Hal yang demikian menjadi penting mengingat eksklusivisme yang

mereka bangun akan sangat berbahaya apabila mereka selalu berdialog dengan

komunitas mereka sendiri. Pada praktiknya, dalam meminimalisasi tindakan

radikalisme saat ini, Pemerintah Republik Indonesia telah memiliki berbagai

macam program. Salah satu program tersebut adalah program deradikalisasi.

Namun, program tersebut dirasakan hanya berdampak pada seseorang atau pelaku

yang telah mendapatkan dakwaan sebagai teroris dan belum dapat dirasakan oleh

masyarakat secara umum. Oleh karena itu, perlu ada stakeholder lain yang dapat

pula memberikan pemahaman komprehensif kepada masyarakat untuk dapat

meminimalisir radikalisme.17

Upaya penanganan terhadap paham radikal ini perlu ditangani dengan

serius karena paham radikalisme ini dapat mendekonstruksi ajaran agama yang

telah menjadi panutan masyarakat, mendorong lahirnya konflik dan kekerasan

17
Oki Wahju Budijanto, “Tony Yuri Rahmanto. Pencegahan Paham Radikalisme Melalui
Optimalisasi Pendidikan Hak Asasi Manusia Di Indonesia (Prevention of Radicalism Through
Optimization Human Rights Education in Indonesia)”, dalam Jurnal Ham, Vol. 12, No.1, 2021, h.
57-74
16

terutama di tingkat akar rumput dengan melibatkan arus utama

(mainstream).Dalam kasus seperti ini kelompok minoritas selalu dikalahkan

dengan berbagai perlakuan destruktif.Di sisi lain paham keagamaan tersebut

memicu konflik sosial.18

2. Antropisitas Radikalisme

a. Peran Pemerintah. Secara umum, kebijakan pemerintah tentang

pengurangan kekerasan sudah nampak jelas karena kita punya UU anti

terorisme. Namun untuk ekstremisme keagamaan belum bisa dikatakan

jelas karena jika ekstremisme belum terwujud menjadi tindakan

statusnya tidak bisa diapa-apakan oleh hukum kita. Sebetulnya ada

mekanisme yang bisa digunakan untuk menanggulangi masalah

ekstremisme keagamaan lewat hate speech (kebencian) tapi hukum kita

belum mengatur masalah itu secara khusus. Meskipun belum berupa

tindakan, namun ujaran kebencian ini yang sering kita jumpai dimana-

mana. Kita lumrah menemukan di banyak pengajian, tabligh akbar,

media sosial dan bahkan di TV-TV yang memuatkan ujaran kebencian

atas pihak lain.19

b. Institusi keagamaan dan pendidikan. institusi keagamaan dan

pendidikan tidak bisa dituntut di luar proporsi mereka. Jika mereka

berperan dalam menanggulangi dampak ekstremisme keagamaan maka

sifatnya itu adalah sukarela dalam mendukung kebijakan pemerintah

18
M. Mukhsin Jamil, Agama-Agama Baru di Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2008), h, 37
19
Eka Yanuarti, et al. the role of the government in preventing radicalism actions
through multicultural education, dalam Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 5, No. 2,2019,
h. 135-148
17

dalam menanggulangi dampak ekstrimisme keagamaan. Institusi

keagamaan seperti pesantren dan sekolah-sekolah agama bisa berperan

dalam menanggulangi dampak ekstremisme keagamaan melalui

pemberian materi pembelajaran agama yang mengutamakan gagasan-

gagasan Islam yang rahmatan lil alamin dan toleran.20

c. Peran Masyarakat Sipil. Masyarakat Sipil yang saya maksud di sini

adalah kelompok masyarakat yang bukan merupakan bagian dari negara

(the state) dan juga bukan bagian dari lembaga bisnis dan ekonomi (the

economic). Contoh dari Masyarakat Sipil adalah ormas semacam NU,

Muhammadiyah di samping juga LSM-LSM. Pada umumnya, Ormas-

ormas besar Islam seperti NU dan Muhammadiyah memiliki pandangan

yang sama soal dampak yang diakibatkan oleh ekstremisme keagamaan.

Sejalan dengan NU dan Muhammadiyah adalah MUI yang sudah

mengeluarkan fatwa tentang keharaman tindakan terorisme.21

3. Cara-Cara Mencegah Radikalisme

Berbagai cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin

menjamur, terutama di bangsa Indonesia ini, antara lain:

a. Memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Hal

pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah paham radikalisme

dan tindak terorisme ialah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan

baik dan benar. Pengenalan tentang ilmu pengetahuan ini harusnya

20
Kartika Nur Fathiyah, Peran Institusi Pendidikan Dalam Pengembangan Nilai-Nilai
Moral Melalui Sikap Ilmiah (Scientific Attitude), dalam Paradigma, No. 02, 2006, h. 57-64
21
Otho H. Hadi, The Role of civil society in the process of democratization, dalam
Makara : Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, 2010, h. 117-129
18

sangat ditekankan kepada siapapun, terutama kepada para generasi

muda. Hal ini disebabkan pemikiran para generasi muda yang masih

mengembara karena rasa keingintahuannya, apalagi terkait suatu hal

yang baru seperti sebuah pemahaman terhadap suatu masalah dan

dampak pengaruh globalisasi. Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu

pengetahuan bukan hanya sebatas ilmu umum saja, tetapi juga ilmu

agama yang merupakan pondasi penting terkait perilaku, sikap, dan

juga keyakinannya kepada Tuhan. Kedua ilmu ini harus diperkenalkan

secara baik dan benar, dalam artian haruslah seimbang antara ilmu

umum dan ilmu agama. Sedemikian sehingga dapat tercipta kerangka

pemikiran yang seimbang dalam diri.

b. Memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Hal kedua

yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan

tindak terorisme ialah memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik

dan benar. Setelah memperkenalkan ilmu pengetahuan dilakukan

dengan baik dan benar, langkah berikutnya ialah tentang bagaimana

cara untuk memahamkan ilmu pengetahuan tersebut. Karena tentunya

tidak hanya sebatas mengenal, pemahaman terhadap yang dikenal juga

diperlukan. Sedemikian sehingga apabila pemahaman akan ilmu

pengetahuan, baik ilmu umum dan ilmu agama sudah tercapai, maka

kekokohan pemikiran yang dimiliki akan semakin kuat. Dengan

demikian, maka tidak akan mudah goyah dan terpengaruh terhadap

pemahaman radikalisme sekaligus tindakan terorisme dan tidak


19

menjadi penyebab lunturnya bhinneka tunggal ika sebagai semboyan

Indonesia.

c. Meminimalisir kesenjangan sosial kesenjangan sosial yang terjadi

juga dapat memicu munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan

terorisme. Sedemikian sehingga agar kedua hal tersebut tidak terjadi,

maka kesenjangan sosial haruslah diminimalisir. Apabila tingkat

pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme tidak ingin terjadi

pada suatu Negara termasuk Indonesia, maka kesenjangan antara

pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Caranya ialah

pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi

perantaranya dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara

langsung kepada rakyat. Begitu pula dengan rakyat, mereka

seharusnya juga selalu memberikan dukungan dan kepercayaan

kepada pihak pemerintah bahwa pemerintah akan mampu

menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pengayom rakyat dan

pemegang kendali pemerintahan Negara.

d. Menjaga persatuan dan kesatuan menjaga persatuan dan kesatuan juga

bisa dilakukan sebagai upaya untuk mencegah pemahaman

radikalisme dan tindakan terorisme di kalangan masyarakat, terbelah

di tingkat Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah

masyarakat pasti terdapat keberagaman atau kemajemukan, terlebih

dalam sebuah Negara yang merupakan gabungan dari berbagai

masyarakat. Oleh karena itu, menjaga persatuan dan kesatuan dengan


20

adanya kemajemukan tersebut sangat perlu dilakukan untuk mencegah

masalah radikalisme dan terorisme. Salah satu yang bisa dilakukan

dalam kasus Indonesia ialah memahami dan menjalankan nilai-nilai

yang terkandung dalam Pancasila, sebagaimana semboyan yang

tertera di sana ialah Bhinneka Tunggal Ika.22

e. Mendukung aksi perdamaian aksi perdamaian mungkin secara khusus

dilakukan untuk mencegah tindakan terorisme agar tidak terjadi.

Walaupun sudah terjadi, maka aksi ini dilakukan sebagai usaha agar

tindakan tersebut tidak semakin meluas dan dapat dihentikan. Namun

apabila kita tinjau lebih dalam bahwa munculnya tindakan terorisme

dapat berawal dari muncul pemahaman radikalisme yang sifatnya

baru, berbeda, dan cenderung menyimpang sehingga menimbulkan

pertentangan dan konflik. Oleh karena itu, salah satu cara untuk

mencegah agar hal tersebut (pemahaman radikalisme dan tindakan

terorisme) tidak terjadi ialah dengan cara memberikan dukungan

terhadap aksi perdamaian yang dilakukan, baik oleh Negara

(pemerintah), organisasi/ormas maupun perseorangan.

f. Berperan aktif dalam melaporkan radikalisme dan terorisme Peranan

yang dilakukan di sini ialah ditekankan pada aksi melaporkan kepada

pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman

radikalisme dan tindakan terorisme, entah itu kecil maupun besar.

Contohnya apabila muncul pemahaman baru tentang keagamaan di


22
Aria Budi Abraham et al. Penangkalan Radikalisme Di Era Digital Dalam Kehidupan
Bermasyarakat Melalui Nilai-Nilai Bela Negara, dalam Jurnal Kewarganegaraan Vol. 6 No.
1,2022, h. 866-874.
21

masyarakat yang menimbulkan keresahan, maka hal pertama yang

bisa dilakukan agar pemahaman radikalisme tindak berkembang

hingga menyebabkan tindakan terorisme yang berbau kekerasan dan

konflik ialah melaporkan atau berkonsultasi kepada tokoh agama dan

tokok masyarakat yang ada di lingkungan tersebut. Dengan demikian,

pihak tokoh-tokoh dalam mengambil tindakan pencegahan awal,

seperti melakukan diskusi tentang pemahaman baru yang muncul di

masyarakat tersebut dengan pihak yang bersangkutan.

g. Meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan meningkatkan

pemahaman tentang hidup kebersamaan juga harus dilakukan untuk

mencegah munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan

terorisme. Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan

memahami tentang artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat

bahkan bernegara yang penuh akan keberagaman, termasuk Indonesia

sendiri. Sehingga sikap toleransi dan solidaritas perlu diberlakukan, di

samping menaati semua ketentuan dan peraturan yang sudah berlaku

di masyarakat dan Negara. Dengan demikian, pasti tidak akan ada

pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kita sudah paham menjalan

hidup secara bersama-sama berdasarkan ketentuan-ketentuan yang

sudah ditetapkan di tengah-tengah masyarakat dan Negara.

h. Menyaring informasi yang didapatkan menyaring informasi yang

didapatkan juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan

untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Hal


22

ini dikarenakan informasi yang didapatkan tidak selamanya benar dan

harus diikuti, terlebih dengan adanya kemajuan teknologi seperti

sekarang ini, di mana informasi bisa datang dari mana saja. Sehingga

penyaringan terhadap informasi tersebut harus dilakukan agar tidak

menimbulkan kesalahpahaman, di mana informasi yang benar menjadi

tidak benar dan informasi yang tidak benar menjadi benar. Oleh

karena itu, kita harus bisa menyaring informasi yang didapat sehingga

tidak sembarangan membenarkan, menyalahkan, dan terpengaruh

untuk langsung mengikuti informasi tersebut.23

i. Ikut aktif mensosialisasikan radikalisme dan terorisme.

Mensosialisasikan di sini bukan berarti kita mengajak untuk

menyebarkan pemahaman radikalisme dan melakukan tindakan

terorisme, namun kita mensosialisasikan tentang apa itu sebenarnya

radikalisme dan terorisme. Sehingga nantinya akan banyak orang yang

mengerti tentang arti sebenarnya dari radikalisme dan terorisme

tersebut, di mana kedua hal tersebut sangatlah berbahaya bagi

kehidupan, terutama kehidupan yang dijalani secara bersama-sama

dalam dasar kemajemukan atau keberagaman. Jangan lupa pula untuk

mensosialisasikan tentang bahaya, dampak, serta cara-cara untuk bisa

menghindari pengaruh pemahaman radikalisme dan tindakan

terorisme

23
Felix Tawaang & Bambang Mudjiyanto, Mencegah Radikalisme Melalui Media Sosial
How To Prevent Radicalism Through Social Media, dalam Majalah Ilmiah Semi Populer
Komunikasi Massa, Vol. 2 No. 2, 2021, h. 131-144
23

C. Kajian Terdahulu

1. Skripsi saudari Lipia Citra Dewi tahun 2021 dengan hasil penelitian

menerangkan adanya Peran Guru Pendidikan Agama Islam di SMA

Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu yang telah mengajarkan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam yang menghindari dari paham radikalisme dan

mengajarkan nilai-nilai toleransi materi aqidah agar siswa menjadi lebih

baik dan diajarkan untuk berpengang teguh pada keyakinan memberikan

arahan, motivasi dan keteladanan serta mendukung agar siswa

menghindari paham radikalisme. Guru menjadi penengah diatas

perbedaan pendapat. Guru menjadi teladan dalam hal toleransi dan

berinisiatif mengadakan kegiatan keagamaan yang bermanfaat. Guru

selalu mengevaluasi hasil belajar maupun kegiatan keagamaan.

2. Skripsi saudara Mufidul Abror tahun 2016 yang berjudul, “Radikalisasi

dan Deradikalisasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas

(Studi Multi Kasus di SMAN 3 Lamongan dan SMK NU Lamongan)”.

Penelitian ini memfokuskan pembahasannya dalam mendeskripsikan

materi yang berpotensi menimbulkan faham radikal dalam buku

Pendidikan Agama Islam untuk SMA yang diterbitkan oleh

Kemendikbud tahun 2014, dan usaha faktor pendukung serta penghambat

deradikalisasi di SMAN 3 Lamongan dan SMK NU Lamongan.

3. Skripsi saudara Tahsis Alam Robithoh tahun 2013 dengan judul “Peranan

Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menangkal Bahaya Terorisme

(Studi di SMA Negeri Tangerang Selatan)”. Hasil temuannya adalah


24

guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan

sudah mampu menjalankan peranannya dengan baik dalam menangkal

bahaya terorisme. Hal tersebut dapat dilihat dari bukti bahwa guru dalam

melakukan pengajaran, bimbingan, dan pengawasan sudah efektif.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunkan penulis dalam skripsi ini

adalah jenis penelitian lapangan (field research), artinya suatu penelitian yang

dilakukan secara sistematis, teratur dan mendalam dengan mengangkat data atau

fakta-fakta yang ada dilapangan khususnya di Kementerian Agama Padang Lawas

Utara. Dalam penelitian ini dikhususkan tentang strategi pencegahan paham

radikalisme di Kementerian Agama Padang Lawas Utara.

B. Sifat Penelitian
25

Data yang diperoleh sebagai data lama, dianalisa secara bertahap dan

berlapis secara deskriptif analisis kualitatif yaitu suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Dalam penelitian ini akan

dideskripsikan tentang bagaimana strategi untuk mencegah paham radikalisme di

Kementerian Agama Padang Lawas Utara di pandang dari fiqh siyasah.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu kumpulan objek yang menjadi perhatian dalam

penelitian dan tentu dengan harapan mampu memberikan informasi-informasi

penting terkait dengan judul penelitian yang ditawarkan. 24 Subjek penelitian ini
25
jika merujuk pada pendapat Spradley yang menyebut dengan “social situation”

atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku

(actors), dan aktivitas (activity) yang saling berinteraksi secara sinergis.25

Sedangkan informan penelitian ini kumpulan sumber data aktual yang

diambil dari subjek data potensial yang lebih besar sumber yang diinginkan.

Pendekatan untuk memilih informan biasanya dibagi antara sampling probability

dan sampling nonprobability, di mana yang pertama menggunakan ukuran grup

dalam subjek sebagai satu-satunya pengaruh pada berapa banyak anggotanya akan

dimasukkan dalam informan. Sedangkan yang kedua konsentrasi dalam memilih

24
W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), h.
55.
25
James P Spradley, Participant observation (New York: Harcourt Brace Jovanovich
College Publishers, 1980), h. 39-40.
26

anggota informannya sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi kriteria

tertentu, maka dalam hal ini peneliti lebih memilih sampling nonprobability.26

Selanjutnya untuk memilih infrorman dalam penelitian kali ini, peneliti

menggunakan purposive sampling yang termasuk bagian dari sampling

nonprobability yaitu untuk memilih pesantren tradisional yang akan dijadikan

informan dengan kriteria-kriteria yang mampu memberikan informasi atau

jawaban mengenai permasalahan yang sedang di teliti.27

D. Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primier Data primer, yaitu data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber aslinya dikumpulkan dari lapangan oleh orang

yang melakukan penelitian, dalam hal ini wawancara dengan sejumlah

Karyawan Kementrain Agama Padang Lawas Utara

2. Data Skunder Data skunder, adalah data yang telah lebih dulu

dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau Instansi diluar dari

peneliatian sediri, walaupun yang dikumpulkan ini sesungguhnya asli.

Data skunder yang diperoleh peneliti dari buku-buku yang mempunyai

relevansi dengan permasalahan yang dikaji dalam peneliitian ini.

26
Lisa M. Given, The Sage Encyclopedia Of Qualitative Research Methods (Singapore:
SAGE Publications Asia-Pacific, 2008), h. 797.
27
John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting, And Evaluating
Quantitative And Qualitative Research (Amerika Serikat: Pearson Education, Inc, 2002), h. 143.
27

E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. Observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengodean

serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan kegiatan

observasi.28 Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan

dan penginderaan.29 Observasi ini dilakukan dengan cara melakukan

pengamatan terhadap stategi Kementerian Agama Padang Lawas

Utara dalam mencegah paham radikalisme.

2. Interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam

percakapan yang bertujuan memeperoleh informasi. 30 Yang dikerjakan

dengan sistematik dan berlandaskan pada masalah, tujuan dan

hipotesis penelitian. Pada prakteknya menyiapkan daftar pertanyaan

untuk diajukan secara langsung pada pihak-pihak yang akan di

interview.

3. Metode Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditunjukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen. 31

Dokumen adalah catatn tertulis yang isinya merupakan pertanyaan

tertulis disusun oleh seorang lembaga untuk keperluan pengujian suatu

peristiwa dan berguna bagi sumber data, bukti dan membuka

28
Susiadi AS, Metodologi Penelitian (Bandar Lampung: 2015), h. 105
29
Burhan Sungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 18
30
S. Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah,Cet.Ke-XIV (Jakarta: Bumi Aksara,
2014). h. 113.
31
Subagiyo & P. Joko, Metodologi Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT,
Rineka Cipta 2004) h. 106.
28

kesepakatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu

yang diselidiki.

F. Metode Pengolahan Data

Data Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan pengoalahan data,data tersebut dapat diberi arti dan makna

yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian.

1. Editing adalah pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah diserahkan

oleh pengumpul data.32

2. Sistematis data adalah suatu penjabatan secara deskriptif tentang

halhal yang akan ditulis yang secara garis besar terdiri dari bagian

awal, bagian isi dan bagian akhir.

G. Metode Analisis

Data Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

disesuaikan dengan kajian penelitian, yaitu pencegahan paham radikalisme dalam

pandangan Fiqh Siyasah, yang akan dikaji dengan menggunakan metode

kualitatif.33

Tujuannya dapat dilihat dari sudut pandang Fiqh Siyasah, yaitu agar dapat

memberikan kontribusi keilmuan serta memberikan pemahaman tentang

pencegahan paham radikalisme dalam mengacu pada pandangan Fiqh Siyasah.

Metode berfikir dalam penulisan menggunakan metode berfikir induktif. Metode


32
Susiadi, Metodologi Penelitian, (Bandar Lampung: Pusat Penelitian Penerbitan LP2M
IAIN Raden Intan Lampung 2015) h. 115.
33
Ibid, h. 182.
29

induktif yaitu metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus mendapatkan

kaidah-kaidah yang berlaku dilapangan yang lebih umum mengenai fenomena

yang diselidiki. Metode ini digunakan dalam membuat kesimpulan tentang

berbagai hal yang berkenaan dengan pahamradikalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khaliq, Farid, Fikih Politik Islam Edisi revisi, Jakarta: Penerbit Amzah,
2006

Abraham, Aria Budi, et al. Penangkalan Radikalisme Di Era Digital Dalam


Kehidupan Bermasyarakat Melalui Nilai-Nilai Bela Negara, dalam Jurnal
Kewarganegaraan Vol. 6 No. 1, 2022, h. 866-874.

Akdon, Strategi Manajemen For Educational management, Bandung: Alfabeta,


2009

Asrori, Ahmad. “Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas”,


dalam Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9, No. 2,
2015, h. 253-268. https://doi.org/10.24042/klm.v9i2.331

Assauri, Sofjan, Strategic Management: Sustainable Competitive Advantages,


Jakarta : Rajawali Pers, 2013

Budijanto, Oki Wahju, “Tony Yuri Rahmanto. Pencegahan Paham Radikalisme


Melalui Optimalisasi Pendidikan Hak Asasi Manusia Di Indonesia
(Prevention of Radicalism Through Optimization Human Rights Education
in Indonesia)”, dalam Jurnal Ham, Vol. 12, No.1, 2021, h. 57-74

Direktorat Advokasi Deputi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional


Republik Indonesia, Panduan Umum
30

Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,


2007

H. Hadi, Otho, The Role of civil society in the process of democratization, dalam
Makara : Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, 2010, h. 117-129

Hafid, Wahyudin. “Genealogi Radikalisme Di Indonesia (Melacak Akar Sejarah


Gerakan Radikal)”, dalam Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama
Islam UMI, Vol. 1, No. 1, 2020, h. 31-46.
http://dx.doi.org/10.33096/altafaqquh.v1i1.37

Ibnu Syarif, Mujar, Hak-hak Minoritas Non-Muslim Dalam Komunitas Islam


(Bandung: Angkasa Bandung, 2003), h. 13

Jamil, M. Mukhsin, Agama-Agama Baru di Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka


Pelajar, 2008), h, 37

Kartika Nur Fathiyah, Peran Institusi Pendidikan Dalam Pengembangan Nilai-


Nilai Moral Melalui Sikap Ilmiah (Scientific Attitude), dalam Paradigma,
No. 02, 2006, h. 57-64
Noermala Sary. Mencegah Penyebaran Paham Radikalisme Pada Sekolah, dalam
Mantiq Vol. 2, No. 2, 2017, h. 191-200

P. Joko, Subagiyo, Metodologi Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT,
Rineka Cipta 2004

Peraturan Daerah Kota Kediri Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Fasilitasi


Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba

R David, Fred, Manajemen Strategi, Edisi ke-10, Jakarta: Salemba Empat, 2006

Rachmat, Manajemen Strategik, Bandung : CV Pustaka Setia, 2014

S. Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah,Cet.Ke-XIV Jakarta: Bumi


Aksara, 2014

Salenda, Kasjim, Terorisme dan Jihad, Yogyakarta: al-Zikra, 2011

Sukristono, Perencanaan Strategi Bank, Jakarta: Ghalia indonesia, 1992

Sungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group, 2011

Susiadi AS, Metodologi Penelitian, Bandar Lampung: 2015

Susiadi, Metodologi Penelitian, Bandar Lampung: Pusat Penelitian Penerbitan


LP2M IAIN Raden Intan Lampung 2015
31

Tawaang, Felix & Mudjiyanto, Bambang, Mencegah Radikalisme Melalui Media


Sosial How To Prevent Radicalism Through Social Media, dalam Majalah
Ilmiah Semi Populer Komunikasi Massa, Vol. 2 No. 2, 2021, h. 131-144

Yanuarti, Eka, et al. the role of the government in preventing radicalism actions
through multicultural education, dalam Potensia: Jurnal Kependidikan
Islam, Vol. 5, No. 2,2019, h. 135-148

Anda mungkin juga menyukai