Anda di halaman 1dari 28

ORASI ILMIAH

Pencegahan Radikalisme dalam Lingkungan Kampus di Era


Milenial: Suatu Kajian Sosio-Legal

Oleh:
Dr. Nam Rumkel, S.Ag., M.H.

Disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka


Wisuda Sarjana dan Magister Universitas Khairun
Tanggal 15 September 2018
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Universitas Khairun
2018
Bismillahirrahmanirrahim
Yang Terhotmat:
- Dewan Penyantun Universitas Khairun;
- Ketua, Sekretaris dan seluruh Anggota Senat Universitas
Khairun;
- Rektor dan Wakil Rektor, Para Dekan dan segenap Civitas
Akademika Universitas Khairun;
- Bapak Gubernur Provinsi Maluku Utara beserta jajarannya;
- Bapak Walikota Ternate beserta jajarannya;
- Bapak/Ibu Muspida Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate
- Teristimewa para Wisudawan/Wisudawati yang Saya
banggakan;
- Para undangan dan hadirin yang berbahagia

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita Semua
Tiada kata yang tepat untuk diucapkan selain puji dan
syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya, kita dapat berkumpul dalam suasana yang
sangat berbahagia ini untuk bersama-sama mengikuti Sidang

2
Terbuka Senat Universitas Khairun dengan acara Wisuda Sarjana
dan Magister Universitas Khairun.

Hadirin yang berbahagia


Pada kesempatan yang berbahagia ini, Saya mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Rektor yang telah
memberikan kepercayaan kepada Saya untuk menyampaikan
Orasi Ilmiah di depan Sidang Terbuka Senat Universitas Khairun.
Selanjutnya perkenankanlah Saya untuk menyampaikan Orasi
Ilmiah ini dengan judul:
Pencegahan Radikalisme dalam Lingkungan Kampus di Era
Milenial:
Suatu Kajian Sosio-Legal
Pemilihan judul tersebut telah melalui banyak pertimbangan
dan diskusi oleh beberapa pihak. Ketika saya dihubungi pertama
kali oleh pihak rektorat (kurang lebih 2 minggu yang lalu) untuk
meminta kesediaan membawakan orasi ilmiah, yang terlintas
dipikiran saya pertama kali adalah kalimat “Zaman Now” dan
beberapa ujaran kebencian diberbagai media sosial akibat
perbedaan pandangan politik, keyakinan, dan lain sebagainya.
Sehingga dengan melihat urgensi kebutuhan Universitas Khairun
yang kita cintai bersama ini, dan juga kompetensi keilmuan saya

3
dibidang Ilmu Hukum, maka lahirlah pembahasan orasi ilmiah
saya dengan judul yang telah saya sebutkan di awal.

Hadirin yang berbahagia


1. Pendahuluan
Salah satu sasaran radikalisme saat ini adalah di lingkungan
kampus, kenapa demikian? Karena kampus memiliki pengaruh
yang besar dan signifikan bagi paham radikal jika tidak dicegah
sejak dini. Dapat kita bayangkan bagaimana pengaruhnya jika
seorang yang terpelajar, dianggap sebagai tokoh panutan di
masyarakat namun menyebarkan paham radikal, sudah tentu hal
ini bukan tanpa pengikut, bahkan sebaliknya, bisa saja
pengikutnya bisa berpuluh-puluh kali lipat dibandingkan jika yang
menyebarkan paham radikal adalah orang biasa (tanpa latar
belakang pendidikan dan ketokohan di masyarakat). Oleh
karenanya, kampus berpotensi menjadi ladang yang basah bagi
pertumbuhan dan penyebaran radikalisme.
Sekalipun pendidikan bukanlah faktor langsung yang dapat
menyebabkan munculnya gerakan radikal yang berujung pada
perilaku teror, akan tetapi dampak yang dihasilkan dari suatu
pendidikan yang keliru juga sangat berbahaya. Pendidikan agama
khususnya yang harus lebih diperhatikan. Ajaran agama yang
mengajarkan toleransi, kesantunan, keramahan, membenci

4
pengrusakan, dan menganjurkan persatuan tidak sering
didengungkan. Retorika pendidikan yang disuguhkan kepada
ummat lebih sering bernada mengejek daripada mengajak, lebih
sering memukul daripada merangkul, lebih sering menghardik
daripada mendidik. Maka lahirnyag generasi umat yang merasa
dirinya dan kelompoknyalah yang paling benar sementara yang
lain salah maka harus diperangi, adalah akibat dari sistem
pendidikan kita yang salah. Sekolah-sekolah agama dipaksa
untuk memasukkan kurikulum-kurikulum umum, sementara
sekolah umum alergi memasukan kurikulum agama. Dan tidak
sedikit orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru dari
kalangan yang berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur,
ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari agama sedikit
dari luar sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu
dapat dipertanggungjawabkan. Atau dididik oleh kelompok aliran
agama yang keras dan memiliki pemahaman agama yang
serabutan.1 Pahaman ini tidak boleh masuk sedikitpun ke dalam
lingkungan kampus yang bersih dari nilai-nilai negatif perusak
keutuhan bangsa, kampus harus menjadi pilar pemersatu bangsa
melalui para lulusan/alumni di berbagai bidang.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi bangsa
Indonesia berkaitan dengan perkembangan gerakan radikal
tersebut adalah berkembangnya ideologi radikal di dalam
1
Muhammad Aliakov, Berkembangnya Radikalisme di Perguruan Tinggi, Yogyakarta, 2012, hlm. 13-14

5
lingkungan perguruan tinggi dengan menjadikan mahasiswa
sebagai target. Dalam beberapa media termasuk CNN
Indonesia,2 dijelaskan bahwa paham radikalisme telah
berkembang pesat di dalam dunia kampus. Kampus dalam
beberapa kesempatan telah dijadikan sebagai tempat kaderisasi
dimana mahasiswa didoktrin untuk mengikuti paham radikal
seperti khilafah. Salah satu narasumber yang pernah menjadi
pengikut salah satu organisasi radikal menyebutkan bahwa
doktrinisasi (“cuci otak”) paham radikal terjadi saat menjadi
mahasiswa, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
pelatihan militer.3 Lebih lanjut, salah satu peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) menuturkan bahwa radikalisme
memang telah menyentuh mahasiswa di perguruan tinggi melalui
proses perekrutan yang tertutup dan terorganisir, dan hal tersebut
dapat berpotensi memecah belah bangsa (Anas Saidi dikutip
dalam CNN Indonesia, 2016). Permasalahan besarnya adalah,
kelompok-kelompok ini memiliki pandangan keyakinan dan sikap
fundamentalisme yang kaku, selalu merasa paling benar dan
menggunakan cara-cara kekerasan (Endang Turmudi/peneliti LIPI
dikutip dalam CNN Indonesia, 2016).4 Banyak hal yang dapat
2
CNN Indonesia (Kontributor: Prima Gumilang), Radikalisme Ideologi Menguasai Kampus, lihat
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160218193025-12-111927/radikalisme-ideologi-menguasai-kampus/
dalam Arifuddin, 2016, Pandangan dan Pengalaman Dosen UIN Alauddin Makassar dalam Upaya Mengantisipasi
Gerakan Islam Radikal di Kalangan Mahasiswa, Al-Ulum, Volume 16 (2), hlm. 437
3
Unair News, Kampus Jadi Tempat Kaderisasi Paham Radikal, lihat http://news.unair.ac.id/2016/
03/26/kampus-jadi-tempat-kaderisasi-paham-radikal/ dalam Arifuddin, Ibid.
4
CNN Indonesia (Kontributor: Prima Gumilang), Radikalisme Ideologi Menguasai Kampus, lihat
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160218193025-12-111927/radikalisme-ideologi-menguasai-kampus/

6
dilakukan oleh para penyebar paham radikal, segala cara dapat
dilakukan guna merekrut banyak orang, karena menurutnya
semakin banyak pengikut atau sepaham dengan apa yang
dipahaminya, maka akan semakin mudah tujuannya akan
tercepat, hal ini tidak lain adalah membuat disintegrasi bangsa.

Hadirin yang berbahagia


Berikutnya yang juga sangat berpengaruh terhadap
menjamurnya radikalisme di masyarakat adalah stabilitas politik.
Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi
yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua negara.
Kehadiran para pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak
semata hobi bertengkar dan menjamin kebebasan dan hak-hak
rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari ada anak negeri
untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya. Mereka
akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari
dalam maupun dari luar. Namun sebaliknya jika politik yang
dijalankan adalah politik kotor, politik yang hanya berpihak pada
pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik
pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan
melahirkan tindakan skeptis masyarakat. Akan mudah muncul
kelompok-kelompok atas nama yang berbeda baik politik, agama
ataupun sosial yang mudah saling menghancurkan satu sama
dalam Arifuddin, Ibid.

7
lainnya,5 hal ini akan memudahkan paham radikal tumbuh dan
menjamur di masyarakat.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu, selain ada
hak asasi manusia, ada juga kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap manusia, yaitu kewajiban yang harus
dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia. 6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara mengatur bahwa “setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara
yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”,
keikutsertaan setiap warga negara dalam upaya bela negara,
diselenggarakan melalui:
1. Pendidikan kewarganegaraan;
2. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
3. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia
secara sukarela atau secara wajib; dan
4. Pengabdian sesuai dengan profesi (hal inilah yang akan
adik-adik wisudawan/wisudawati temui dan hadapi
setelah keluar dari ruangan ini sebagai alumni Universitas
Khairun).
Hadirin yang berbahagia
2. Radikalisme dan Terorisme
5
Muhammad Aliakov, Loc.Cit., hlm. 13
6
Kadarudin, 2013, Pembatasan Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia yang Kian
Terlupakan, Jakarta: Jurnal Keadilan Sosial, Edisi III, hlm. 24.

8
Setiap manusia menghendaki yang namanya kedamaian.
Kedamaian bisa tercipta jika setiap manusia dapat berlaku toleran
terhadap sesama manusia lainnya, sehingga sikap toleransi ini
sangat dibutuhkan agar tidak terjadi pertikaian, perkelahian, teror
yang menyebabkan perasaan waswas dan ketidaknyamanan
dalam hidup di tengah-tengah masyarakat, sikap teloran dapat
dikarenakan perbedaan suku, budaya, dan agama.7 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai
dasar negara dan konstitusi Indonesia, mengatur bahwa:
Pasal 28G
(1)Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2)Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Berdasarkan aturan dasar tersebut, maka perbuatan
intoleran dalam bentuk apapun yang berujung pada tindakan
radikal, sehingga membuat perasaan waswas dan
ketidaknyamanan dalam hidup di tengah-tengah masyarakat

7
Nam Rumkel, dkk, Laporan Pemetaan Potensi Pemahaman Radikalisme di Maluku Utara yang Berbasis
Pada Kearifan Lokal, Ternate: FKPT Maluku Utara, 2015, hlm. 1-2

9
sangatlah dilarang, selain karena melanggar aturan positif yang
berlaku di Indonesia juga karena dapat menimbulkan tindakan-
tindakan yang mengarah pada perpecahan dalam kehidupan
bermasyarakat. Tindakan-tindakan radikal yang terjadi akhir-akhir
ini sering dilakukan atau mengatasnamakan suatu organisasi
kemasyarakatan (selanjutnya disebut ormas) tertentu, jika
dibandingkan dengan tindakan yang dilakukan oleh orang-
perorang. Dalam membentengi perbuatan radikal yang dilakukan
atau mengatasnamakan suatu ormas tertentu, maka pemerintah
(dalam hal ini lembaga eksekutif dan lembaga legislatif)
mengundangkan Undang-Undang Republik Indonesia tentang
Organisasi Kemasyarakatan (yang baru-baru ini telah direvisi
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan). Namun yang
membuat aturan ini dianggap kurang maksimal adalah
pengaturan mengenai sanksi, yakni hanyalah mengatur mengenai
sanksi administrasi, sehingga bukan tidak mungkin aturan ini
hanyalah menjadi aturan yang kontra produktif, dan tidak
membuat efek jera jika ada anggota-anggota yang
mengatasnamakan ormas melakukan tindakan radikal.8
Di Indonesia, radikalisme dan nasionalisme adalah dua
istilah yang eksistensinya telah didahului oleh proses sejarah.
Radikalisme dalam pengertian politik adalah orientasi politik
8
Ibid.

10
mereka yang menghendaki perubahan revolusioner dalam
pemerintahan dan masyarakat. Karena itu, kolonial Belanda yang
menjajah Indonesia selama 350 tahun, memposisikan semua
gerakan non-cooperative sebagai anggota perusak, kelompok
non-loyalis, ekstrimis dan radikalis,9 sedangkan nasionalisme
adalah sebaliknya.
Radikalisme tidak sama dengan terorisme, namun tindakan
radikal bisa berujung kepada perbuatan teror terhadap orang lain,
sekelompok orang, dan bahkan terhadap pemerintah (atau yang
lazimnya disebut sebagai terorisme). Hal ini perlu diperjelas oleh
pemerintah atau aparat hukum yang berwenang, sehingga dapat
teridentifikasi dengan baik apakah seseorang atau sekelompok
orang tersebut sudah tergolong melakukan perbuatan radikal,
ataukah sudah sampai ke tahap perbuatan teror.
Radikalisme adalah paham atau aliran yg menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan,10 Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah
konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu
radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu
cenderung menggunakan kekerasan.11 Makna radikalisme dalam
sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham
keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat
9
Irfan S’Awwas, Apakah Radikalisme = Terorisme ?, Makalah 2012, di akses di http://fujamas.net
10
Pengertian radikalisme di akses di www.artikata.com
11
Wahid Hambali, Radikalisme, Makalah, 2013.

11
mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi,
sehingga tidak jarang penganut paham/aliran tersebut
menggunakan kekerasan untuk mengaktualisasikan paham
keagamaan yang dianut dan diyakininya,12 pengertian terakhir
inilah yang pada umumnya diketahui oleh masyarakat.

Hadirin yang berbahagia


Proses yang terjadi dalam radikalisme adalah radikalisasi,
yang didefinisikan sebagai proses personal di mana individu
mengadopsi idealisme dan aspirasi politik, sosial, atau agama
secara ekstrim, dimana dalam pencapaian tujuannya
membenarkan penggunaan kekerasan tanpa pandang bulu,
sehingga mempersiapkan dan memotivasi seseorang untuk
mencapai perilaku kekerasan.13 Sedangkan terorisme adalah
serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan
perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara
peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan
target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga

12
Pengertian radikalisme di akses di http://www.referensimakalah.com/2012/01/pengertian-
fundamentalisme-radikalisme_8767.html
13
Adi Sulistyo, Radikalisme Keagamaan dan Terorisme, Makalah di Universitas Pertahanan, 2014, dalam
Wilner., A, & Dubouloz., C-J, Homegrown Terrorism and Transformative Learning: An Interdisciplinary Approach
to Understanding Radicalization, Ottawa: Canadian Political Science Association Conference, 2009.

12
sipil,14 dengan demikian perbuatan teror yang dilakukan oleh
teroris lebih berbahaya jika dibandingkan dengan perang.
Istilah teroris oleh para ahli kontra terorisme dikatakan
merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam
angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan
angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung
makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak
berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh
karena itu para pelakunya (teroris) layak mendapatkan
pembalasan yang kejam. Akibat makna-makna negatif yang
dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris
umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang
pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain, 15 atau dalam istilah
hukum internasional dikenal sebagai kaum belligerent.16 Kaum
belligerent inilah yang membuat disintegrasi bangsa dari berbagai
lini, baik itu pada parta politik, militer, dan bahkan hingga ke
perguruan tinggi.

14
Pengertian terorisme di akses di http://id.wikipedia.org
15
Ibid.
16
Birkah Latif dan Kadarudin, Pengantar Hukum Internasional, Makassar: Pustaka Pena Press, 2013, hlm.
27

13
Menurut Zuly,17 salah satu faktor pendukung terorisme18
adalah radikalisme agama, pemahaman dan interpretasi agama
secara kurang tepat dan keras yang selanjutnya melahirkan
seorang atau sekelompok muslim fundamentalis ekstrim yang
memusuhi kelompok lain meskipun seiman terlebih lagi terhadap
mereka yang tidak seagama. Terorisme bukan persoalan siapa
pelaku, kelompok dan jaringannya. Namun, lebih dari itu
terorisme merupakan tindakan yang memiliki akar keyakinan,
doktrin dan ideologi yang dapat menyerang kesadaran
masyarakat. Tumbuh suburnya terorisme tergantung di lahan
mana ia tumbuh dan berkembang. Jika ia hidup di tanah gersang,
maka terorisme sulit menemukan tempat, sebaliknya jika ia hidup
di lahan yang subur maka ia akan cepat berkembang. Ladang
subur tersebut menurut Hendropriyono adalah masyakarat yang
dicemari oleh paham fundamentalisme ekstrim atau radikalisme
keagamaan.19 Paham-paham inilah yang perlu dicegah sejak dini,
karena jika hal ini terus dibiarkan, maka akan merusak persatuan
dan kesatuan bangsa.

17
Zuly Qodir, 2012, Deradikalisasi Islam Dalam Perspektif Pendidikan Agama, Jurnal Pendidikan Islam,
Volume I (2), hlm. 87
18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme diatur bahwa Teroris adalah “setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat massal, dengan cara merampas harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran
terhadap obyek-obyek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional”.
19
A.M. Hendroprioyono, Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi dan Islam, Jakarta: Kompas, 2009,
hlm. 13.

14
Radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme.
Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan
perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan
menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat
kekeraan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Ada beberapa
ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal, yakni:20
1. Intoleran (tidak mau menghargai pendapat & keyakinan
orang lain),21
2. Fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang
lain salah),
3. Eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya),
dan
4. Revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara
kekerasan untuk mencapai tujuan).
Berbicara mengenai terorisme di Propinsi Maluku Utara,
berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Tim Peneliti FKPT
Propinsi Maluku Utara yang didanai penuh oleh BNPT RI Tahun
2015, belum ditemukan data, kabar, atau tanda-tanda adanya
terorisme, namun jika berbicara mengenai potensi adanya
pemahaman radikal, maka hal tersebut tentu saja sangat
berpotensi, atau dengan kata lain bahwa masyarakat di Propinsi
20
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Strategi Menghadapi Paham Radikalisme Terorisme – ISIS,
Jakarta: BNPT, 2016, hlm. 1
21
Human rights can be defined as something inherent in us as a human being, that if there is no such right is
impossible we can live as a human being. Kadarudin, 2014, Legal Guarantees and Inconsistency of State
Recognition to the Right of Religion/Belief in Indonesia, Hasanuddin Law Review, Volume 1 (1), hlm. 2

15
Maluku Utara memiliki potensi pemahaman radikalisme
sebagaimana hal ini juga terjadi (berpotensi) di seluruh propinsi
yang ada di Indonesia. Survei Nasional Daya Tangkal Masyarakat
terhadap Radikalisme yang dilaksanakan di Propinsi Maluku
Utara ini telah memberikan gambaran yang jelas tentang 2 hal,
yaitu: Pertama, bahwa potensi radikalisme di Propinsi Maluku
Utara berada pada skor 54,73 atau berada pada kategori
“sedang”. Kedua, bahwa masyarakat pada saat yang sama
memiliki kemampuan untuk membendung perkembangan
radikalisme melalui daya tangkal yang dimiliki.22
Salah satu institusi yang menyelenggarakan pendidikan dan
meyediakan berbagai informasi dan pengetahuan adalah
perguruan tinggi. Disini adalah tempat para pemuda yang
selanjutnya disebut sebagai mahasiswa menimba ilmu.
Mahasiswa, terutama yang sangat kurang memiliki pengetahuan
agama Islam, rentan terjebak dan terekrut kelompok-kelompok
radikal Islam. Maka perguruan tinggi mempunyai tanggung jawab
untuk mencegah ideologi radikal tersebut agar tidak menjangkiti
pikiran mahasiswa.23 Racun radikalisme seringkali menyerang
pikiran kaum muda. Pelajar dan mahasiswa adalah sasaran

22
Nam Rumkel, dkk, Laporan Hasil Penelitian Pendalaman Pemberdayaan Berbasis Daya Tangkal
Masyarakat Terhadap Radikalisme di Propinsi Maluku Utara, Jakarta: BNPT, 2018, hlm. v
23
Sa’dulloh Muzammil, 2015, Upaya Pencegahan Radikalisme Agamadan Terorisme melalui Pemilihan
Tema Bahan Ajar pada Mata Kuliah English for Islamic Studies, Jurnal At-Turats, Volume 9 (1), hlm. 24

16
empuk pahaman garis keras tersebut. Menurut Amin24, pemuda
mempunyai peran yang sentral dalam pergerakan Islam garis
keras semisal Ikhwanul Muslimin Mesir. Tentulah hal itu tidak
mengherankan karena pemuda mempunyai semangat dan energi
yang belimpah, namun sebagian dari mereka kurang
mendapatkan pendidikan dan pengetahuan agama Islam yang
memadai. Akhirnya mereka yang haus akan ilmu-ilmu agama
tersebut mempelajari Islam dari berbagai sumber baik yang
mengajarkan kekerasan atau yang menyajikan indahnya
kedamaian dalam Islam. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh
kelompok radikal untuk meracuni pikiran-pikiran pemuda harapan
bangsa.25 Banyak hal yang perlu kita diskusikan bersama, karena
kita sebagai masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-
nilai akademik dalam menjawab setiap permasalahan yang terjadi
dimasyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral
dalam mencegah dan memerangi setiap paham radikal yang kita
temui, mencegah dengan cara-cara akademik, dan memerangi
dengan cara-acara akademik pula.

24
Dalam Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, 2010, Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia, Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 14 (2), hlm. 178
25
Sa’dulloh Muzammil, Loc.Cit.

17
Hadirin yang berbahagia
3. BNPT Sebagai Leading Sector Pembuat Kebijakan
Pencegahan
Pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2010 tentang
pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) yang pada tahun 2012 diubah dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012.
Pembentukan BNPT merupakan kebijakan negara dalam
melakukan pencegahan terorisme di Indonesia sebagai
pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme
(DKPT) yang dibuat pada tahun 2002. Dalam kebijakan nasional
BNPT merupakan leading sector yang berwenang untuk
menyusun dan membuat kebijakan dan strategi serta menjadi
koordinator dalam bidang penanggulangan terorisme. Dipimpin
oleh seorang kepala, BNPT mempunyai tiga kebijakan bidang
pencegahan perlindungan dan deradikalisasi, bidang penindakan
dan pembinaan kemampuan, serta bidang kerjasama
internasional. Dalam menjalankan kebijakan dan strateginya,
BNPT menjalankan pendekatan holistik dari hulu ke hilir.
Penyelasaian terorisme tidak hanya selesai dengan penegakan
dan penindakan hukum (hard power) tetapi yang paling penting
menyentuh hulu persoalan dengan upaya pencegahan (soft

18
power). Dalam bidang pencegahan, BNPT menggunakan dua
strategi, yakni:26
1. Kontra radikalisasi: yakni upaya penanaman nilai-nilai ke-
Indonesiaan serta nilai- nilai non-kekerasan. Dalam
prosesnya strategi ini dilakukan melalui pendidikan baik
formal maupun non formal. Kontra radikalisasi diarahkan
masyarakat umum melalui kerjasama dengan tokoh
agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat,
tokoh pemuda dan stakehorlder lain dalam memberikan
nilai-nilai kebangsaan.
2. Deradikalisasi: yang ditujukan pada kelompok simpatisan,
pendukung, inti dan militan yang dilakukan baik di dalam
maupun di luar lapas. Tujuan dari deradikalisasi agar;
kelompok inti, militan simpatisan dan pendukung
meninggalkan cara-cara kekerasan dan teror dalam
memperjuangkan misinya serta memoderasi paham-
paham radikal mereka sejalan dengan semangat
kelompok Islam moderat dan cocok dengan misi-misi
kebangsaan yang memperkuat NKRI.

Hadirin yang berbahagia


26
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (2016), Loc.Cit., hlm. 3

19
4. Upaya Pencegahan Radikalisme di Lingkungan Kampus
Untuk mencegah berkembanganya gerakan radikal yang
mengusung kekerasan sebagai bentuk aktivitas pergerakan,
pihak kampus ataupun pergurun tinggi di Indonesia memiliki
peran yang sangat penting. Penanaman ideologi Pancasila serta
pendekatan agama menjadi bagian yang sangat penting untuk
mencegah masuknya paham radikalisme di kampus.27
Pembelajaran kebangsaan melalui organisasi kemahasiswaan
merupakan langkah strategis, inovatif, terpadu, sistematis, serius,
dan komprehensif dalam menanggulangi radikalisme. Di samping
itu, perlu adanya suatu tempat konsultasi bagi mahasiswa di
setiap perguruan tinggi dimana setiap dosen termasuk dosen
pembimbing keagamaan yang memiliki kualifikasi dapat
menjalankan peran konsultasi tersebut. Masih tingginya tingkat
intoleransi di kalangan mahasiswa akan menyimpan benih sekam
radikalisme yang masih besar yang jika tidak diatasi dapat
menjadi pukulan berat bagi perguruan tinggi khususnya dan dunia
pendidikan secara umum yang gagal dalam menanamkan nilai-
nilai ke-bhinneka-an dan ideologi Pancasila terhadap
mahasiswa.28 Oleh karena itu, tantangan tersebut harus dijawab
27
Kemenristekdikti. Perkuat Ideologi Pancasila dan Agama, Cegah Paham Radikal Terorisme Masuk ke
Perguruan Tinggi, lihat http://www.dikti.go.id/perkuat-ideologi-pancasila-dan-agama-cegah-paham-radikal-
terorisme-masuk-ke-perguruan-tinggi/ dalam Arifuddin, Loc.Cit., hlm. 438
28
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti. General Education Salah Satu
Model dalam Mencegah Radikalisme di Lingkungan Perguruan Tinggi, lihat
http://belmawa.ristekdikti.go.id/2016/03/14/general-education-salah-satu-model-dalam-mencegah-radikalisme-di-
lingkungan-perguruan-tinggi/ dalam Arifuddin, Ibid.

20
dan dilaksanakan dengan sebagaik-baiknya oleh kampus yang
kita cintai ini, kampus yang menjadi kebanggaan kita bersama,
Universitas Khairun.
Menurut penulis, setidaknya ada 4 (empat) cara agar
lingkungan kampus terbebas dari paham radikalisme. Pertama,
pemetaan dan pencegahan terhadap birokrat (pejabat struktural
kampus), tenaga pendidik (dosen), dan tenaga kependidikan dari
pandangan ektrem atau berideologi radikal. Pada tahap ini
kampus diperkuat oleh orang-orang yang memiliki wawasan
kebangsaan yang luwes, mementingkan integrasi semua elemen,
dan mencegah potensi-potensi disintegrasi di lingkungan kampus,
sehingga lingkungan kampus (tempat kaum intelektual) sudah
siap untuk menerima calon-calon kaum intelektual sebagai
generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang dan akan
terus menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang kita cintai ini.
Kedua, pimpinan perguruan tinggi harus terus berkoordinasi
dan bekerjasama dengan pihak BNPT (selaku leading sektor
pembuat kebijakan pada sector pencegahan dan
penanggulangan radikalisme dan terorisme), Forum Koordinasi
Pencegahan Terorisme / FKPT (selaku perpanjangan tangan
BNPT di tingkat provinsi), pihak kesultanan (sebagai ciri khas dari
Maluku Utara yang masih eksis hingga saat ini), dan para tokoh-

21
tokoh organisasi keagamaan / lintas agama. Koordinasi ini bisa
dalam bentuk sinergitas program pencegahan radikalisme
maupun dalam bentuk pelibatan BNPT, FKPT, pihak Kesultanan,
dan Tokoh Agama dalam beberapa mata kuliah, seminar, focus
group discussion, dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan
kampus yang dianggap perlu sehingga menumbuhkan cinta tanah
air, menghormati kearifan lokal yang ada, dan taat beragama di
kalangan tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan para
mahasiswa sebagai satu-kesatuan civitas academica.
Ketiga, pimpinan perguruan tinggi harus melakukan
pengawasan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh
mahasiswa, baik itu kegiatan internal maupun kegiatan eksternal,
mengefektifkan sanksi yang tegas terhadap mahasiswa yang
melanggar aturan kampus, dan pengurus-pengurus organisasi
mahasiswa menjadi penanggung jawab teknis terhadap semua
kegiatan mahasiswa di luar jam perkuliahan.
Keempat, sesuai amanat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, salah
satunya, yaitu menjadi institusi yang diandalkan dan ikut
berkontribusi aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah
persoalan bangsa. Oleh karena itu, salah satu cara agar
lingkungan kampus khususnya Universitas Khairun terbebas dari
paham radikalisme adalah dengan memperkuat wawasan

22
kebangsaan dan cinta tanah air melalui mata kuliah Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan, ketiga mata kuliah tersebut harus dimaknai
secara mendalam baik oleh dosen maupun mahasiswa.
Hadirin yang berbahagia
Sebagai penutup, Saya berharap para
wisudawan/wisudawati mulai saat ini berikrar dalam diri pribadi,
dari lubuk hati yang paling dalam, bahwa “saya sebagai alumni
Universitas Khairun, sebagai kaum terpelajar akan senantiasa
memberikan pencerahan kepada masyarakat sesuai dengan
kompetensi keilmuan yang saya geluti, dan akan terus berusaha
sekuat tenaga dan semampu saya untuk menjaga keutuhan
tanah air yang sama-sama kita cintai ini dari segala upaya
radikalisme dan tindakan radikal yang berujung pada terror, bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Semoga kalian sukses
dalam bidang masing-masing, membawa nama baik almamater di
tengah-tengah masyarakat, dan menjadi pelita bagi masyarakat
awam.
Akhir kata
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Referensi
A.M. Hendroprioyono, Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi
dan Islam, Jakarta: Kompas, 2009.

23
Adi Sulistyo, Radikalisme Keagamaan dan Terorisme, Makalah di
Universitas Pertahanan, 2014.
Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, 2010, Melacak Akar
Radikalisme Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Volume 14 (2).
Arifuddin, 2016, Pandangan dan Pengalaman Dosen UIN
Alauddin Makassar dalam Upaya Mengantisipasi Gerakan
Islam Radikal di Kalangan Mahasiswa, Al-Ulum, Volume 16
(2).
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Strategi
Menghadapi Paham Radikalisme Terorisme – ISIS, Jakarta:
BNPT, 2016.
Birkah Latif dan Kadarudin, Pengantar Hukum Internasional,
Makassar: Pustaka Pena Press, 2013.
CNN Indonesia (Kontributor: Prima Gumilang), Radikalisme
Ideologi Menguasai Kampus, lihat
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160218193025-12-
111927/radikalisme-ideologi-menguasai-kampus/
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kemenristekdikti. General Education Salah Satu Model
dalam Mencegah Radikalisme di Lingkungan Perguruan
Tinggi, lihat
http://belmawa.ristekdikti.go.id/2016/03/14/general-
education-salah-satu-model-dalam-mencegah-radikalisme-
di-lingkungan-perguruan-tinggi/
Irfan S’Awwas, Apakah Radikalisme = Terorisme ?, Makalah
2012, di akses di http://fujamas.net
Kadarudin, 2013, Pembatasan Hak Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan di Indonesia yang Kian Terlupakan, Jakarta:
Jurnal Keadilan Sosial, Edisi III.

24
Kadarudin, 2014, Legal Guarantees and Inconsistency of State
Recognition to the Right of Religion/Belief in Indonesia,
Hasanuddin Law Review, Volume 1 (1).
Kemenristekdikti. Perkuat Ideologi Pancasila dan Agama, Cegah
Paham Radikal Terorisme Masuk ke Perguruan Tinggi, lihat
http://www.dikti.go.id/perkuat-ideologi-pancasila-dan-agama-
cegah-paham-radikal- terorisme-masuk-ke-perguruan-tinggi/
Muhammad Aliakov, Berkembangnya Radikalisme di Perguruan
Tinggi, Yogyakarta, 2012.
Nam Rumkel, dkk, Laporan Pemetaan Potensi Pemahaman
Radikalisme di Maluku Utara yang Berbasis Pada Kearifan
Lokal, Ternate: FKPT Maluku Utara, 2015.
Nam Rumkel, dkk, Laporan Hasil Penelitian Pendalaman
Pemberdayaan Berbasis Daya Tangkal Masyarakat
Terhadap Radikalisme di Propinsi Maluku Utara, Jakarta:
BNPT, 2018.
Pengertian radikalisme di akses di www.artikata.com
Pengertian radikalisme di akses di
http://www.referensimakalah.com/2012/01/pengertian-
fundamentalisme-radikalisme_8767.html
Pengertian terorisme di akses di http://id.wikipedia.org
Sa’dulloh Muzammil, 2015, Upaya Pencegahan Radikalisme
Agamadan Terorisme melalui Pemilihan Tema Bahan Ajar
pada Mata Kuliah English for Islamic Studies, Jurnal At-
Turats, Volume 9 (1).
Unair News, Kampus Jadi Tempat Kaderisasi Paham Radikal,
lihat http://news.unair.ac.id/2016/ 03/26/kampus-jadi-tempat-
kaderisasi-paham-radikal/
Wahid Hambali, Radikalisme, Makalah, 2013.

25
Wilner., A, & Dubouloz., C-J, Homegrown Terrorism and
Transformative Learning: An Interdisciplinary Approach to
Understanding Radicalization, Ottawa: Canadian Political
Science Association Conference, 2009.
Zuly Qodir, 2012, Deradikalisasi Islam Dalam Perspektif
Pendidikan Agama, Jurnal Pendidikan Islam, Volume I (2).

CURRICULUM VITAE

Data Pribadi
Nama : Dr. Nam Rumkel, S.Ag., M.H.
Tempat/Tanggal Lahir : Nuhuyanat, Maluku Tenggara, 13 Juni 1974
Istri : Marwiyah, S.Ag.
Anak : Muhammad Zul Ikram Rumkel
Khairunnisa Rumkel

26
Pekerjaan : Dosen
Jabatan : Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu
Hukum
Pascasarjana Universitas Khairun
Alamat : Jl. Kelomata – Alun-Alun Kota
Ternate
Kontak : +628124130091 /
namrumkel@yahoo.com

Riwayat Pendidikan
Tamat SD Tahun 1987 di SD Negeri Nuhuyanat, Maluku Tenggara
Tamat SLTP Tahun 1990 di MTs. Negeri Tual, Maluku Tenggara
Tamat SLTA Tahun 1993 di MA Negeri 02 Ambon
Sarjana (S1) Tahun 1998 di Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Ujung
Pandang
Magister (S2) Tahun 2005, Pascasarjana Universitas Muslim
Indonesia, Makassar
Doktor (S3) Tahun 2013, Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
Makassar
Pengalaman Internasional
Sandwich Like Programme, Tahun 2010 di Univerity of Illinois,
Chicago, USA

Afiliasi
1. Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate
2. Dosen Pascasarjana Universitas Khairun Ternate
3. Pimpinan Pustaka Pena
4. Direktur Lembaga Riset Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil Maluku
Utara
5. Ketua Bidang Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme
(FKPT) Maluku Utara
6. Anggota Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA)
7. Anggota Asosiasi Pengajar Hukum Islam

27
28

Anda mungkin juga menyukai