Anda di halaman 1dari 5

ESSAY

PENCEGAHAN AJARAN RADIKALISME DAN INTOLERANSI DI

INDONESIA

(Dalam rangka memenuhi tugas Studium Generale seri kuliah MKWU)

DISUSUN OLEH

Nama: Odelia Novena Agniputri

NIM: 19/439344/PS/07837

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS PSIKOLOGI

2019
Pencegahan Ajaran Radikalisme dan Intoleransi di Indonesia

Sejak 74 tahun setelah diproklamasikannya Negara Kesatuan Republik

Indonesia secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs.

Moh Hatta, banyak sekali lika-liku dinamika perjuangan dan ATHG (ancaman,

tantangan, hambatan, gangguan) yang dilalui bangsa ini. ATHG tersebut dapat

berwujud militer maupun non militer. ATHG di bidang militer misalnya

peperangan sedangkan ATHG non militer berhubungan dengan bidang ideologi,

politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Perlu diketahui

bersama bahwa ATHG yang bersifat non militer inilah yang justru lebih

membahayakan dibandingkan militer. Hal ini terjadi karena bahaya yang muncul

bersifat laten dan susah untuk disadari secara langsung. Radikalisme, intoleransi,

penyebaran ideologi yang menyimpang dari Pancasila, dan terorisme termasuk

dalam contoh bahaya yang terjadi di Indonesia. Dapat diingat kembali peristiwa

kelam sejarah masa lalu dimana PKI dengan ideologi komunisnya telah

meresahkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia melalui pemberontakan-

pemberontakannya yang menelan banyak korban jiwa. Kemudian peristiwa-

peristiwa teror bom sejak tahun 2000-an yang juga tak kalah menimbulkan

keresahan masyarakat yang semakin merasa tidak aman berada dimanapun.

Kasus-kasus yang tak jauh dari adanya ajaran radikalisme inilah yang sedang

nyata dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Menurut KBBI, radikalisme adalah n 1 paham atau aliran yang radikal

dalam politik; 2 paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau

pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; 3 sikap
ekstrem dalam aliran politik. Persoalan radikalisme ini sangatlah membahayakan

kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa. Indonesia menganut budaya

timur yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan juga nilai-nilai agama.

Tentu tidak menjadi masalah apabila nilai-nilai ini diterapkan secara positif dan

tidak merugikan orang lain. Namun, apabila seseorang atau sekelompok orang

kurang tepat dalam menilai suatu paham, lalu menjadi fanatik, kemudian paham

tersebut dianut dengan cara radikal dan menyimpang dari nilai-nilai ideologi

Pancasila, maka hal inilah yang sangat membahayakan bagi kehidupan

masyarakat.

Tidak hanya persoalan radikalisme saja, namun ini juga menyangkut

persoalan intoleransi. Perlu diingat bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya

akan beragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Bangsa Indonesia berdiri karena

adanya perbedaan, bukan persamaan. Perbedaan di Indonesia inilah yang

menyatukan bangsa. Perbedaan ini pula yang menguatkan bangsa. Untuk itu,

dibutuhkan kerjasama dan sikap toleransi dari tiap warga negara Indonesia. Sikap

toleransi ini dapat dimulai dari hal yang paling kecil yaitu dengan menghargai

perbedaan dan tidak membeda-bedakan satu sama lain. Apabila hal tersebut

berhasil dilakukan, maka kita tetap dapat mempertahankan kesatuan bangsa yang

telah susah payah diperjuangkan oleh para pendahulu. Namun kenyataan tidak

semulus yang diharapkan. Ada saja pihak-pihak yang bersikap intoleran terhadap

orang atau sekelompok orang yang berbeda dari mereka. Mereka tidak bisa

menerima perbedaan, cenderung memaksakan persamaan, bahkan ada pula yang

tidak segan-segan dengan sengaja ingin memberantas perbedaan tersebut.

Kedua hal diatas yakni radikalisme dan sikap intoleransi merupakan salah
dua dari banyak faktor mengapa terorisme bisa terjadi. Seorang atau sekelompok

orang yang memiliki dua sikap tersebut dapat dengan mudah untuk tergabung

dalam jaringan-jaringan terorisme yang kini semakin merajalela. Lalu

pertanyaannya, bagaimana jaringan-jaringan terorisme dan radikalisme tersebut

dapat masuk ke Indonesia? Jawabannya ada banyak. Mungkin salah satunya

adalah yang tadi telah disebutkan di atas, bahwa jaringan-jaringan ini bisa jadi

mengatasnamakan agama demi menarik perhatian banyak orang lalu dengan

perlahan menarik orang-orang untuk masuk dan tergabung dalam paham yang

disesatkan oleh jaringan-jaringan tersebut. Kemudian pertanyaan selanjutnya yang

muncul dalam benak adalah, siapa saja yang dapat tergabung dalam jaringan-

jaringan terorisme tersebut? Ya, jawabannya adalah siapa saja. Anak-anak,

pemuda, remaja, orang dewasa, pemuka agama, pedagang, ibu rumah tangga,

pelajar, bahkan mahasiswa. Para mahasiswa pun dapat dengan mudah terpapar

paham radikalisme dan sikap intoleransi yang berasal dari mana saja. Hal ini dapat

disebabkan oleh karena adanya perbedaan di sekitar lingkungan mahasiswa,

ketidakpuasan akan kinerja pemerintah, merasakan ketidakadilan, atau bahkan

bangga dan merasa dirinya lebih diakui dalam kelompok tersebut.

Pencegahan pun perlu dilakukan supaya mahasiswa tidak terpengaruh oleh

ajaran intoleransi dan radikalisme tersebut. Antara lain dengan menumbuhkan

sikap saling menghargai perbedaan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan

melakukan kegiatan-kegiatan positif dan tidak merugikan orang lain. Mahasiswa

juga perlu untuk lebih selektif dalam pergaulan serta menyaring informasi-

informasi yang mereka dapat dengan bijak. Lebih baik lagi apabila para

mahasiswa sebagai kelompok terdidik dapat lebih berperan dan berkontribusi


dalam pencegahan radikalisme dan intoleransi dengan cara mengadakan

penyuluhan ataupun acara seminar mengenai topik ini, bergabung dalam

komunitas yang mendukung anti radikalisme, serta berteman dan membangun

relasi dengan mereka yang berbeda dalam hal agama, ras, suku, maupun budaya.

Dengan demikian, diharapkan bahwa bibit-bibit terorisme, radikalisme, dan

intoleransi di Indonesia tidaklah berkembang dan tersebar lebih luas lagi demi

bangsa Indonesia yang aman, tentram, dan damai.

DAFTAR PUSTAKA

https://kbbi.web.id/radikalisme diakses pada Selasa, 10 Desember 2019 pukul

13.38

Anda mungkin juga menyukai