Nama : Annisa Safitri Rifnaputri Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
NIM : 18/425137/TK/46832 Jadwal : Kamis 13.00 Ruang C-206
Prodi/Fakultas : Teknik Kimia/Teknik
Peran Mahasiswa dalam Pencegahan Ajaran Radikalisme dan Intoleransi di Indonesia
Studium Generale yang diadakan Fakultas Filsafat di Grha Sabha Pramana
Universitas Gadjah Mada pada Sabtu, 25 Mei 2019 dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama berupa talkshow yang diisi oleh Chusnul Chotimah (Yayasan Keluarga Penyintas) dan Machmudi Hariono (Yayasan Prasasti Perdamaian) dengan tema “Bahaya Paham dan Gerakan Radikalisme dan Terorisme: Belajar dari Kisah Mantan dan Korban Terorisme”. Sedangkan sesi kedua yang diisi oleh Dr. M. C. Ary Ginanjar Agustian (pendiri ESQ Leadership Center) berupa ceramah/presentasi mengenai “Menangkal Radikalisme dengan Membangun Sikap Inklusif dan Penguatan Identitas Bangsa”. Radikalisme dan intoleransi sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Radikalisme bisa menimbulkan konflik, baik konflik horizontal antar masyarakat maupun konflik vertikal antara masyarakat dengan pemerintah yang bisa memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Radikalisme dan intoleransi dapat menimbulkan dampak fisik dan psikis bagi para korban yang terkena kasus radikalisme dan intoleransi. Contoh dari kasus radikalisme salah satunya adalah Bom Bali I tahun 2002. Salah satu korban dan saksi kunci dari peristiwa tersebut adalah Ibu Chusnul Chotimah. Beliau mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya. Tidak hanya terkena dampak fisik, beliau juga terkena dampak psikis yang cukup hebat akibat peristiwa tersebut. Bahkan, beliau yang merasakan beban mental karena dampak luka fisik dan juga ekonomi setelah kejadian tersebut ingin dirinya disuntik mati saja. Kejadian tersebut hanyalah bagian kecil dari banyaknya jumlah kejadian yang dampaknya tak kalah besar. Radikalisme dan intoleransi dapat muncul di Indonesia, bahkan rentan sekali muncul karena pada dasarnya Indonesia terdiri dari berbagai macam ras, suku, dan agama. Selain itu, radikalisme dan intoleransi dapat muncul karena adanya pengaruh dari luar yang masuk lewat paham-paham tertentu, salah satunya adalah agama. Contoh dari radikalisme adalah terorisme. Saat ini, terorisme selalu identik dan dikaitkan dengan agama Islam, padahal dalam praktiknya terorisme dapat dilakukan oleh semua orang. Indonesia dianggap cocok untuk penyebaran radikalisme karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Radikalisme dibawa masuk ke Indonesia lewat agama yang menjadikan pengikutnya dengan tega melukai bahkan membunuh orang yang tidak satu pandangan dengannya. Mahasiswa dapat menjadi intoleran dan radikal jika mahasiswa tersebut tidak berhati- hati dalam memilih pergaulannya. Radikalisme masuk ke kampus-kampus secara diam-diam dan mengajak orang tertentu yang dirasa mudah dipengaruhi untuk diajak ikut bergabung ke dalam kelompok-kelompok radikal. Menurut Machmudi Hariono, seorang mantan narapidana terorisme, yang dijadikan target sebagai anggota baru adalah para pemuda yang jiwa dan pemikirannya masih labil. Beliau sendiri dahulu tertarik pada ajaran-ajaran yang menyimpang tersebut pada saat beliau berada di dunia perkuliahan semester 2. Beliau tertarik dengan ajaran yang justru kurang familiar di lingkungannya. Janji-janji yang telah diberikan para perekrut sangat menggiurkan, termasuk mati syahid di Jalan Allah yang artinya dijanjikan masuk Surga. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang tertarik menjadi radikal antara lain adalah iming-iming yang ditawarkan, contohnya adalah jika mereka melakukan radikalisme mereka dijanjikan akan masuk surga. Machmudi Hariono menyebutkan bahwa kelompok-kelompok radikal menjanjikan gaji yang besar kepada orang yang ikut dengan kelompok tersebut, yaitu 100 juta per bulan. Selain itu, pengikut mereka dijanjikan kehidupan yang layak dan kesejahteraan keluarganya di kampung halaman. Namun, iming-iming tersebut hanyalah janji palsu belaka, ia menyebutkan bahwa ia menyesal karena telah percaya dengan iming-iming yang dijanjikan oleh kelompok radikal yang ia ikuti. Pada kenyataannya, ia tidak menerima uang yang dijanjikan, kehidupan disana tidak layak, dan keluarganya di kampung tidak terurus. Sikap dan karakter yang harus ditumbuhkan agar tidak terpengaruh oleh paham radikalisme dan intoleransi yaitu lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan lebih selektif dalam memilih dan memilah pergaulan. Dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah, insyaAllah kita senantiasa dilindungi dan dikuatkan imannya. Kita juga menjadi sadar bahwa radikalisme dan intoleransi bukanlah apa yang diajarkan dalam agama. Manusia diajarkan untuk peduli kepada sesama, menjaga persatuan, serta dilarang untuk melukai apalagi sampai membunuh orang lain. Sikap-sikap toleran harus selalu ditebarkan di lingkungan rumah, kampus, juga masyarakat. Kita bisa memulai dari sikap sederhana seperti tidak menghalangi orang beribadah sesuai keyakinannya dan memahami agama yang diyakini dengan sungguh- sungguh dan sesuai ajaran yang sesungguhnya. Selain itu, nasionalisme perlu ditanamkan dalam jiwa mahasiswa agar tidak mudah terpengaruh dan menerima ajaran-ajaran yang bertujuan memecah belah persatuan Indonesia. Peran mahasiswa dalam pencegahan ajaran radikalisme dan intoleransi di Indonesia yaitu dengan mengajak orang terdekat, keluarga, teman, serta masyarakat luas untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial karena maraknya berita dan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tersebar melalui media sosial. Selain itu, mahasiswa dapat mengambil langkah-langkah hukum jika sudah mengetahui adanya pergerakan dari ajaran radikalisme di masyarakat sesuai hukum yang berlaku. Mahasiswa juga dapat menyadarkan orang lain mengenai pentingnya toleransi dan cinta tanah air sehingga mampu menjadi seseorang yang bisa menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia.