Anda di halaman 1dari 23

“MAKALAH KEWARGANEGARAANIJ

RADIKALISME DALAM PANCASILA

“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan”

Dosen Pengampu: Dr. Elvira Dewi Ginting, SH, M.HUM

“ ”

“ Disusun Oleh:”

Nama : Khoirun Najri

NIM : 0201221023

Kelas : Hukum Keluarga Islam II-B

PROGRAM STUDI AL-AKHWAL SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

“Assalamualaikum Wr. Wb.”

Alhamdulillah puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“RADIKALISME DALAM PANCASILA” dengan lancar. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

Dan saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
kewarganegaraan yang telah memberikan arahan dan bimbingan. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian dan apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan,


pengalaman dan menambah wawasan bagi para pembaca terkhususnya bagi
penulis .

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, 16 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................ 3

A. Sejarah Radikalisme .......................................................................... 3


B. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme ................ 7
C. Penguatan Nilai-nilai pancasila Dalam Mencegah Radikalisme ........ 10

BAB III. PENUTUP .................................................................................... 17

A. Kesimpulan ....................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila adalah ideologi negara yang memiliki sifat terbuka artinya dapat
menerima paham-paham dari luar sesuai dengan perkembangan zaman. Namun
bukan berarti paham dari luar dapat bebas masuk begitu saja ke Indonesia, paham
luar dibatasi oleh kelima asas dari Pancasila. Radikalisme adalah permasalahan
yang muncul akibat dari salah tangkap mengenai sebuah paham dari luar sehingga
masyarakat yang mempercayainya melupakan Pancasila dan memilih mendukung
ideologi luar dengan keras.1 Sejak beberapa tahun terakhir radikalisme sudah
merajalela di Indonesia bahkan sudah masuk ke dunia pendidikan dan kalangan
kaum muda. Di Indonesia telah terjadi peningkatan kasus radikalisme begitu pun
dengan meningkatnya riset dan kajian tentang masalah penting ini. Konsen dari
radikalisme ini biasanya pada perbedaan keyakinan dalam hal ini konflik-konflik
radikalisme yang terjadi selalu berkaitan dengan agama.

Dalam perspektif ilmu kewarganegaraan, radikalisme menjadi persoalan


dan masalah dalam demokrasi karena radikalisme memiliki paham dan nilai-nilai
yang tidak berlandaskan pada nilai demokrasi dan nilai-nilai yang ada dalam
kewarganegaraan.Ada banyak faktor penyebab mengapa radikalisme sangat
mudah masuk ke Indonesia yaitu mulai dari faktor pemikiran, faktor ekonomi,
faktor politik, faktor psikologis, faktor sosial, dan faktor pendidikan. Semua faktor
tersebut menjadi latar belakang radikalisme masuk ke Indonesia namun yang pasti
itu semua mengerucut pada satu, yaitu menurunnya penerapan Pancasila dalam
kehidupan. Maka dari itu solusinya adalah revitalisasi Pancasila pada kehidupan
sehari-hari, seluruh warga negara harus bersinergi untuk sama-sama
meningkatkan penerapan nilai-nilai Pancasila.

1
Rizal, dkk.( 2022).Penerapan Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari Sebagai Upaya
Menangkal Radikalisme. Jurnal Kewarganegaraan Vol.6 No.1

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah radikalisme?
2. Apa saja Faktor-faktor penyebab munculnya gerakan radikalisme?
3. Bagaimana Penguatan Nilai-nilai pancasila Dalam Mencegah
Radikalisme?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah radikalisme
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya gerakan radikalisme
3. Untuk mengetahui penguatan nilai-nilai pancasila dalam mencegah
radikalisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Radikalisme

Fenomena radikalisme di Indonesia hingga hari ini masih menjadi


perbincangan yang menarik dan terus menghangat. Radikalisme masih menjadi
masalah serius bagi banyak kalangan. Radikalisme dapat dikatakan suatu paham
atau cara berpikir yang menjadi landasan untuk melakukan gerakan 3dea tau atau
terror.2 Yang memprihatinkan, semenjak beberapa tahun terakhir ini gerakan
radikalisme sudah masuk ke dunia pendidikan dan kalangan kaum muda. Dalam
dunia Pendidikan radikalisme bisa muncul dari berbagai elemen dalam
pendidikan. Secara umum fenomena radikalisme dalam pendidikan lahir dari guru
kepada siswa, dari siswa kepada guru dan juga dari orang tua/masyarakat kepada
elemen elemen yang ada di dalam pendidikan.

Menurut kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),


setidaknya ada tujuh kampus yang terpapar radikalisme pada 2018. Setahun
berselang, Setara Institute merilis 10 kampus yang disusupi paham radikal. Kajian
BNPT dan Setara Institute seolah mengamini hasil survei yang dirilis Alvara
Research Center pada 2017.3 Ketika itu, Alvara menemukan sebanyak 17,8%
mahasiswa mendukung pendirian khilafah sebagaimana diusung Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI). Para mahasiswa dan siswa yang masih berada dalam proses
pencarian identitas diri dan tahap belajar mengenal banyak hal, menjadi sasaran
yang paling strategis untuk memperkuat gerakan radikalisme keagamaan ini.
Terlebih lagi, posisi strategis mahasiswa dan siswa yang mempunyai jangkauan
pergaulan luas dan otonom, dianggap oleh gerakan radikal sebagai sarana yang
paling pas dan mudah untuk memproliferasi paham-paham radikal yang mereka
perjuangkan. Menurut Irfan seorang Direktur Peace Generation dalam dikusi yang

2
Ibid ; hal.3
3
Taufiq, F. (2013). Menghalau Radikalisasi Kaum Muda: Gagasan dan Aksi Related papers. Maarif
Institute for Culture and Humanity, 8(1), 1-214.

3
dilaksanakan Komnas HAM menyebutkan bahwa ada beberapa narasi dalam
perekrutan kelompok-kelompok radikal yang harus dipahami oleh guru dan
siswa. 4 Pertama narasi politik, ketika anak-anak yang merasakan ketidakadilan,
mereka akan langsung terpanggil untuk jihad. Kedua narasi historis, pendidikan
sejarah itu bisa saja bukan membangkitkan wisdom, tetapi justru membangkitkan
dendam. Ketiga narasi psikologis, atau mengglorifikasikan tokoh-tokoh kekerasan
menjadi sebuah pahlawan. Keempat narasi instrumental atau menganggap
kekerasan itu sebagai solusi memecahkan masalah. Terakhir adalah narasi
keagamaan atau menggunakan ayat-ayat untuk merekrut anggota baru kelompok.
Selain di lingkungan pendidikan, radikalisme menyebar di lingkungan
masyarakat. Beberapa gerakan radikalisme yang muncul di masyarakat, misalnya
radikalisme yang dibangun berdasar kesamaan ideologi bernegara yang
berkembang di Indonesia adalah 4dea tau komunis (PKI). Selain itu, juga ada
yang dinamakan radikalisme agama, kondisi ini muncul akibat adanya politisasi
untuk menjadikan agama sebagai kekuatan demi memperoleh dukungan, bahkan
aksi terorisme sebagian didasari pemahaman agama yang salah. Radikalisme
agama merupakan pemikiran dan tindakan ekstrim yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan mengatasnamakan agama.

Ada beberapa faktor yang mendorong radikalisme pada agama,


diantaranya5 : Pertama, Faktor pemikiran. Yang dimana pada faktor ini meluasnya
dua paham pada masyarakat islam, pertama bahwa agama ini adalah penyebab
mundurnya agama islam, sehingga seorang islam mengiginkan keunggulan dalam
mengejar dari ketertinggalannya dan ia pun harus melepaskan keyakinan agama
yang ia miliki. Dapat disimpulkan bahwa paham ini adalah paham sekularisme
yang anti terhadap agama. Yang kedua adalah pemikiran dimana memikirkan
penentangannya terhadap alam semesta yang dianggap sudah tidak ditoleransi
lagi, menganggap bahwa tidak akan lagi di datangkan keridhoan dan keberkahan

4
Franky Rengkung. J. P. L. (2020). Pentingnya Revitalisasi Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Untuk
Mencegah Mekarnya Radikalisme Pada Generasi Muda. Politico, 9(4), 1689-1699.
5
Deti, S., & Dewi, D. A. (2021). Pengimplementasian Nilai-Nilai Pancasila untuk Mencegah
Radikalisme di Indonesia. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(1), 557–564.

4
dari Allah SWT, dimana satu satunya harapan yaitu jalan selamat hanya kembali
pada agama. Sehingga dengan dua pemahaman ini akan melahirkan tindakan
radikal-destruktif yang melawan bagi bangsanya ataupun agama yang
dipercayainya. Kemudian ada faktor kedua yaitu faktor ekonomi, dimana adanya
ketertinggalan ekonomi yang menimbulkan seseorang yang perilakunya baik
menjadi seseorang yang kejam yang bisa melakukan hal apapun termasuk
melakukan hal apapun termasuk melakukan teror.6 Ketiga, adanya faktor politik.
Dimana pada faktor ini kestabilan diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi untuk
rakyatnya merupakan cita cita atau tujuan negara. Hadirnya pemimpin yang adil,
yang berpihak pada rakyat dan menjamin sebuah kebebasan akan hak haknya,
maka akan lahirlah suatu kebanggan sendiri warga negaranya dan akan selalu
membela juga memperjuangkan negaranya. Keempat, adanya faktor sosial. Yang
selalu muncul yaitu adanya pemahaman yang tidak sesuai atau menyimpang yaitu
adanya konflik atau perselisihan yang terjadi dalam masyarakat. Banyak terjadi
permasalahan permasalahan yang menyerap perhatian masyarakat yang akhirnya
mengarah kepada tindakan radikalisme, yang ujungnya menciptakan sekelompok
orang untuk saling bercerai belai dengan masyarakatnya. Awalnya sikap ini
menghindari kekacauan yang ada di masyarakat. Namun lambat laun berubah
menjadi sikap yang memusuhi masyarakatnya sendiri. Kelima, Faktor psikologis.
Salah satunya ada kepahitan semasa hidupnya, di lingkungan atau ditempat
pekerjaannya. Hal ini juga dapat mendorong perbuatanperbuatan yang melanggar
peraturan dan anarkis. Terjadi akibat kegagalan yang diderita semasa hidupnya,
dan akibatnya dia akan terisolasi dari masyarakat. Keenam, yaitu faktor
pendidikan. Meskipun pendidikan bukan faktor yang langsung dapat
memunculkan gerakan terorisme, tetapi pendidikan akan berdampak sangat
berbahaya jika pendidikannya keliru. Maka pendidikan agama harus lebih
diperhatikan, karena pendidikan agama ini mengajarkan toleransi, kesantunan, dan
membenci perselisihan.

6
Nur Khamid. (2016). Bahaya Radikalisme Terhadap NKRI. Jurnal of Islamic Studies and
Humanities. 1(1), 123-152

5
B. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme

Ada faktor yang memotivasi seseorang bergabung dalam jaringan


radikalisme. Motivasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.7 Pertama, faktor
domestik, yakni kondisi dalam negeri yang semisal kemiskinan, ketidakadilan
atau merasa Kecewa dengan pemerintah. Kedua, fakor internasional, yakni
pengaruh lingkungan luar negeri yang memberikan daya dorong tumbuhnya
sentiment keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan,
dan imperialism modern negara adidaya. Ketiga, faktor kultural yang sangat
terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran kitab suci
yang sempit dan leksikal (harfiyah). Sikap dan pemahaman yang radikal dan
dimotivasi oleh berbagai faktor di atas seringkali menjadikan seseorang memilih
untuk bergabung dalam aksi dan jaringan terorisme. Radikalisme pada mulanya
disebarkan melalui narasi ekstrimisme gagasan jihad, permusuhan dan
ekstrimisme. Kelompok radikal menyampaikan bahwa demokrasi dan Indonesia
dianggap sebagai musuh bagi agama. Narasi radikalisme biasanya menonjolkan
ideology atau khalifah sebagai salah satu strategi propaganda ideologi radikal.
Adapun sikap intoleransi misalnya dalam bentuk :

a. Penolakan pemimpin non-Muslim (pemimpin harus seagama)

b. Provokasi isu Yahudi, Israel, Nasrani dan Palestina

c. Kebencian terhadap agama lain

d. Larangan mengucapkan “Selamat Hari Raya Keagamaan agama lain” dan

tahun baru

e. Stigma sesat terhadap kelompok minoritas

f. Jihad sebagai perang

7
Nur Aisyah, Paradoksal Radikalisme, (Yogyakarta, Tangga Ilmu, 2023), hal. 3

6
Faktor lain yang menyebabkan seseorang mudah bergabung atau rentan
terhadap radikalisme adalah kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan selfish,
kurang empatik, mudah galau, pemahaman literal, infiltrasi konten radikal online,
infiltrasi ustadz/ustadzah online.

a. Kesalahpahaman ajaran Agama

Kesalahpahaman ajaran agama menjadi faktor penting bagi Indonesia


untuk menjadi basis serangan radikalisme dan terorisme. Faktor ini merupakan
faktor yang menimbulkan sikap radikalisme ketika ajaran agama telah
diselewengkan. Padahal, agama telah memberikan keterikatan pada pemeluknya.
Ada dua konsep yang dapat mempengaruhi pemeluknya masing-masing agama,
yaitu: fanatisme dan toleransi. Kedua konsep ini harus diterapkan dalam pola yang
seimbang, karena jika tidak ada keseimbangan maka akan timbul ketidakstabilan
sosial antar pemeluk agama. Ketika fanatisme terlalu kuat sementara toleransi
rendah, hal itu menimbulkan kecurigaan dan permusuhan terhadap pemeluk
agama lain. Apalagi dalam agama Islam muncul doktrin Nash yang menegaskan
bahwa: “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam.” (Surat
Ali Imran: 19. Ayat ini menjadi doktrin untuk menciptakan loyalitas dan
konsistensi beragama. Namun sebaliknya jika toleransi lebih dominan pada
pemeluk agama, maka eksistensi agama akan melemah karena pemeluk agama
tidak lagi merasa bangga dengan agamanya. Agama bukan lagi ritual yang tidak
ada artinya karena agama yang bersangkutan memiliki derajat kebenaran yang
sama dengan agama lain.

Kemudian agama juga mendorong pemeluknya untuk mengamalkan


ajarannya. Karena agama melalui doktrin dan ajarannya memberikan gambaran
ideal seperti kondisi masyarakat yang harus dibentuk oleh para pemeluknya
dengan menggunakan tangan dan kekuasaan. Tentang konsep yang cukup
ditegaskan seperti dalam hadits Nabi: “Barangsiapa melihat kekafiran, maka
ubahlah dengan tangannya, jika tidak bisa maka ubahlah dengan lidahnya, jika
tidak bisa maka ubahlah dengan lidahnya.”Memang ajaran ini telah mendorong

7
pemeluk agama yang kuat untuk menjalankan perintah agama secara maksimal.
Dalam situasi tertentu, akibat salah paham memunculkan sikap radikal bahkan
dengan kekerasan karena terkait dengan upaya maksimal untuk melaksanakan
ajaran agama atau memperbaiki agama ketika agama dianggap telah menyimpang.
Munculnya radikalisme di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor upaya
penerapan ajaran agama. Sedangkan radikalisme di luar Indonesia seperti Filipina
dan Thailand adalah karena upaya keras melestarikannya ketika agama mereka
diinjak-injak. Kesalahpahaman keyakinan agama ini kemudian melahirkan
fundamentalisme dan menjadi radikalisme. Selain diikuti dengan menguatnya
primordialisme, sikap yang menunjukkan kesadaran dan fanatisme. Padahal,
fanatisme dalam agama masyarakat tidak akan menghalangi mereka untuk
melakukan harmonisasi dengan agama lain. Namun dalam banyak kasus
primordialisme bergeser menjadi radikalisme, ketika perbedaan dipolitisasi,
perlakuan tidak adil oleh kelompok lain dan kasus lainnya. Ketidakadilan
Ketidakadilan merupakan salah satu faktor munculnya radikalisme di Indonesia.
Ketidakadilan selalu dipahami semena-mena dilakukan oleh seseorang terhadap
seseorang yang tidak menempatkan sesuatu sebagaimana mestinya. Ketidakadilan
berarti ada tuntutan rasa keadilan dalam kebijakan pemerintah, tetapi tidak
dirasakan oleh sekelompok orang. Ketidakmampuan pemerintah dalam bertindak
dan memperbaiki situasi daerah, seperti pemerataan pembangunan, penegakan
hukum dan lain-lain memicu radikalisme sebagai kritik sosial politik terhadap
pemerintah dan negara. Penegakan hukum, misalnya, selalu menjadi perhatian
bersama. Terkadang hukum selalu lebih tajam ke bawah, bukan ke atas.
Penegakan hukum selalu berada di pihak yang kuat, bahkan tidak tersentuh oleh
hukum, meskipun nyata-nyata melakukan kesalahan hukum. Keberpihakan hukum
pada yang lemah 8dea tau cukup lemah, sehingga mereka yang lemah dan tidak
berdaya selalu menjadi korban hukum. Realitas ini menjadi keprihatinan bahkan
disikapi secara radikal oleh kelompok-kelompok yang merasakan ketidakadilan.
Pertarungan 8dea tau8 adalah panggilan mulia yang harus dilakukan meskipun
bertentangan dengan hukum dan merugikan banyak hal. Oleh karena itu
ketidakadilan ini harus menjadi perhatian negara untuk memastikan warganya

8
mendapatkan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Keadilan yang
terjamin akan membantu terciptanya keharmonisan dalam masyarakat dan negara.
Ketidakadilan berarti ada tuntutan rasa keadilan dalam kebijakan pemerintah,
tetapi tidak dirasakan oleh sekelompok orang. Ketidakmampuan pemerintah
dalam bertindak dan memperbaiki situasi daerah, seperti pemerataan
pembangunan, penegakan hukum dan lain-lain memicu radikalisme sebagai kritik
sosial politik terhadap pemerintah dan negara. Penegakan hukum, misalnya, selalu
menjadi perhatian bersama. Terkadang hukum selalu lebih tajam ke bawah, bukan
ke atas. Penegakan hukum selalu berada di pihak yang kuat, bahkan tidak
tersentuh oleh hukum, meskipun nyata-nyata melakukan kesalahan hukum.

b. Budaya

Budaya merupakan salah satu faktor yang memunculkan radikalisme.


Kebudayaan dimaksudkan sebagai 9dea tau9s terhadap kebudayaan Barat
(sekularisme) yang dianggap sebagai musuh yang dapat merusak kebudayaan
Indonesia. Besarnya arus budaya Barat yang menjadi perhatian tidak hanya
merusak budaya yang ada, tetapi membawa perubahan budaya yang selama ini
hidup dan menjadi nilai-nilai identitas bangsa Indonesia. Kebudayaan sebenarnya
merupakan pajangan dari masyarakat itu sendiri karena hubungan kebudayaan
dengan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Budaya adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan


termasuk sistem ide atau gagasan yang terkandung dalam pikiran manusia. 8
Indonesia adalah masyarakat majemuk yang kaya akan budaya. Setiap budaya
memiliki nilai sosial dan seni yang berkualitas. Derasnya arus budaya asing yang
masuk ke Indonesia disebabkan oleh faktor globalisasi dan kecanggihan teknologi
yang tidak dapat tersaring dengan baik. Menurut Soerjono Soekanto, perubahan
tersebut disebabkan oleh:

(1). Sistem pendidikan formal lanjutan.

8
Nuhrison, M. N. (2009). Faktor-faktor Penyebab Munculnya Faham atau Gerakan Islam Radikal
di Indonesia. Jurnal Harmoni, 8(30).

9
(2). Sikap menghargai hasil orang lain dan keinginan untuk maju.

(3). Sistem yang terbuka dalam masyarakat

(4). Toleransi terhadap tindakan menyimpang

(5). Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu terjadi sejak


lama sehingga menimbulkan kejenuhan.

(6). Penduduk heterogen adalah kelompok-kelompok sosial.

C. Penguatan Nilai-nilai pancasila Dalam Mencegah Radikalisme

Nilai-nilai Pancasila ialah pegangan dasar atau landasan bagi semua


elemen masyarakat dalam hal menjalani berbagai sapek kehidupan. Secara
teoritis, Pancasila ialah falsafah negara dalam mengatur penyelenggaraan maupun
pemerintahan negara. 9 Maka Pancasila sendiri dapat dijadikan sebagai suatu
landasan dalam hal tersebut. Terdapat 5 dasar Pancasila sebagai falsafah negara,
yakni Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, mufakat, dan kesejahteraan sosial.
Jika dilihat dari segi historisnya, pada saat membahas dasar negara di mana dapat
kita lihat yang awalnya diusulkan oleh bapak presiden Soekarno pada tanggal 1
juni tahun 1945, di mana Pancasila dipakai sebagai nama dasar pandangan hidup
negara, yang artinya suatu tindakan yang dilakukan negara maupun rakyat wajib
berpedoman pada nilai Pancasila. Pancasila sendiri dipetik dari budaya bangsa
Indonesia, sehingga Pancasila mempunyai peran dan fungsi yang sangat luas bagi
kehidupan. Kesatuan seluruh kekuatan yang setia kepada Pancasila mampu
menumpas pemberontakan G30S PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, di mana
adanya pemberontakan tersebut dalam rangka meninggalkan UUD 1945 dan
merubah Pancasila. Hal itu menjadi bukti nyata bahwa usaha mengganti Pancasila
dengan ideologi lain akan mendapatkan perlawanan penduduk Indonesia. Di mana
nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila mempunyai kekuatan maupun juga
kemampuan dalam mengantisipasi perkembangan waktu. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sangat relevan untuk menangkal benih-benih gerakan

9
Daman, Rozikin. 1995. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

10
radikalisme maupun separatisme di kalangan anak muda, di mana terdapat 5 sila
yang pada dasarnya ialah nilai yang bersifat umum sebagai berikut :

1) Sila pertama yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa"

Sebagai suatu landasan moral, nilai Ketuhanan menyatakan bahwa suatu


bangsa yang mengakui berbagai agama yang ada di Indonesia. Indonesia sendiri
mendorong warga negaranya dalam pembangunan bangsa yang berlandaskan pada
nilai Ketuhanan. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 29 ayat 1 UUD Tahun
1945 yakni "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal itu menjadi
acuan dalam memperkuat rasa persatuan bangsa yang sejatinya tidak boleh ada
pemecahan antara negara maupun agama karena akan bertolak belakang dengan
apa yang terkandung dalam Pancasila. Dewasa ini memperlihatkan bahwa nilai
Pancasila cenderung tidak mendapatkan tempat di hati anak muda. Kurangnya
pemahaman dan penghayatan nilai Ketuhanan tersebut dapat dilihat dengan masih
saja ada kelompok yang ingin 7 kata dalam Jakarta Charter agar dibangkitkan
kembali. Di mana telah menjadi kesepakatan bersama bahwasannya Indonesia
ialah negara yang berpedoman pada Pancasila dan bukanlah negara agama. Selain
itu masih ada juga kelompok yang mengharapkan terbentuknya negara yang
berbasis kepada agama dan juga tidak luas dalam memahami ajaran agama yang
dapat menimbulkan pertikaian antar agama.10 Oleh sebab itu, nilai ketuhanan
wajib diimplementasikan dalam segala aspek, seluruh agama mengajarkan
kedamaian, menghormati antar pemeluk agama, dan Pancasila mewajibkan
kepada seluruh pemeluk agama agar memeluk kepercayaannya tanpa
memojokkan agama yang lain.

2) Sila kedua, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Nilai yang mengajarkan untuk saling menghormati kedudukan manusia


ialah nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan didasarkan pada kesadaran bahwa
manusia itu sederajat. Kurangnya menghargai hak maupun kewajiban dan tidak

10
Suybagyo, A. (2020). Implementasi Pancasila Dalam Menangkal Intoleransi, Radikalisme, Dan
Terorisme. Jurnal Rontal Keilmuan Pkn, 6 (1), 18-21.

11
ikut serta dalam bela negara serta menganjurkan untuk lebih melakukan bela
agamanya sendiri, seperti sikap yang merendahkan nilai kemanusiaan dengan
mengintimidasi pemeluk agama lain, merusak tempat ibadah, dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, sebagai generasi muda kita harus senantiasa menghormati maupun
menghargai setiap orang tanpa membeda-bedakannya.

3) Sila ketiga yaitu "Persatuan Indonesia"

Nilai persatuan ialah nilai yang mencerminkan bahwa Pancasila dapat


memperkokoh NKRI dan juga mencerminkan rasa kesatuan dan keberagaman
bangsa Indonesia. Persatuan Indonesia dalam sila ke-3 Pancasila mempunyai arti
bahwa Indonesia harus menjadi 1 kesatuan yang utuh, walaupun ada ratusan suku,
bahasa, adat istiadat, dan ribuan pulau yang memisahkan wilayah kesatuan
hendaknya tidak menjadi penghalang bagi bangsa ini untuk meneruskan cita-cita
para pejuang tanah air supaya selalu menjaga persatuan. Persatuan ialah
penerapan rasa nasionalisme karena nasionalisme tertuju pada persatuan bangsa
dan persaudaraan. Saat ini jika kita melihat nilai persatuan yang belum juga
diterapkan oleh anak muda, yang di mana nilai ini lebih menitikberatkan pada
patriotisme, nasionalisme, dan sikap rela berkorban yang sudah mengelami
kelunturan yang dapat dilihat masih ada kelompok yang membicarakan bentuk
negara yang mereka lebih memilih negara agama dibandingkan negara Pancasila
berlandaskan NKRI.11

4) Sila keempat yaitu "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan


dalam Permusyawaratan Perwakilan"

Nilai ini ialah dasar demokrasi di Indonesia yaitu musyawarah dan


mufakat yang merupakan amanat dalam Pancasila yang pada dasarnya menjadi
cara dan juga jalan pemecahan terhadap setiap permasalahan di dalam masyarakat.
Cara-cara kekerasan ialah suatu aksi yang salah yang tidak mampu menghormati
perbedaan maupun tidak bisa menyelesaikan suatu masalah dengan jalan

11
Darmodiharjo, Darji (ed). 1995. Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis Historis dan Yuridis
Konstitusional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

12
musyawarah. Jalan kekerasan seperti mengebom dan aksi terorisme lainnya
merupakan salah satu pengingkaran terhadap musyawarah mufakat, di mana kita
seharusnya menyelesaikan masalah, perbedaan pendapat, menangani beda
keyakinan harus diselesaikan melalui jalan damai. Radikalisme/separatisme ialah
suatu jalan di mana sekelompok orang tidak mau mengatasi suatu perbedaan,
permasalahan dengan cara damai, tetapi menempuhnya dengan cara kekerasan
dan bisa mengahalalkan berbagai cara untuk kepentingannya sendiri.

5) Sila kelima yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia"

Sila ini menyatakan bahwa manusia menyadari akan hak dan kewajiban
yang sama dalam menciptakan suatu keadilan sosial, yang artinya bahwa
tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah maupun
batiniah. Oleh sebab itu, sila ke-5 ini harus dapat direalisasikan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, akan tetapi kenyataannya saat ini nilai keadilan masih tidak
dapat diterapkan, seperti masih adanya pemisah antara orang miskin dengan orang
kaya, antara yang kuat dan juga yang lemah, ketimpangan sosial maupun
pendapatan di dalam masyarakat, seperti kemiskinan, pengangguran, dan
kemelaratan yang mana hal tersebut dapat menjadi salah satu potensi yang
mendorong adanya radikalisme maupun separatisme.

Kelima nilai Pancasila seperti yang sudah dipaparkan di atas tersebut


merupakan obat yang sangat mujarab untuk menangkal radikalisme/separatisme di
kalangan anak muda. Di mana pemuda sering dijadikan sasaran utama oleh para
kaum radikal dikarenakan selama ini pemuda sangat mudah untuk dipengaruhi. Di
Indonesia pada generasi muda bukan hanya mempunyai peran yang sangat
penting dalam mengatasi masalah ini tapi juga berpotensi untuk mengatasi
masalah radikalisme/separatisme.12 Penguatan nilai-nilai Pancasila sungguh
diperlukan sebagai suatu upaya yang wajib dilakukan dalam menangkal isu
radikalisme maupun separatisme yang membabi buta saat ini. Di mana generasi
muda menjadi sasaran utama yang harus didorong untuk selalu memperkuat nilai

12
Rengkung, F. d. (2020). Pentingnya Revitalisasi Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Untuk
Mencegah Maraknya Radikalisme Pada Generasi Muda. 4-5.

13
luhur. Hal tersebut bertujuan supaya Pancasila tidak dihancurkan oleh oknum
yang bisa menceraikan kedaulatan bangsa Indonesia. Dengan demikian, untuk
menangkal diri dari kehancuran akibat upaya-upaya memecah bangsa, seperti
radikalisme dan separatisme. Maka yang harus dilakukan oleh seluruh generasi
muda ialah pertama, Pancasila dijadikan sebagai way of life, generasi muda harus
memperkuat nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila, seperti memperkuat rasa
kebersamaan maupun nasionalisme, sikap menghormati perbedaan, sikap
persatuan, dan rela berkorban. Di mana Pancasila harus dijadikan way of life
seluruh generasi muda disegala aspek. Kedua, melalui pendekatan budaya dengan
penguatan nilai- nilai Pancasila melalui pendekatan budaya ialah suatu upaya
dalam menangkal radikalisme dan separatisme di kalangan anak muda, di mana
saat ini anak muda cenderung meninggalkan kebudayaan yang ada. Kebudayaan
yang lahir di Indonesia ini mampu menjadi benteng perlawanan terhadap
penyebaran paham radikalisme maupun separatisme dikarenakan paham tersebut
lahir dari kekhawatiran atas lingkungan sosial maupun psikologi sosial. Hal
tersebut dapat diterapkan dengan membentuk pos budaya atau pun fasilitas
disemua ruang lingkup dalam hal pengembangan maupun pelestarian budaya
lokal.13 Ketiga, penguatan nilai-nilai Pancasila di bidang pendidikan, yang mana
di dalam menerapkan nilai Pancasila seharusnya bukan lagi dilakukan pengajaran
secara formal dengan tampilan yang kaku. Poin pentingnya ialah bahwa pada
dasarnya harus selalu dijaga dan diamalkan dengan baik yang dalam
pengimplementasiannya diperlukan sinergisme lintas kelembagaan yang secara
bergotong-royong menerapkan Pancasila dengan sistem dan dinamika yang
modern.14 Kampus maupun sekolah memegang peran utama dalam
mengimplementasikan nilai Pancasila kepada anak muda supaya tidak ada
indikasi perkembangan paham lain. Generasi muda wajib menjadi garda terdepan
dalam menangkal paham yang bertolakbelakang dengan Pancasila supaya tidak
bisa masuk ke kampus maupun sekolah, sehingga masa depan pendidikan dan
nasib generasi penerus bangsa ke depan tidak berada di jalan yang salah, di mana
13
Setyowati, A. (2019). Strategi Menyelamatkan Pancasila. Jakarta : Kompas
14
Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta. 1996. Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

14
arah dan perjalanan bangsa Indonesia saat ini berada di tangan generasi muda.
Kemudian yang keempat, membangun komitmen dan kesadaran bersatu di segala
aspek, baik itu melalui pendidikan, memperdalam pendidikan karakter melalui
penanaman pemahaman terkait dengan 4 pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepada seluruh generasi muda,
sehingga tidak mudah terperangkap dalam arus yang salah. Kemudian yang
kelima, melakukan sosialisasi penguatan Pancasila melalui media sosial.
Sosialisasi dan juga edukasi penguatan dan penerapan Pancasila wajib juga
dilakukan di media online, sehingga dapat meminimalisir informasi mengenai
paham radikal maupun separatis yang saat ini berkembang supaya anak muda
lebih berhati-hati dalam mendapatkan informasi dan harus selalu menyaring
informasi yang diperoleh.15 Selain itu, salah satu cara yang dapat
diimplementasikan oleh anak muda untuk membendung paham radikalisme ialah
dengan selalu menyaring berbagai informasi yang diperoleh karena tidak
selamanya informasi yang diperoleh itu benar.

Dampak dari radikalisme tentu saja sangat membahayakan. bukan hanya


bagi individu namun juga bagi sebuah bangsa. Maka dari itu, sebagai bangsa yang
satu kita harus memupuk serta menguatkan nilai-nilai bela negara yang tertanam
bagi setiap individu. Hal tersebut tentu saja berguna sebagai pondasi bagi
masyarakat dalam bertindak. sehingga dapat terjauhkan dari pengaruh buruk yang
bertentangan dengan nilai-nilai bela negara. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil
dari penelitian ini yaitu urgensi pendidikan bela negara dalam pencegahan paham
radikalisme sudah sepatutnya dilaksanakan. Dalam rangka mengantisipasi
semakin maraknya keterlibatan anak muda dalam pusaran ideologi radikalisme,
negara perlu mempertimbangkan hal-hal berikut. Pertama, mendesain materi dan
metode bela negara yang relevan dengan karakteristik psikologis anak muda.
Kedua, mengatasi dislokasi dan deprivasi sosial anak-anak muda melalui program
pelibatan sosial (social inclusion). Ketiga, penanaman wawasan keagamaan

15
Purnomo, E. (2020). Praktek Nilai Pancasila Dalam Menekan Tindakan Radikalisme. 13 (2), 247-
249.

15
(religiusitas) yang terintegrasi dengan wawasan kebangsaan. 16 Di Indonesia, di era
global ini berbagai fenomena sosial, termasuk gerakan berbasis keagamaan
dengan segala bentuk manifestasi dan kompleksitas permasalahannya semakin
marak terjadi. Radikalisme kerap memicu polemik serta pro kontra di tengah
masyarakat. Masih ada sebagian masyarakat yang memandang seolah-olah
radikalisme berbasis keagamaan adalah suatu kejadian atau kondisi yang sengaja
diciptakan dan direkayasa oleh pihak-pihak tertentu. Paham radikal di Indonesia
sekarang ini semakin berkembang dan saat ini telah memasuki di dunia
pendidikan ialah perguruan tinggi.

16
Dauff, Y. L., & Dike, I. G. A. A. (2019). Perkembangan Pengaturan Paham Radikal Terorisme di
Indonesia. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum, 8(5), 1-15.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Fenomena radikalisme di Indonesia hingga hari ini masih menjadi


perbincangan yang menarik dan terus menghangat. Radikalisme masih
menjadi masalah serius bagi banyak kalangan. Radikalisme dapat dikatakan
suatu paham atau cara berpikir yang menjadi landasan untuk melakukan
gerakan atau terror. Yang memprihatinkan, semenjak beberapa tahun terakhir
ini gerakan radikalisme sudah masuk ke dunia pendidikan dan kalangan kaum
muda. Dalam dunia Pendidikan radikalisme bisa muncul dari berbagai elemen
dalam pendidikan.
2. Ada faktor yang memotivasi seseorang bergabung dalam jaringan radikalisme.
Motivasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor domestik,
yakni kondisi dalam negeri yang semisal kemiskinan, ketidakadilan atau
merasa Kecewa dengan pemerintah. Kedua, fakor internasional, yakni
pengaruh lingkungan luar negeri yang memberikan daya dorong tumbuhnya
sentiment keagamaan seperti ketidakadilan global, politik luar negeri yang
arogan, dan imperialism modern negara adidaya. Ketiga, faktor kultural yang
sangat terkait dengan pemahaman keagamaan yang dangkal dan penafsiran
kitab suci yang sempit dan leksikal (harfiyah).
3. Nilai-nilai Pancasila ialah pegangan dasar atau landasan bagi semua elemen
masyarakat dalam hal menjalani berbagai sapek kehidupan. Secara teoritis,
Pancasila ialah falsafah negara dalam mengatur penyelenggaraan maupun
pemerintahan negara. Maka Pancasila sendiri dapat dijadikan sebagai suatu
landasan dalam hal tersebut. Terdapat 5 dasar Pancasila sebagai falsafah
negara, yakni Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, mufakat, dan
kesejahteraan sosial.

17
B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, dimana kedepannya
penulis akan lebih fokus dan teliti dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber yang lebih banyak. Tak lupa penulis memohon maaf apabila ada
penulisan yang kurang benar dan penulis meminta kririk yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Rizal, dkk.( 2022).Penerapan Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari


Sebagai Upaya Menangkal Radikalisme. Jurnal Kewarganegaraan Vol.6 No.1

Taufiq, F. (2013). Menghalau Radikalisasi Kaum Muda: Gagasan dan Aksi


Related papers. Maarif Institute for Culture and Humanity, 8(1), 1-214.

Franky Rengkung. J. P. L. (2020). Pentingnya Revitalisasi Pemahaman Nilai-

Nilai Pancasila Untuk Mencegah Mekarnya Radikalisme Pada Generasi

Muda. Politico, 9(4), 1689-1699.

Deti, S., & Dewi, D. A. (2021). Pengimplementasian Nilai-Nilai Pancasila untuk


Mencegah Radikalisme di Indonesia. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(1),
557–564.

Nur Khamid. (2016). Bahaya Radikalisme Terhadap NKRI. Jurnal of Islamic


Studies and Humanities. 1(1), 123-152

Nur Aisyah, Paradoksal Radikalisme, (Yogyakarta, Tangga Ilmu, 2023), hal. 3

Nuhrison, M. N. (2009). Faktor-faktor Penyebab Munculnya Faham atau


Gerakan Islam Radikal di Indonesia. Jurnal Harmoni, 8(30).

Daman, Rozikin. 1995. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada

Suybagyo, A. (2020). Implementasi Pancasila Dalam Menangkal Intoleransi,


Radikalisme, Dan Terorisme. Jurnal Rontal Keilmuan Pkn, 6 (1), 18-21.

19
Darmodiharjo, Darji (ed). 1995. Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis
Historis dan Yuridis Konstitusional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rengkung, F. d. (2020). Pentingnya Revitalisasi Pemahaman Nilai-Nilai


Pancasila Untuk Mencegah Maraknya Radikalisme Pada Generasi Muda. 4-5.

Setyowati, A. (2019). Strategi Menyelamatkan Pancasila. Jakarta : Kompas.

Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta. 1996. Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam


Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Purnomo, E. (2020). Praktek Nilai Pancasila Dalam Menekan Tindakan


Radikalisme. 13 (2), 247-249.

Dauff, Y. L., & Dike, I. G. A. A. (2019). Perkembangan Pengaturan Paham


Radikal Terorisme di Indonesia. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum, 8(5), 1-15

20

Anda mungkin juga menyukai