Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA DAN RADIKALISME

Dosen Pengampu : Yuyuk Tardimanto, S.Pd., M.Si.

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 15
EKA ROHMA DHANI 2030 2021 6023
HADI CAHYONO 2030 3021 6015
JENY ANGELINA RENATHA 2030 3021 6050
CHOIRULLOH IRFAN M. 2030 3021 6056

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pancasila dan Radikalisme tepat waktu.

Makalah Pancasila dan Radikalisme disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Pendidikan Pancasila di Universitas Palangka Raya. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pancasila dan Radikalisme.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Yuyuk Tardimanto,

S.Pd., M.Si. selaku dosen Pendidikan Pancasila. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 10 Oktober 2020

Kelompok 15
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................

A. Latar Belakang ..................................................................................


B. Rumusan Masalah ............................................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................

A. RADIKALISME………………………………………………………………………………

a) Definisi Radikalisme……………………………………………………………
b) Faktor Penyebab adanya Radikalisme………………………………..
c) Asal munculnya Radikalisme………………………………………………

B. RADIKALISME MENURUT IDEOLOGI PANCASILA…………………………..

a) Ideologi Pancasila……………………………………………………………….
b) Implementasi Nilai- nilai Pancasila menghadapi Radikalisme..
c) Membentengi Pemuda dari Radikalisme…………………………….

BAB III PENUTUP..........................................................................................

A. Kesimpulan........................................................................................
B. Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, Indonesia dihadapkan dengan berbagai persoalan dan
ancanan radikalisme, terorisme dan separatism yang semuanya bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD’45. Radikalisme merupakan ancaman
terhadap ketahanan ideologi. Jika Ideologi negara sudah tidak kokoh maka
akan berdampak terhadap ketahanan nasional.

Radikalisme bisa diartikan suatu sikap atau paham yang secara ekstrim,
revolusioner dan militant untuk memperjuangkan perubahan dari arus
utama yang dianut masyarakat. Radikalisme tidak harus muncul dalam
wujud yang berbau kekerasan fisik. Ideologi pemikiran, kampanye yang
masif dan demontrasi sikap yang berlawanan dan ingin mengubah
mainstream dapat digolongkan sebagai sikap radikal.

Melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini telah dihadapi oleh


seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Meningkatnya radikalisme dalam
agama Indonesia menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa
begitu saja diabaikan ataupun dihilangkan. Radikalisme keagamaan yang
semakin meningkat di Indonesia ini ditandai dengan berbagai aksi
kekerasan dan terror. Aksi tersebut telah menyedot banyak potensi atau
energi kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak
termasuk orang yang sama sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini.
Meski berbagai seminar dan dialog telah digelar untuk mengupas
persoalan ini yaitu mulai dari pencarian sebab hingga sampai pada
penawaran solusi, namun tidak juga kunjungan memperlihatkan adanya
suatu titik terang.
Fenomena tindak radikalisme dalam agama memang bisa dipaham
secara beragama, namun secara ensensial, radikalisme agama umunya
memang selalu dikaitkan dengan pertentangan secara tajam anatara nilai-
nilai yang diperjuangkan kelompok agama tertentu dengan tatanan nilai
yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu. Dengan demikian,
adanya pertentangan, pergesekan ataupun ketegangan, pada akhirnya
menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja dikonotasikan dengan
kekerasan fisik. Apalagi realitas yang saat ini telah terjadi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia sangat mendukung dan semakin memperkuat
munculnya pemahaman seperti itu.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Radikalisme?
2. Apa yang dimaksud dengan Idiologi Pancasila?
3. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menghadapi
radikalisme?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengerti yang dimaksud dengan radikalisme
2. Mengerti yang dimaksud dengan idiologi Pancasila
3. Mengerti implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menghadapi
radikalisme
BAB II
PEMBAHASAN

A. RADIKALISME
1. DEFINISI RADIKALISME

Radikalisme itu adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan,


meyakinkan dengan satu tujuan yang dianggap benar tapi dengan menggunakan
cara yang salah. Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran
yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah
konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu radikalisme
menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu cenderung
menggunakan kekerasan. Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan
yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan
keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang
mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian. Islam tidak pernah
membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama,
paham keagamaan serta paham politik.

Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan


teroris. Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara
keduanya. Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan
radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata bahwa radiklisme itu
mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan
melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan
gagasan baru.
Dalam pengertian stipulatif, radikal adalah setiap upaya membongkar sistem
yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara
kekerasan. Radikal dalam arti stipulatif adalah cara melawan orang lain yang
berbeda dengan pandangannya. Dengan dasar itu maka ada tiga definisi radikal.

Pertama, bentuknya takfiri dan ini dikaitan dengan agama. Dalam model ini,
selalu mengatakan ke orang yang berbeda adalah kafir.

Pengertian kedua adalah jihadi. Radikal dalam pengertian ini adalah yang
suka membunuh dan mengebom orang lain.

Definisi ketiga terkait ideologis atau pemikiran.

Dalam pengertian, radikal berarti selalu bergerak.

2. FAKTOR – FAKTOR ADANYA RADIKALISME

Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul


begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong
munculnya gerakan radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah :

 Faktor Pemikiran

Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala


sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan
menggunakan kekerasan.

 Faktor Ekonomi

Masalah ekonomi juga berperan membuat paham radikalisme muncul di


berbagai negara. Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan
ketika terdesak karena masalah ekonomi maka manusia dapat melakukan apa
saja, termasuk meneror manusia lainnya.
 Faktor Politik

Adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara


hanya berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok-
kelompok masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan.

Kelompok-kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun


politik. Alih-alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali justru
memperparah keadaan.

 Faktor Sosial

Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas


ekonomi lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada
tokoh-tokoh yang radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis
pada hidup mereka.

 Faktor Psikologis

Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab
radikalisme. Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa
benci dan dendam, semua ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis.

 Faktor Pendidikan

Pendidikan yang salah merupakan faktor penyebab munculnya radikalis di


berbagai tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang
memberikan ajaran dengan cara yang salah dapat menimbulkan radikalisme di
dalam diri seseorang
 Faktor sosial- Politik

Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-


politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah
oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar
permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka
historisitas manusia yang ada di masyarakat. Sebagaimana
diungkapkan Azyumardi Azra bahwa memburuknya posisi negara-
negara Muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong utama
munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa
konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan
seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan
diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-
politik. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa
umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga
menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Dengan
membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis
mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk
mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini
tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian
perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena
historis. Karena dilihatnya terjadi banyak Islam dan Wacana … [Syamsul
Bakri] 7 penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan komunitas
Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang oleh sentimen
dan emosi keagamaan.
 Faktor Emosi Agama

Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah


faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas
keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu.
Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya,
dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan radikalisme
selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela
agama, jihad dan mati syahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan
emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya
interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.

 Faktor Kultural

Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi
munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural,
sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari 12 bahwa di dalam masyarakat
selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring
kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksud
faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme.
Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggab sebagai musuh
yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan
adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri- negeri dan
budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi
dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan
proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat
Islam menjadi terbelakang dan tertindas.

 Faktor Ideologis Anti Westernisasi

Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan


Muslim dalam mengaplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat
harus dihancurkan demi penegakan syari’at Islam. Walaupun motivasi dan
gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan
keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru
menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai
pesaing dalam budaya dan perdaban.

3. ASAL MULA RADIKALISME

Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok


fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:

 Faktor internal

Faktor internal adalah adanya legitimasi teks keagamaan, dalam


melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks
keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus
gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam
(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits
dan classical sources kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena
memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-
sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami
frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita
berdirinya ”negara islam internasional” sehingga pelampiasannya dengan cara
anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme. Harus diakui bahwa salah
satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan,
termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang
tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai
faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama.

 Faktor eksternal

Faktor eksternal  terdiri dari beberapa sebab di antaranya :

a) Aspek ekonomi politik, kekuasaan depostik pemerintah yang


menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rezim di
negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam.
Rezim-rezim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa
dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat.
Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru
datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan
neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian
mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi
dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara
berperang inilah yang sekarang  hingga melanggengkan kehadiran
fundamentalisme islam.
b) Faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang
mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap
sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
c) Faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam
mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah
satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.

B. RADIKALISME MENURUT IDEOLOGI PANCASILA


1. IDEOLOGI PANCASILA
Pancasila ditawarkan Soekarno sebagai philosofische Gronslag (dasar,
filsafat, atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Sebelum mengutarakan
gagasan mengenai dasar negara, Soekarno merasa perlu untuk
meyakinkan para peserta sidang bahwa mereka tidak perlu terlalu
memusingkan perkara yang kecil-kecil daripada kemauan untuk
merdeka. Kemauan dan hasrat untuk merdeka, menurut Soekarno,
harus mendahului perdebatan mengenai dasar negara. Mengapa?
Karena buat apa membicarakan dasar negara jika kemerdekaan
tidak ada? Dari sini dimengerti logika berpikir Soekarno yang
terlebih dahulu menggelorakan semangat untuk merdeka, bahkan
ketika rakyat masih miskin, belum bisa baca tulis, belum bisa
mengendarai mobil, dan seterusnya. (Wisnu Dewantara, 2015)
Argumentasi Soekarno mengenai dasar negara dibuka dengan suatu
pertanyaan, “Apakah Weltanschauung (dasar dan filsafat hidup) kita,
jikalau kita hendak mendiirkan Indonesia merdeka?” Selanjutnya
Soekarno menguraikan dasar-dasar apa saja yang perlu
dimiliki bagi bangunan Indonesia merdeka. Dasar-dasar yang ia
sebutkan adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme
(kemanusiaan), mufakat/permusyawaratan, kesejahteraan (keadilan
sosial), dan akhirnya Ketuhanan. Kelima prinsip itulah yang dia
namakan Pancasila, dan diusulkannya sebagai Weltanschauung negara
Indonesia merdeka. (Wisnu Dewantara, 2015)
Ideologi tentu haus memiliki fungsi, khsusunya bagi sekelompok
orang yang meyakininya. Fungsi Pancasila sebagai sebuah ideologi
bangsa tentunya sudah dipikirkan matang-matang sebelum oleh para
pendiri bangsa secara formal disepakati. Pada perkembangannya,
fungsi ideologi bangsa bisa makin variatif seiring dengan dinamika
kehidupan bangsa tersebut, bahkan mungkin berfungsi diluar apa
yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Fungsi yang muncul
belakangan ini bisa bersifat positif atau negatif. (Wisnu Dewantara,
2017) Fungsi yang diharapkan tentu saja fungsi positif. Pancasila sebagai
ideologi negara
memiliki fungsi dan peranan sebagai berikut:
- Sebagai inspirasi seseorang untuk menemukan identitas dan jati
diri kebangsaannya.
- Sebagai prinsip dasar untuk memahami dan menafsirkaan
kehidupannya dalam konteks berbangsa dan bernegara.
- Sebagai kekuatan yang memotivasi seseorang untuk melaksanakan
hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
- Sebagai pedoman seseorang dalam bertindak bagi bangsanya.
- Sebagai inspirasi tumbuhnya jiwa nasionalisme dan patriotisme.
- Sebagai sarana keilmuwan yang menghubungkan warga negara
terhadap pemikiran para pendiri bangsanya.
- Sebagai jalan untuk menemukan jawaban mengapa bangsa Indonesia
didirikan.

Selain fungsi yang telah disepakati, Pancasila sebagai ideologi bisa


pula dimanfaatkan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Fungsi
ini tentu saja bersifat negatif. Indonesia pernah mengalami masa dimana
Pancasila nyaris kehilangan makna dan hanya digunakan sebagai instrumen
kekuasaan belaka. Pancasila ditafsir oleh rezim berkuasa dan dimonopoli
kebenarannya seabgai alat untuk memberangus mereka yang berbeda
pandangan. Ciri secara tipikal berkaitan dengan rezim berkuasa yang
menafsirkan Pancasila secara sepihak. Sehingga pihak lain yang
berbeda pandangan berpotensi dianggap sebagai tidak mendukung rezim
dan akhirnya dicap anti-Pancasila atau radikal.

2. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MENGHADAPI


RADIKALISME

Dahulu pada masa orde baru, untuk menanamkan dan


memasyarakatkan kesadaran akan nilai-nilai Pancasila dibentuk satu badan
yang bernama BP7. Badan tersebut merupakan penanggung jawab (leading
sector) terhadap perumusan, aplikasi, sosialisasi, internalisasi terhadap
pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila, dalam kehidupan
berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Salah satu cara yang tepat untuk
menangkal dan mencegah gerakan radikalisme-terorisme ialah dengan
implementasi nilai-nilai Pancasila. Mengapa Pancasila? Pancasila
merupakan ideologi dan dasar negara yang bersumber dari kearifan lokal
(budaya bangsa) dan mengakomodir keragaman. Nilai-nilai Pancasila sangat
sarat makna perdamaian, keadilan dan religiusitas.

Menurut Franz Magnis-Suseno (2011: 116-117), arti Pancasila


sangatlah mendasar karena dua hal. Pertama karena kekhasan
nasionalisme bangsa Indonesia, dan kedua karena pluralitas
(kebhinnekaan) bangsa Indonesia. Persatuan bangsa Indonesia tidak
bersifat etnik (tidak hanya satu bahasa seperti Jerman atau satu wilayah
seperti Korea); melainkan etis (memiliki pengalaman yang sama hingga
timbul hasrat membangun masa depan). Sementara pluralitas di Indonesia
sangatlah besar. Selain itu, pluralitas budaya, bahasa, geografis, agama, dan
penghayatan keagamaan. Maka kebangsaan Indonesia jangan pernah taken
for granted. Tetapi perlu dipelihara. Jika hakekat Indonesia adalah plural,
maka persatuannya hanya tangguh jika semua pihak ingin bersatu. Dan
dasar dari pluralisme Indonesia adalah kemampuan untuk menerima dalam
perbedaan, menghormati identitas kultural, etnik, dan agama setiap
komponen bangsa.
Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka dan sedang diuji daya
tahannya terhadap gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi
besar lainnya, seperti liberalisme (yang menjunjung kebebasan dan
persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang
menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur yang
mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan. Pancasila, sebagai
ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai universal yang sama
dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM,
kesejahteraan, perdamaian dan keadilan. Dalam era globalisasi,
romantisme kesamaan historis jaman lalu tidak lagi merupakan pengikat
rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai
lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan.

Implementasi nilai- nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi


ancaman radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga
message berikut :

1. Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana


di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham
utama, atau warga kelas satu.
2. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki
kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha
secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan cara-cara yang
melawan hukum.
3. Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan
pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil
dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban dan merdeka.

Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan
itu adalah :
 Kebangsaan dan persatuan
 Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
 Ketuhanan dan toleransi
 Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturanDemokrasi dan
kekeluargaan

Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus


diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai
dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan
Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk :
 Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif
 Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai
baru
 Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam
seluruh kehidupan, berbangsa, bermasyarakat.

3. MEMBENTENGI PEMUDA DARI RADIKALISME


Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini
bertumpu pada kualitas mereka. Sejarah bangsa Indonesia merupakan sejarah
perjuangan pemuda. Tidak bisa dipungkiri pemuda mempunyai peran sentral
dalam menghiasi setiap babakan penting sejarah bangsa ini. Dengan tegas
Anderson (1988) mengatakan bahwa “revolusi kemerdekaan Indonesia
merupakan revolusi pemuda”. Peristiwa sejarah “Sumpah Pemuda” pada tahun
1928 dicatat sebagai tonggak kepeloporan pemuda dalam mendirikan Indonesia
sebagai suatu negara merdeka. Kelompok pemuda tercatat memiliki andil penting
dalam deklarasi kemerdekaan pada tahun 1945.
Hal yang sangat menarik ketika para pemuda pada masa itu mengikrarkan
“persatuan” yang terbayang tidak hanya sekedar butuhnya gerakan bersama
melawan penjajahan, tetapi juga munculnya kesadaran tentang kebhinnekaan
yang dimiliki bangsa ini. Kesadaran dan imaji yang terbayang dalam benak mereka
bahwa Indonesia merupakan bangsa dengan ragam bahasa, suku, etnis,
kepercayaan dan agama yang disatukan dalam sebuah Negara Kesatuan.

Akhirnya, dapat dikatakan bahwa Indonesia lahir dari kebulatan tekad para
pemuda untuk menyatukan ragam perbedaan dalam tujuan yang sama
kemerdekaan Republik Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika. Demikian komitmen ini
menjadi semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini.

Indonesia bukan sekedar tentang saya, kamu dan kita, tetapi tentang
kesadaran dan wawasan bernegara dan berbangsa yang menjamin dan
melindungi seluruh tumpah darah dan masyarakat yang menghuni dalam NKRI.
Inilah barangkali pentingnya sumpah pemuda yang mengilhami perjuangan
kemerdekaan pada saat itu untuk direvitalisasi untuk menjaga persatuan bangsa.
Sebuah kesamaan nasib dari ragam perbedaan penduduk yang menghuni
nusantara untuk menentukan nasibnya sendiri dan untuk bermimpi memiliki
negaranya sendiri

Semangat Sumpah Pemuda semakin penting disuarakan kembali di tengah


kondisi generasi muda dewasa ini yang sering kehilangan orientasi dan wawasan
kebangsaan seperti generasi sebelumnya. Disorientasi kebangsaan yang dialami
generasi muda saat ini sangat mudah sekali disusupi oleh berbagai paham,
pemikiran dan pandangan yang bertentangan dengan semangat kebangsaan dan
persatuan bangsa. Salah satu ancaman nyata dari tantangan tersebut adalah
infiltrasi paham radikal dan terorisme yang mudah sekali merasuki kehidupan
generasi muda..Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi
pelaku terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja
Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos
Polisi Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut
saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-
Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.

Fakta di atas diperkuat oleh riset yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan
Perdamaian (LaKIP). Dalam risetnya tentang radikalisme di kalangan siswa dan
guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jabodetabek, pada Oktober 2010-Januari
2011, LaKIP menemukan sedikitnya 48,9 persen siswa menyatakan bersedia
terlibat dalam aksi kekerasan terkait dengan agama dan moral. Rentannya
pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi keprihatinan
kitabersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam
tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang
damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan,
kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan
tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.
Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme
dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan
upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini
dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di
daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi
sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa
SMA di empat provinsi.
Ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan terorisme
di kalangan pemuda :
1. Memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan
menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar
kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk
menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan
dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-umat beragama, kebebasan
yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air
serta kepedulian antar-warga masyarakat.
2. Mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di
bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.
3. Memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga
pemuda tidak mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini,
peran guru agama di lingkungan sekolah dan para pemuka agama di
masyarakat sangat penting.
4. Memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya
keteladanan dari para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh
masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Radikalisme adalah suatu perubahan sosial dengan jalan
kekerasan, meyakinkan denngan satu tujuan yang dianggap benar
namun dengan menggunakan cara yang salah. Radikalisme merupakan
gerakan yang berpandang kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam
mengajarkan sikap, berdamai dan mencari perdamaian. Soekarno
menawarkan suatu ideologi yang sesuai dengan dasar kebiasaan yang ada
di Indonesia. Soekarno sepertinya dapat melihat bahwa akan terjadi
berbagai gerakan yang dapat merusak atau mengancam negara Indonesia
salah satunya adalah Radikalisme. Dengan mengamalkan nilai-nilai dalam
ideologi Pancasila, suatu bangsa dapat menjalankan proses hidup
dalam berbangsa dan bernegara tanpa ada ancaman dari gerakan yang
mengancam keutuhan negara.

B. SARAN

Kami berharap semoga Bapak memberikan kritik dan saran dalam


pembuatan makalah kami karena kami tahu bahwa makalah kami jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu mohon dukungan Bapak untuk dapat
membuat jauh lebih Baik.
DAFTAR PUSTAKA

http://abdurrahman001.blogspot.co.id/2015/05/peran-sertaa-pancasila-untuk-
mencegah.html
http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html
http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-radikalisme-pengertian-
konsep.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme
Hilmy, M. (n.d.)., (117), RADIKALISME AGAMA DAN POLITIK DEMOKRASI DI
INDONESIA PASCA-ORDE BARU 407–425
Wisnu Dewantara, A. (2015). PANCASILA DAN MULTIKULTURALISME INDONESIA,
15(2), 1–14.

Wisnu Dewantara, A. (2017). DISKURSUS FILSAFAT PANCASILA DEWASA INI.

Kanisius. Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

Paham Radikalisme.pdf ( STKIP Widya Yuwana Madiun )

Anda mungkin juga menyukai