MAKALAH
Oleh:
1. Adinda Alma Wijayanti NIM. 40421028
2. Nisatu Khoeru Nadia NIM. 40421041
3. Warismanto NIM. 40421025
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada The Spiritual Father, Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut jejaknya hingga
hari perhitungan nanti, semoga Allah SWT mengagungkan perjuangan mereka.
Ketua
Warismanto
NIM. 40421025
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan radikalisme?
2. Bagaimana sejarah radikalisme?
1
3. Apa saja karakteristik radikalisme?
4. Apa yang dimaksud dengan idiologi pancasila vs radikalisme?
5. Bagaimana upaya pemerintah menangkal paham radikalisme?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian radikalisme
Kata “radikalisme” secara etimologis berasal dari kata “radix” yang
berarti akar. Sedangkan istilah radicalism artinya doktrin atau praktik
penganut paham radikal atau paham ekstrim. Radikalisme dengan
demikian adalah paham atau gerakan yang menginginkan pembaharuan
dengan mengembalikkan diri mereka ke akar secara ekstrim. Pandangan
ini kerap disandingkan dengan gerakan fundamentalis. Gerakan radikal
biasanya dicapai dengan segala cara, mulai dari cara yang halus sampai
cara yang keras sekalipun (Asrori: 2015: 255).”
Dalam bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim,
menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran
yang menginginkan perubahan dengan cara keras atau drastis. Sementara
Sartono Kartodirdjo mengartikan radikalisme sebagai gerakan sosial yang
menolak secara menyeluruh tertib dan tatanan sosial yang sedang
berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk
menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak
istimewa dan yang berkuasa. Radikalisme sering dimaknai berbeda
diantara kelompok kepentingan. Dalam lingkup keagamaan, radikalisme
merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara
total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan
menggunakankekerasan. Sedangkan dalam studi Ilmu Sosial, radikalisme
diartikan sebagai pandangan yang ingin melakukan perubahan yang
mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap realitas sosial atau
ideologi yang dianutnya.
Dengan demikian, radikalisme merupakan gejala umum yang bisa
terjadi dalam suatu masyarakat dengan motif beragam, baik sosial,politik,
3
budaya maupun agama, yang ditandai oleh tindakan-tindakan keras,
ekstrim, dan anarkis sebagai wujud penolakan terhadap gejala yang
dihadapi.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gerakan radikalisme
adalah sikap atau semangat yang membawa kepada tindakan yang
bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan yang mapan dengan
menggantinya dengan gagasan atau pemahaman baru dan gerakan
perubahan itu kadang disertai dengan tindak kekerasan (violence). Bila
dilihat dari pemahaman agama,maka gerakan radikalisme agama dapat
dimaknai sebagai gerakan yang berpandangan kolot dan jumud serta kaku
(tekstualis) dan sering menggunakan kekerasan atau memaksakan
pendapat dan pandangan keagamaan serta menganggap hanya pemahaman
agamanya saja yang benar dan paling sesuai alQur’an dan hadis. Hal itu
tentu bertentangan dengan ajaran Islam yang merupakan agama kedamaian
yang mengajarkan sikap damai dan mencari kedamaian. Islam tidak pernah
membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalammenyebarkan agama,
paham keagamaan serta paham politik.
B. Sejarah Radikalisme
Pada akhir abad ke-18 kata radikal di Eropa digunakan di dunia
politik yang dilabelkan pada mereka yang memperpegangi atau
mendukung perombakan politik secara ekstrem dan menyeluruh. Kaum
radikal awal ini memperjuangkan kebebasan bagi semua rakyat dan
mereformasi sistem penentuan pemegang kedaulatan di Inggris yang
kemudian meluas dengan pecahnya Revolusi Inggris dan Revolusi Prancis.
Mereka menuntut dileburnya kerajaan dan digantikan dengan republik
yang merdeka.
Pada akhir abad ke-19 istilah radikal (Radicalism) di Eropa di
pahami sebagai ideologi liberal dan progresif. Pada masa berikutnya
radikal tidak saja digunakan bagi mereka yang menginginkan dan
mengupayakan perubahan yang total, tuntas, dan menyeluruh, akan tetapi
4
bagi mereka upaya perubahan tersebut harus secara revolusioner,
menyeluruh bukan aspektual. Perubahan itu bisa terjadi secara damai
berdasarkan kesepakatan namun yang lebih sering terjadi adalah dengan
paksaan atau keterpaksaan dan bahkan kekerasan.
Pada bidang yang disebut terakhir radikal atau radikalisme
dilabelkan bagi mereka yang berpegang teguh pada keyakinan dan
ideology yang dianutnya secara kaku sehingga konsekuensinya semua
yang lain dan tidak sama dengannya adalah salah dan keliru. Setiap
kekeliruan dan kesalahan (yang dalam islam diistilahkan dengan mungkar)
harus diluruskan dan diperbaiki.
Meskipun cara memperbaiki kesalahan/kemungkaran dapat
dilakukan dengan cara damai, karena pemahamannya yang sering kaku
dan tekstual terhadap teks-teks agama, maka jalan yang ditempuh sering
kali bersifat kekerasan.
Dengan kondisi yang demikian, maka dalam konteks islam,
misalnya, radikalisme disebut bagai ekstremisme (tatharrufiyyah). Lebih
jauh untuk meluruskan dan memperbaiki kesalahan serta kemungkaran
ditempuh yang cara-cara kekerasan, dan bila ada pihak yang “membandel”
tidak mau diperbaiki dan diluruskan, bahkan mengancam kepentingannya,
maka dianggap halal darahnya untuk di bunuh dengan cara yang
menimbulkan ketakutan pada yang lain. Sampai disini radikalisme pada
klimaksnya telah berubah menjadi terorisme (al-irhabiyyah).
Akar mula lahirnya gerakan radikal di tanah air dalam catatan
sejarah radikalisme terutama yang dikaitkan dengan radikalisme agama
mulai menggeliat pada pasca kemerdekaan hingga pasca reformasi. Hal itu
dimulai sejak Kartosuwirjo memimpin operasi tahun 1950-an di bawah
bendera Darul Islam (DI/TII) di Jawa Barat, menyusul di Aceh dan
Makassar. Sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama,
justifikasi agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya
dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan ini muncul kembali pada
masa pemerintahan Soeharto, hanya saja bedanya, gerakan radikalisme di
5
era Soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui
intelijen melalui Ali Moertopo dengan Opsusnya, ada pula Bakin yang
merekayasa bekas anggota DI/TII, sebagian direkrut kemudian disuruh
melakukan berbagai aksi seperti Komando Jihad, dalam rangka
memojokkan Islam. Setelah itu sejak jatuhnya Soeharto, ada era
demokratisasi dan masa-masa kebebasan, sehingga secara tidak langsung
memfasilitasi beberapa kelompok radikal ini untuk muncul lebih nyata,
lebih militan dan lebih vokal, ditambah lagi dengan liputan media,
khususnya media elektronik, sehingga pada akhirnya gerakan ini lebih
tampak.
Setelah DI/TII, muncul Komando Jihad (Komji) pada 1976 yang
meledakkan tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembebasan Muslim
Indonesia melakukan hal sama. Dan tindakan teror oleh Pola Perjuangan
Revolusioner Islam, 1978. Tidak lama kemudian, setelah pasca reformasi
muncul lagi gerakan yang beraroma radikal yang dipimpin oleh Azhari
dan Nurdin M. Top dan gerakan-gerakan teror lainnya. Artinya, pasca
reformasi yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi telah
menjadi lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal.
Fenomena radikalisme dikalangan umat Islam seringkali
disandarkan dengan faham keagamaan, sekalipun harus diakui bahwa
lahirnya radikalime bisa muncul dari berbagai sumbu seperti
ekonomi,politik, sosial dan sebagainya.
C. Karakteristik Radikalisme
Jika diadakan idenfikasi dan penelusuran terhadap gerakan-gerakan
radikal yang ada ditengah masyarakat dengan berbagai motif, maka
menurut Masduqi (2012), seseorang atau kelompok yang terpapar paham
radikalisme ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain
yang tak sependapat. Klaim kebenaran selalu muncul dari kalangan
yang seakan-akan mereka adalah Nabi yang tak pernah melakukan
kesalahan ma’sum padahal mereka hanya manusia biasa. Oleh
6
sebab itu, jika ada kelompok yang merasa benar sendiri maka
secara langsung mereka telah bertindak congkak merebut otoritas
Allah.
b. Radikalisme mempersulit agama Islam yang sejatinya samhah
(ringan) dengan menganggap ibadah sunnah seakan-akan wajib
dan makruh seakan-akan haram. Radikalisme dicirikan dengan
perilaku beragama yang lebih memprioritaskan persoalan-
persoalan sekunder dan mengesampingkan yang primer.
c. Berlebihan dalam beragama yang tidak pada tempatnya. Dalam
berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual yang
digunakan oleh Nabi, sehingga dakwah mereka justru membuat
umat Islam yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan.
d. Kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional
dalam berdakwah. Ciri-ciri dakwah seperti ini sangat bertolak
belakang dengan kesantunan dan kelembutan dakwah Nabi.
e. Kelompok radikal mudah berburuk sangka kepada orang lain di
luar golongannya. Mereka senantiasa memandang orang lain hanya
dari aspek negatifnya dan mengabaikan aspek positifnya. Berburuk
sangka adalah bentuk sikap merendahkan orang lain. Kelompok
radikal sering tampak merasa suci dan menganggap kelompok lain
sebagai ahli bid’ah dan sesat.
f. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat.
Kelompok ini mengkafirkan orang lain yang berbuat maksiat,
mengkafirkan pemerintah yang menganut demokrasi,
mengkafirkan rakyat yang rela terhadap penerapan demokrasi,
mengkafirkan umat Islam di Indonesia yang menjunjung tradisi
lokal, dan mengkafirkan semua orang yang berbeda pandangan
dengan mereka sebab mereka yakin bahwa pendapat mereka adalah
pendapat Allah.
7
Sedangkan menurut Rubaidi (2007), ciri-ciri gerakan radikalisme dalam
agama ditandai dengan hal-hal sebagai berikut.
a. Menjadikan Islam sebagai ideologi final dalam mengatur
kehidupan individual dan juga politik ketatanegaraan.
b. Nilai-nilai Islam yang dianut mengadopsi sumbernya di Timur
Tengah secara apa adanya tanpa mempertimbangkan
perkembangan sosial dan politik ketika Al-Quran dan hadits hadir
di muka bumi ini, dengan realitas lokal kekinian.
c. Karena perhatian lebih terfokus pada teks Al-Quran dan hadits,
maka purifikasi ini sangat berhati-hati untuk menerima segala
budaya non asal Islam (budaya Timur Tengah) termasuk berhati-
hati menerima tradisi loal karena khawatir mencampuri Islam
dengan bid’ah.
d. Menolak ideologi Non-Timur Tengah termasuk ideologi Barat,
seperti demokrasi, sekularisme dan liberalisasi. Sekali lagi, segala
peraturan yang ditetapkan harus merujuk pada Al-Quran dan
hadits.
e. Gerakan kelompok ini sering berseberangan dengan masyarakat
luas termasuk pemerintah. Oleh karena itu, terkadang terjadi
gesekan ideologis bahkan fisik dengan kelompok lain, termasuk
pemerintah.
8
1. intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang
lain).
2. fanatik (selalu merasa benar sendiri dan yang lain salah).
3. eksklusif (tertutup dan mengambil jarak dengan umat Islam secara
umum yang bukan kelompoknya.
4) revolusioner (cenderung menggunakan tindak kekerasan untuk
mencapai tujuan).
9
membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti teroris
melakukan tindakan pemberontakan dengan cara melakukan bom bunuh
diri. Aksi bom bunuh diri yang terjadi di kota medan. Tindakan aksi bom
bunuh diri sangat di prihatinkan oleh masyarakat Indonesia.adanya
radikalisme ini akan mengancam kelangsungan hidup negara, yang dapat
memecah satu kesatuan Indonesia. Aksi ini adalah sebuah tindakan yang
sangat harus di tindak lanjuti secara tegas,karena sangat berbahaya bagi
seluruh masyarakat di sekitar. Ideologi bom bunuh diri justru membuat
seluruh warga yang ada di Indonesia semakin goyah. Kejadian ini
merupakan musuh bersama antar manusia, karena tindakan seperti ini
membuat orang lain yang disekitar merasa tidak nyaman dan terancam,
yang akan diselimuti rasa takut. Kekerasan semacam ini bukan menjadi
rahasia umum lagi upaya kelompok radikal untuk meyebarluaskan
tindakannya sampai dengan cara yang tidak terduga, yang menyebabkan
korban baru, dikhawatirkan akan berdampak luas. Bahkan fenomena aksi
bom bunuh diri banyak terjadi, tindakan ini menjadi modus bagi kelompok
teroris untuk melakukan tidakan terror terhadap lingkungan sekitar.
Dengan ini kita harus membuka pikiran kita agar kita semua bisa
beradaptasi terhadap perkembangan zaman, tanpa harus melanggar norma
agama dan nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila.
Pancasila sebagai pondasi bangsa Indonesia harusnya umat
manusia dan beragama harus mampu memahaminya. Pancasila sebagai
ideologi negara Indonesia tentu sangat diharapkan menyelesaikan tindakan
bom bunuh diri yang ada di Indonesia. Pancasila bagi kehidupan
masyarakat yang ada di indonesia adalah pandangan hidup dan petunjuk
dalam berbuat dan bertindak dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Pelaku bom bunuh diri yang ada di Indonesia sangat tidak
memahami sedikitpun nilai-nilai Pancasila mereka cenderung
membesarkan ideologinya sendiri dengan cara menebar terror dimana-
mana. Dengan cara peneroran atau tindakan kekerasan inilah yang
10
menimbulkan disintegrasi masyarakat Indonesia yang seharusnya harus
dihancurkan dan dimusnahkan segera dalam negara Indonesia.
Tindakan bom bunuh diri ini adalah persoalan yang muncul di
Indonesia yang dapat disebabkan oleh bangsa Indonesia yang melupakan
nilai-nilai luhur Bhinneka Tunggal Ika dan nilai luhur Pancasila. Yang
benar-benar memiliki nilai moral positif sebagai upaya tindakan
radikalisme. Nilai luhur Pancasila yang tidak pernah di amalkan sehingga
menimbulkan aksi bom bunuh diri. Jika masyarakat Indonesia ini mampu
memahami nilai-nilai Pancasila, maka tidak akan terjadi atau muncul aksi
bom bunuh diri. Karna Pancasila adalah alat penyelamat dan pemersatu
bangsa yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu,untuk mengatasi persoalan yang ada di Indonesia
dapat dilakukakan melalui pilar kebangsaan, yaitu melalui nilai-nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika serta Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945.
Soekarno secara tegas berkata ; ‘’Apabila bangsa Indonesia
melupakan Pancasila, tidak melaksanakan bahkan tidak mengamalkan
maka bangsa Indonesia ini akan hancur berkeping-keping’’. Oleh karena
itu, bangsa Indonesia harus mengerti dan mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa,beragama dan bernegara. Karena
Pancasila merupakan pondasi negara Indonesia.
Pancasila jangan hanya di pelajari saja tapi juga harus
mengamalkan nilai-nilai pancasila setiap tindakan dan perbuatan bangsa
Indonesia. Pemahaman nilai-nilai Pancasila menjadi signifikan untuk
menindak lanjuti aksi ini, karena mereka telah mengabaikan nilai-nilai
Pancasila.
Radikalisme ini sangat bertentangan dengan Pancasila. Lima sila
yang terkandung dalam Pancasila mengandung keseluruhan yang ada di
Indonesia. Setiap orang mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan yang
sama. Karena itulah antar sesama harus menjunjung tinggi nilai
kerukunan. Pelaku aksi radikalisme ini telah menyalahi nilai-nilai yang
11
ada di sila-sila Pancasila. Tindakan radikalisme yang terdapat di Indonesia
dapat merugikan ketatanegaraan negara Indonesia dan tidak sesuai dengan
Pancasila selain itu radikalisme ini sangat bertentangan dengan Pancasila.
E. Upaya Pemerintah Menangkal Paham Radikalisme
Upaya pemerintah yang dapat diambil pemerintah dalam mencegah
tindakan radikalisme melalui pendidikan, di antaranya yaitu:
a. Pemerataan Pendidikan
Setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh
pendidikan sesuai dengan UU No. 2 Tahun 1989 bahwa sistem
pendidikan Nasional tidak dibedakan menurut jenis kelamin, status
sosial, ekonomi, agama dan lokasi geografis. Dalam rangka
mewujudkan pemerataan pendidikan tentunya harus ada peran
pemerintah di antaranya yaitu:
1) Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah
Pemerataan jangkauan prasekolah yaitu dengan cara meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam menyediakan lembaga TPA, kelompok
bermain dan TK yang bermutu dengan memberikan kemudahan,
bantuan dan penghargaan oleh pemerintah. Kegiatan utama dalam
mengupayakan pendidikan dasar di antaranya, yaitu pertama,
meningkatkan fasilitas mengenai sarana dan prasarana pendidikan.
Kedua memberikan subsidi kepada sekolah agar bisa mewujudkan
sekolah yang berkualitas. Ketiga, memberikan layanan pendidikan bagi
masyarakat yang kurang mampu terasing, minoritas dan sekolah didesa
terpencil. Keempat, melaksanakan revitalisasi. Kelima, memberikan
beasiswa berprestasi atau keluarga kurang mampu. Keenam,
memberikan dana pendidikan untuk keberlangsungan pendidikan.
2) Program Pendidikan Menengah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk pemerataan di pendidikan menengah
di antaranya, yaitu: pertama membangun sarana sekolah yang memadai;
kedua, memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat kurang
12
beruntung; ketiga, memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi
atau kurang mampu.
3) Program Pendidikan Tinggi
Upaya yang dapat dilakukan agar pemerataan program pendidikan
tinggi di antaranya, yaitu: pertama meningkan daya tambung dalam
setiap prodi agar dapat menunjang kemajuan ekonomi dan
meningkatkan kualitas SDM; kedua, peningkatan
peran swasta melalui perguruan tinggi swasta; ketiga, meningkatkan
penyediaan beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu dan berprestasi.
Dalam penyebaran kapasitas pendidikan secara geografis akan
mendukung pembangunan daerah dan dapat membantu masyarakat
yang berpenghasilan rendah.
b. Peningkatan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan
Peningkatan relevansi pendidikan ini dapat dilakukan secara
pemerataan kesempatan, kualitas, efisiensi.
c. Peningkatan kualitas pendidikan nasional
Kegiatan utama yang dapat dilakukan agar peningkatan kualitas
pendidikan nasional dapat terwujud dapat lakukan dengan cara:
pertama, meningkatan kemampuan akademisi dan meningkatkan
kesejahteraan para pendidik agar pendidik dapat berfungsi secara
optimal; kedua, melakukan pembaharuan sistem pendidikan; ketiga,
memberdayakan lembaga pendidikan baik yang formal maupun non
formal; keempat, melakukan pembaharuan berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen; kelima,
meningkatkan kualitas lembaga pendidikan; keenam, mengembangkan
SDM secara terarah, terpadu dan komprehensif; ketujuh, meningkatkan
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan TIK; kedelapan,
mengembangkan program internationalization; kesembilan,
melaksanakan program kemitraan agar lulusan perguruan tinggi dapat
terjun kedunia kerja.
13
d. Peningkatan efisiensi pendidikan
Peningkatan efisiensi pendidikan yaitu jika hasil yang dicapai maksimal
dan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan.
e. Pembangunan pendidikan nasional dalam menunjang kualitas SDM
Kesejahteraan suatu negara tidak hanya dinilai dari kekayaan alam saya
namun juga dinilai dari kualitas SDM, dengan adanya pendidikan
nasional dalam membantu peningkatan kualitas SDM agar dapat
memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang ada.
14
Dalam menanamkan moral terutama mengenai sikap toleransi
menghargai keberagaman yang ada yaitu dengan pendidikan
multikultural.
15
aksi nyata kepada rakyat, begitu juga sebaliknya rakyat harus
selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada
pemerintah agar pemerintah dapat menjalankan tugasnya
dengan maksimal.
4) Menjaga persatuan dan kesatuan
Dalam mencegah pemahaman radikalisme haruslah menjaga
persatuan dan kesatuan, didalam sebuah masyarakat tentunya
tidak lepas dari kebaragaman terlebih lagi sebuah negara yang
terdiri dari gabungan masyarakat tentunya akan banyak sekali
keberagaman dalam menjaga persatuan dan kesatuan kita harus
memahami dan menjalankan nilai-nilai yang tekandung dalam
Pancasila terutama mengenai semboyan Bhineka Tunggal Ika.
5) Mendukung aksi perdamaian
Mencegah tindakan radikalisme atau tindakan terorisme dapat
dilakukan dengan aksi perdamaian sebagai usaha agar tindakan
tersebut dapat dicegah atau dihentikan, aksi perdamaian ini
dapat dilakukan oleh organisasi ataupun perseorangan.
6) Berperan aktif dalam melaporkan tindakan radikalisme.
Peranan yang dapat dilakukan dalam mencegah tindakan
radikalisme ini yaitu dengan cara melaporkan kepada pihak
yang berwewenang apabila megetahui munculnya radikalisme
atau terorisme baik dalam skala kecil maupun besar. Tentunya
sebelum melaporkan kita harus mengetahui ciri-ciri yang
tergolong radikalisme.
7) Meningkatkan pemahaman akan hidup kebersamaan
Dengan meningkatkan pemahaman bahwa manusia
memerlukan manusia lain dan tidak mungkin sekian banyak
manusia di dunia ini memiliki karakter yang sama, agama yang
sama, suku dan budaya yang sama justru dengan keberagaman
yang ada akan menjadi kekayaan dan saling melengkapi
kekurangan.
16
8) Menyaring informasi yang didapatkan
Mengingat tidak semua informasi yang didapatkan adalah
benar, maka dari itu kita harus cerdas dalam memilah dan
memilih informasi agar tidak mudah terpengaruh dengan
provokator-provokator yang ingin menciptakan perpecahan
antar umat beragama dan agar keutuhan NKRI dapat terjaga.
17
terhindar dari materi-materi yang bersifat intoleran sehingga
dapat melahirkan jiwa-jiwa jihad yang salah yang
menyebabkan munculnya tidakan radikalisme.
5. Menimalisir kesejangan sosial, pemerintah harus dapat
meminalisir kesenjangan sosial yang ada dalam masyarakat
agar munculnyapemahaman radikalisme dapat dicegah,
kesenjangan antara pemerintah dan rakyat ini dapat
diminalisir dengan cara pemerintah merangkul pihak media
yang menjadi perantara dengan rakyat dan melakukan aksi
nyata kepada rakyat, begitu juga sebaliknya rakyat harus
selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada
pemerintah agar pemerintah dapat menjalankan tugasnya
dengan maksimal.
6. Menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga persatuan dan
kesatuan, dalam mencegah pemahaman radikalisme
sebenarnya tidak hanya peran pemerintah saja tetapi juga
peran masyarakat, dalam hal ini pemerintah lebih memiliki
perandan wewenang dan tugas dalam menjaga persatuan dan
kesatuan agar dapat ditiru oleh rakyat biasa, di dalam sebuah
masyarakat tentunya tidak lepas dari kebaragaman terlebih
lagi sebuah negara yang terdiri dari gabungan masyarakat
tentunya akan banyak sekali keberagaman dalam menjaga
persatuan dan kesatuan harus memahami dan menjalankan
nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila terutama
mengenai semboyan Bhineka Tunggal Ika.
7. Mendukung aksi perdamaian, mencegah tindakan radikalisme
atau tindakan terorisme dapat dilakukan dengan aksi
perdamaian sebagai usaha agar tindakan tersebut dapat
dicegah atau dihentikan, aksi perdamaian ini dapat dilakukan
oleh organisasi ataupun perseorangan.
18
8. Ikut aktif dalam mensosialiasikan pencegahan radikalisme,
mensosialisasi di sini maksudnya memberikan pemahaman
kepada masyarakat mengenai tindakan radikalisme dan
dampak yang ditimbulkan akibat dari tindakan radikalisme.
19
KESIMPULAN
Kata “radikalisme” secara etimologis berasal dari kata “radix”
yang berarti akar. Radikalisme dengan demikian adalah paham atau
gerakan yang menginginkan pembaharuan dengan mengembalikkan diri
mereka ke akar secara ekstrim. Akar mula lahirnya gerakan radikal di
tanah air dalam catatan sejarah radikalisme terutama yang dikaitkan
dengan radikalisme agama mulai menggeliat pada pasca kemerdekaan
hingga pasca reformasi.
20
menindak lanjuti aksi ini, karena mereka telah mengabaikan nilai-nilai
Pancasila.
21
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Ahmad., 2015, “Radikalisme di indonesia: Antara Historisitas dan
Antropisitas”, dalam Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9,
No. 2, Lampung.
Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos, Radikalisme Agama di Jabodetabek &
Jawa Barat:Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan
(Jakarta: Pustaka Masyarakat).
22
Jamal Ma’murAsmani, “Rekontruksi Teologi Radikalisme di Indonesia, Menuju
Islam Rahmatan Lil Alamin”, Jurnal Wahana Akademika, vol. 4, no 1, April
2017, 4-5.
Sa' dullah Affandy, Akar Sejarah dan Pola Radikalisme di Indonesia, NU online,
Jumat, 08 Juli 2016, di akses pada tgl 5 Nop 2017.
23
LAMPIRAN – LAMPIRAN
24