Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MODERASI ISLAM UNTUK MENCEGAH RADIKALISME AGAMA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu:

Khoirul Wafa, S.Pdi., M.Pd

Disusun Oleh :

1. Maina Mina Fadila Yugustina (2186206149)


2. Muhammad Winarto (2186206156)
3. Tika Emalia (2186206168)

PRROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR

DESEMBER 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr Wb

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya pada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan maklah
yang berjudul “MODERASI ISLAM UNTUK MENCEGAH RDIKALISME AGAMA”,
untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam.

Tidak lupa peneliti menyampaikan terima kasih kepada.

1. Bapak Khoirul Wafa, M. Pd. I selaku dosen Pembimbing matakuliah Pendidikan


Agama Islam

2. Teman-teman PGSD kelas karyawan 2021 atas kerjasamanya.

3. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu-persatu yang telah membantudemi
terselesaikannya makalah ini dengan lancar. Semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan kalian, amin.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan


yang terdapat di dalamnya, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis
berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bago para pembaca.

Blitar, Desember 2021

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
1.1. Latar belakang..........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................2
1.3. Tujuan Pembahasan..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................3
2.1. Makna Radikalisme..................................................................3
2.2. Makna Terorisme......................................................................4
2.3. Islam Radikal............................................................................6
2.4. Islam Moderat...........................................................................9
2.5. Radikalisme Melawan Moderatisme …………………………………. 11

BAB III PENUTUP...........................................................................13


3.1. Kesimpulan.............................................................................13
3.2. Saran.......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dalam Islam rujukan beragama yang paling utama al-Qur’an dan


al-Hadist, namun fenomena menunjukkan bahwa wajah Islam sangat
banyak, Islam terkadang memiliki khas sendiri-sendiri dalampraktek dan
amaliah keagamaan. Tampaknya perbedaan itu sudah menjadi kewajaran,
sunatullah, dan bahkan suatu rahmat Yang menjadi permasalahan adalah
dapatkah dari yang berbeda tersebut untuk saling menghormati, tidak
saling menyalahkan, tidak meyatakan paling benar sendiri, dan besedia
bedialog sehingga tercermin bahwa perbedaan itu benarbenar rahmat. Jika
ini yang dijadikan pijakan dalam beramal dan beragama, maka inilah
sebenarnya makna konsep “Islam moderat”.

Artinya siapa pun orangnya dalam beragama dapat bersikap


sebagaimana kriteria tersebut, maka dapat disebut dengan Islam yang
moderat Islam Moderat dapat merujukkepada praktek Islam yang
dilakukan oleh Nabi Muhamammad dan para sahabatnya, khususnya Al-
hulafa al-Rashidin, sedangkan dalam kontek Indonesia dapat merujuk
kepada para penyebar Islam yang terkenal dengan sebutan Walisongo,
artinya Islam di harapkan dapat menjadi bagian dan solusi dari persoalan
bangsa, agama dan Negara, maupun persoalan yang global saat ini.4 Krisis
dunia internasional saat ini sudah sedemikian kompleks sehingga Islam
dituntut dapat turut andil di dalamnya, inilah yang menjadi tanggung
jawab agar Islam sebagai ajaran agama yang ramah dan menjadi rahmat di
tengah konflik. Jadi jelas bahwa Islam adalah rahmat bagi umat manusia
yang telah dibawa oleh Rasulullah saw sebagai risalah

1
1.2. Rumusan Masalah

a) Apa yang dimaksud dengan Makna Radikalisme ?


b) Apa yang dimaksud dengan Makna Terorisme ?
c) Jelaskan tentang Islam Radikal !
d) Jelaskan tentang Islam Moderat !
e) Jelaskan menegenai Radikalisme melawan Modeatisme !

1.3. Tujuan Pembahasan

a) Agar Mahasiswa dapat memahami Makna Radikalisme


b) Agar Mahasiswa dapat memahami Makna Terorisme
c) Agar Mahasiswa dapat memahami tentang Islam Radikal
d) Agar Mahasiswa dapat memahami tentang Islam Moderat
e) Agar Mahasiswa dapat memahami mengenai Radiklisme melawan
Moderatisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Makna Radikalisme

Radikalisme berasal dari kata radikal yang artinya besar.


Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa kenegaraan yang menghendaki
adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai
taraf kemajuan1. Dengan pengertian yang semacam ini, radikalisme tidak
mesti berkonotasi negative2. Radikalisme yang dimaksudkan dalam
tulisan ini adalah gerakan-gerakan keagamaan (Islam) radikal di kalangan
mahasiswa yang bercita-cita ingin melakukan perubahan besar dalam
politik kenegaraan dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Perubahan besar dalam politik yang dimaksud adalah mengubah


bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Islam
Indonesia. Kata atau istilah radikalisme dalam tulisan ini akan digunakan
dengan istilah lain yang sejenis seperti istilah militan, garis keras, dan
fundamentalisme. Pengertian militan kalau merujuk kepada kamus bahasa
Inggris Collin Cobuild, English Dictionary for Advanced Learners 2000,
bermakna seseorang atau suatu sikap yang sangat percaya pada sesuatu
dan aktif mewujudkannya dalam perubahan sosial politik. Bahkan cara-
cara yang digunakan sering bersifat ekstrim dan tidak bisa diterima oleh
orang lain3. Barangkali istilah lain yang akan sering muncul dalam tulisan

1
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Penerbit Arkola,
1994), h. 648.
2
Ketika NU menyerukan jihad melawan penjajah Belanda, NU dapat disebut sebagai organisasi
Islam radikal dan cap seperti itulah yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap
NU yang selalu menyusahkan pemerintah Belanda. Begitu pula ketika politisi NU pada SU MPR
tahun 1978 ketika membicarakan GBHN melakukan tindakan dan aksi walk out (WO) karena
menolak indoktrinasi ideologi negara Pancasila secara massal, NU juga dicap sebagai gerakan
Islam radikal. Lihat Martin van Bruinessen, NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana
Baru, terj. Farid Wajidi (Yogyakarta: LKiS, 1994), h. 105-106.
3
Collin Cobuild, English Dictionary for Advanced Learners (UK: Saifuddin)

3
ini adalah fundamentalisme. Kata ”fundamental” adalah kata sifat yang
memberikan pengertian ”bersifat dasar (pokok), mendasar”, diambil dari
kata ”fundament” yang berarti ”dasar.

Radikalisme merupakan salah satu paham yang berkembang di


masyarakat yang menuntut adanya perubahan dengan jalan kekerasan. Jika
ditinjau dari sudut pandang keagamaan, radikalisme dapat diartikan
sebagai sifat fanatisme yang sangat tinggi terhadap agama yang berakibat
terhadap sikap penganutnya yang menggunakan kekerasan dalam
mengajak orang lain yang berbeda paham untuk sejalan dengan paham
yang mereka anut. Di Indonesia, meningkatnya radikalisme ditandai
dengan berbagai aksi kekerasan dan terror.

2.2. Makna Terorisme

Teror telah hadir dan menjelma dalam kehidupan kita sebagai


momok, sebagai virus ganas dan monster yang menakutkan yang sewaktu-
waktu tidak dapat diduga bisa menjelmakan terjadinya “prahara nasional
dan global”, termasuk mewujudkan tragedi kemanusiaan, pengebirian
martabat bangsa dan penyejarahan tragedi atas Hak Asasi Manusia
(HAM). Hak Asasi Manusia (HAM) kehilangan eksistensinya dan
tercerabut kesucian atau kefitriannya di tangan pembuat teror yang telah
menciptakan kebiadaban berupa aksi animalisasi (kebinatangan) sosial,
politik, budaya, dan ekonomi.

Aksi teror tersebut jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan


mertabat bangsa, dan norma-norma agama. Teror telah menunjukan
gerakan nyatanya sebagai tragedi atas hak asasi manusia. Eskalasi dampak
destruktif yang ditimbulkan telah atau lebih banyak menyentuh multi
dimensi kehidupan manusia. Jati diri manusia, harkat sebagai bangsa
beradab, dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain
dalam misi mulia “kedamaian universal” mudah dan masih dikalahkan
oleh aksi teror. Karena demikian akrabnya aksi teror ini digunakan sebagai

4
salah satu pilihan manusia, akhirnya teror bergeser dengan sendirinya
sebagai “terorisme”. Artinya terorisme ikut ambil bagian dalam kehidupan
berbangsa ini untuk menunjukan potret lain dari dan di antara berbagai
jenis dan ragam kejahatan, khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan
terorganisir, dan kejahatan yang tergolong luar biasa (extraordinary
crime)4.

Menurut rohaniawan Franz Magnis-suseno bahwa secara etis


terorisme harus ditolak mentah-mentah, karna aksinya menghantam secara
acak orangorang. Terorisme harus di tindak sampai habis yang tentu yang
tentu saja dengan cara-cara proporsional. Tidak ada alasan etis sah yang
meringankan kejahatan terorisme. Menurut etika, hanya ada empat konteks
di mana kekerasan terhadap orang lain dapat dibenarkan, yakni orang yang
membela diri, perang, kekerasan yang perlu dilakukan alat Negara dalam
menegakan hukum, serta hukum yang diberikan Negara5.

Kata terorisme berasal dari Bahasa latin Terrere (yang berarti


gemetaran) dan Deterrere (yang berarti takut). Sedangkan menurut kamus
ilmiah popular, terorisme adalah hal terkait tindakan pengacau dalam
masyarakat untuk mencapai tujuan (bidang politik); penggunaan kekerasan
dan ancaman secara sistematis dan terencana untuk menumbulkan rasa
takut dan mengganggu system-sistem wewenang yang ada.

Untuk mempermudah pemahama terhadap definisi terorisme,


terdapat ciri-ciri perbuatan yang merupakan terorisme dengan merujuk
pada: (1) perbuatan yang dilaksanakan atau ditujukan dengan maksud
untuk mengubah atau mempertahankan paling sedikit suatu norma dalam
suatu wilaya atau suatu populasi; (2) memiliki kerahasiaan, tersembunyi
tentang keberadaan para partisipan, identitas anggota, dan tempat
persembunyian; (3) tidak bersifat menetap pada suatu area tertentu; (4)

4
Abdul Wahid. Sunardi dan Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama,Ham
dan Hukum,Bandung, PT Refika Aditama,2004 , Hlm,1-2
5
Ibid., Hlm, 4

5
bukan merupakan tindakan peperangan biasa karna mereka
menyembunyikan identitas; dan (5) yang sejalan dengan konseptor teror,
dan pemberian kontribusi untuk memperjuangkan norma yang dianggap
benar oleh kelompok tersebut tanpa memperhitungkan kerusakan atau
akibat yang ditimbulkan6.

2.3. Islam Radikal

Secara sederhana radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang


ditandai oleh empat hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu:
pertama, sikap tidak toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau
keyakinan orang lain. Kedua, sikap fanatik, yaitu selalu merasa benar
sendiri dan menganggap orang lain salah. Ketiga, sikap eksklusif, yaitu
membedakan diri dari kebiasaan orang kebanyakan. Keempat, sikap
revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai
tujuan7.

Beberapa tahun belakangan ini marak terjadi kasus yang


berhubungan dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria). Problematika
tersebut sudah memasuki kancah internasional dan sudah diliput
diberbagai media. ISIS merupakan salah satu gerakan yang berpaham
radikalisme. Orang-orang yang menganut paham radikalisme
menginginkan terbentuknya negara Islam dengan model tatanan yang
berbasiskan nilai-nilai ajaran Islam fundamental, yakni al-Qur’an, hadits,
dan praktik kehidupan sahabat nabi generasi pertama8.

Mereka menolak tatanan yang ada terutama yang dinilai berasal


dari Barat. Fenomena gerakan Islam radikal di Indonesia belakangan ini,
pemicunya sangat kompleks, baik secara lokal, nasional maupun global
gerakan radikalisme merupakan respon terhadap lamban atau bahkan,
6
Obsatar Sinaga, Prayitno Ramelan dan Ian Montratama, Terorisme Kanan Indonesia Dinamika
Dan Penanggulangannya, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2018, Hlm,11-12.
7
Agilasshofie,RadikalismeGerakanIslam,http://agilasshofie.blogspot.com/2011/10/radikalism
e-gerakan politik.html, diakses pada 11 Desember 2021
8
Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi, Agama dan Radikalisme di Indonesia, (ttp:t.p,t.t), hlm.228.

6
kegagalan proyek modernisasi di dunia Islam. Tidak sedikit umat Islam
mengalami kendala teologis, sosiologis dan intelektual dalam menyikapi
modernisasi. Akibatnya mereka menjadi marjinal, baik secara ekonomi,
sosial, pendidikan, maupun politik. Mereka menuduh ada “konspirasi
Barat” sehingga umat Islam tertinggal9.

Kecurigaan yang berlebihan dapat memunculkan beragam potensi


gerakan radikal di dunia Muslim. Munculnya gerakan-gerakan radikal
memaksa perubahan tatanan dengan cara-cara mereka sendiri dan
menginginkan perubahan yang cepat. Kelompok Islam radikal tidak
segansegan melakukan tindak kekerasan dalam memperjuangkan program
mereka. Dan hal tersebut mengguncangkan kedamaian yang didambakan
setiap manusia. Pada dasarnya setiap agama mengajarkan tentang
kedamaian, bagaimana bersikap dengan baik terhadap sesama, bagaimana
menghargai perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya.

Namun terkadang dengan pemahaman terhadap agama yang masih


dangkal dan sempit, klaim-klaim kebenaran yang bersifat sepihak
seringkali muncul dari masing-masing golongan. Mereka menganggap
bahwa ajaran mereka atau apa yang mereka percaya itulah yang paling
benar. Merekalah yang paling mengerti isi ajaran dari keyakinannya, orang
lain masih belum bisa mengerti dan akhirnya mereka ajak atau mereka
paksa untuk mengikuti mereka. Dalam perjalanan sejarah manusia, agama
seringkali tidak selalu artikulatif, suasana paradoks sering menyertai
kehidupan penganut agama, terlebih jika penganut agama tadi telah
mempolitisir agamanya demi kepentingan sesaat. Bila demikian yang
terasa adalah agama sangat rentan dalam memicu timbulnya prahara.

Adapun faktor penyebab terjadinya Islam radikal dapat


diuraikansebagai berikut: Pertama, faktor agama, yaitu sebagai bentuk
purifikasi ajaran Islam dan pengaplikasian khilafah Islamiyah di muka
bumi. Terdorongnya semangat Islamisasi secara global ini tercetus sebagai
9
Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi, Agama dan Radikalisme…, hlm. 235.

7
solusi utama untuk memperbaiki berbagai permasalahan yang oleh
golongan radikal dipandang sebagai akibat semakin menjauhnya manusia
dariagama.

Kedua, faktor sosial-politik. Di sini terlihat jelas bahwa umat Islam


tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan
perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Penyimpangan dan
ketimpangan sosial yang merugikan komunitas muslim, menyebabkan
terjadinya gerakan radikalisme yang ditopang oleh sentimen dan emosi
keagamaan.

Ketiga, faktor pendidikan. Minimnya jenjang pendidikan,


mengakibatkan minimnya informasi pengetahuan yang didapat, ditambah
dengan kurangnya dasar keagamaan mengakibatkan seseorang mudah
menerima informasi keagamaan dari orang yang dianggap tinggi
keilmuannya tanpa dicerna terlebih dahulu, hal ini akan menjadi bumerang
jika informasi didapat dari orang yang salah.

Keempat, faktor kultural. Barat dianggap oleh kalangan muslim


telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi
kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas.
Barat, dengan sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang
mengotori budaya-budaya bangsa timur dan Islam, juga dianggap bahaya
terbesar keberlangsungan moralitas Islam.

Kelima, faktor ideologis anti westernisasi. Westernisasi merupakan


suatu pemikiran yang membahayakan muslim dalam mengaplikasikan
syari'at Islam sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi
penegakan syari'at Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak
bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan
yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan

8
mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan
peradaban10.

2.4. Islam Moderat

Dinamika keagamaan di Indonesia terus mengalami ujian,


perbedaan pendapat terkait dengan wawasan keislaman dan kebangsaan
kembali mencuat. Padahal, konsep Islam yang dijalankan masyarakat
Indonesia sudah terjadi sejak Abad ke-7 masehi. Puncaknya pada abad ke-
14 di mana Wali Songo menjadi tokoh utama di balik berkembangnya
Islam di Pulau Jawa. Sejak Islam masuk ke Indonesia ratusan tahun silam,
tidak ada perdebatan berkepanjangan disebabkan oleh cara beragama
masyarakat. Meski terjadi selisih paham terkait keislaman di Indonesia
namun dalam catatan sejarah tidak pernah menjadikan itu sebagai isu
utama yang muncul ke publik.

Istilah Islam moderat, dalam Bahasa Arab itu ada tsulatsi ada
ruba’i ada khumasi, jadi kalau salima yaslamu itu tsulasi membentuk nanti
masdarnya salaamun, kalau aslama itu ruba’i, aslama-yuslimu-islamun.
Ada lagi khumasi istaslama-yastaslimu-istislaamun. Nah, yang dikatakan
dalam Al-Qur’an itu Innaddiina Indallah al-Islam, agama yang diakui
dalam Qur’an itu Al-Islam bukan Assalam bukan juga Al-Istislam, jadi
ruba'i sudah istilah tawasuthiyah, moderat, kalau katakan Islam
tawasuthiyah itu sebenarnya redondeds, mubazir kata-kata tapi bisa juga
disebut Islam wasathiyah kalau itu berfungsi sebagai muqoyad dari pada
aslama menjadi Islam tadi, jadi poin yang ingin sampaikan tadi bahwa
Islam itu agama yang sangat moderat sesuai dengan namanya sendiri
Menurutnya, tema tersebut hanyalah konsumsi pemerintah Amerika
Serikat yang berkepentingan den gangerakan anti terorisme.

Hal ini bisa jadi disebabkan belum adanya sebuah kajian serius
yang dituangkan dalam buku untuk memperkenalkan Islam moderat.

10
Emna Laisa, Islam dan Radikalisme (Islamuna Volume 1 Nomor 1 Juni 2014), hlm.6-7

9
Sejauh ini Islam moderat baru sebatas wacana verbal yang menghiasi
per-temuan diplomatik dan konferensi. Namun bisa jadi pula
dikarenakan pemetaan yang telah dilakukan oleh para Islamisis sudah
sangat mencukupi. Beberapa di antaranya yaitu karya Fazlur Rahman,
Islam: Past Influence and Present Challenge, dalam Alford T Welch
danCachia Pierre (ed.), Islam: Challenges and Opportuinities, Edinburgh
University Press (Edinburgh, 1979), Bahtiar Effendi, Islam dan Negara.

Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia


(Jakarta: Paramadina, 1998), Fachry Alidan Bahtiar Effendi, Merambah
Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Masa Orde Baru
(Bandung: Mizan, 1986), M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era
OrdeBaru (Jakarta: Logos, 2001), Richard CMartin, Mark Wood
ward, dan Dwi SAtmaja, Post Mu’tazilah: Geneologi Konflik
Rasionalisme dan Tradisionalisme Islam (Yogyakarta: IRCiSOD,
2002). Sehingga memperkenalkan arus Islam moderat sebagai sebuah
peta baru gerakan Islam di Indonesia akan dirasa sia-sia. 11 Al-Qaradawi
menegaskan syarat-syarat berikut ini untuk trendyang berlabel moderat:

 Trend ini harus konsen baik padakesatuan esensi agama dan


modernisme dengan kata lain, trend ini tidak hanya
mempertahankan esensi ajaran Islam tetapi juga mengaplikasikan di
dunia modern.
 Trend ini harus mempertahankan keseimbangan antara elemen-
elemen fleksible Islam dan yang kaku.
 Trend ini harus menghindari kekakuan dan sikap subordinasi.
 Trend ini harus mendukung pema-haman Islam komprehensif.

Apabila trend ini tidak bisa mempromosikan sebuah pemahaman


yang tepat terhadap Islam dalam setiap aspek kemasyarakatan, seperti

11
Mencari Jati diri Islam Moderat, 10 Desember 2021 ,dalam web.
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4133_0_3_0_M

10
keimanan, komunitas, politik atau hukum, maka trend ini akan
menyeleweng menjadi radikalisme, alih-alih menolak memeluk aspek-
aspek baru dunia dan mempertahankan posisi yang tidakseimbang. Al-
Qaradawi yakin bahwa trend-trend dan gerakan-gerakan yang menga-nut
syarat-syarat di atas secara efektifakan memberikan kontribusi bagi
ke-bangkitan Islam.
Menurut Al-Qaradawi, kebangkitan itu termasuk recovery
hakuntuk menerapkan Islam dalam masya-rakat. Trend-trend Islam
moderat dapateksis berdampingan dengan trend-trendlainnya, seperti
sekularisme (yang di-pengaruhi oleh Westernisasi) atau tra-
disionalisme dan bahkan radikalisme.Namun, kebanyakan trend-trend
mo-derat adalah self-designated, yang berartibahwa orang-orang radikal
dan sekulertelah menjuluki diri mereka “moderat”bahkan meskipun
orang lain tidak setujudengan julukan itu.

Sejumlah intelektualpun mencoba meneliti karakteristik Islam


moderat, diantaranya adalah Zuly Qodir dalam tulisannya Pemikiran
dan gerakan IslamIndonesia Kontemporer: Kategori danKarakteristik 12.
Dalam makalah tersebut Zuly mengungkapkan dua kelompok Islam,
yakni Islam militan (ekstrim) dan kelompok Islam yang lebih apresiatif
terhadap multi kulturalisme, yakni ke-lompok Islam moderat. Dalam
makalah tersebut Zuly me-nyayangkan kelompok Islam ini kurang
popular di desa, dan tampak kurang diminati di desa-desa Jawa
khususunya.

2.5. Radikalisme Melawan Moderatisme

Diskursus agama-negara selalu menjadi bagian terpenting yang tak


terpisahkan dalam proses-proses pembentukan masyarakat politik yang
berkeadilan. Untuk kasus Indonesia, diskursus ini sudah mulai muncul
sejak bangsa ini merdeka dari berbagai tekanan politik dan terus mewarnai

12
Zuly Qodir, Pemikiran Dan Gerakan IslamIndonesia Kontemporer :Kategori Dan
Karakteristik,Makalah disampaikan pada Annual Conference.

11
perjalanan panjang sejarah bangsa ini dalam menegakkan cita-cita umat
berkeadilan. Berbagai perbedaan muncul dalam masyarakat dalam
memandang diskursus besar ini, dan tentu saja melahirkan banyak faksi di
mana antara satu dan lainnya tampak kontradiktif. Sebagian besar
memandang bahwa wujud Indonesia yang saat ini ada sudah cukup
memenuhi rasa keadilan dan di sisi lain sebagian kecil justru melihat
keadilan yang sesungguhnya belum pernah terwujud dalam seluruh proses
pembentukan masyarakat.

Bukan tidak mungkin, kemunculan gerakan radikal yang


dituduhkan kepada sebagian kalangan Islam belakangan, juga terkait siklus
keadilan yang kurang terpenuhi oleh negara. Munculnya kelompok-
kelompok—meminjam istilah Martin Van Bruinessen—preman Islam
yang menggunakan wacana jihadis dan mengajak pengikutnya untuk
berjihad, paling tidak, menemukan momentumnya belakangan ketika
dihadapkan pada konteks politik-kekuasaan.

Radikalisme kemudian disebut sebagai gerakan atau kekuatan


politik dengan mendukung cara-cara kekerasan untuk mencapai setiap
tujuan yang jelas bertentangan secara langsung dengan prinsip-prinsip
moderatisme Islam. Bahkan, terminologi radikal malah semakin diperluas
tak hanya sebatas cara pandang yang mendukung hal kekerasan, tetapi
juga kepada mereka yang mendukung secara luas atas legalitas syariat
dalam hukum ketatanegaraan. Anehnya, soal ritualitas peribadatan yang
sangat personal, seperti taat menjalankan salat atau selalu berpuasa di
bulan Ramadan, masuk dalam kategori ukuran-ukuran radikalisme.

12
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Islam Adalah agama yang Moderat dalam pengertian tidak


mengajarkan sikap ekstrim dalam berbagai aspeknya, pengertian ini
didasarkan atas pernyataan dalam salah satu ayat al-Qur’an yang
memberikan tuntunan hidup kepada umat Islam. Yang dimaksud dengan
“moderat” yaitu suatu pandangan pemikiran yang tidak membenarkan dan
menolak terjadinya kekerasan atasnama negara, seperti kasus
terorismeyang disebut sebagian kalangan sebagai aksi jihad, kasus
terorisme dalam beberapa tahun ini menjadi peristiwa yang sedang gencar
dan marakmaraknya. Disisi lain Islam Mengajarkan untuk bersikap
moderat sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, tetapi disisi lain Islam
Moderat dengan perkembangan zaman sekarang ini sudah tidak nampak
lagi wajah Islam yang Moderat, maka dari itu Para mufasir yang tidak
sedikit membahas mengenai Moderasi Islam dalam kitab tafsirnya.

1.2. Saran

Kami selaku penulis merasa bahwa makalah ini masih memiliki


sangat banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun dalam segi
yang lainnya. Jadi kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari teman-teman sekalian selaku pembaca. Agar dalam
membuat makalah kedepannya akan lebih baik dan detail dalam
menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sember yang lebih
banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme


Hingga Post-Modernism, Jakarta: Penerbit Paramadina, 1996.

Bruinessen, Martin van, NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana


Baru, terj. Farid Wajidi, Yogyakarta:LKiS, 1994.

Cobuild, Collin, English Dictionary for Advanced Learners, UK: Harper Collins
Publisher, 2001.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-3,


Jakarta: Balai Pustaka, 1990

Kamaruzzaman, Relasi Islam dan Negara, Perspektif Modernis dan


Fundamentalis, Magelang: Yayasan Indonesia Tera, 2001.

Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer , Surabaya:


Penerbit Arkola, 1994.

Yunanto, S., et. al., Gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara,
Jakarta: The Ridep Institute, 2003.

Nadia Zunly, Akar-akar Radikalisme Islam dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur’an Karya
Sayyid

Quth,Mukaddimah, 18 (2), 2012: 301-323 Roqib. Moh, Filsafat Islam, 179.

Purwanto M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja


Rosdakarya,1995), hlm. 15.

Wiyani, Novan Ardy, Pendidikan Agama Islam Berbasis Anti Terorisme Di SMA,
(Jurnal

Pendidikan Islam :Volume II, Nomor 1, Juni 2013/1434), hlm. 67-68.

14

Anda mungkin juga menyukai