Anda di halaman 1dari 24

Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Di dalam makalah ini terdapat penjelasan tentang peran pancasila dalam
rangka membendung/mencegah radikalisme dibidang agama, politik, sosial, dan
pertahanan keamanan dikalangan pemuda, dengan itu diharapkan para pembaca dapat
memahami dan dapat menjadikan makalah ini sebagai pedoman.
Semoga kami dapat memberikan sedikit pengetahuan. Dan kami berharap
seluruh generasi muda Indonesia menjadi penerus bangsa yang berwawasan luas dan
siap bersaing di negara lain. Dan makalah ini dapat selesai sesuai dengan rencana
berkat bantuan dari semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat secara langsung maupun
tidak secara langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Tidak lupa saran dan kritik yang bersifat membangun agar pekerjaan yang kami
buat dapat diubah sebagaimana mestinya. Serta pembaca yang budiman sangat kami
harapkan melalui situs internet kami :
Email :
aribherzi@student.spb.ac.id

Samarinda, April
2015
Penulis

DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
a. Latar Belakang........................................................................................................ I

b. Rumusan Masalah................................................................................................. II

c. Tujuan...................................................................................................................... III

d. Manfaat.................................................................................................................... IV

BAB II Tinjauan Teori


Makna Radikalisme............................................................................................................ V

BAB III Pembahasan


a. Pengertian Radikalisme........................................................................................ VI
b. Kemunculan Radikalisme.................................................................................... VII
c. Fakta-Fakta Aksi Kekerasan dan Implikasinya Dalam Masyrakat................. VIII
d. Peran Idiologi Pancasila Untuk membentengi diri dari Radikalisme............ IX
e. Menbentengi Pemuda dari Radikalisme............................................................ X

BAB IV Penutup
a. Kesimpulan............................................................................................................. XI
b. Saran........................................................................................................................ XII

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... XIII

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kita mengenal Indonesia sebagai negara pluralis, di mana kemajemukan hadir


dan berkembang di dalamnya. Sebut saja, suku, ras, budaya, bahkan agama.
Kemajemukan yang terjadi di Indonesia pun tidak terlepas dari kemajuan di berbagai
bidang ilmu yang menyentuh berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Kemajemukan itu telah membawa akibat yaitu adanya perjumpaan yang semakin
intensif antar kelompokkelompok manusia. Salah satunya adalah pergesekan yang
seringkali terjadi di antara agama-agama yang berbeda. Ketika keyakinan terhadap
suatu agama itu cenderung dimutlakkan maka akan sangat berpotensi pada timbulnya
pergesekan atau ketegangan. Apabila hal itu tidak segera diatasi maka semakin lama
akan terjadi benturan yang mengakibatkan terpecah belahnya serta perusakan-
perusakan kehidupan manusia serta mengancam kemajemukan yang telah ada. Ketika
memfokuskan pada agama, maka sesungguhnya ada fenomena yang menarik dalam
hubungan antar umat beragama di Indonesia. Fenomena menarik karena sebagian
besar masyarakat Indonesia senantiasa mengkondisikan dirinya dalam hubungan
mayoritas-minoritas, apalagi ketika hal itu dikaitkan dengan urusan agama. Hal itu
sudah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa yang panjang serta pengalaman-
pengalaman konkrit yang hadir dalam realitas masyarakat Indonesia. Realitas itu
nampak kembali
melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia. Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia
menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun
dihilangkan. Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai
dengan berbagai aksi kekerasan dan teror. Aksi tersebut telah menyedot banyak
potensi dan energi kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak
termasuk orang yang sama sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini. Meski
berbagai seminar dan dialog telah digelar untuk mengupas persoalan ini yaitu mulai dari
pencarian sebab hingga sampai pada penawaran solusi, namun tidak juga kunjung
memperlihatkan adanya suatu
titik terang. Fenomena tindak radikalisme dalam agama memang bisa dipahami
secara beragam, namun secara esensial, radikalisme agama umumnya memang selalu
dikaitkan dengan pertentangan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan
kelompok agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan
pada saat itu. Dengan demikian, adanya pertentangan, pergesekan ataupun
ketegangan, pada akhirnya menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja
dikonotasikan dengan kekerasan fisik. Apalagi realitas yang saat ini telah terjadi dalam
kehidupan masyarakat Indonesia sangat
mendukung dan semakin memperkuat munculnya pemahaman seperti itu.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka kami merumuskan beberapa pokok
permasalahan sebagai berikut :
 Menelaah kembali makna radikalisme.
 Mengetahui cara pencegahan radikalisme di kalangan muda
 Kemunculan radikalisme dan factor-faktor multidemonsional yang mengintegrasi
dengan aksi kekerasan
 Seberapa penting pengetahuan tentang radikalisme

B. Tujuan
Tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Pancasila, dan juga untuk berbagi pengetahuan tentang betapa pentingnya
mengetahui dan mencegah radikalisme di kalangan anak muda.

C. Manfaat
Melalui makalah ini kami mengharapkan pembaca:
 Dapat memahami arti radikalisme.
 Memahami pengertian dan dapat mencegah radikalisme.
BAB II
TINJAUAN TEORI

Makna Radikalisme

Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang
artinya akar (pohon). Bahkan anak-anak sekolah menengah lanjutan pun sudah
mengetahuinya dalam pelajaran biologi. Makna kata tersebut, dapat diperluas kembali,
berarti pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman, dan
makna-makna lainnya. Kata ini dapatdikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti
lebih adjektif. Hingga dapat dipahami secara kilat, bahwa orang yang berpikir radikal
pasti memiliki pemahaman secara lebih detail dan mendalam, layaknya akar tadi, serta
keteguhan dalam mempertahankan kepercayaannya. Memang terkesan tidak umum,
hal inilah yang menimbulkan kesan menyimpang di masyarakat. Setelah itu,
penambahan sufiks –isme sendirri memberikan makna tentang pandangan hidup
(paradigma), sebuah faham, dan keyakinan atau ajaran. Penggunaannya juga sering
disambungkan dengan suatu aliran atau kepercayaan tertentu.
Ketua umum Dewan Masjid Indonesia, Dr. dr. KH. Tarmidzi Taher memberikan
komentarnya tentang radikalisme bemakna positif, yang memiliki makna tajdid
(pembaharuan) dan islah (peerbaikan), suatu spirit perubahan menuju kebaikan.
Hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para pemikir radikal sebagai
seorang pendukung reformasi jangka panjang.
Dari sini, dapat dikembangkan telisik makna radikalissme, yaitu pandangan /
cara berfikir seseorang yang menginginkan peningkatan mutu, perbaikan, dan
perdamaian lingkungan multidimensional, hingga semua lapisan masyarakatnya dapat
hidup rukun dan tenteram.
Namun demikian, dalam perkembangannya pemahaman terhadap radikalisme
itu sendiri mengalami pemelencengan makna, karena minimnya sudut pandang yang
digunakan, masyarakat umum hanya menyoroti apa yang kelompok-kelompok radikal
lakukan (dalam hal ini praktek kekerasan), dan tidak pernah berusaha mencari apa
yang sebenarnya mereka cari (perbaikan). Hal serupapun dilakukan oleh pihak
pemerintah, hingga praktis pendiskriminasian terhadap paham yang satu ini tak dapat
dielakkan.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Radikalisme
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan
perubahan atau pembaharuan social dan politikdengan cara kekerasan atau drastis.
Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam
mengusung perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti
dari perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan.
Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot
dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka.
Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan
mencari perdamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan
kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan
teroris.Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya.
Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut.
defenisi Dawinsha lebih nyata bahwa radiklisme itu mengandung sikap jiwa yang
membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan
kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.
Makna yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan
bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.
B. Kemunculan Radikalisme
Kata radikal itu sendiri berasal dari bahasa latin radix yang berarti akar(pohon)
Dan fundamentalisme bermakna dasar dan inti, fundamentalisme islam dengan
demikian adalah dasar dan inti ajaran islam. Gerakan ini dapat berada di wilayah
akademik, politis, bahkan ekonomis. Fundamentalis dengan radikal memang
saling berkaitan, keduanya memiliki kesamaan arti yang sama-sama bermakna inti,
kelompok radikalisme muncul dengan di landasipaham fundamentalis.
Sesungguhnya, sejarah munculnya fundamentalisme apabila di lacak secara
akademis baru tumbuh sekitar abad ke-19 dan terus mengemuka sampai sekarang.
Dalam tradisi barat sekuler hal ini di tandai keberhasilan industrialisasi pada hal-hal
positive di satu sisi tetapi negative disisi yang lain. Apa yang negative, yaitu munculnya
perasaan kekosongan jiwa, kemurungan hati, kehampaan, dan ketidakstabilan
perasaan. Iwan gunawan menyebutkan zaman fundamentalisme dengan istilah zaman
ironi, dimana sikap yang di tonjolkan adalah sedih melihat teman senang dan merasa
senang melihat teman sedih.
Sesungguhnya, sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok
fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua factor, yaitu:
1. Faktor internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam melakukan
“perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan
maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme
islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam(termasuk indonesia) juga
menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab kuning)
sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada
yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini. Seperti ayat-
ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti; Perangilah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka
tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang
diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29)

menurut gerakan radikalisme hal ini adalah sebagai pelopor bentuk tindak kekerasan
dengan dalih menjalankan syari’at , bentuk memerangi kepada orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan lain sebagainya. Tidak sebatas itu, kelompok fundamentalis
dengan bentuk radikal juga sering kali menafsirkan teks-teks keislaman menurut “cita
rasa” merka sendiri tanpa memperhatikan kontekstualisasi dan aspek aspek historisitas
dari teks itu, akibatnya banyak fatwa yang bertentangan dengan hak-hak kemanusiaan
yang Universal dan bertentangan dengan emansipatoris islam sebagai agama
pembebas manusia dari belenggu hegemoni. Teks-teks keislaman yang sering kali di
tafsirkan secara bias itu adalah tentang perbudakan, status non muslim dan
kedudukan perempuan.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang
mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam
internasional” sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas
publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen
keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang
tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor
emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut). Hal ini terjadi
pada peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina,
kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam terhadap Israel, yani
menginginkan agar negara Israel diisolasi agar tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor
impor.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya : pertama, dari aspek
ekonomi-politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai
fundamental islam. Itu artinya, rejim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-
nilai idealistik islam. Rejim-rejim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa
dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat. penjajahan Barat yang
serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide
kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang.
Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”.
industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara
berperang inilah yang sekarang mengejawantah hingga melanggengkan kehadiran
fundamentalisme islam. Karena itu, fundamentalisme dalam islam bukan lahir karena
romantisme tanah (seperti Yahudi), romantisme teks (seperti kaum bibliolatery),
maupun melawan industrialisasi (seperti kristen eropa). Selebihnya, ia hadir karena
kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan idealistik islam yang tak dijalankan
oleh para rejim-rejim penguasa dan baru berkelindan dengan faktor-faktor eksternal
yaitu ketidakadilan global.
Kedua, faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi
kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang
harus dihilangkan dari bumi.
Ketiga, faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan
masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya
radikalisme di kalangan umat islam.

C. Fakta-fakta aksi kekerasan dan implikasinya dalam masyarakat


Berbicara tentang radikalisme, lebih-lebih fundamentalisme, tak mungkin menafikan
adanya aksi-aksi yang memang berasaskan kekerasan, pemankasaan, bahkan
pembinasaan. Salah satunya adalah Pemboman-pemboman yang dilakukan di Paris
oleh kelompok-kelompok Islam Aljazair seperti pegawai islam bersenjata telah
memperburuk ketegangan-ketegangan di Prancis dan menambah jumlah dukungan
untuk mereka yang mempersoalkan apakah islam sesuai dengan budaya Prancis,
entah itu budaya yahudi-kristen atau budaya sekuler, dan apabila muslim dapat menjadi
warga negara Prancis yang sejati dan loyal. Penasehat menteri dalam negeri tentang
imigrasi mengingatkan, “Sekarang ini, memang benar-benar terdapat ancaman Islam di
Prancis itu adalah bagian dari gelombang besar fundamentalisme muslim dunia.
Di tengah-tengah perdebatan Prancis terhadap suatu kecenderungan untuk melihat
islam sebagai agama asing, menempatkannya sebagai agama yang bertolak belakang
dengan tradisi Yahudi-Kristen. Sementara banyak orang menekankan proses asimilasi
yang menyisakan hanya sedikit ruang untuk pendekatan multikultural, sebagian yang
lain berpendapat bahwa muslim harus diizinkan untuk mengembangkan identitas
muslim Prancis yang khas yang mencampur antara nilai-nilai asli ke-Prancis-an,
dengan akidah dan nilai-nilai islam.
Realita lain yang dikenal sebagai awal berkibarnya bendera perang terhadap
terorisme oleh AS, yaitu peristiwa 11 September yang merontokkan Gedung WTC dan
Pentagon merupakan tamparan berat buat AS. Maka, agar tidak kehilangan muka di
dunia internasional, rezim ini segera melancarkan “aksi balasan” dengan menjadikan
Afghanistan dan Irak sebagai sasarannya (maaf, kambing hitamnya!).

Jika benar “benturan peradaban” antara Barat dan Islam terjadi tentu aksi koboi AS
(dan Inggris) ke Afghanistan dan Irak disambut gembira oleh umat Kristiani. Faktanya
ribuan rakyat (entah Kristen atau bukan) di berbagai belahan dunia Barat justru
menggalang solidaritas sosial untuk menentang aksi keji dan biadab ini. Begitu ketika
WTC dan Pentagon diledakkan, ribuan umat islam turut mengutuknya. Meskipun reaksi
di beberapa negara Amerika Latin banyak yang tidak simpati terhadap peristiwa 11
September itu. Sebab, selama berpuluh-puluh tahun, rakyat di sana tidak pernah
menikmati kemajuan sekalipun sumber daya alam mereka yang sudah habis dikuras.
China juga bersikap kurang lebih sama dengan Amerika Latin ini. Pasalnya mereka
justru menganggap adalah AS sendiri yang bersikaphostile karena surplus
perdagangan bilateral memang berada di pihak China. Akhirnya China, oleh AS, justru
dianggap sebagai pesaing strategis ketimbang mitra strategis dalam ekonomi.

D. Peran Idiologi Pancasila Untuk membentengi diri dari Radikalisme


Pancasila yang notabene merupakan pegangan hidup Bangsah Indonesia kini
mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan Teknologi dan kuatnya arus Informasi di
Era Globalisasi saat ini. Pemerintah juga sekarang ini tengah sibuk terhadap
masyarakat yang berpergian Ke Sirya terkait ISIS. Padahahal seharusnya jika nilai-nilai
Pancasila ini diserap baik oleh Bangsa Indonesia maka tidak perlu takut terhadap
faham-faham Radikalisme seperti ISIS, sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhur
yang bersifat fleksibel terhadap perkembangan zaman namun tetap memiliki Cirikhas
tersendiri.
Pancasila diera globalisasi merupakan tantangan baru bangsa ini. Arus informasi
yang semakin cepat sehingga paham-paham dunia barat USA dan Eropa sangat
mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Liberalisme yang dianut oleh dunia barat
kini merambat ke tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai dampak negative
globalisasi.
Idiologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman, hanya saja nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak terjiwai oleh
masyarakat Indonesia itu sendiri. Sehingga Paham Riberalis dan Radikalis bisa dengan
mudahnya menembus pemikiran bangsa ini. Banyak yang berpandangan bahwa
Pancasila identik dengan Orde baru (Orba), maka setelah runtuhnya Orba nilai luhur
Pancasila juga ikut runtuh.
Padahal Pancasila sebagai idiologi bangsa ini sangatlah penting difahami dan
dijiwai. Sebab nilai-nilai yang secara tersirat maupun tersurat memiliki tujuan yang mulia
dan dapat membawa bangsa ini kedalam peradaban yang baik. Ketika kita mampu
menjiwai Pancasila, tidak perlu takut dengan faham radikal dan riberal yang meracuni
pemikiran kita. Sebab Pancasila telah merumuskan nilainya sendiri mengenai “MAU
DIBAWA KEMANA BANGSA INI KEDEPANNYA”.

Saat ini MPR tengah sibuk mensosialisasikan 4 Pilar Berkehidupan Berbangsa


dan Bernegara yang mana terdiri dari Pancasila, UU 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan
NKRI. Ini memang harus ditanamkan sejak dini kepada anak cucu bangsa ini
kedepannya. Dan ini bukan hanya menjadi tugas MPR, tetapi tugas kita bersama
selaku warga Negara yang baik dan menjujung tinggi Idiologi Pancasila.
E. Membentengi Pemuda dari Radikalisme

Tak bisa dimungkiri, pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini
bertumpu pada kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku
terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot
dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan
Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan
Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.
Fakta di atas diperkuat oleh riset yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian
(LaKIP). Dalam risetnya tentang radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
di Jabodetabek, pada Oktober 2010-Januari 2011, LaKIP menemukan sedikitnya 48,9 persen siswa
menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan terkait dengan agama dan moral. Bahkan yang
mengejutkan, belasan siswa menyetujui aksi ekstrem bom bunuh diri tersebut.
Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi keprihatinan kita
bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai
dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal,
lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan
tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif. Apapun faktor yang melatari, adalah tugas
kita bersama untuk membentengi mereka dari radikalisme dan terorisme. Untuk membentengi para
pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi).
Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah,
Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan
tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi.

Di atas upaya-upaya kongkrit di atas, sejatinya ada beberapa hal yang patut dikedepankan
dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda.

 Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan


pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan
Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung
tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-
umat beragama, kebebasan yang bertanggungjawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air
sertakepedulian antar-warga masyarakat.
 Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di bidang akademis,
sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga. Kegiatan-kegiatan positif ini akan memacu mereka
menjadi pemuda yang berprestasi dan aktif berorganisasi di lingkungannya sehingga dapat
mengantisipasi pemuda dari pengaruh ideologi radikal terorisme.
 Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak mudah
terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah dan para
pemuka agama di masyarakat sangat penting. Pesan-pesan damai dari ajaran agama perlu
dikedepankan dalam pelajaran maupun ceramah-ceramah keagamaan.
 Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari para
penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia.
Para tokoh masyarakat harus dapat menjadirole model yang bisa diikuti dan diteladani oleh para
pemuda.
Berbagai upaya dan pemikiran di atas penting dan mendesak untuk dilakukan. Kita tidak bisa hanya
mengandalkan penegakan hukum terhadap para pelaku terorisme semata. Tapi, kita patut bersyukur,
upaya-upaya tersebut telah dan sedang dilakukan, baik pemerintah maupun masyarakat sipil seperi
tokoh agama, akademisi, pemuda, organisasi masyarakat, serta media massa.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intitusi pendidikan pada dasarnya merupakan tempat untuk memanusiakan
manusia. Artinya bahwa ada upaya-upaya nyata, sadar dan sistematis yang dilakukan
secara terus menerus untuk merubah pola pikir dan pola sikap seseorang yang
sebelumnya tidak baik bahkan jahat menjadi baik, lebih baik dan sangat baik. konsep
dasar pendidikan inilah yang seharusnya menjadi acuan dan pedoman nyata bagi para
pendidik dalam rangka memanusiakan manusia. Kekerasan demi kekerasan apabila
terus berlanjut maka akan mematikan kreatifitas dan semangat belajar peserta didik.
Intitusi pendidikan yang diharapkan dapat menjadi media bagi pengembangan ajang
transfer dan transformasi budaya kekerasan dan budaya menghukum yang sangat
bertentangan dengan nilai-nilai dan konsep dasar pendidikan.
Fenomena meningkatnya tindakan radikalisme dikarenakan dangkalnya pemahaman
terhadap agama. Karena itu, upaya preventif yang tepat saat ini adalah dengan
merevitalisasi pendidikan agama dan akhlak disekolah, keluarga, maupun masyarakat.
Pendidikan dan pelajaran agama yang dijalankan saat ini hanya bersifat formalitas,
materi dan tidak mendorong pembentukan moral dan karakter siswa. Selain itu alokasi
jam pelajaran agama dan akhlak ditingkatkan dari sisi kuantitas dan kualitasnya. Selain
itu, materi pelajaran non-agama atau umum seharusnya juga diarahkan pada
penguatan akhlak dan karakter siswa sehingga tidak terlepas dari esensi pendidikan
sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945 dan UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas. Karena Radikalisme tidak sesuai degan ajaran Islam sehingga tidak patut
untuk ditujukan dalam agama Islam karena sesungguhnya dalam Islam tidak ada yang
namanya radikalisme.
Dalam Al Qur’an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling
menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain
meskipun orang itu penganut agama lain.

B. Saran
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber
yang kami peroleh. Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu
kami harapkan agar pembaca bisa mecari sumber yang lain guna membandingkan
dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi bila terjadi kelasahan dalam
pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Kasnawir, Apriawan. “Peran Idiologi Pancasila Untuk membentengi diri dari


Radikalisme”. 2015.
http://edukasi.kompasiana.com/2015/04/03/peran-idiologi-pancasila-untuk-
membentengi-diri-dari-radikalisme-isis--716190.html

Media Pusat, Damai. “Membentengi Pemuda dari Radikalisme dan Terorisme”. 2013.
http://damailahindonesiaku.com/membentengi-pemuda-dari-radikalisme-dan-
terorisme.html

Zacky, “pengertian Radikalisme”.


2013. http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-radikalisme-pengertian-
konsep.html
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala kenikmatan yang telah allah berikan kepada kami semua,
sehingga sampai saat ini kami masih dapat menyelesaikan tugas makalah “Sistem Hukum
Indonesia”, yang akan membahas tentang Radikalisme dan Terorisme.
Sholawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Yang telah
membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju ke dalam zaman yang penuh dengan
pengetahuan seperti saat ini.
Kami menyadari bahwasanya makalah ini sangat banyak sekali kekurangan, sehingga
dengan demikian kami mengharapkan agar adanya kritik yang membangun, guna pembuatan
yang lebih baik lagi di masa mendatang.
Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya ke pada dosen
pengampu mata kuliah Sistem Hukum Indonesia Bapak Burhanudin, SH, M.Hum atas segala
doronganya dalam pembuatan tugas makalah ini. Dan juga kami sampaikan terima kasih kepada
seluruh pihak yang berperan serta dalam pembuatan makalah ini.

Muara Bungo, 07 Desember 2017


Mengetahui

Penyusun

DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Radikalisme...................................................................... 3
2.2 Pengertian Terorisme........................................................................... 4
2.3 Faktor-faktor Penyebab Muncunya Radikalisme............................... 5
2.4 Asal Kemunculan Radikalisme........................................................... 8
2.5 Solusi Untuk Memperlemah Gerakan radikalisme............................. 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 13
3.2 Saran ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.2 LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia dikenal sebagai negara pluralis di mana kemajemukan hadir dan berkembang di
dalamnya. Kemajemukan negara Indonesia dapat dilihat dari berbagai macam, suku, ras, budaya,
bahkan agama tumbuh di dalamnya. Kemajemukan itu memberikan nilai plus tersendiri bagi
negara Indonesia. Namun di sisi lain kemajemukan itu telah membawa akibat yaitu adanya
perjumpaan yang semakin intensif antar kelompok-kelompok manusia. Salah satunya adalah
pergesekan yang seringkali terjadi di antara agama-agama yang berbeda, bahkan antar internal
agama itu sendiri.
Ketika memfokuskan pada agama, maka sesungguhnya ada fenomena yang menarik dalam
hubungan antar umat beragama di Indonesia. Fenomena menarik karena sebagian besar
masyarakat Indonesia senantiasa mengkondisikan dirinya dalam hubungan mayoritas-minoritas,
apalagi ketika hal itu dikaitkan dengan urusan agama. Hal itu sudah terbukti dalam sejarah
perjalanan bangsa yang panjang serta pengalaman-pengalaman konkrit yang hadir dalam realitas
masyarakat Indonesia. Realitas itu nampak kembali melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan
yang kini tengah dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Radikalisme, anarkisme atau kekerasan bernuansa agama cenderung terus meningkat ata
u setidaknya timbul tenggelam dalam beberapa tahun belakangan ini. Radikalisme
yang memunculkan konflik dan kekerasan sosial bernuansa dan berlatarkan agama terus
merebak. Meningkatnya

radikalisme dalam agama di Indonesia cenderung disandarkan pada faham keagamaan


(khususnya Islam), sekalipun sumbu radikalisme bisa lahir dari mana saja seperti ekonomi,
politik, sosial dan lain sebagainya.
Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting khususnya bagi umat
Islam hari ini. Berbagai aksi teror dan pengeboman telah menyebabkan Islam dicap sebagai
agama yang menyukai jalan kekerasan yang dianggap “suci” untuk menyebarkannya. Sekalipun
hal ini dapat dengan mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror adalah seorang
muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam hari ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
2 Apa Pengertian Radikalisme?
3 Apa Pengertian Terorisme?
4 Apa Saja Faktor-faktor Penyebab Munculnya Radikalisme?
5 Bagaimana Asal Kemunculan Radikalisem?
6 Bagaimana Solusi Untuk Memperlemah Gerakan Radikalisme?
6.2 TUJUAN
1. Untuk Mememahami Pengertian Radikalisme?
2. Untuk Memahami Pengertian Terorisme?
3. Untuk Mengetahui Faktor-faktor Penyebab Munculnya Radikalisme?
4. Untuk Mengetahui Asal Kemunculan Radikalisem?
5. Untuk Mengetahui Solusi Untuk Memperlemah Gerakan Radikalisme?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Radikalisme


Radikal dalam bahasa Indonesia berarti amat keras menuntut perubahan. Sementara itu,
radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis
dan kekerasan.
Menurut Horace M Kallen, radikalisme ditandai oleh tiga kecenderungan umum, yakni:
a. Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons tersebut
muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang
ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga, atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab
terhadap keberlangsungan keadaan yang ditolak. Radikalisme tidak berhenti pada upaya
penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain.
b. Kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau ideologi yang
mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis memperjuangkan keyakinan yang mereka
anggap benar dengan sikap emosional yang menjurus pada kekerasan. Kita lihat teori ini sedikit
banyak pembenarannya tatkala terjadi konflik atas nama agama dan aksi terorisme di mana-
mana. Secara empirik, radikalisme agama di belahan dunia muncul dalam bentuknya yang paling
konkret, yakni kekerasan atau konflik. Di Bosnia misalnya, kaum Ortodoks, Katolik,

dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara, umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan.
Begitu juga di Tanah Air terjadi konflik antaragama di Poso dan di Ambon. Kesemuanya ini
memberikan penjelasan betapa radikalisme agama sering kali menjadi pendorong terjadi konflik
dan ancaman bagi masa depan perdamaian.
c. Pandangan ini tetap hidup dalam kelompok sempalan beberapa agama dan semuanya berakar
pada radikalisme dalam penghayatan agama. Secara teoretis, radikalisme muncul dalam bentuk
aksi penolakan, perlawanan, dan keinginan dari komunitas tertentu agar dunia ini diubah dan
ditata sesuai dengan doktrin agamanya.
2.2 Pengertian Terorisme
Berbagai pendapat pakar dan badan pelaksana yang menangani masalah terorisme,
mengemukakan tentang pengertian terorisme secara beragam.
Whittaker (2003) mengutip beberapa pengertian terorisme antara lain menurut Walter Reich
yang mengatakan bahwa terorisme adalah suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk
meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan di kalangan
masyarakat umum.
Pengertian lain yang dapat dikutip dari beberapa badan yang berwenang dalam menangani
terorisme, adalah penggunaan kekerasan yang diperhitungkan dapat memaksa atau menakut-
nakuti pemerintah-pemerintahan, atau berbagai masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan yang
biasanya bersifat politik, agama atau ideologi.

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme


Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja
tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan
radikalisme. Diantara faktor-faktor itu adalah :
1. Pertama, Faktor-Faktor Sosial-Politik.
Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik daripada gejala
keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu
lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka
historisitas manusia yang ada di masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra bahwa
memburuknya posisi negara-negara Muslim dalam konflik utara-selatan menjadi penopong
utama munculnya radikalisme.
Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan
radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan
kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial-politik. Dalam hal ini kaum
radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban
global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi.
Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba
menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari
politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama

karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena
historis.
Karena dilihatnya terjadi banyak Islam dan Wacana penyimpangan dan ketimpangan sosial
yang merugikan komunitas Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang oleh
sentimen dan emosi keagamaan.
2. Kedua, Faktor Emosi Keagamaan.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen
keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas
oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya,
dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan
bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama, jihad dan mati syahid.
Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai
pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.
3. Ketiga, Faktor Kultural.
Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi munculnya radikalisme.
Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari 12 bahwa
di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring
kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang

dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme.
Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggab sebagai musuh yang harus
dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari
berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini
merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan
proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi
terbelakang dan tertindas.
4. Keempat, Faktor Ideologis Anti Westernisme.
Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan Muslim dalam
mengaplikasikan syari’at Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi
penegakan syari’at Islam. Walaupun motivasi dan gerakan anti Barat tidak bisa disalahkan
dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme
justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam
budaya dan peradaban.
5. Kelima, Faktor Kebijakan Pemerintah.
Ketidakmampuan pemerintahan di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas
berkembangnya frustasi dan kemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi,
militer maupun ekonomi dari negera-negara besar. Dalam hal ini elit-elit pemerintah di negeri-
negeri Muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang

menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi
problematika sosial yang dihadapi umat.
Di samping itu, faktor media massa (pers) Barat yang selalu memojokkan umat Islam juga
menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam.
Propaganda-propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk
ditangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang
ditimpakan kepada komunitas Muslim.
2.4 Asal Kemunculan Radikalisme
Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam
islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu
sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai
penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh
kawasan islam(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits
dan classical sources kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks
tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan
ekstrimisme ini.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang
mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional”
sehingga pelampiasannya

dengan cara anarkis mengebom fasilitas publik dan terorisme. Harus diakui bahwa salah satu
penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah
solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih
tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya :
a. Pertama, Dari Aspek Ekonomi Politik
Kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu
artinya, rezim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-rezim
itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan
menyengsarakan rakyat.
Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan,
terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi
yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi dan
ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang
sekarang hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam.
b. Kedua, Faktor Budaya
Faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan saat ini, budaya
sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
c. Ketiga Faktor Sosial Politik
Pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.
2.5 Solusi Untuk Memperlemah Gerakan Terorisme
Tujuan dari terorisme adalah membentuk teror di masyarakat, maka harus dibentuk program
untuk memperlemah gerakan terorisme dengan mempromosikan masyarakat sadar dan kebal
teroris. Tiap fase dari daur hidup teroris adalah fokus yang potensial dalam penanganan
terorisme, berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan masyarakat untuk menangani kasus
terorisme:
a. Memutus akar teroris sejak dini, dimana rekrutmen anggota organisasi mulai terjadi.
Mewaspadai tumbuh kembang kaum muda untuk tidak terlibat pada organisasi ekstrim, karena
sejak usia muda penanaman kebencian dan dendam dapat dengan mudah mengakar hingga
akhirnya membentuk pribadi teroris. Peran pemerintah adalah memantau bentuk-bentuk
pendidikan agama, memantau kurikulum dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap
ajaran yang disampaikan.
b. Menghambat masuknya satu individu pada organisasi teroris dengan menutup informasi tentang
keberadaan organisasi teroris. Melibatkan

masyarakat setempat untuk memiliki kesadaran melapor pada polisi terhadap aktivitas-aktivitas
kaum minoritas yang dianggap mencurigakan.
c. Memfasilitasi kemungkinan keluarnya satu anggota organisasi teroris dari organisasinya.
d. Mengurangi dukungan terhadap pemimpin organisasi radikal teroris dan terhadap organisasinya.
Selain upaya pencegahan gerakan terorisme yang dilakukan masyarakat, pemerintah yang dalam
hal ini adalah lembaga tertinggi dari suatu negara juga melakukan berbagai upaya untuk
mencegah kasus terorisme di Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam pemberantasan
terorisme adalah mendirikan lembaga-lembaga khusus anti terorisme seperti:
a. Intelijen
Aparat intelijen yang dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara (Keppres No. 6 Tahun
2003), yang telah melakukan kegiatan dan koordinasi intelijen dan bahkan telah membentuk
Joint Analysist Terrorist (JAT) upaya untuk mengungkap jaringan teroris di Indonesia.
b. TNI dan POLRI
Telah meningkatkan kinerja satuan anti terornya. Namun upaya penangkapan terhadap
mereka yang diduga sebagai jaringan terorisme di Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku masih mendapat reaksi kontroversial dari sebagian kelompok masyarakat dan
diwarnai berbagai komentar melalui media massa yang mengarah kepada terbentuknya opini
seolah-olah terdapat tekanan asing.

Selain membentuk badan khusus penanganan teroris, pemerintah juga melakukan upaya
kerjasama yang telah dilakukan dengan beberapa negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia,
Philipina, dan Australia, bahkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada,
Perancis, dan Jepang. Hal ini dilakukan untuk mencegah para teroris berpindah-pindah negara
dan melaksanakan pencegahan kasus terorisme secara bersama.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Radikalisme agama adalah aktifitas untuk memaksakan pendapat, keinginan, dan cita-cita
keagamaan dengan jalan kekerasan. Adapun penyebab kemunculan radikalisme adalah
pemahaman keagamaan yang literal, bacaan yang salah terhadap sejarah Islam dan pengaruh
deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat.
Para pendukung faham radikalisme Islam menggunakan berbagai cara untuk
menyebarluaskan faham mereka, baik dalam bentuk pengkaderan organisasi, melalui masjid-
masjid yang berhasil “dikuasai”, melalui buku-buku, majalah, ebook dsb, serta melalu internet.
Untuk mengatasi radikalisme tidak cukup satu-dua elemen saja yang bekerja, namun
dibutuhkan peran seluruh elemen (pemerintah, tokoh agama, keluarga dan masyarakat) yang mau
bekerja dan bersinergi guna mewujudkan masyarakat yang aman dan damai.
3.2 SARAN
Radikalisme telah menjadi isu yang kini mengancam jiwa serta kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Oleh karenanya, seluruh elemen harus bekerja dan bersinergi, bahu-
membahu dalam menanggulanginya.

DAFTAR PUSTAKA

http://prasetyo27.blogspot.co.id/2016/06/makalah-terorisme-dan-radikalisme.html
( Diakses Pada 07 Desember 2017 )

http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html
( Diakses Pada 07 Desember 2017 )

Anda mungkin juga menyukai