Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH INTOLERANSI BERAGAMA , PENYEBAB DAN SOLUSI’A

OLEH

NAMA :NI KADEK SRI WAHYUNI ANTARI


NIM : 223213467
KLS :A16-C

STIKES WIRA MEDIKA BALI


2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan terhadap Tuhan yang Maha Esa.Berkat rahmat dan
karunian-Nya kami dapat menyusun tugas makalah inidengan isi yang dapat membantu kami
mengenal lebih dalam mengenai IlmuKesehatan Keperawatan Obesitas Pada Anak. Dengan
berkat beliau lahkelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
untuk mata kuliah Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis dengan judul yaitu” MAKALAH
INTOLERANSI BERAGAMA , PENYEBAB DAN SOLUSI’A”.Menyadari banyaknya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini kamimenyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan
kritik sehinggamakalah ini dapat terselesaikan.Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari katasempurna dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan
yang kamimiliki oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk dan saran sertamasukan
bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembanganilmu pendidikan khususnya ilmu
kesehatan.Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yangmembaca.
Sekiranya makalah yang kami susun dapat berguna bagi kami sendirimaupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabilaterdapat kesalah kata-kata yang kurang
berkenan ataupun ada kesalah dalam penulisan makalah ini.
Denpasar, 2 MARET 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………...i

DaftarIsi………………………………….…………………………………………………ii

BAB I Pendahuluan…………………………………………………….………………...1
a.LatarBelakang……………………………………………………………….…….…......1

b.RumusanMasalah…………………………….……………………...…………………..1

c.Tujuan …………………………………………..………………………………….…....1

BAB II

PEMBAHASAN……………………………………………………...……………….….2

BAB III

Penutup…………………………………………………………..……………………….3

Kesimpulan………………………………………………………………………………..3

Daftar Pustaka…………………………………………………………….………..….…4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling
menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu,
merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran
agama-agama, termasuk agama Islam.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak
ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah
contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar
di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta
historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing.
Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian
dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan
ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya
menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.
Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap
alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam
ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan
serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan
manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik
sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Makalah berikut akan mengulas pandangan
Islam tentang toleransi. Ulasan ini dilakukan baik pada tingkat paradigma, doktrin, teori
maupun praktik toleransi dalam kehidupan manusia.

B. Rumus masalah
a. Kendala apa yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat
beragama di Indonesia?
b. Bagaimana masyarakat menghadapi permasalahan/kendala dalam mencapai
kerukunan antar umat beragama di Indonesia?
c. Apakah agama islam merupakan rahmat bagi seluruh alam?
d. Bagaimana kebersamaan umat beragama dalam kehidupan sosial

C. Tujuan
Tujuan pada makalah kerukunan antar umat beragama adalah :
1. Mengetahui kendala yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat
beragama di indonesia
2. Mengetahui bagaimana masyarakat menghadapi permasalah
3. Mengetahui apakah agama islam merupakan rahmat bagi seluruh alam
4. Mengetahui bagaimana kebersamaan umat beragama dalam kehidupan sosial

D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari menciptakan suasana rukun antar umat beragama
dilingkungan masyarakat yaitu dengan rasa aman, nyaman dan sejahtera.
Bab II
Pembahasan

A. Makna Agama Islam Serta Karakteristiknya


1. Makna agama islam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, patuh dan taat. Pengertian
tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk
menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan kehidupan umat manusia pada
khususnya dan semua makhluk Allah pada umumnya. Kondisi tersebut akan terwujud jika
manusia sebagai penerima amanah Allah dapat menjalankan aturan tersebut secara benar.

2. Karakteristik ajaran agama islam


Karakteristik ajaran agama islam yaitu :Sesuai dengan fitrah manusia
o Ajarannya sempurna
o Kebenarannya mutlak
o Mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
o Fleksibel dan ringan
o Berlaku secara universal
o Sesuai dengan fikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal
pikirannya
o Inti ajarannya tauhid dan seluruh ajarannnya mencerminkan ketauhidan Allah
tersebut
o Mencerminkan rahmat, kasih sayang Allah terhadap makhluk_Nya

Bentuk-bentuk kerahmatan Allah pada ajaran islam :


 Islam menunjukkan manusia jalan hidup yang benar
 Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi yang
diberikan oleh Allah secara bertanggung jawab
 Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba Allah, baik mereka
manusia sebagai hamba Allah, baik mereka muslim ataupun non muslim
 Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional
 Islam menghormati kondisi pesifik individu dan memberikan perlakuan yang spesifik
pula.

B.Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia


Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah
perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup
umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat
ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak
hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena,
Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah.
Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.

Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti
dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang
agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling
mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi,
keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting.

Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap
agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai
aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling
menghargai satu sama lain.
C.Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan
teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan
masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena
baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.

Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan


satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi
hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik.

2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan
yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama
telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh
tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.

3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman
keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran
agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin
keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan
orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.

Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte


atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin.
Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan.
Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok
Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang
percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-
pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang
berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari
permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.

D.Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang
ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance)
sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan
tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang
sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah
keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang
berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama
mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak
dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak
langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan
diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai
tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling
penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah
dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul
kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-
porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan
dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita
tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang
mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan
diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak
mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali
menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. SikapFanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan
akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang
dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan
yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama
seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin
keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan
orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau
aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak
aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja,
dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis,
misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya
untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-
pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikapfanatisme yang
berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari
permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.
E. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal hampir
keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam
perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada
politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan
mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang
disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political
history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut
kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling
pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara
damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan
terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi
teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan
agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu,
hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari
lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti
dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian
orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang secara
keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami
kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara
agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-
waktu tertentu―ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis― pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya.
Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering
menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari
pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara
longgar dapat disebut sebagai “non-agama.” Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin
intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan
kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini
jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam
ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara
damai.

2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling
pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis.
Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan
menyongsong masa depan dialog.
Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam
maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari
misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat
Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi
pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran
dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama,
seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam
menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.

Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif baru
dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik secara
reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan
berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran
semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh
para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara
pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita seringkali prihatin melihat orang-orang
awam yang pemahaman keagamaannya bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya
sendiri. Inilah kesalahan kita bersama. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik
peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman
(intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran
agama.

Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan,
baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah
bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi
agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni
pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di
negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar
teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya,
maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat
berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai
kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
F.Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
1. Makna agama Islam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera,penyerahan diri, taat dan patuh.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran
yang menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan kehidupan ummat manusia
pada sebagai penerima amanah allah yang dapat menjalagkan amanah tersebut secara benar
dan kaffah.

Agama islam adalah agama yang allah turunkan sejak manusia pertama, nabi pertama
yaitu nabi adam as. Agama islam itu kemudian allah turunkan secara berkisenambungan pada
para nabi dan rasul rasulnya. Aknir proses penurunan agama islam itu baru menjadi pada
masa kerasulan nabi Muhammad pada awal abad ke-11 masehi. Sebagaimana firman allah
dalam surah al- baqarah ayat 132 yang artinya:
"hai anak anakku (kata Ibrahim )sesungguhnya allah telah memilih agama ini bagimu maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam." (Q S al-baqarah 132)
Ajaran agama islam memiliki karakteristik sbb:
1. sesuai dengan fitrah manusia
2. ajarannya sempurna
3. kebenarannya mutlak
4. mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
5. fleksibel dan ringan
6. berlaku scara universal
7. sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya
8. inti ajarannya adalah tauhid
9. menciptakan rahmat, kasih syang Allah terhadap mahluknya

2.5. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial


1. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam
Dari segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya di
sebut kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima
atau menolak menaati aturan allah yang diwujudkan kepada manusia melalui ajaran islam.

Ketika rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab,


sebagian dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi menolak
orang yang menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir. Mereka terdiri dari
orang orang musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani, dan orang orang ahli
kitab baik orang yahudi maupun orang nasrani.

2. Tanggung jawab sosial ummat Islam


Ummat islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan ini.
Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan , di antaranya
adalah:
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah menjadikan sebuah
kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan
2. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm bentuk zakat
maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
3. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada anggota
masyarakat yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di kuburnya.
4. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
5. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik
mental spiritual maupun fisik materialnya.

3. amar ma’ruf dan nahi munkar


Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk berbuat baik
dan mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung, amar ma’ruf dan
nahi munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak. Karna itu rasulullah memberikan
tiga tingkatan yaitu:
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.

Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi social
Bab III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat
yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar
agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan
stabilitas dan kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar
umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya
membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/28126539/Makalah_tentang_Toleransi_Antar_Umat_Beragama
http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/19/toleransi-antaragama-atau-antarumat-beragama/
https://inidansuh.blogspot.com/2017/09/makalah-kerukunan-antar-umat-beragama.html
https://uin-malang.ac.id/r/131101/solusi-mencegah-konflik-antarumat-beragama.html
https://tirto.id/apa-saja-hambatan-dalam-menciptakan-kerukunan-umat-beragama-gxCh
https://tugassekolahdankuliah.blogspot.com/2014/06/kendala-kerukunan-antar-umat-
beragama.html

Anda mungkin juga menyukai