Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TOLERANSI DAN PLURALISME MASYARAKAT

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Tafsir dan Hadis Tarbawy

Dosen Pengampu:

Dr. H. Ikhrom, M.Ag.

Disusun oleh:

Ahmad Tri Wahyudi – 1803046028

Kelompok 12

PBI 6A

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Toleransi dan Pluralisme
Masyarakat” ini dengan tepat waktu. Tanpa mendapat pertolongan-Nya, sudah
barang tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda agung
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tentunya bukan atas usaha penulis
saja namun ada banyak pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan
untuk suksesnya penysusunan makalah ini. Maka dari itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan baik secara moral ataupun material kepada kami sehingga
makalah ini berhasil disusun.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tentunya makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih mengandung banyak kesalahan serta kekurangan di
berbagai sisi di dalamnya. Berhubungan dengan hal tersebut, penulis tentu
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk makalah ini, supaya bisa
menjadi makalah yang lebih baik lagi di kemudian hari. Demikian dari kami,
apabila masih terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang
berguna bagi kita semua. Aamiin.

Pati, 22 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................ 1

Rumusan Masalah ................................................................................... 3

Tujuan ..................................................................................................... 3

BAB II Pembahasan ......................................................................................... 4

Definisi Toleransi ................................................................................... 4

Definisi Pluralisme ................................................................................. 5

Islam, Toleransi dan Pluralisme ............................................................. 6

Dalil Al-Qur’an tentang Toleransi dan Pluralisme ................................. 8

Dalil Hadis tentang Toleransi dan Pluralisme ........................................ 13

Peningkatan Sikap Toleransi Masyarakat Menuju Pluralitas ................. 16

BAB III Penutup .............................................................................................. 20

Kesimpulan ............................................................................................. 20

Saran ....................................................................................................... 20

Referensi .......................................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam
masyarakat, suku bangsa, etnis atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan
kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain yang
mendominasi khasanah budaya Indonesia.
Dengan semakin beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, sudah tentu
setiap masing-masing individu masyarakat mempunyai keinginan yang
berbeda-beda, orang-orang dari daerah yang berbeda dengan latar belakang
yang berbeda, struktur sosial, dan karakter yang berbeda, memiliki pandangan
yang berbeda dengan cara berpikir dalam menghadapi hidup dan masalah
mereka sendiri. Dan hal tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan
konflik dan perpecahan yang hanya berlandaskan emosi diantara individu
masyarakat, apalagi kondisi penduduk Indonesia sangatlah mudah terpengaruh
oleh suatu informasi tanpa mau mengkaji lebih dalam. Untuk itulah diperlukan
paham pluralisme dan multikulturalisme untuk mempersatukan suatu bangsa
serta meningkatkan sikap toleransi antar masyarakat.1
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep
yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan
bagi kami agama kami” adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam.
Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga
sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis
itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing.
Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya
kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka.
Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan

1
‘Reinkarnasi Onny: MAKALAH PLURALISME’ <https://qonie-
ony.blogspot.com/2012/02/makalah-pluralisme.html> [accessed 22 May 2021].

1
pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan
dalam masyarakat Islam.
Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia,
tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan
makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama
dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi
beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia
terhadap Allah. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik
sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.2
Berbagai macam konflik dan kerusuhan yang disebabkan sentimen-
sentimen keagamaan di Indonesia, menunjukkan bahwa secara umum
masyarakat memang kurang memahami tentang makna pluralisme agama dan
hidup secara bersama dengan rukun antarpemeluk agama. Di sinilah letak
peran penting institusi seperti keluarga, lembaga pendidikan, lembaga agama,
dan pemerintah dalam menanamkan sikap toleransi-inklusif dan mengajarkan
kesediaan untuk hidup bersama dalam perbedaan. Oleh karena itu, pemahaman
secara benar terhadap makna pluralisme agama sangat diperlukan sehingga
masyarakat Indonesia akan mampu bersikap arif dengan kenyatan keragaman
agama yang ada. Pemahaman secara benar terhadap pluralisme agama akan
mewujudkan sikap inklusivitas dalam beragama yang bermuara pada
tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai keragaman dan keunikan yang bisa
memperkaya usaha manusia dalam mencari kesejahteraan spritual dan moral.
Jika pengertian dari pluralisme yangdimaksud mau dipelajari dan dipahami,
pastilah pluralitas akan secara arif dapat diterima. Jika merujuk kepada kitab
suci umat Islam yaitu al-Qur’an, akan didapatkan penjelasan dalam kitab
tersebut bahwa pluralitas adalah salah satu kenyataan objektif yang
dikehendaki oleh Allah SWT dan menjadi ketetapan-Nya.

2
Mohammad Natsir, Keragaman Hidup Antar Agama, 2nd edn (Jakarta: Hudaya, 1970).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi toleransi dan pluralisme masyarakat?
2. Bagaimanakah pandangan toleransi dan pluralisme dalam Islam?
3. Apa saja dalil al-Qur’an tentang toleransi dan pluralisme?
4. Apa saja dalil Hadis tentang toleransi dan pluralisme?
5. Bagaimana cara meningkatkan sikap toleransi masyarakat untuk menuju
masyarakat plural?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari toleransi dan pluralisme dalam masyarakat.
2. Mengetahui pandangan toleransi dan pluralisme dalam Islam.
3. Mengetahui dalil-dalil al-Qur’an yang membahas toleransi dan
pluralisme.
4. Mengetahui dalil-dalil Hadis yang membahas toleransi dan pluralisme.
5. Mengetahui cara meningkatkan sikap toleransi masyarakat untuk menuju
masyarakat plural?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Toleransi
Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.3
Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk menggambarkan
sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-
kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik,
maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung dan mulia
yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk
agama Islam.
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa
kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak.
Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga
wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang
berlainan akan terbina kerukunan hidup.
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan
di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk
hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat dinamis,
humanis dan demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat
dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat
dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja.
Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat
memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan
manusia. Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena
memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui
bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya,

3
Hasan, Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa (Jakarta: Kementrian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010).

4
termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah
mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan
satu agama terhadap agama lain sangat penting. Kalau kita masih mempunyai
pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling
benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha
memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak
antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma
dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif
dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas
kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling
pengertian. Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain
dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh
kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih
mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.

B. Definisi Pluralisme
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu kelompok
masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku,
ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar
pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang
mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan lebih besar atau
lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari
berbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam
budaya atau adat-istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang majemuk,
ataupun masyarakat Aru yang majemuk.4
Pluralisme merupakan sebuah fenomena yang tidak mungkin dapat
dihindari oleh manusia. Tuhan telah menciptakan manusia dalam pluralisme
dan manusia telah menjadi bagian dari pluralisme itu sendiri, begitu pula dalam

4
Arifinsyah, Hubungan Antar Umat Agama, Wacana Pluralisme Eksklusivisme Dan Inklusivisme
(IAIN Press, 2002).

5
hal keagamaan. Setiap agama muncul dalam lingkungan yang plural dan
membentuk dirinya sebagai tanggapan terhadap pluralisme tersebut. Jika
pluralisme agama tidak dipahami secara benar oleh pemeluk agama, agama
akan menimbulkan dampaknegatif berupa konflik antarumat beragama dan
disintegrasi bangsa.
Menerima kemajukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima
perbedaan bukan berarti menyamaratakan tetapi justru mengakui bahwa ada
hal atau ada hal-hal yang tidak sama. Menerima kemajemukan (misalnya dalam
bidang agama) bukanlah berarti bahwa membuat “penggabungan gado/gado”,
dimana kekhasan masing-masing terlebur atau hilang. Kemajemukan juga
bukan berarti “tercampur baur” dalam satu “frame” atau “adonan”. Justru di
dalam pluralisme atau kemajemukan, kekhasan yang membedakan hal (agama)
yang satu dengan yang lain tetap ada dan tetap dipertahankan. Jadi pluralisme
berbeda dengan sinkritisme (penggabungan) dan assimilasi atau akulturasi
(penyingkiran). Juga pluralisme tidak persis sama dengan inkulturasi, kendati
di dalam pluralisme atau kemajemukan bisa terjadi inkulturasi dimana keaslian
tetap dipertahankan.5

C. Islam, Toleransi dan Pluralisme


Dalam Islam berteologi secara inklusif dengan menampilkan wajah agama
secara santun dan ramah sangat dianjurkan. Islam bahkan memerintahkan umat
Islam untuk dapat berinteraksi terutama dengan agama Kristen dan Yahudi dan
dapat menggali nilai-nilai keagamaan melalui diskusi dan debat
intelektual/teologis secara bersama-sama dan dengan cara yang sebaik-baiknya
(QS al-Ankabut/29: 46), tentu saja tanpa harus menimbulkan prejudice atau
kecurigaan di antara mereka.
Karena menurut al-Qur’an sendiri, sebagai sumber normatif bagi suatu
teologi inklusif. Karena bagi kaum muslimin, tidak ada teks lain yang
menempati posisi otoritas mutlak dan tak terbantahkan selain Al-qur’an. Maka,
Al-qur’an merupakan kunci untuk menemukan dan memahami konsep

5
A. Shobiri Muslim, Pluralisme Agama Dalam Perspektif Negara Dan Islam (Jakarta: Madani,
1998).

6
persaudaraan Islam terhadap agama lain. Pluralitas adalah salah satu kenyataan
objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum Allah atau Sunnah Allah,
sebagaimana firman Allah SWT, “Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
Lagi Maha Mengenal” (Al Hujurat 49: 13).
Kalau kita membaca dari ayat tersebut, secara kritis dan penuh
keterbukaan, pastilah kita akan menemukan suatu kesimpulan bahwa Allah
SWT sendiri sebenarnya secara tegas telah menyatakan bahwa ada
kemajemukan di muka bumi ini. Perbedaan laki-laki dan perempuan,
perbedaan suku bangsa; ada orang Indonesia, Jerman, Amerika, orang Jawa,
Sunda atau bule, adalah realitas pluralitas yang harus dipandang secara positif
dan optimis. Perbedaan itu, harus diterima sebagai kenyataan dan berbuat
sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu. Bahkan kita disuruh untuk
menjadikan pluralitas tersebut, sebagai instrumen untuk menggapai kemuliaan
di sisi Allah SWT, dengan jalan mengadakan interaksi sosial antara individu,
baik dalam konteks pribadi atau bangsa.
Bahkan konsep unity in diversity, dalam Islam telah diakui keabsahanya
dalam kehidupan ini. Untuk mendukung pernyataan ini, kita dapat melacak
kebenaranya dalam perjalanan sejarah yang telah ditunjukkan oleh al-Qur’an,
bahwa Islam telah memberi karaketer positif kepada komunitas non-Muslim,
Ini bisa dilihat, misalnya, dari berbagai istilah eufemisme, mulai dari ahl al-
kitab, shabih bi ah al-kitab, din Ibrahim sampai dinan hanifan. Dan secara
spesifik, Islam justru mengilustrasikan karakter para pemuka agama Kristen
sebagai manusia dengan sifat rendah hati (la yastakbirun) serta pemeluk agama
Nasrani sebagai kelompok dengan jalinan emosional (aqrabahum
mawaddatan) terdekat dengan komunitas Muslim (Q.S. Al Maidah: 82).
Dalam kaitannya yang langsung dengan prinsip untuk dapat menghargai
agama lain dan dapat menjalin persahabatan dan perdamaian dengan ‘mereka’
inilah Allah, di dalam al-Qur’an, menegur keras Nabi Muhammad SAW ketika

7
ia menunjukkan keinginan dan kesediaan yang menggebu untuk memaksa
manusia menerima dan mengikuti ajaran yang disampaikanya, sebagai berikut:
“Jika Tuhanmu menghendaki, maka tentunya manusia yang ada di muka bumi
ini akan beriman. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia, di luar
kesediaan mereka sendiri? (Q.S. Yunus: 99).
Dari ayat tersebut tergambar dengan jelas bahwa persoalan kemerdekaan
beragama dan keyakinan menjadi “tanggungjawab” Allah SWT, dimana kita
semua dituntut toleran terhadap orang yang tidak satu dengan keyakinan kita.
Bahkan nabi sendiri dilarang untuk memaksa orang kafir untuk masuk Islam.
Maka dengan begitu, tidaklah dibenarkan “kita” menunjukkan sikap kekerasan,
paksaan, menteror dan menakut-nakuti orang lain dalam beragama. 6

D. Dalil Al-Qur’an tentang Toleransi dan Pluralisme


1. Ayat-ayat tentang Toleransi dalam Al-Qur’an (Tafsir Marah Labid)
a) Q.S. al-Baqarah ayat 256
‫ت اويُؤْ ِمن‬ َّ ِ‫الر ْشدُ ِمنا ْالغاي ِ ۚ فا امن يا ْكفُ ْر ب‬
ُ ‫الطا‬
ِ ‫غو‬ ِ ‫اَل ِإ ْك اراها فِي الد‬
ُّ ‫ِين ۖ قاد تَّبايَّنا‬
َّ ‫ام لا اها ۗ او‬
‫َّللاُ ا‬
‫س ِميع‬ ‫ص ا‬‫سكا ِب ْالعُ ْر او ِة ْال ُوثْقا ٰى اَل ان ِف ا‬
‫اَّلل فاقا ِد ا ْست ْام ا‬
ِ َّ ‫ِب‬

Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat Kuat
(Islam) yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Ayat di atas mengindikasikan adanya suatu larangan bagi golongan yang
memaksa orang lain untuk memeluk keyakinan yang dianutnya, sebab
Allahlah yang memberi kehendak kepada setiap makhluknya agar bisa
merasakan damai. Sedangkan adanya paksaan dapat menyebabkan
masyarakat tidak lagi merasakan adanya kedamaian. Jadi dapat disimpulkan

6
Bachtiar Effendy, Masyarakat Agama Dan Pluralisme Keagamaan (Yogyakarta: Galang Press,
2001).

8
bahwa tidak ada unsur paksaan terhadap orang-orang yang non-muslim untuk
menganut atau memeluk agama Islam. Namun, dalam teks ayat ini sudah jelas
bahwa jalan yang benar yang di ridhoi Allah adalah agama Islam.
Al-Nawawi menerangkan bahwa ayat di atas menganduk makna
larangan untuk memaksa orang lain untuk masuk ke dalam agama Allah
(Islam), karena sesungguhnya Allah telah menjelaskan dalam ayat ini
perbedaan antara jalan yang benar dan jalan yang sesat, dan hal
demikian dapat manusia ketahui dengan banyaknya tanda-tanda untuk
membedakan hak dari kebatilan, iman dari kekufuran, serta petunjuk
dari kesesatan. Kemudian al-Nawawi melanjutkan penjelasannya
dengan mengutip Riwayat dari Abi Husayn al-Ansari dari Bani Salim
bin ’Awf bahwasannya terdapat dua anak laki-laki Nasrani memasuki
kota Madinah yang memiliki ayah beragama Islam yang menetap di
kota tersebut. Dalam riwayat tersebut diceritakan bahwa sang ayah
berkata kepada kedua anaknya tersebut: “Demi Allah! saya tidak akan
pernah mendoakan kalian berdua sehingga kalian mau masuk Islam.”
Mendengar perkataan ayanh mereka, semakin menambah keengganan
untuk masuk Islam, sehingga mereka malah memusuhi Rasulullah Saw.
Selang beberapa waktu, turunlah Q.S. al-Baqarah ayat 256 ini. Setelah
mendengar ayat tersebut, kemudian Rasulullah Saw membiarkan kedua
anak itu meninggalkan kota Madinah.

b) Q.S. Yunus ayat 99-100

‫ض ُكلُّ ُه ْم اج ِميعًا ۚ أافاأانتا ت ُ ْك ِرهُ النَّ ا‬


‫اس احت َّ ٰى يا ُكونُوا ُمؤْ ِمنِينا‬ ِ ‫اولا ْو شاا اء اربُّكا اَل امنا امن فِي ْاْل ا ْر‬
Artinya:
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?”

‫ض ُكلُّ ُه ْم اج ِمي ًعا ۚ أافاأانتا ت ُ ْك ِرهُ النَّ ا‬


‫اس‬ ِ ‫اولا ْو شاا اء اربُّكا اَل امنا امن ِفي ْاْل ا ْر‬
‫احت َّ ٰى يا ُكونُوا ُمؤْ ِمنِينا‬

9
Artinya:
“Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah,
dan Allah menimpakan azab kepada orang-orang yang tidak mengerti.”
Pengertian secara global dari ayat ini adalah, iman yang tertanam pada
setiap diri seseorang adalah kehendak dan anugrah dari Allah, manusia yang
lemah ini tidak mempunyai hak untuk memaksakan iman, meski manusia
adalah ciptaan yang paling sempurna dari pada makhluk yang lain. Ditambah
lagi di dalam Alquran telah dijelaskan bahwa manusia merupakan Khalifah
pemimpin di muka bumi ini, hanya melaksanakan tugas untuk berdakwah,
mengajak dan memberi peringatan secara hikmah terhadap orang-orang yang
berbuat kesalahan dan melanggar aturan, tanpa disertai dengan adanya
pemaksaan. Berlebihan dalam bertindak dan paksaan yang sudah melewati
batas, hal demikian hanya bisa menghancurkan diri sendiri. Kebebasan dalam
memeluk agama yang sudah sesuai dengan keyakinan masing masing
merupakan hak bagi setiap orang.
Ketika al-Nawawi menafsirkan ayat ke 99 dari surat Yunus, ia
mengatakan bahwa bisa saja seluruh umat manusia di muka beriman
sehingga mereka memiliki keyakinan yang sama, tetapi Allah Swt.
Tidak menghendaki hal itu. Oleh karenanya, menurut al-Nawawi,
manusia tidak berhak memaksa seseorang yang berbeda keyakinan
untuk beriman kepada-Nya. Karena pada prinsipnya manusia tidak
mempunyai ‘qudrah’ untuk mengubah keyakinan seseorang tanpa
hidayah dari-Nya.

c) Q.S. Al-Hajj ayat 40

َّ ‫ق ِإ ََّل أان ياقُولُوا اربُّناا‬


َّ ‫َّللاُ ۗ اولا ْو اَل دا ْف ُع‬
ِ‫َّللا‬ ِ ‫الَّذِينا أ ُ ْخ ِر ُجوا ِمن ِديا‬
ٍّ ‫ارهِم ِبغاي ِْر اح‬
‫اجدُ يُ ْذ اك ُر فِي اها‬
ِ ‫س‬‫صلا اوات او ام ا‬
‫ص او ِام ُع اوبِياع او ا‬ ْ ‫ض لَّ ُه ِد ام‬
‫ت ا‬ ٍّ ‫ض ُهم بِبا ْع‬ ‫النَّ ا‬
‫اس با ْع ا‬
‫ع ِزيز‬ ٌّ ‫َّللاا لاقا ِو‬
‫ي ا‬ َّ ‫ص ُرهُ ۗ ِإ َّن‬
ُ ‫َّللاُ امن يان‬ ُ ‫يرا ۗ اولايان‬
َّ ‫ص ار َّن‬ ً ِ‫َّللا اكث‬
ِ َّ ‫ا ْس ُم‬
Artinya:
“Yaitu orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa
alasan yang benar hanya karena mereka berkata, ”Tuhan kami ialah
Allah.” seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia

10
dengan sebagian yang lain, tentu telah di robohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan
masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah
pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh
Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.”
Makna yang tersirat dari ayat di atas adalah Agama-agama lain selain
Islam juga mempunyai hak untuk mendapatkan penghormatan yang serupa
dari umat Islam, karna implikasi dari toleransi dalam kehidupan masyarakat
berbentuk ketenteraman, kedamaian dan kesejahteraan. Kesimpulan dari ayat
ini adalah, adanya keharusan bagi masyarakat untuk saling menghormati
kelompok yang berbeda keyakinannya, baik terhadap tempat ibadah mereka,
kebiasaan yang dilakukan dan simbol-simbol ibadah yang menurut mereka
kultuskan.
Menurut al-Nawawi, ayat di atas berkenaan dengan orang-orang
Islam yang di keluarkan dari kota Makkah karena mereka mengucapkan
dua kalimat syahadat. Al-Nawawi berpandangan bahwa kalimat tauhid
di sini seharusnya menjadi faktor atau sebab kewenangan mereka untuk
tetap berada di makkah, bukan menadi faktor terusirnya mereka dari
kota tersebut. Menurutnya, alasan orang-orang kafir mengusir mereka
karena mereka melafalkan kalimat syahadat sangat tidak beralasan dan
termasuk sikap intoleran, karena pada prinsipnya semua orang berhak
meganut keyakinan yang dianggapnya benar.7

2. Ayat-ayat tentang Pluralisme dalam Al-Qur’an


a) Q.S. al-Maidah ayat 48
‫احداة ً او ٰلا ِكن‬
ِ ‫َّللاُ لا اج اعلا ُك ْم أ ُ َّمةً او‬ ‫ِل ُك ٍّل اج اع ْلناا ِمن ُك ْم ِش ْر ا‬
َّ ‫عةً او ِم ْن اها ًجا ۚ اولا ْو شاا اء‬
ِ ‫ِليا ْبلُ او ُك ْم فِي اما آت اا ُك ْم ۖ فاا ْستابِقُوا ْال اخي اْرا‬
ِ َّ ‫ت ۚ إِلاى‬
‫َّللا ام ْر ِجعُ ُك ْم اج ِميعًا فايُنابِئ ُ ُكم بِ اما‬
‫ُكنت ُ ْم فِي ِه ت ْاخت ا ِلفُونا‬
Artinya:

7
Baharudin Zamawi, Habieb Bullah, and Zubaidah Zubaidah, ‘AYAT TOLERANSI DALAM
AL-QUR’AN: Tinjauan Tafsir Marah Labid’, Diya Al-Afkar: Jurnal Studi Al-Quran Dan Al-
Hadis, 7.01 (2019), 185 <https://doi.org/10.24235/diyaafkar.v7i01.4535>.

11
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya,
lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan.”
Keterangan al-Qur’an di atas jelas merupakan pengakuan terhadap
adanya pluralitas dalam agama. Dalam Tafsir Al-Mu’minin, Abdul
Wadud Yusuf mengomentari ayat tersebut bahwa memang kehendak
Allah-lah manusia dijadikan menjadi umat yang bermacam-macam.
Karena jika seandainya Dia kehendaki manusia akan dijadikan satu
umat saja dengan diberikan-Nya satu risalah dan di bawah satu
kenabian. Tetapi Allah menghendaki manusia menjadi umat yang
banyak (umaman) dan Dia turunkan bagi setiap umat itu satu orang
Rasul untuk menguji manusia, siapa yang benar-benar beriman dan
siapa yang ingkar.
Dalam ayat tersebut juga disebutkan, bahwa perbedaan tidak dapat
diperdebatkan sekarang, yakni pada saat orang tidak sanggup keluar
atau melepaskan diri dari apa yang diyakininya sebagai kebenaran.
Allah-lah nanti yang akan menentukan mana yang benar. Sikap yang
seharusnya diambil adalah membiarkan masing-masing orang berbuat
menurut apa yang diyakininya.

b) Q.S. an-Nahl ayat 93

ِ ‫احداة ً او ٰلا ِكن ي‬


‫ُض ُّل امن ايشاا ُء او اي ْهدِي امن ايشاا ُء ۚ اولاتُسْأالُ َّن‬ ِ ‫َّللاُ لا اج اعلا ُك ْم أ ُ َّمةً او‬
َّ ‫اولا ْو شاا اء‬
‫ع َّما ُكنت ُ ْم ت ا ْع املُونا‬
‫ا‬
Artinya:
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu
satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya
dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan

12
sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu
kerjakan.”
Ayat ini mempunyai substansi yang sama dengan ayat 46 surah al-
Ma’idah tersebut di atas, yaitu mengemukakan kesengajaan Allah
menciptakan perbedaan. Bahwa Tuhan tidak menjadikan manusia
sebagai umat yang satu. Satu dalam pengertian, satu agama (millarun
wahidatun) sehingga tidak berselisih faham dan berpecah-pecah seperti
diungkapkan dalam tafsir Shafwatul Bayan Li Ma’anil Qur’an karya
Syaikh Hasanain Muhammad Makluf.

E. Dalil Hadis tentang Toleransi dan Pluralisme


1. Hadis-hadis tentang Toleransi dan Pluralisme
a) Musnad Ahmad No. 2003

‫ع ْن دَ ُاودَ ب ِْن‬ َ َ‫ َحدَّثَ ِني َي ِزيدُ قَا َل أ َ ْخ َب َرنَا ُم َح َّمدُ ب ُْن إِ ْس َحاق‬:٢٠٠٣ ‫مسند أحمد‬
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ّللا‬ِ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫َّاس قَا َل قِي َل ِل َر‬ ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ِن اب ِْن‬ َ َ‫ع ْن ِع ْك ِر َمة‬ َ ‫ْال ُح‬
َ ‫صي ِْن‬
َّ ‫ّللا قَا َل ْال َح ِني ِف َّيةُ ال‬
ُ‫س ْم َحة‬ ِ َّ ‫ان أ َ َحبُّ إِلَى‬ ُّ َ ‫سلَّ َم أ‬
ِ ‫ي ْاْل َ ْد َي‬ َ ‫َو‬
Artinya:
Musnad Ahmad 2003: Telah menceritakan kepada kami Yazid
berkata: telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari
Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:
Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Agama
manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al
Hanifiyyah As Samhah (yang lurus lagi toleran) "
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany ketika menjelaskan hadis ini beliau
berkata:
“Hadis ini di riwayatkan oleh Al-Bukhary pada kitab Iman Bab
Agama itu mudah didalam shahihnya secara Mu'allaq dengan tidak
menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori
syarat-syarat hadis shahih menurut Imam al-Bukhary, akan tetapi
beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adab al-
Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abbas

13
dengan sanad yang hasan. Sementara Syekh Nashiruddin al-Albani
mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya
adalah hasan lighairih.”
Berdasarkan hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah
agama yang toleran dalam berbagai aspek agama baik dari aspek
Aqidah maupun Syariah, akan tetapi toleransi dalam Islam lebih dititik
beratkan pada wilayah muamalah.

b) Shohih Bukhari No. 1934

َ ‫َّاش َحدَّثَنَا أَبُو‬


‫غسَّانَ ُم َح َّمدُ ب ُْن‬ ٍ ‫عي‬ َ ‫ي ب ُْن‬ َ ‫ َحدَّثَنَا‬:١٩٣٤ ‫صحيح البخاري‬
ُّ ‫ع ِل‬
َّ ‫ي‬
ُ‫ّللا‬ َ ‫ض‬ ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
ِ ‫ّللا َر‬ َ ‫ع ْن َجا ِب ِر ب ِْن‬َ ‫ط ِرفٍ قَا َل َحدَّثَ ِني ُم َح َّمدُ ب ُْن ْال ُم ْن َكد ِِر‬ َ ‫ُم‬
َ ‫س ْم احا ِإذَا َبا‬
‫ع‬ َ ‫ّللاُ َر ُج اًل‬َّ ‫سلَّ َم قَا َل َر ِح َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ّللا‬ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ع ْن ُه َما أ َ َّن َر‬
َ
َ َ‫َوإِذَا ا ْشت ََرى َوإِذَا ا ْقت‬
‫ضى‬
Artinya:
Shahih Bukhari 1934: Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin
'Ayyasy telah menceritakan kepada kami Abu Ghassan Muhammad bin
Muthorrif berkata: telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Al
Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah radliyallahu 'anhu bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Allah merahmati
atau menyayangi seseorang yang toleran dalam menjual, membeli dan
memutuskan perkara."
Imam al-Bukhary memberikan bab pada kata as-Samahah (toleran)
dalam hadis ini dengan kata kemudahan, beliau berkata: Bab
Kemudahan Dan Toleransi Dalam Jual-Beli. Ibnu Hajar al-Asqalany
ketika mengomentari hadis ini beliau berkata:
"Hadis ini menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam
interaksi sosial dan menggunakan akhlak mulia dan budi yang
luhur dengan meninggalkan kekikiran terhadap diri sendiri, selain
itu juga menganjurkan untuk tidak mempersulit manusia dalam
mengambil hak-hak mereka serta menerima maaf dari mereka.

14
c) Shohih Bukhari No. 38

‫ع َم ُر ب ُْن‬ َ ‫س ًَل ِم ب ُْن ُم‬


ُ ‫ط َّه ٍر قَا َل َحدَّثَنَا‬ َ ‫ َحدَّثَنَا‬:٣٨ ‫صحيح البخاري‬
َّ ‫ع ْبدُ ال‬
َ ِ ‫س ِعي ٍد ْال َم ْقب ُِري‬
‫ع ْن‬ َ ‫س ِعي ِد ب ِْن أ َ ِبي‬
َ ‫ع ْن‬ ِ َ‫ع ْن َم ْع ِن ب ِْن ُم َح َّم ٍد ْال ِغف‬
َ ِ ‫اري‬ َ ٍ ‫ع ِلي‬
َ
َّ‫سلَّ َم قَا َل ِإ َّن الدِينَ ُيس ٌْر َولَ ْن ُيشَاد‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َ َ ‫أ َ ِبي ه َُري َْرة‬
َ ِ ‫ع ْن ال َّن ِبي‬
‫اربُوا َوأ َ ْبش ُِروا َوا ْستَ ِعينُوا ِب ْالغَد َْو ِة‬ َ ‫الدِينَ أ َ َحدٌ ِإ ََّّل‬
َ َ‫غلَ َبهُ ف‬
ِ َ‫س ِددُوا َوق‬
‫ش ْيءٍ ِم ْن الد ُّْل َج ِة‬
َ ‫الر ْو َح ِة َو‬
َّ ‫َو‬
Artinya:
Shahih Bukhari 38: Telah menceritakan kepada kami Abdus Salam
bin Muthahhar berkata: telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali
dari Ma'an bin Muhammad Al Ghifari dari Sa'id bin Abu Sa'id Al
Maqburi dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang
mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan
sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar)
dan berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al Ghadwah
(berangkat di awal pagi) dan Ar Ruhah (berangkat setelah zhuhur) dan
sesuatu dari Ad Duljah (berangkat di waktu malam)."
Ibnu Hajar al-Asqalany berkata bahwa makna hadis ini adalah
larangan bersikap Tasyaddud (keras) dalam agama yaitu ketika
seseorang memaksakan diri dalam melakukan ibadah sementara ia tidak
mampu melaksanakannya itulah maksud dari kata : "Dan sama sekali
tidak seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan
terkalahkan" artinya bahwa agama tidak dilaksanakan dalam bentuk
pemaksaan, maka barang siapa yang memaksakan atau berlaku keras
dalam agama, maka agama akan mengalahkannya dan menghentikan
tindakannya.8

8
‘ISLAMIC SCIENCE: TOLERANSI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI Saw’
<https://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/toleransi-dalam-perspektif-hadis-nabi.html>
[accessed 22 May 2021].

15
F. Peningkatan Sikap Toleransi Masyarakat Menuju Pluralitas
1. Pendidikan Pluralisme
Dengan menyadari bahwa masyarakat kita terdiri dari banyak suku
dan beberapa agama, jadi sangat pluralis. Maka, pencarian bentuk
pendidikan alternatif mutlak diperlukan. Yaitu suatu bentuk pendidikan
yang berusaha menjaga kebudayaan suatu masyarakat dan memindahkanya
kepada generasi berikutnya, menumbuhkan akan tata nilai, memupuk
persahabatan antara siswa yang beraneka ragam suku, ras, dan agama,
mengembangkan sikap saling memahami, serta mengerjakan keterbukaan
dan dialog. Bentuk pendidikan seperti inilah yang banyak ditawarkan oleh
“banyak ahli” dalam rangka mengantisipasi konflik keagamaan dan menuju
perdamaian abadi, yang kemudian terkenal dengan sebutan “pendidikan
pluralisme”.
Apakah sebenarnya pendidikan pluralisme itu? Kalau kita melacak
referensi tentang pendidikan pluralisme, banyak sekali literatur mengenai
pendidikan tersebut atau sering dikenal orang dengan sebutan “pendidikan
multikultural”. Namun literatur-literatur tersebut menunjukkan adanya
keragaman dalam pengertian istilah. Sleeter (dalam Burnet, 1991: 1)
mengartikan pendidikan multikultural sebagai any set of proces by which
schools work with rather than against oppressed group. Banks, dalam
bukunya Multicultural education: historical development, dimension, and
practice (1993) menyatakan bahwa meskipun tidak ada konsensus tentang
itu ia berkesimpulan bahwa di antara banyak pengertian tersebut maka yang
dominan adalah pengertian pendidikan multikultural sebagai pendidikan
untuk people of color.
Senada dengan itu, Ainurrofiq Dawam menjelaskan definisi
pendidikan multikultural sebagai proses pengembangan seluruh potensi
manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai
9
konsekuensi keragaman budaya etnis, suku, dan aliran (agama).
Pengertian pendidikan multikultural yang demikian, tentu mempunyai
implikasi yang sangat luas dalam pendidikan. Karena pendidikan itu sendiri

9
Ainurrofiq Dawam, Emoh Sekolah (Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003).

16
secara umum dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang
hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki
penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan
martabat manusia darimana pun dia datangnya dan berbudaya apa pun dia.
Harapanya, sekilas adalah terciptanya kedamaian yang sejati, keamanan
yang tidak dihantui kecemasan, kesejahteraan yang tidak dihantui
manipulasi, dan kebahagiaan yang terlepas dari jaring-jaring manipulasi
rekayasa sosial.
Secara sederhana pendidikan pluralism dapat didefinisikan sebagai
pendidikan untuk/tentang keragaman keagamaan dan kebudayaan dalam
merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat
tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Pendidikan disini, dituntut
untuk dapat merespon terhadap perkembangan keragaman populasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok.

2. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kemajemukan


Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau
perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi
sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perbaikan pendidikan pada
semua tingkat perlu terus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa
depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan
atau perbaikan kurikulum pendidikan agama Islam adalah untuk
mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan dengan diselaraskan
terhadap perkembangan kebutuhan dunia usaha atau industri,
perkembangan dunia kerja, serta perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Konsep yang sekarang banyak diwacanakan oleh
banyak ahli adalah kurikulum pendidikan berbasis pluralisme.
Sebagaimana disebut di atas, bahwa konsep pendidikan pluralisme
adalah pendidikan yang berorientasi pada realitas persoalan yang sedang
dihadapi bangsa Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan.
Pendidikan pluralisme digagas dengan semangat besar “untuk memberikan

17
sebuah model pendidikan yang mampu menjawab tantangan masyarakat
pasca modernisme”.
Melihat realitas tersebut, maka disinilah letak pentingnya menggagas
pendidikan Islam berbasis pluralisme dengan menonjolkan beberapa
karakter sebagai berikut; pertama pendidikan Islam harus mempunyai
karakter sebagai lembaga pendidikan umum yang bercirikan Islam.
Artinya, di samping menonjolkan pendidikannya dengan penguasaan atas
ilmu pengetahuan, namun karakter keagamaan juga menjadi bagian integral
dan harus dikuasai serta menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari.
Tentunya, ini masih menjadi pertanyaan, apakah sistem pendidikan seperti
ini betul-betul mampu membongkar sakralitas ilmu-ilmu keagamaan dan
dikotomi keilmuan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu keagamaan.
Kedua; Pendidikan Islam juga harus mempunyai karakter sebagai
pendidikan yang berbasis pada pluralitas. Artinya, bahwa pendidikan yang
diberikan kepada siswa tidak menciptakan suatu pemahaman yang tunggal,
termasuk di dalamnya juga pemahaman tentang realitas keberagamaan.
Kesadaran pluralisme merupakan suatu keniscayaan yang harus disadari
oleh setiap peserta didik. Tentunya, kesadaran tersebut tidak lahir begitu
saja, namun mengalami proses yang sangat panjang, sebagai realitas
pemahaman yang komprehenship dalam melihat suatu fenomena.
Ketiga; Pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga
pendidikan yang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan.
Sistem pendidikan yang memberikan keluasaan pada siswa untuk
mengekspresikan pendapatnya secara bertanggung jawab. Sekolah
memfasilitasi adanya “mimbar bebas”, dengan meberikan kesempatan
kepada semua civitas untuk berbicara atau mengkritik tentang apa saja, asal
bertanggung jawab. Tentunya, sistem demokrasi ini akan memberikan
pendidikan pada siswa tentang realitas sosial yang mempunyai pandangan
dan pendapat yang berbeda. Di sisi yang lain, akan membudayakan
“reasoning” bagi civitas di lembaga pendidikan Islam.
Pendek kata, agar maksud dan tujuan pendidikan agama Islam
berbasis pluralisme dapat tercapai, kurikulumnya harus didesain

18
sedemikian rupa dan favourable untuk semua tingkatan dan jenjang
pendidikan. Namun demikain, pada level sekolah dasar dan menengah
adalah paling penting, sebab pada tingkatan ini, sikap dan perilaku peserta
didik masih siap dibentuk. Dan perlu diketahui, suatu kurikulum tidak
dapat diimplementasikan tanpa adanya keterlibatan, pembuatan dan
kerjasama secara langsung antara para pembuat kurikulum, penulis
textbook dan guru.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk
menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa,
budaya, politik, maupun agama. Sedangkan Pluralisme adalah suatu paham
atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya kemajemukan
atau keanekaragaman dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan
dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll.
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk
agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman
(pluralitas). Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme)
tidak diperkenankan. Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam agama Islam.
Ayat-ayat al-Qur’an yang menyinggung toleransi dan pluralitas
diantaranya dalam Surah al-Baqarah ayat 256, Surah Yunus ayat 99-100, Surah
al-Maidah ayat 48, Surah an-Hajj ayat 40, Surah an-Nahl ayat 93, dll. Dalil
hadis yang membahas toleransi dan pluralisme diantaranya Musnad Ahmad No.
2003, Shahih Bukhari No. 1934, Shahih Bukhari No. 38, dll.

B. Saran
Demikian makalah ini disusun dengan sebaik-baiknya, penulis
menyadari makalah ini banyak kekurangan baik dari segi pembahasan maupun
dalam kaidah penulisannya. Semoga hikmah dan pelajaran yang ada dapat
dipergunakan untuk memperkaya khazanah keimuan khususnya terhadap ilmu
tafsir hadis pendidikan. Terima kasih.

20
REFERENSI

Arifinsyah, Hubungan Antar Umat Agama, Wacana Pluralisme Eksklusivisme


Dan Inklusivisme (IAIN Press, 2002)

Dawam, Ainurrofiq, Emoh Sekolah (Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press,


2003)

Effendy, Bachtiar, Masyarakat Agama Dan Pluralisme Keagamaan (Yogyakarta:


Galang Press, 2001)

Hasan, Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa (Jakarta:


Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, 2010)

‘ISLAMIC SCIENCE: TOLERANSI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI


Saw’ <https://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/05/toleransi-dalam-
perspektif-hadis-nabi.html> [accessed 22 May 2021]

Muslim, A. Shobiri, Pluralisme Agama Dalam Perspektif Negara Dan Islam


(Jakarta: Madani, 1998)

Natsir, Mohammad, Keragaman Hidup Antar Agama, 2nd edn (Jakarta: Hudaya,
1970)

‘Reinkarnasi Onny: MAKALAH PLURALISME’ <https://qonie-


ony.blogspot.com/2012/02/makalah-pluralisme.html> [accessed 22 May
2021]

Zamawi, Baharudin, Habieb Bullah, and Zubaidah Zubaidah, ‘AYAT


TOLERANSI DALAM AL-QUR’AN: Tinjauan Tafsir Marah Labid’, Diya
Al-Afkar: Jurnal Studi Al-Quran Dan Al-Hadis, 7.01 (2019), 185
<https://doi.org/10.24235/diyaafkar.v7i01.4535>

21

Anda mungkin juga menyukai