Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TOLERANSI DAN ETIKA BERAGAMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Tafsir

Diampu Oleh : Muhadditsir Rifa‟I, S.Pd.I, M.Pd.I.

Disusun Oleh Kelompok 7:

Rahma Eza Salsabila 2281010044

Bahir Ramdani 2281010054

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, keteguhan serta
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Toleransi dan
Etika Beragama” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan dan rujukan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
penyusunan makalah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhadditsir Rifa‟I, M.Pd.I.


selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyusun makalah ini. Penulis sadar betul bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karenanya penulis sangat menghargai masukkan yang
membangun supaya bisa lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kedepannya.

Cirebon, 16 April 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................3
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................4

A. Toleransi Beragama .............................................................................................. 4


1. Pengertian Toleransi .......................................................................................... 4
2. Ayat Toleransi ...................................................................................................5
3. Tujuan Toleransi Beragama............................................................................... 8
4. Manfaat dan Dampak Toleransi ........................................................................11
5. Manfaat dan Dampak Toleransi ........................................................................11
B. Etika Beragama .....................................................................................................12
1. Pengertian Etika .................................................................................................12
2. Fungsi Etika dan Agama dalam Kehidupan Sosial ........................................... 14

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 17

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Toleransi (Arab: tasamuh, as-samahah) adalah konsep modern untuk
menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya,
politik, maupun agama. Namun dalam bertoleransi ada beberapa hal menjadi
masalah yang ditemui dimana kurangnya sikap saling menghargai agama satu
dengan yang lainnya, selain dari pada itu adapun akhlak yang sangat kurang dimana
dalam menghargai dan menghormati tetaplah terjaga namun untuk muslim
mengikuti acara perayaan non muslim tidak dihalalkan bagi seorang muslim untuk
mengikuti perayaan keagamaannya orang kafir, dan tidak boleh mengucapkan
selamat kepada mereka yang non muslim dengan alasan apapun, inilah perayaan
terberat yang mengandung dosa, karena bisa jadi akan menjadikan pelakunya
menjadi kafir.
Pada acara dan perayaan orang-orang kafir secara khusus, maka seorang
muslim tidak boleh menyerupai mereka dalam hal berpakaian, makan makanan
tertentu, termasuk menyalakan lilin dan mengelilinginya. Adapun secara umum,
tidak boleh mengkhususkan diri dengan sesuatu pada perayaan hari raya mereka
yang non muslim, akan tetapi pada saat hari raya non muslim seorang muslim
harulah tetap biasa dengan tidak ikut serta dalam meramaikan yang suatu menjadi
ciri khas mereka yang non muslim. Islam memiliki konsep jelas sebagaimana
firman Allah Swt. QS. Al-Kafirun
(109) ayat 6:

‫ِيي‬
ِ ‫ًد‬َ ‫لَ ُن ْن دِيٌُ ُن ْن َو ِل‬

1
Artinya : “Untukmu Agamamu, dan untukkulah, Agamaku”.

“Tidak ada paksaan dalam agama”, “Sebagaimana terdapat dalam Al quran Surah
Al-Kafirun Ayat 6 yang terjemahannya “Untukmu agamamu, dan untukku
agamaku”. Adalah contoh popular dari toleransi dalam Islam. Juga sejumlah hadis
dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan
bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah
bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan
oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini
disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga
akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.
Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan
Islam.Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi
juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna
toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi umat-umat beragama dalam Islam
memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah
masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah swt. Dia
begitu sensitif, primordial dan mudah membakar konflik sehingga menyedot
perhatian besar dari Islam.
Etika dan agama merupakan dua hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Meskipun manusia dilahirkan terpisah dari individu lain. Di dalam
masyarakatlah manusia hidupnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan
membangun peradaban. Hai ini menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain manusia
saling memerlukan satu sama lain, apapun status dan keadaannya. Sebagai makhluk
sosial, tentunya manusia selalu hidup bersama dalam interaksi dan interdepedensi
dengan sesamanya. Untuk menjamin keberlangsungan kehidupan bersama tersebut,
di dalam masyarakat terdapat aturan, norma atau kaidah sosial sebagai sarana untuk

2
mengatur roda pergaulan antar warga masyarakat. Dalam rangka mengembangkan
sifat sosialnya tersebut, manusia selalu menghadapi masalah-masalah sosial yang
berkaitan dekat dengan nilai-nilai. Itulah sebabnya, selain ada agama, hukum,
politik, adat istiadat, juga ada akhlak, moral dan etika.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Toleransi?
2. Bagaimana Sikap dan Perilaku Hidup Toleransi?
3. Apa Tujuan Toleransi Beragama?
4. Apa Manfaat dan Dampak Toleransi?
5. Apa Pengertian Etika?
6. Apa Fungsi Etika dan Agama dalam Kehidupan Sosial?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Toleransi.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Sikap dan Perilaku Hidup Toleransi.
3. Untuk Mengtahui Tujuan Toleransi Beragama.
4. Untuk Mengetahui Manfaat dan Dampak Toleransi.
5. Untuk Mengetahui Pengertian Etika.
6. Untuk Mengetahui Fungsi Etika dan Agama dalam Kehidupan Sosial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Toleransi Beragama
1. Pengertian Toleransi
W.J.S Poerwadarminto menyatakan bahwa toleransi adalah sikap atau sifat
menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat,
pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda
dengan pendirian sendiri.
Toleransi adalah sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok
atau antar individu dalam masyarakat atau ruang lingkup lainnya. Dimana dalam
hal ini menghargai pendapat orang lain atau pemikiran orang lain yang berbeda
dengan kita dan saling tolong-menolong sesama manusia tanpa memandang
suku, ras, agama maupun kepercayaan.
Secara terminologi, toleransi yaitu pemberian kebebasan kepada sesama
manusia atau kepada sesame warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-
masing, selama dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak
melanggar dan tidak bertetangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban
dan perdamaian dalam masyarakat.1
Kata toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan seseorang atau kepada
sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam
menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-
syarat yang diperlukan atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam

1
Umar Hasyim, “Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar menuju Dialoq dan
Kerukunan Antar Umat Beragama”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), h.22.

4
masyarakat. Dari definisi tersebut dipahami bahwa toleransi menekankan pada
sikap menerima perbedaan yang ada dan menyikapi dengan baik demi menjaga
kedamaian antara sesama warga masyarakat.2
Adapun toleransi beragama adalah menghargai, dengan sabar menghormati
keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain, atau suatu sikap dari
seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan
kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai wujud pengakuannya terhadap hak-
hak asasi manusia.

2. Ayat Toleransi
a. QS. Al-Kâfirûn, 1-6 :
ُ َ َ ُ ُ َْ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ
﴾٣ ﴿ ‫﴾وَل أنت ْم َع ِابدون َما أ ْع ُبد‬ ٢ ﴿ ‫﴾َل أ ْع ُبد َما ت ْع ُبدون‬١ ﴿ ‫ق ْل َيا أ ُّي َها الك ِاف ُرون‬
َ َ ُْ ُ ُْ َ ُ ُ ْ َ َ َ ُ َ ْ ُ َْ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ٌ َ ََ َ َ
﴾٦ ﴿ ‫ين‬
ِ ‫﴾لكم ِدينكم و ِ يل ِد‬٥ ﴿ ‫﴾وَل أنتم ع ِابدون ما أعبد‬٤ ﴿ ‫وَل أنا ع ِابد ما عبدتم‬

Terjemahan:

[1] Katakanlah : Hai orang-p=orang kafir [2] Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah [3] Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah
[4] Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah [5] Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah [6]
Untukmu agamamu, dan umtukkulah, agamaku.

Surat ini adalah surat Makkiyah, surat yang diturunkan pada periode
Makkah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa, surat ini turun
pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa,
surat ini adalah surat penolakan (baraa‟) terhadap seluruh amal ibadah yang
dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang memerintahkan agar kita tujuan
maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk percampuran dsini

2
Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan
Kerukunan Antaragama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979), h. 22.

5
adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep aqidah dan
tauhid Islam yang murni.
Secara umum, surat ini memiliki dua kandungan utama. Pertama ikrar
pemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (tauhid ibadah), kedua ikrar
penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan kepada selain Allah,
yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Kemudian QS. Al-Kafirun ini ditutup
dengan pernyataan secara timbal balik, yaitu untukmu agamamu dan untukku
agamaku. Dengan demikian, masing-masing pemeluk agama dapat
melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik sesuai dengan
keyakinannya tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus
tidak mengabaikan keyakinan masingmasing serta akan dipertanggungjawabkan
masing-masing dihadapan Allah. Dengan turunnya ayat ini, hilanglah harapan
orang-orang musyrikin Quraisy yang berusaha membujuk nabi Muhammad saw
agar bersikap toleran dengan jalan untuk kompromi dalam bidang aqidah Islam.3
b. QS. Yunus, 40-41:

َ‫َو ِه ٌْ ُهن َّهي يُؤْ ِهيُ بِِۦه َو ِه ٌْ ُهن َّهي ََّّل يُؤْ ِهيُ بِِۦه ۚ َو َزبُّلَ أ َ ْعلَ ُن بِ ْٱل ُو ْف ِسدِيي‬

Artinya: [40] Diantara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran,
dan diantaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya.
Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.

ٓ ‫ع َولُ ُن ْن ۖ أًَتُن بَ ِس ٓيـُٔىىَ ِه َّوب ٓ أ َ ْع َو ُل َوأًَ َ۠ب بَ ِس‬


َ‫ي ٌء ِّه َّوب ت َ ْع َولُىى‬ َ ‫َوإِى َمرَّبُىكَ فَقُل ِلًّ َع َو ِلً َولَ ُن ْن‬

Artinya: [41] Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku


pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang
aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".

3
Abu al-Fida Ismail ibn Katsir Ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur‟an al-„Adzim, Juz. VII, (Beirut: Darul Fikr.
1997), h. 507

6
Pada ayat ke 40 surat yunus Allah menjelaskan orang yang tdak beriman
(kaum kafir) yang mendustakan al-Qur‟an dibagi menjadi dua. Pertama
golongan yang benar-benar mempercayai dengan itikad baik terhadap alQur‟an,
mereka termasuk orang yang menghormati pendapat orang lain. Kedua
golongan yang sama sekali tidak mempercayi dan terus menerus di dalam
kekafiran, mereka termasuk orang membuat kerusakan. Pada ayat yang ke 41
surat Yunus, “bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaan kamu” bahwa islam
sangat menghargai perbedaan-perbedaan diantara manusia. Karena masing-
masing punya hak. Dan tidak boleh memaksakan orang lain memeluk agama
islam, sekalipun Islam agama yang benar yakni biarkanlah kita berpisah secara
baik-baik dan masing-masing akan dinilai Allah serta diberi balasan dan
ganjaran yang sesuai.4
c. Q.S. Al Hujurat ayat 13 :

َّ َ‫بزفُ ٓى ۟ا ۚ ِإ َّى أ َ ْم َس َه ُن ْن ِعٌد‬


َّ ‫ٱَّللِ أَتْقَ َٰى ُن ْن ۚ ِإ َّى‬
َ‫ٱَّلل‬ َ َ‫شعُىبًب َوقَبَبٓئِ َل ِلتَع‬ ُ ٌَّ‫َٰ ٓيَأَيُّ َهب ٱل‬
ُ ‫بس إًَِّب َخلَ ْق َٰ ٌَ ُنن ِ ّهي ذَم ٍَس َوأًُث َ ًَٰ َو َجعَ ْل َٰ ٌَ ُن ْن‬
ٌ ِ‫َع ِلي ٌن َخب‬
‫يس‬

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ide dan ras diskriminasi, ataupun juga karena perbedaan status sosial sudah
terhapus dalam masyarakat Islam sejak semula, dan membuka semua pintunya
untuk seluruh manusia di atas dasar persamaan (musawah) yang sempurna, dan
di atas landasan peri kemanusiaan yang murni. Tidak ada yang paling dibenci
oleh rasa keislaman, selain dari chauvinisme yang dibakar oleh rasa keunggulan

4
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Bandung: Penerbit Mizan, 2007), Cet. X, h. 51-53.

7
ras sendiri ala Nasrani dan Yahudi, atau oleh kesombongan warna kulit seperti
yang diperaktekkan oleh orang Amerika terhadap orang Indian dan Negro, atau
seperti Afrika Selatan dengan politik apartheidnya terhadap seluruh warna kulit.
Pandangan Islam, dan sedikitnya dari segi sosial, pluralisme menegaskan
persatuan. Perbedaan adalah prinsip harmonis dan bukan kekaburan. Konsepsi
tentang wahyu khusus untuk bermacam-macam bangsa menjamin toleransi
umat beragama. Premis Islam yang bersifat universalis tidak bertentangan
dengan hal tersebut, jika kita mengetahui bahwa wahyu tersebut datang secara
berturut-turut.
Masyarakat Islam, nasihat-menasihati merupakan suatu kewajiban. Hal
demikian akan melahirkan perasaan memiliki, atau setidak-tidaknya apa yang
dialami oleh orang lain dirinya ikut merasakan. Dengan saling berpesan dan
nasihat-menasihati maka akan kukuhlah persatuan masyarakat karena yang
berpesan seakan-akan seorang saksi atau pengawal terhadap pentingnya yang
dipesankan. Dengan demikian semua anggota masyarakat akan bersatu padu
melaksanakannya. Alangkah indahnya bimbingan yang mulia itu mengenai
hal-hal yang memerlukan kerukunan dalam masyarakat, saling pengertian di
mana semuanya harus berdasar atau bersandar kebenaran, kesabaran dan belas
kasihan.5

3. Sikap dan Perilaku Hidup toleransi


a. Tidak Memaksakan Suatu Agama Pada Orang Lain
Di dalam agama Islam orang muslim tidak boleh melakukan pemaksaan pada
kaum agama lainnya, karena memaksakan suatu agama bertentangan dengan
firman Allah QS. Al-Baqarah: 25

5
Sri Rahayu Naswahaini, Skripsi: "Toleransi Kehidupan Beragama dan Etikanya Menurut Tuntunan
Pendidikan Islam (Studi Kasus di Kel. Sudiang Raya Kec. Biring Kanaya Kota Makassar)” (Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar, 2018) hal. 11-12

8
ٍ‫ىا ِه ٌْ َهب ِهي ثَ َو َسة‬ ٍ ٌََّٰ ‫ت أ َ َّى لَ ُه ْن َج‬
۟ ُ‫ت تَجْ ِسي ِهي تَحْ ِت َهب ْٱْل َ ًْ َٰ َه ُس ۖ ُملَّ َوب ُز ِشق‬ ۟ ُ‫ىا َو َع ِول‬
َّ َٰ ‫ىا ٱل‬
ِ ‫ص ِل َٰ َح‬ ۟ ٌُ‫ش ِِس ٱلَّرِييَ َءا َه‬
ّ َ‫َوب‬

َ‫ط َّه َسة ٌ ۖ َو ُه ْن فِي َهب َٰ َخ ِلد ُوى‬ ۟ ُ ‫ىا َٰ َهرَا ٱلَّرِي ُز ِش ْقٌَب ِهي قَ ْب ُل ۖ َوأُت‬
َ َٰ َ ‫ىا ِبِۦه ُهت‬
َ ‫ش ِب ًهب ۖ َولَ ُه ْن فِي َهب ٓ أ َ ْش َٰ َو ٌج ُّه‬ ۟ ُ‫ِ ّز ْشقًب ۙ قَبل‬

Artinya: Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan
berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-
surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami
dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat tersebut menjelaskan: janganlah


memaksa seorang untuk masuk islam. Islam adalah agama yang jelas tentang
semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksakan
sesorang untuk masuk ke dalamnya. Orang yang mendapat hidayah, lapang
dadanya, dan terang mata hatinya pasti ia akan masuk Islam dengan bukti
yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan
pendengarannya maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa. Ibnu
Abbas mengatakan “ayat laa ikraha fid din” diturunkan berkenaan dengan
sorang dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al Husaini bermaksud memaksa
kedua anaknya yang masih kristen. Hal ini disampaikan pada Rasulullah SAW,
maka Allah SWT menurunkan ayat tersebut. Demikian pula ibnu Abi Hatim
meriwayatkan telah berkata bapakku dari Ar bin Auf, dari Syuraih, dari Abi
Hilal, dari Asbaq ia berkata, “Aku dahulu adalah abid (hamba sahaya) Umar bin
Kathab dan beragama nasrani. Umar menawarkan Islam kepadaku dan aku
menolak. Lalu umar berkata: laa ikraha fid din, wahai Asbaq jika anda masuk
Islam kami dapat minta bantuanmu dalam urusan-urusan muslimin.6

b. Hidup Rukun dan Damai dengan Manusia

6
Mujetaba Mustafa, "Toleransi Beragama Dalam PerspektifF Al-Qur‟an", Jurnal studi Islam, Vol. 7, No. 1,
(April 2015), 12

9
Hidup rukun antar kaum muslim maupun non muslim seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW akan membawa kehidupan yang damai dan
sentosa, selain itu juga dianjurkan untuk bersikap lembut pada sesama manusia
baik yang beragama Islam maupun yang beragama Nasrani atau Yahudi.
Bahkan al-Qur‟an mengajarkan kepada nabi Muhammad saw, dan umatnya
untuk menyampaikan kepada penganut agama lain setelah kalimat sawa‟ (titik
temu) tidak dicapai.7

c. Saling Tolong Menolong Sesama Manusia


Dengan hidup rukun dan saling tolong menolong sesama manusia akan
membuat hidup di dunia yang damai dan tenang. Nabi memerintahkan untuk
saling menolong dan membantu dengan sesamanua tanpa memandang suku dan
agama yang dipeluknya. Hal ini juga dijelaskan dalam al-Qur‟an pada
penggalan QS. Al-Maidah: 2 sebagai berikut :

َ ‫َّل َءآ ِّهييَ ْٱلبَيْتَ ْٱل َح َس‬


‫ام‬ ٓ َ ‫ْي َو ََّل ْٱلقَ َٰ ٓلَئِدَ َو‬
َ ‫ام َو ََّل ْٱل َهد‬َ ‫ش ْه َس ْٱل َح َس‬ َّ ‫ىا َش َٰ ٓعَئِ َس‬
َّ ‫ٱَّللِ َو ََّل ٱل‬ ۟ ٌُ‫َٰ ٓيَأَيُّ َهب ٱلَّرِييَ َءا َه‬
۟ ُّ‫ىا ََّل ت ُ ِحل‬
‫ع ِي‬ َ ‫صدُّو ُم ْن‬َ ‫شٌَـَٔبىُ قَ ْى ٍم أَى‬ َ ‫ُوا ۚ َو ََّل َيجْ ِس َهٌَّ ُن ْن‬ ۟ ‫طب د‬ َ ‫ص‬ْ ‫َي ْبتَغُىىَ فَض ًًْل ِ ّهي َّز ِّب ِه ْن َو ِزض َٰ َْىًًب ۚ َو ِإذَا َحلَ ْلت ُ ْن فَٱ‬
‫ٱَّللَ ۖ إِ َّى‬
َّ ‫ىا‬۟ ُ‫ٱْلثْ ِن َوٱ ْلعُد َٰ َْو ِى ۚ َوٱتَّق‬ ِ ْ ًَ‫ىا َعل‬ ۟ ًُ‫ىا َعلًَ ْٱل ِب ِ ّس َوٱلت َّ ْق َى َٰي ۖ َو ََّل تَ َع َبو‬ ۟ ًُ‫ُوا ۘ َوت َ َع َبو‬۟ ‫ْٱل َوس ِْج ِد ْٱل َح َس ِام أَى ت َ ْعتَد‬
ِ ‫شدِيد ُ ْٱل ِعقَب‬
‫ة‬ َّ
َ َ‫ٱَّلل‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar


Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

7
Mujetaba Mustafa, "Toleransi Beragama Dalam PerspektifF Al-Qur‟an", Jurnal studi Islam, Vol. 7, No. 1,
(April 2015), 13

10
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa di dalam al-Qur‟an dijelaskan dengan
sikap tolong menolong kepada sesama manusia baik itu yang beragama Islam
maupun non Islam. Selain itu juga seorang muslim dianjurkan untuk berbuat
kebaikan di muka bumi ini dengan sesama mahluk Tuhan dan tidak
diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia.8

4. Tujuan Toleransi Beragama


Tiap-tiap agama yang ada di dunia, baik wahyu (revealed religion) maupun
yang bersumber dari adat kemudian dikokohkan oleh para pemimpinnya
(natural religion) masing-masing memiliki keyakinan dan tata nilai yang
dianggap benar oleh para pemeluknya. Mengubah keyakinan, tidak sama
dengan mengubah baju berdasarkan selera, karena ia merupakan sesuatu yang
fundamental (asasi). Toleransi umat beragama sangat penting untuk menjaga
kesatuan bangsa. Tujuan yang lebih luasnya untuk menjaga perdamaian dunia.
Adapun cara lainnya yaitu dengan menjaga ketenangan dan tidak ada yang
membuat gangguan ketika orang lain sedang menjalankan ritual ibadah agama
yang berbeda, terciptanya dan adanya tindakan yang baik terhadap orang lain
ketika tengah merayakan hari besar atau acara keagamaan terutama agama
Islam, tidak adanya saling menjelek-jelekkan agama orang lain, saling
menghormati antar sesama umat beragama dan saling menyayangi antar umat
beragama.9

5. Manfaat dan Dampak Toleransi


a. Dapat terhindar dari adanya perpecahan antar umat beragama.

8
Mujetaba Mustafa, "Toleransi Beragama Dalam PerspektifF Al-Qur‟an", Jurnal studi Islam, Vol. 7, No. 1,
(April 2015), 14
9
Yunus Ali Mukhtar, “Toleransi-Toleransi Islam”, Cet.I, (Bandung: Iqra Bandung, 1983),h.89.

11
Sebagai contoh adalah sikap toleransi antar umat beragama yang bisa dilihat
dari negara kesatuan Republik Indonesia yang memiliki lebih dari satu
agama dan juga banyak sekali suku dan budaya yang terdapat didalamnya.
b. Dapat mempererat tali silaturahmi
Pada umumnya memang adanya suatu perbedaan selalu menjadi alasan
terjadinya pertentangan antara golongan yang lainnya. Hal ini lah yang akan
menghindarkan kita dari perpecahan dan peperangan antar kelompok,
golongan dan suku.
c. Pembangunan negara akan lebih terjamin dalam pelaksanaanya
Faktor keamanan, ketertiban dan juga kesatuan sebuah negara merupakan
salah satu kunci sukses untuk menuju keberhasilan program pembangunan
yang direncanakan pemerintah negara tersebut.
d. Mempertebal keimanan
Setiap agama tentu saja mengajarkan kebaikan kepada umatnya. Tidak ada
agama dimuka bumi ini yang mengajarkan umatnya untuk hidup
bermusuhan dengan sesama manusia. Dengan menjaga kerukunan antar
sesama manusia. Kita akan hidup damai dan senjahtera dan hidup
berdampingan.

B. Etika Beragama
1. Pengertian Etika
Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari
dua kata yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat
yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang
baik.12 Istilah moral berasal dari kata latin yaitu mores, yang merupakan bentuk
jamak dari mos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan watak, kelakuan,
tabiat, dan cara hidup. Sedangkan dalam bahasa Arab kata etika dikenal dengan

12
istilah akhlak, artinya budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut
tata susila.10
K. Bertens mengatakan etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya, arti ini disebut juga sistem nilai dalam hidup
manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya, etika orang Jawa.
Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral yang biasa disebut kode
etik. Kemudian etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik dan buruk. Arti
etika di sini sama dengan filsafat moral.
Amsal Bakhtiar mengemukakan bahwa etika dipakai dalam dua bentuk arti:
pertama, etika merupakan suatu kumpulan mengenai pengetahuan, mengenai
penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia yang
lain.9Secara spesifik, Ahmad Amin mengatakan etika adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh sebagian orang kepada lainnya, mengatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan
apa yang harus diperbuat.Berdasarkan pemahaman di atas, etika merupakan
ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan buruk dengan melihat pada amal
perbuatan manusia, sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran dan hati
nurani manusia.11
Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk
atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima
kategori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai
ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah maha suci yang bebas dari noda
apapun jenisnya.

10
Hasbullah Bakry, “Sistematika Filsafat”, (Jakarta: Wijaya,1978), h.9.
11
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu (Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 165.

13
Mahmud Syaltut menyatakan bahwa "agama adalah ketetapan Ilahi yang
diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia",¹³
Sementara itu, Syaikh Muhammad Abdullah Bardan berupaya menjelaskan arti
agama dengan merujuk pada al Qur'an dengan melalui pendekatan kebahasaan.
Emmanuel Kant mengatakan bahwa agama adalah perasaan tentang wajibnya
melaksanakan perintah- perintah Tuhan. Harun Nasution berpandangan agama
adalah kepercayaan terhadap Tuhan sebagai suatu kekuatan gaib yang
memengaruhi kehidupan manusia sehingga melahirkan cara hidup tertentu.
Sejalan dengan itu, Endang Saifuddin Ansari mengatakan agama adalah sistem
kredo (tata ritus, tata peribadatan), sistem norma yang mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya dan alam sekitarnya berdasarkan sistem keimanan
dan sistem peribadatan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama adalah
kebiasaan atau tingkah laku manusia yang didasarkan pada jalan peraturan atau
hukum Tuhan yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan demikian, relasi antara
etika dengan agama sangat erat kaitannya yakni adanya saling isi mengisi dan
tunjang menunjang antara satu dengan yang lainnya. Keduanya terdapat
persamaan dasar, yakni sama-sama menyelidiki dan menentukan ukuran baik
dan buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia. Etika mengajarkan
nilai baik dan buruk kepada manusia berdasarkan akal pikiran dan hati nurani.
Sedangkan agama mengajarkan nilai baik dan buruk kepada manusia
berdasarkan wahyu (kitab suci) yang kebenarannya absolut (mutlak) dan dapat
diuji dengan akal pikiran.

2. Fungsi Etika dan Agama Dalam Kehidupan Sosial


Berbicara masalah etika dan agama tidak terlepas dari masalah kehidupan
manusia itu sendiri. Olehnya itu, etika dan agama menjadi suatu kebutuhan
hidup yang memiliki fungsi.

14
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai
suatu masyarakat tertentu yang berfungsi mengajarkan dan menuntun manusia
kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang
buruk, etika mengatur dan mengarahkan citra manusia kejenjang akhlak yang
luhur dan meluruskan perbuatan manusia. Etika memberi kemungkinan kepada
kita untuk mengambil sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan
masyarakat. Sedangkan agama yang kebenarannya absolut (mutlak) berfungsi
sebagai petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam
menempuh kehidupannya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian,
sejahtera lahir dan batin.
Agama sebagai sistem kepercayaan, agama sebagai suatu sistem ibadah,
agama sebagai sistem kemasyarakatan. Agama merupakan kekuatan yang pokok
alam perkembangan umat manusia. Agama sebagai kontrol moral. Sebagai
contoh dalam kehidupan modern yang serba pragmatis dan rasional, manusia
menjadi lebih gampang kehilangan keseimbangan, mudah kalap dan brutal serta
terjangkit berbagai penyakit kejiwaan. Akhirnya manusia hidup dalam
kehampaan nilai dan makna. Ketika itu agama hadir untuk memberikan makna.
Ibarat orang tengah kepanasan di tengah Padang Sahara. Agama berfungsi
sebagai pelindung yang memberikan keteduhan dan kesejukan, serta memiliki
ketentraman hidup.12
Kedua fungsi tersebut tetap berlaku dan dibutuhkan dalam kehidupan sosial.
Etika mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia
dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Etika
mendasarkan diri pada argumentasi rasional sedangkan agama mendasarkan
pada wahyu Tuhan. Dalam agama ada etika dan sebaliknya. Agama merupakan
salah satu norma dalam etika. Berdasarkan kedua fungsi tersebut di atas,

12
Haidar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajara, 1999), h. 41

15
manusia dapat meningkatkan dan mengembangkan dirinya menjadi manusia
yang memiliki yang peradaban yang tinggi.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Toleransi beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati
keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain, atau suatu sikap dari
seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan
kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai wujud pengakuannya terhadap hak-hak
asasi manusia.
Adapun sikap dan perilaku dalam toleransi yaitu tidak memaksakan suatu
agama pada orang lain, hidup rukun dan damai dengan sesama manusia, saling
tolong menolong sesama manusia, Toleransi umat beragama sangat penting untuk
menjaga kesatuan bangsa.
Hubungan antara etika dengan agama sangat erat kaitannya, yakni adanya
saling
isi mengisi dan tunjang menunjang. Keduanya terdapat persamaan dasar, yakni
sama-sama menyelidiki dan menentukan ukuran baik dan buruk dengan melihat
pada amal perbuatan manusia. Etika mengajarkan nilai baik dan buruk kepada
manusia berdasarkan akal pikiran dan hati nurani sedangkan agama mengajarkan
nilai baik dan buruk kepada manusia berdasarkan wahyu (kitab suci) yang
kebenarannya absolut (mutlak) dan dapat diuji dengan akal pikiran.
Fungsi etika dan agama dalam kehidupan sosial tetap berlaku dan
dibutuhkan
dalam suatu masyarakat, keduanya berfungsi menyelidiki dan menentukan ukuran
baik dan buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia. Etika mengukur
seseorang dengan argumen rasional sedangkan agama mengukur seseorang dengan

17
berdasarkan wahyu Tuhan dan ajaran agama. Dalam agama ada etika dan
sebaliknya agama merupakan salah satu norma dalam etika.

18
DAFTAR PUSTAKA

Umar Hasyim, “Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar
menuju Dialoq dan Kerukunan Antar Umat Beragama”, (Surabaya: Bina Ilmu,
1979), h.22.

Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar
Menuju Dialog dan Kerukunan Antaragama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979),
h. 22.

Abu al-Fida Ismail ibn Katsir Ad-Damsyiqi, Tafsir al-Qur‟an al-„Adzim, Juz. VII,
(Beirut: Darul Fikr. 1997), h. 507

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Bandung: Penerbit Mizan, 2007), Cet. X,


h. 51-53.

Sri Rahayu Naswahaini, Skripsi: "Toleransi Kehidupan Beragama dan Etikanya


Menurut Tuntunan Pendidikan Islam (Studi Kasus di Kel. Sudiang Raya Kec.
Biring Kanaya Kota Makassar)” (Makassar: Universitas Muhammadiyah
Makassar, 2018) hal. 11-12

Mujetaba Mustafa, "Toleransi Beragama Dalam PerspektifF Al-Qur‟an", Jurnal


studi Islam, Vol. 7, No. 1, (April 2015), 12

Yunus Ali Mukhtar, “Toleransi-Toleransi Islam”, Cet.I, (Bandung: Iqra Bandung,


1983),h.89.

Hasbullah Bakry, “Sistematika Filsafat”, (Jakarta: Wijaya,1978), h.9.

Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu (Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 165.

Haidar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (Cet. II; Yogyakarta:
Pustaka Pelajara, 1999), h. 41

19

Anda mungkin juga menyukai