Anda di halaman 1dari 16

ISLAM PLURALISME

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah “Pengem bangan Pemikiran Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu

Dr.Sutoyo,S.Ag, M.Ag

Disusun Oleh Kelompok 13:

Hanib Mujahidin Ma’sum 201210158

Hanif Lukman Dwi Harsya 201210164

Kelas:PAIE

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ISLMU

KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM

NEGERI PONOROGO

2023
KATAPENGATAR

Segala puji bagi Allah ‫ﷻ‬yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “IslamModernisdanMuhammadiyah” dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercerahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
‫ﷺ‬beserta keluarga dan parasahabatnya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Sutoyo, S.Ag, M.Ag selaku dosen
pengampu matakuliah pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam yang telah membimbing
kamisertateman-temankelas PAIE yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
memohon saran dan kritik yang membangun perbaikan agar kedepannya lebih baik lagi. Kami
berharap semoga makalah ini memberi manfaat untuk kita semua khususnya penulis dan
pembaca.Aamiin.

Ponorogo,22Agustus 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... i

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

C. Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………3

A. Pengertian Islam Pluralisme ................................................................................ 3

B. Ciri Islam Pluralisme ............................................................................................ 5

C. Sikap Kita Terhadap Islam Pluralisme .............................................................. 8

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pluralisme dalam kajian keagamaan mempunyai banyak pengertian, tinggal dari sudut apa
pluralisme itu didefinisikan. Misalnya, pluralisme seringkali disetarakan dengan istilah
“kerukunan”, “toleransi”, atau “hubungan dialogis”. Meski dalam kajian sosiologis, dapat diartikan
dengan “kerukunan”, “toleransi”, atau “hubungan dialogis”, tetapi dalam kajian keagamaan atau
teologia, pluralisme diartikan dengan peletakkan kebenaran agama dalam posisi paralel atau sejajar.

Berdasarkan sudut pandang ini, pluralisme sering bertukar makna dengan istilah
paralelisme, karena paralelisme juga dimaknai sebagai usaha untuk mendudukkan agama-agama
secara sejajar dalam pencarian kebenaran dan titik-titik padanan dan pertemuan antar agama.1

Berdasarkan pengertian tersebut, yaitu pertemuan antara agama, di mana semua kebenaran
agama diletakkan secara paralel, maka kebenaran agama menjadi relatif dan tergantung
pemeluknya. Dengan demikian, paralelisme meletakkan semua agama dianggap sebagai jalan
(washilah) yang berbeda, tetapi mempunyai substansi yang sama, yakni mengabdi kepada Tuhan.
Oleh sebab itu, agama dianggap sebagai jalan yang dihasilkan dari gejala empiris pengalaman
kesejarahan manusia. Sedangkan ditinjau dari sudut perennial, agama dipahami sebagai suatu jalan
yang sah menuju realitas ketuhanan.2

1 Armada Riyanto CM, Dialog Interreligius, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 240
2
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), hlm. 70.

1
A. Rumusan Masalah

1. Pengertian Islam Pluralisme?

2. Ciri Islam Pluralisme?

3. Sikap Kita Terhadap Islam Pluralisme?

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian islam pluralisme?

2. Untuk mengetahui ciri islam pluralisme?

3. Untuk mengetahui sikap kita terhadap islam pluralisme?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam Pluralisme

Pluralisme adalah suatu gagasan atau pandangan yang mengakui adanya hal-hal yang
sifatnya banyak dan berbeda-beda (heterogen) di dalam suatu komunitas masyarakat. Semangat
pluralisme sebagai penghargaan atas perbedaanperbedaan dan heterogenitas merupakan
moralitas yang harus dimiliki oleh manusia. Mengingat Indonesia negara yang memiliki banyak
pulau, banyak pula memiliki perbedaan baik dari adat istiadat, agama dan kebudayaan, yang
membuat semangat pluralisme sangat penting di tanamkan di Indonesia.

Pluralisme sebagai sebuah sikap mengakui adanya perbedaan-perbedaan harus diterapkan


agar dapat bersikap inklusif di dalam keberagaman.Sebagaimana diungkapkan Muhammad
Arkoun yang menolak menggunakan referensi teologis sebagai system cultural untuk bersikap
ekslusif. Umat Islam seharusnya menjauhi sifat hegemoni yang berlebihan yang dapat
memarginalisasi kelompok masyarakat lain. Penting bagi seorang Muslim untuk menjaga
moralitas dalam kehidupan karena eklusivisme beragama dan dominasi Muslim atau nonMuslim
dapat merusak iklim pluralisme agama dan persatuan nasional sehingga sulit dibenarkan oleh
prinsip Universalisme Islam itu sendiri.3

Jadi, pluralisme dapat dipahami bahwa masyarakat Indonesia beraneka ragam atau majemuk,
Indonesia yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama. Yang menggambarkan kesan saling
menghargai satu sama lain, bahkan pluralisme antara lain suatu keharusan bagi keselamatan
untuk manusia.

Bagaimana pandangan Islam terhadap pluralisme. Sebagai agama samawi, Islam memiliki
pandangan tersendiri dalam menyikapi pluralisme dan pluralistis.Berkaitan dengan tema
pluralisme, atau lebih tepatnya memperkenalkan prinsipprinsip pluralisme, atau lebih tepatnya

3
Imam Sukardi dkk, Pilar Islam bagi Pluralisme Modern, Tiga Serangkai, Solo, 2003, hlm. 129-130.

3
pengakuan terhadap pluralistis dalam kehidupan manusia. Pengakuan Islam terhadap adanya
pluralistis itu dapat dielaborasi ke dalam dua perpektif, pertama teologis dan kedua sosiologis.

Pluralistis agama dalam pandangan Islam masuk ke dalam perspektif teologi Islam tentang
agama-agama. Dalam dikursus kontemporer, pembahasan tentang agama-agama dan relasinya
ini mengambil bentuk dalam Ilmu Perbandingan Agama, sebuah disiplin ilmu yang berkembang
luas di Indonesia setelah diperkenalkan oleh almarhum Mukti Ali, mantan Guru Besar Ilmu
Perbandingan Agama di IAIN (sekarang UIN) Yogyakarta. Concern Mukti Ali adalah
menciptakan suatu dialog positif antar Agama-agama yang ada, terutama tiga agama besar yaitu
Yahudi, Nasrani dan Islam. Islam telah mengajarkan umatnya untuk menghormati agama lain
dan melarang mencelanya. Bahkan dalam suatu ayat, Allah Swt melarang kita untuk mencela
sesembahan-sesembahan para menyembah berhala. Allah Swt befirman:

Qs-Al-An’am :108)

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada
Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan.4

Pada ayat di atas secara tegas melarang umat Islam untuk mencerca dan mencela
sesembahan non-Muslim, ayat ini jelas mengajarkan prinsip lasamuh (toleransi) kepada setiap
muslim dalam hubungannya dengan agama lain, di khawatirkan mereka (non-Muslim) akan
berbalik menghina Islam. Tidak mudah memang untuk menjauhi larangan Allah ini. Pada
kenyataan, fenomena konflik antarpemeluk agama begitu akrab dengan keseharian kita.
Beberapa konflik dan kerusuhan yang berlangsung dalam decade 90-an, misalnya, ternyata
masih mengikut sertakan sentiment agama. Padahal, agama sebenarnya tidak boleh dijadikan
legitimasi bagi sebuah tindakan anarkis dan radikal.

Islam secara tegas mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan
sesama manusia selama non-Muslim tidak mengganggu seorang Muslim dalam menjalankan

4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bintang Indonesia, Jakarta, 2012.

4
ibadahnya. Umat Islam dilarang untuk mengganggu pemeluk agama lain Rasulullah Saw telah
memberikan teladan yang sangat baik dalam hal ini. Beliau adalah seorang pemimpin yang
bijaksana dan senantiasa berlaku adil kepada semua manusia. Fakta-fakta sejarah, antara lain
tertulis dalam Piagam Madinah. Menunjukkan toleransi yang luar biasa dari pihak muslim
kepada golongan non-Muslim.5

B. Ciri-ciri Islam Pluarisme

Kata pluralitas jelas artinya adalah ada banyak macam, ada perbedaan, ada keanekaan.
Pluralitas mengungkapkan fakta bahwa ada banyak. Sedangkan pluralitas keagamaan artinya ada
aneka agama dan orientasi keagamaan.6

Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Kata ini diduga berasal dari bahasa
Latin, plures, yang berarti beberapa dengan implikasi perbedaan. Pluralisme adalah pandangan
ëolosoë yang tidak mau mereduksi segala sesuatu pada satu prinsip terakhir, tetapi menerima
adanya keragaman .7 Sedangkan Pluralitas dimaknai dengan keberagaman. Dari asal-usul kata ini
diketahui bahwa pluralisme agama tidak menghendaki keseragaman bentuk agama. Sebab, ketika
keseragaman sudah terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama (religious plurality).
Keseragaman itu sesuatu yang mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya Tuhanmu
berkehendak niscaya kalian akan dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak identik
dengan model beragama secara eklektik, yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam suatu
agama dan membuang sebagiannya untuk kemudian mengambil bagian yang lain dalam agama
lain dan membuang bagian yang tak relevan dari agama yang lain itu.

Allah berfirman:

5
Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara (Respon Islam terhadap Isu-Isu Aktual), Serambi Ilmu Semesta,
Jakarta, 2014, hlm. 49-52.
6
http://www.christianpost.co.id/opini/20090728/4891/pluralitas-keagamaan-asset-atau-liability/
7
Nur Cholis Madjid, 1998, Kebebasan Beragama dan Pluralisme Dalam Islam, dalam Komarudin Hidayat dan
Rahma Gous EF, Passing Over, Gramadia, hlm.184

5
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangi dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. QS, al-Mumtahanah [60]: Ayat
8
Dengan menggunakan dasar pemahaman tentang pluralisme seperti di atas, maka dapat
diidentifikasikan sekurang-kurangnya lima ciri utama pluralisme:

1. Selau berkaitan dengan memelihara dan menjunjung tinggi hak dan kewajiban masingmasing
kelompok

2. Menghargai perbedaan dalam kebersamaan

3. Pluralime menunjukan kepada wahana untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan


berkompetisi secara jujur, terbuka, dan adil, karakteristik ini berkaitan dengan upaya
menghilangkan pendapat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada kelompok ordinate yang
mendominasi kelompok subordinate, kelompok mayoritas merasa lebih unggul dari kelompok
minoritas

4. Pluralisme harus didudukan pada posisi yang proporsional. Yang berarti bahwa pluralisme
dicirikan oleh pandangan-pandangan yang berbeda yang nampak menjadi daya dorong untuk
mendinamisasi kehidupan bermasyarakat, dan bukan mekanisme untuk menghancurkan satu
kelompok terhadap kelompok lain.

5. Menunjukkan adanya perasaan kepemilikan bersama, untuk kepentingan bersama dan


diupayakan bersama.8

Jadi berdasarkan pada paparan di atas dapat diartikan, bahwa pluralisme agama adalah
suatu sistem nilai yang memandang keberagaman atau kemajemukan agama secara positif
sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai kenyataan (sunnatullâh) dan berupaya untuk
berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu.
Dikatakan secara positif, agar umat beragama tidak memandang pluralitas agama sebagai

8
M.Tuwah, Subardi Dkk, 2001, Islam Humanis, PT Moyo Segoro Agung, Jakarta, hlm. 42

6
kemungkaran yang harus dibasmi. Dinyatakan secara optimis, karena kemajemukan agama itu
sesungguhnya sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan kebaikan di bumi.
Seperti yang termaktub dalam Al qur’an: berlomba-lombalah dalam hal kebajikan.

Jadi berdasarkan uraian diatas, Pluralitas dan Pluralisme dapat dibedakan yaitu, Kata
pluralitas jelas maknanya, ada banyak macam, ada perbedaan, ada keanekaan atau
keanekaragaman. Pluralitas mengungkapkan fakta bahwa ada banyak. Sedangkan pluralitas
keagamaan artinya ada aneka agama dan orientasi keagamaan.

Istilah pluralisme juga bentuk serapan dari kata pluralism. Akar kata pluralisme itu sendiri adalah
pluralis dari bahasa Latin yang berarti jamak. Sehingga pluralisme adalah paham yang
berteorikan kejamakan. Dari definisi yang diungkapkan tersebut ciri-ciri dari pluralisme, yaitu:

1. Realitas fundamental bersifat jamak

2. Ada banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat
diredusir, dan pada dirinya independen

3. Alam semesta pada dasarnya tidak tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan
atau kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional
fundamental.

Dari ciri-ciri tersebut, pluralisme dapat dipahami sebagai paham atau ajaran yang menjelaskan
tentang realitas dari dalam alam semesta yang terpisah dan tidak memiliki kesatuan 9. Adapaun
pendapat lain juga menyatakan ciri-ciri pluarisme sebagai berikut :

1. Tujuannya membentuk manusia berbudaya dan menciptakan masyarakat berbudaya.

2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai


kelompok etnis.

3. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman


budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis)

9
Muhammad Ilham, “Monoisme Dan Pluralisme Kebenaran Dalam Perspektif Hukum Islam,” SANGAJI: Jurnal
Pemikiran Syariah Dan Hukum 5, no. 1 (2021): 67–80, https://doi.org/10.52266/sangaji.v5i1.603.

7
4. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi
persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.10

5. Kesetaraan atau persamaan (equality). Ajaran pluralisme agama mengajarkan semua


agama sama dan setara, tak ada yang paling baik dan tak ada yang paling buruk.

6. Liberalisme atau kebebasan. Ajaran pluralisme agama mengajarkan hak kebebasan


beragama, dalam arti keluar-masuk agama. Hari ini seseorang boleh menjadi Muslim,
esok menjadi Kristen, esok lusa menjadi Hindu, dan seterusnya.

7. Relativisme. Sebetulnya ini adalah implikasi dari kedua watak yang sebelumnya. Ajaran
pluralisme agama mengajarkan kebenaran agama relative.

8. Reduksionisme. Untuk sampai kepada kesetaraan atau persamaan, ajaran pluralisme


agama telah meredusir jati-diri atau identiti agama-agama menjadi entiti yang lebih
sempit dan kecil, yakni sebagi urusan pribadi (private affairs). Dengan kata lain pluralism
agama itu berwatak sekular.

9. Eksklusivisme. Ramai orang yang gagal mengidentifikasi dan memahami watak atau ciri
yang satu ini. Hal ini disebabkan selama ini ajaran pluralisme agama ini di anggap
sebagai anti eksklusivisme. Ia sering menyuguhkan dirinya sebagai ajaran yang tampak
ramah dan sangat menghormati ke-berbedaan (the otherness) dan menjunjung tinggi
kebebasan.11

C. Sikap kita terhadap aliran Pluralisme

Islam mengakui adanya pluralitas agama, ras dan kultur sebagai kehendak Allah tapi
Islam tidak mengakui pluralisme yang memandang semua agama sama. Hal itu karena
adanya perbedaan fundamental secara teologis antara agama-agama. Islam adalah agama
Tawhid yang mengakui Allah sebagai Tuhan, sedangkan Yahudi mengakui tuhan Yahweh
sebagai Tuhan khusus untuk golongan mereka; Kristen mengimani satu Tuhan namun
10
Sulpi Affandy, “Pendidikan Islam Berdimensi Pluralisme,” Permata : Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 1
(2022): 60, https://doi.org/10.47453/permata.v3i1.639.

Anis Malik Thoha, “Mencermati Doktrin Dan Ciri-Ciri Fahaman Pluralisme Agama,” Simposium Membanteras
11

Gerakan Pluralisme Agama Dan Pemurtadan Ummah, 2011.

8
memiliki tiga unsur; Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Ruh Kudus, atau dikenal dengan
Trinitas. Sedangkan agama-agama nonsemitik seperti Hindu, Majusi, Taoisme dan lainnya
beriman kepada banyak Tuhan atau golongan yang sering disebut politeistik.

Perbedaan fundamental tersebut menjadikan Islam tidak mentolerir secara teologis


bahwa agama-agama lain sama dengan Islam. Jika pluralisme membenarkan semua agama,
Islam tidaklah demikian. Islam menegaskan bahwa ia berbeda dengan agama-agama lain.
Bagi Islam, agama yang benar adalah Islam, yang lain tidak. Tidak ada toleransi dalam
tataran akidah. Perbedaan ini terlihat dari konsep keselamatan yang ada dalam Islam yang
meyakini bahwa barang siapa yang beragama selainnya, maka orang tersebut tidak akan
selamat.12

Yang perlu digaris-bawahi di sini adalah bahwa bagi kalangan pluralis sejati, Pluralisme
pada umumnya dan Pluralisme Agama pada khususnya bukanlah sekadar toleransi belaka,
sebagaimana yang jamak di(salah)fahami oleh kalangan pentaklid pluralis. Penekanan
Pluralisme lebih pada kesamaan atau kesetaraa (equality) dalam segala hal, termasuk
beragama. Setiap pemeluk agama harus memandang sama pada semua agama dan
pemeluknya. Oleh kerananya, sejatinya pandangan ini pada akhirnya akan menggerus konsep
keyakinan iman-kufur, tauhid-syiri, yang sangat sentral dalam agama Islam secara khusus.
Dan secara umum, doktrin ini akan menggusur dan mengubur keyakinan kebenaran absolut
dan eksklusif yang sedia ada pada agama-agama besar dunia. Dengan kata lain, seperti yang
ditegaskan para peneliti/pakar agama dari latar belakang agama yang bermacam-macam,
bahaya doktrin Pluralisme Agama ini tidak hanya mengancam agama tertentu, Kristen atau
Islam, sahaja tapi mencakup seluruh agama.13

Oleh karena itu ditegaskan bahwa semua agama sejatinya tidak lain merupakan
manifestasi dari realitas yang satu, sehingga semua agama sama kedudukannya dan tidak ada
yang lebih baik. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa pluralisme agama hendak merelatifkan
pandangan pribadi umat beragama bahwa seolah semua agama adalah sama benarnya.

12
Harda Armayanto, “Problem Pluralisme Agama,” Tsaqafah 10, no. 2 (2014): 325,
https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v10i2.191.
13
Anis Malik Thoha, “Mencermati Doktrin Dan Ciri-Ciri Fahaman Pluralisme Agama.”

9
Respect (hormat) terhadap pandangan atau pendapat keagamaan orang lain yang berbeda,
sangat diperlukan dalam hal ini, tentu saja tidak sama dengan membenarkannya. Kata
kuncinya adalah “toleransi”, yaitu kesediaan untuk menerima adanya perbedaan persepsi.
Sesuatu yang tidak mudah, khususnya bagi masyarakat tradisional yang homogen, yang
belum terbiasa menghadapi pandangan-pandangan baru yang beragam dan banyak.
Pandangan keagamaan seperti ini diperukan dalam rangka menjauhkan agama memasuki
wilayah publik yang memang telah menjadi urusan negara di kurun modern, sehingga dengan
demikian diharapkan dapat tercipta kesejahteraan hidup bersama dalam masyarakat yang
beragam.

Dengan demikian, pluralisme agama tidak lain merupakan “pandangan” atau “sikap”,
sebagaimana isme-isme pada umumnya, akan perlunya menerima dan mengakui adanya
persepsi yang berbeda dari tradisi-tradisi yang dimiliki agama-agama. Implikasinya adalah
bahwa setiap pemeluk agama harus berani mengakui eksistensi dan hak hidup agama lain dan
selanjutnya besedia memahami perbedaan dan persamaan berbagai agama menuju
terciptanya suatu kerukunan dalam kemajemukan agama. Dengan pliralisme dimungkinkan
terciptanya kondisi hidup bersama (ko-eksistensi) antara umat beragama yang bebeda-beda
dalam satu komunitas, dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-
masing agama, sebagai upaya mencari titik temu dalam menentukan kebersamaan. Untuk itu,
masyarakat beragama senantiasa harus bisa berlaku adil, tidak saja terhadap agama sendiri
tetapi juga terhadap agama yang dimiliki komunitas lain, didasari kesadaran yang positip
tentang adanya perbedaan-perbedaan antara berbagai kelompok.14

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa menolak perbedaan sama dengan melawan
kehendak-Nya. Artinya, siapapun tidak perlu menolak atau menghilangkan apa yang telah
ditentukan Tuhan berdasarkan kekuasaan-Nya. Memang tidak mudah menerima perbedaan,
terutama bagi masyarakat yang terbiasa dengan satu macam ajaran. Terkait hal ini, Nabi
sendiri pernah diingatkan sekiranya ia memperlihatkan bukti yang paling meyakinkan
sekalipun kepada sebagian manusia, mereka tidak akan mengikutinya, demikian juga Nabi
tidak akan mengikuti mereka. Seperti firman-Nya dalam Al-Baqarah: 145, “Dan walaupun

14
Anis Malik Thoha.

10
engkau (Muhammmad) memberikan semua ayat (keterangan) kepada orang-orang yang
diberi Kitab itu, mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan engkaupun tidak akan mengikuti
kiblat mereka. Sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain…” Sekali
lagi, inilah fakta bahwa Tuhan menghendaki manusia tetap dalam kondisi perbedaan dan
keragaman, termasuk dalam hal beragama.15

15
ibid

11
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pluralisme adalah suatu gagasan atau pandangan yang mengakui adanya hal-hal yang
sifatnya banyak dan berbeda-beda (heterogen) di dalam suatu komunitas masyarakat. Semangat
pluralisme sebagai penghargaan atas perbedaanperbedaan dan heterogenitas merupakan
moralitas yang harus dimiliki oleh manusia. Mengingat Indonesia negara yang memiliki banyak
pulau, banyak pula memiliki perbedaan baik dari adat istiadat, agama dan kebudayaan, yang
membuat semangat pluralisme sangat penting di tanamkan di Indonesia.

Istilah pluralisme juga bentuk serapan dari kata pluralism. Akar kata pluralisme itu sendiri adalah
pluralis dari bahasa Latin yang berarti jamak. Sehingga pluralisme adalah paham yang
berteorikan kejamakan. Dari definisi yang diungkapkan tersebut ciri-ciri dari pluralisme, yaitu:

1. Realitas fundamental bersifat jamak

2. Ada banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat
diredusir, dan pada dirinya independen

3. Alam semesta pada dasarnya tidak tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan
atau kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional
fundamental.

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa menolak perbedaan sama dengan melawan
kehendak-Nya. Artinya, siapapun tidak perlu menolak atau menghilangkan apa yang telah
ditentukan Tuhan berdasarkan kekuasaan-Nya. Memang tidak mudah menerima perbedaan,
terutama bagi masyarakat yang terbiasa dengan satu macam ajaran. Terkait hal ini, Nabi sendiri
pernah diingatkan sekiranya ia memperlihatkan bukti yang paling meyakinkan sekalipun kepada
sebagian manusia, mereka tidak akan mengikutinya, demikian juga Nabi tidak akan mengikuti
mereka.

12
DAFTAR PUSTAKA

Affandy, Sulpi. “Pendidikan Islam Berdimensi Pluralisme.” Permata : Jurnal Pendidikan Agama
Islam 3, no. 1 (2022): 60. https://doi.org/10.47453/permata.v3i1.639.

Anis Malik Thoha. “Mencermati Doktrin Dan Ciri-Ciri Fahaman Pluralisme Agama.” Simposium
Membanteras Gerakan Pluralisme Agama Dan Pemurtadan Ummah, 2011.

Armayanto, Harda. “Problem Pluralisme Agama.” Tsaqafah 10, no. 2 (2014): 325.
https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v10i2.191.

Ilham, Muhammad. “Monoisme Dan Pluralisme Kebenaran Dalam Perspektif Hukum Islam.”
SANGAJI: Jurnal Pemikiran Syariah Dan Hukum 5, no. 1 (2021): 67–80.
https://doi.org/10.52266/sangaji.v5i1.603.

13

Anda mungkin juga menyukai