Anda di halaman 1dari 18

PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
“METODE STUDI ISLAM”

Dosen Pengampu :
RUDI IRAWAN M.Pd

Disusun oleh :

KELAS L
Kelompok 2

1. FAQIHUDDIN AKBAR MUALLIM (2111010413)


2. FATTONI (2111010443)
3. FAWWAS SOFWAN DZAEL HAQQY (2111010444)
4. TITI ANGGRAINI (2111010437)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN AJARAN 2022 / 2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah -Nya kepada kita semua. Tak lupa Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendekatan Dalam Studi Islam”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Studi Islam pada
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung. Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempura dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini, penulis memohon maaf yang sebesar - besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak
Rudi Irawan M.Pd selaku dosen mata kuliah Metode Studi Islam.

Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita semua.

Bandar Lampung, 12 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH............................................................................................................i

KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendekatan Teologis Normatif........................................................................................2


B. Pendekatan Antropologis.................................................................................................4
C. Pendekatan Antropologis.................................................................................................6
D. Pendekatan Historis.........................................................................................................9
E. Pendekatan Psikologis.....................................................................................................11
F. Pendekatan Filosofis........................................................................................................12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang komprehensif,yang mengatur semua aspek kehidupan


manusia,baik dalam aspek ta’abbudi,yaitu hubungan antara manusia dengan Allah ,maupun
aspek mu’amalah,yaitu hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.Berbagai aturan
tersebut bukan berarti mengekang manusia dalam kehidupan,tetapi berfungsi untuk
menciptakan keteraturan dan kedamaian dalam hidup manusia.Allah sebagai Khalik lebih
mengetahui karakter manusia karena Dialah yang menciptakan manusia dengan segala
kesempurnaan.Manusia dituntut agar mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan akalnya
dan menyalurkannya dnegan hal-hal positif sehingga membawa manusia pada kemajuan.
Apabila manusia tidak dapat mengendalikan nafsunya condong ke hal-hal negatif maka akan
mendatangkan kerusakan dan kehancuran.
Allah SWT mengajarkan islam pada manusia melalui perantara utusan-Nya yaitu para
nabi dan rasul.Nabi dan rasul menjadi suri tauladan bagi umat manusia sehingga tidak ada
alasan manusia tidak mengikuti ajaran dan perbuatannya.Nabi Muhammad Saw adalah
utusan Allah yang terakhir karena setelahnya tidak ada lagi nabi dan rasul.Ini menunjukan
islam telah sempurna dan tidak ada lagi risalah setelah risalah yang dibawa oleh nabi
Muhammad Saw.
Berbagai permasalahan tidak berhenti speninggal nabi Muhammad Saw. Ulama
sebagai pewaris nabi yang dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan
kontemporer umat islam melalui ijtihad. Ijtihad yang dilakukan merujuk pada Al-Qur’an dan
hadist sebagai sumber utama ajaran islam yang disampaikan oleh nabi Muhammad Saw.Umat
islam dituntut agar mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Untuk itu, umat islam
harus mampu memahami islam secara kaffah melalui berbagai pendekatan studi keislaman.
Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan dalam rangka mempelajari agama,termasuk
islam. Ada tiga bidang keilmuan yang sudah mapan dan berkembang luar biasa dalam
kehidupan manusia yaitu bidang ilmu kealaman,sosial dan budaya.Pendekatan bidang
keilmuan ini sangatlah penting dalam memahami islam secara komprehensif.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Teologis Normatif

Kata teologi berasal dari kata theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu
atau pengetahuan. Secara etimologis,teologi dpat diartikan sebagai pengetahuan atau studi
tentang Tuhan. W.J.S. Poerwadraminta dalam kamus bahasa indonesianya menyatakan
bahwa teologis merupakan pengetahuan tentang Tuhan, dasar-dasar kepercayaan kepada
Tuhan dan agama berdasarkan pada kitab suci. The New Oxford Illustrated Dictionary
mengartikan teologi sebagai ilmu agama atau studi tentang Tuhan yang Maha Esa ,
terutama tentang atributnya dan dalam hubungannya dengan manusia. Akan tetapi , secara
epistemologis, teologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang keyakinan beragama. Pendekatan teologis berasal dari norma-norma dan prinsip-
prinsip yang diajarkan oleh agama tertentu yang berasal dari Tuhan, dalam
perkembangannya dikenal juga dengan istilah pendekatan teologi normatif. Pada awalnya
teologi ini merupakan istilah yang dipakai oleh para pemikir Kristen yang menunjukan
suatu disiplin ilmu yang membahas perihal Tuhan dgan Ketuhanan. Saat ini teologi telah
diakui sebagai sebuah disiplin ilmu karena dianggap telah memenuhi tiga aspek ilmu
pengetahuan yaitu aspek ontologis (mempunyai objek yang jelas),aspek terminologis
(mempunyai prosedur atau metodologi) dan aspek aksiologis (mempunyai manfaat).
Disiplin ilmu Teologi memiliki keabsahan dan keakuratan sehingga pendekatan teologis
telah menjadi pola, patokan, dan rujukan dalam mempelajari studi keagamaan.
Pendekatan teologi normatif bertolak pada suatu keyakinan keagamaan dan
mengklaim bahwa agamanya yang paling benar dibandingkan dengan agama lain.
Penekannannya adalah pada bnetuk formal dan simbol keagamaan masing-masing agama.
Sehingga fanatisme beragama bukanlah suatu yang harus dihindari dalam pengertian ini.
Karena menganggap agama lain benar, berarti secara tidak langsung meragukan agama
yang dianutnya. Hal ini tidak dapat dikategorikan perbuatan yang tidak toleran. Pada
hakikatnya toleransi beragama bukan berarti menganggap semua agama benar, tetapi
mengakui dan menghormati keberadaan dan keberagaman dalam beragama, tercipta
kedamaian dan kerukunan hidup antar umat beragama.

2
Dewasa ini perkembang pemahaman bahwa pendekatan teologis normatif dalam
memahami agama cenderung bersifat tertutup, tidak ada dialog, parsial, saling
menyalahkan, saling mengkafirkan, dan mengkotak-kotakkan umat, tidak ada kerja sama
dan keperdulian sosial. Sepintas pemahaman tersebut benar seperti yang giat di
kampanyekan kelompok pluralisme. Padahal ketika diteliti lebih dalam, terdapat perbedaan
yang nyata antara paham keagamaan dan kemanusiaan (humanity). Setiap agama tidak ada
yang mengajarkan umatnya untuk memerangi dan memusuhi pemeluk agama lain. Setiap
agama mengajarkan umatnya untuk hidup rukun dan berdampingan dengan pemeluk
agama lain. Begitupun dengan islam, yang mengajarkan umatnya untuk menebar manfaat
dan kedamaian anatar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, dan agama.
Dalam aspek ta’abbudi atau aspek ibadah tentunya sikapa tertutup dan parsial itu
diharuskan. Islam melarang umatnya untuk mencampur adukan ajaran agamanya dengan
ajaran agama lain. Ajaran islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw telah sempurna
sejak diturunkannya surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya :
"Pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah aku cukupkan
nikmatku bagimu, dan telah ridhoi islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah (5) : 3)
Ayat ini menjelaskan bahwa islam telah sempurna sebagai suatu agama. Artinya,
tidak boleh diubah, ditambah, dikurangi, apalagi dicampur adukkan dengan keyakinan
agama lain agar kesempurnaannya tetap terjaga. Ketika terjadi perubahan, penambahan,
pengurangan atau mecampur adukkan paham dan praktik keagamaan dengan agama lain
maka hal ini akan menggeser kesempurnaannya dan menghilangkan keridhoan dari Allah.
Begitu pun dalam beberapa redaksi hadist terdapat larangan untuk melakukan perbuatan
tasyabuh, yaitu perbuatan yang menyerupai agama lain dalam urusan ibadah. Bahkan
tasyabuh ini dapat mengkategorikan pelakunya termasuk golongan yang diikuti tersebut.
Lain halnya dalam aspek sosial dan kemanusiaan atau humanity, yang dalam islam
dikenal dengan aspek mu’amalah. Dalam hal ini islam justru memerintahkan umatnya
untuk berbaur, bersikap terbuka, dan berkerja sama dengan semua manusia tanpa
memandang perbedaan agama. Rasulullah mencontohkan pada umatnya agara sellau
berbuat baik dan berlaku adil kepada siapa saja. Aspek mu’amalah atau sosial
kemanusiaan, islam mengajarakan untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada semua
manusia apapun suku, ras, dan agamanya.
Tanpa adanya pendekatan teologis normatif dalam memahami agama akan membuat
identitas keagamaan seseorang menjadi tidak jelas. Pendekatan teologis normatif berfungsi
3
untuk menjaga eksistensi ajaran agama dan pembentukan karakter pemeluknya untuk
membangun masyarakat ideal yang diajarkan agama yang dianutnya. Perbedaan dalam
bentuk formal teologis yang terjadi diberbagai madzhab, aliran ,dan teologis keagamaan
merupakan suatu realitas yang harus diakui dan dihormati keberdaannya. Setiap pemeluk
agama hendaknya mampu membedakan aspek ta’abbudi dan aspek mu’amalah atau sosial
kemanusiaan sehingga misi agama sebagai rahmatalil’alamin dapat terwujud dengan
dilandasi prinsip keadilan, kebersamaan, kemanusiaan, kemitraan, dan saling menolong
sehingga tercipta masyarakat yang damai.
Pendekatan teologis normatif merupakan suatu pendekatan yang bersifat deduktif
yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, berasal dari Tuhan
maka tidak mungkin terdapat kesalahan. Dengan memahami pendekatan teologis normatif
ini maka akan membuat pemeluknya untuk berpegang teguh pada ajaran agama yang
diyakininya, tanpa memandang remeh agama lainnya. Agama dipandang sebagai suatu
ajaran yang mutlak kebenarannya karena berasal dari Tuhan, tanpa penalaran dari
pemikiran manusia. Misalnya saja agama islam, sudah pasti benar dan menjunjung nilai-
nilai luhur keadilan, kemanusiaan, kejujuran, kebersamaan, tolong menolong, saling
menguntungkan, bekerjasama, mendorong kreatifitas dan inovasi, baik dibidang sosial,
ekonomi, iptek, politik, kesehatan, kebudayaan, dan pada setiap sendi kehidupan. Islam
tampil sebagai pedoman hidup yang ideal yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang
terdapat dalam sumber ajaran pokok Al-qur’an dan hadits.

B. Pendekatan Antropologis

Antropologi berasal dari bahasa yunani, “anthropos” yang berarti manusia dan “logos”
yang berarti ilmu atau pengetahuan. Secara sederhana, antropologis dapat diartikan ilmu yang
mempelajari tentang manusia, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu
sosial, ilmu hayati, dan ilmu humaniora. Pendekatan antropologis dalam studi agama,
merupakan suatu cara dalam memahami agama dengan cara melihat praktik kegamaan yang
tumbuh dan berkembang dimasyarakat. Pendekatan ini digunakan dalam studi agama melihat
kenyataan bahwa terkadang terdapat perbedaan praktik keagamaan pada suatu kelompok
masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Pendekatan antropologis bersifat induktif,
artinya pendekatan ini tidak bertolak dari teori, tetapi berawal dari pengamatan dan observasi

4
secara langsung. Pendekatan induktif memberikan kebebasan pada peneliti dari teori-teori
yang ada, adakalanya penghasilan teori dan pengetahuan baru.
Melalui pendekatan antropologis maka dapat dilihat hubungan antar agama dengan aspek
pengorganisasi sosial, budidaya, ekonomi, politik, dan aspek-aspek lainnya yang berkembang
pada suatu tatanan masyarakat dalam hubungannya dnegan pengorganisasi sosial, misalnya
pada masyarakat hindu mengenal adanya empat kasta yang ada di masyarakat, sedangkan
dalam agama islam tidak mengenal adanya tingkatan kasta tersebut. Islam mengajarkan
bahwa manusia memiliki kedudukan dan derajat yang sama disisi Tuhan, yang membedakan
hanya ketakwaanya. Akan tetapi, Clifford Geertz dalam karyanya The Relivion Of Java
menyatakan bahwa terdapat pengklasifikasian dalam struktur masyarakat muslim di jawa,
yaitu santri, priyai, dan abangan. Pernyataan Clifford Geertz tersebut tentunya mendapat
berbagai penolakan dan sanggahan dari para peneliti sosial lainnya karena pengklasifikasian
tersebut tidak selamanya tampak dan berbeda dengan tingkatan kasta dlaam agama hindu.
Pendekatan antropologis juga dapat menunjukkan hubungan antara agama dengan
struktur ekonomi suatu masyarakat. Sistem ekonomi merkantilisme di eropa misalnya ,
menempatkan sektor perdagangan diatas sektor pertanian, perekonomian dikuasi oleh para
saudagar yang notabene adalah para bangsawan pemerintahan dan para pemuka agama.
Sektor-sektor perekonomian dikuasi dan dikendalikan sepenuhnya oleh negara dnegan
dukungan gereja. Sistem ekonomi ini tentunya mendapat perlawanan dri masyarakat kelas
bawah sehingga munculnya ideologi kapitalisme yang menafikkan peran agama dalam
perekonomian dan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Kapitalisme juga pada
akhirnya menghasilkan persaingan bebas yang tidak terkendali sehingga menyebabkan
kekayaan menumpuk pada segelitir orang saja. Sistem ekonomi kapitalisme pun akhirnya
mendapatkan perlawanan dan ideologi sosialisme yang mengharuskan negara menguasia dan
mengendalikan semua sektor dalam perekonomian dan membagikan manfaatnya secara
merata pada semua warganya agar tercipta suatu kondisi yang sama rata pada semua lapisan
masyarakat. Akan tetapi, pada masyarakat muslim, berkembang suatu sistem ekonomi islam.
Sistem ekonomi islam memiliki karakteristik yang khas dengan adanya ketentuan sektor-
sektor ekonomi yang harus dikuasi negara dan yang boleh dikuasi oleh perorangan. Di satu
sisi masyarakat diberikan kebebasan untuk mengembangkan dan memaksimalkan usahanya
tetapi disisi lain juga diatur agar tidak sektor-sektor vital yang menguasai hajat hidup orang
banyak yang mesti dikuasi negara.

5
Hubungan antara agama dengan politik dan negara jug adpat dipelajari dengan
mendekatkan antropologis. Banyak negara-negara yang menerapkan agama sebagai dasar
negaranya. Fatikan menjadi salah satu contoh yang unik bahwa negara tersebut dipegang oleh
para paus atau agama dalam agama katholik. Saudi arabiyah merupakan sebuah negara
kerajaan yang menerapkan islam sebagai dasar negara. Iran merupakan negara republik
bahwa pemuka agamanya yang dalam hal ini adalah syi’ah ditempatkan pada posisi yang
strategis dalam negara. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim, tetapi yang
menjadi dasar negaranya adalah pancasila. Selain itu banyak lagi contoh-contoh lain yang
dapat menggambarkan hubungan antara agama dengan politik, negara, dan pemerintah.
Hubungan agama dengan kebudayaan juga dapat dijelaskan dengan pendekatan
antropologis. Dapat dilihat bagaimana budaya bebas di negara-negara barat yang notabene
menerapkan sistem sekularisme dalam kehidupan sosial dan bernegaranya. Misalnya, budaya
free sex, pernikahan sejenis, trans gender, dan lain sebagainnya yang menjadi tren di negara-
negara barat yang memang memisahkan kehidupan dan urusan agama dengan kehidupan
sehari-hari. Begitupun dalam model berpakaian, pergaulan sesama jenis, dan kebudayaan
lainnya. Hal tersebut bertolak belakang dengan kebudayaan yang berkembang di negara-
negara yang menjadikan agama sebagai dasar negara dan menerapkan nilai-nilai agama
dalam kehidupan kesehariannya. Perilaku-perilaku tersebut merupakan perbuatan yang
dilarang oleh agama dan akan dicela oleh masyarakatnya. Pembuatan-pembuatan tersebut
dianggap perbuatan terlarang dan pelakunya akan dikucilkan dan dianggap negatif.
Melalui pendekatan antropologis dapat dilihat dengan jelas hubungan antar agama dengan
berbagai masalah kehidupan manusia dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan
fungsional dnegan berbagai fenomena kehidupan manusia. Pendekatan antropologis jelas
diperlukan adanya, sebab banyak hal yang dibicarakan agama dapat dijelaskan dengan tuntas
dengan pendekatan antropologis. Dengan demikian pendekatan antropologis dibutuhkan
dalam memahami agama. Di dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang
hanya dapat dijelaskan dengan pendekatan antropologis dan cabang-cabangnya.

C. Pendekatan Sosiologis

Sosiologi berasal dari bahasa latin, yaitu socius yang berarti kawan dan logos yang berrati
ilmu pengetahuan. Secara sederhana, sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan
tentang masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi dalam kehidupan

6
masyarakat dan mempelajari ikatan-ikatan antar anggota masyrakat tersebut. Sosiologi
berusaha menjelaskan sifat dan maksud kebersamaan dalam kehidupan masyarakat, baik
ikatan-ikatan yang terbentuk maupun keyakinan yang berkembang pada setiap kelompok
masyarakat. Sosiologi juga dapat menjelaskan keterkaitan dari setiap gejala sosial yang
muncul ditengah masyarakat. Pengembangan studi islam dengan pendekatan sosiologis tidak
bisa lepas dari kajian ilmu sosial yang mempunyai kebenaran empiris, melibatkan berbagai
teori sosiologi menjadi penting untuk menemukan suatu pemahaman yang komprehensif
tentang islam. Kebenaran sosiologis yang dibangun dari berbagai sudut fenomena yang
menjadi asumsi merupakan salah satu modal utama untuk menjadikan fenomena tersebut
sebagai disiplin ilmu. Islam sebagai disiplin ilmu perlu didekati dengan suatu pendekatan
tertentu yang bersifat ilmiyah. Studi islam dengan pendekatan sosiologis merupakan
pemahaman terhadap islam yang memiliki sistematika kajian dalam realitas kajian dalam tiga
tahap, yaitu normative science, theoretical science, dan political science.
Pada tataran normatif sains, mengacu pada pemahaman bahwa islam sebagai doktrin
bersifat normatif tekstualis, yang cukup dipahami dengan pendekatan gramatikal. Pada
tataran teoretikal sains, islam dikaji dengan lebih dalam dari berbagai aspeknya tang akhirnya
menumbuhkan suatu sikap atau pemahaman tentunya yang melahirkan suatu teori (perspektif
pengetahuan).adapun pada tataran praktikal sains, islam merupakan keberagaman perwujudan
dari respons terhadap doktrin yang bersifat dinamis. Keberagaman inilah yang bisa menjadi
berbagai disiplin dalam ilmu keislaman, seperti sosiologi islam, psikologi islam, ekonomi
islam, filsafat islam, dan seterusnya sesuai dengan pendekatan dan bangunannya. Mungkin
secara istilah Gus dur, inilah yang disebut “Pribumisasi Islam”.
Pendekatan sosiologis merupakan suatu pendekatan yang sangat penting dalam
memahami agama karena banyak bidang kajian agama yang baru bisa dipahami secara
proporsional dan tepat apabila menggunakan ilmu sosiologi. Dalam hal ini, ilmu sosiologi
menjadi penting dalam memahami islam. Hal ini dapat dipahami mengingat banyak sekali
ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial.
Sumber pokok ajaran islam adalah al-quran dan hadist yang berasal dariallah dan
rasulnya. Akan tetapi, untuk menjawab masalah yang kontemporer terkadang tidak
ditemukan secara jelas dan mendetail, baik dalam alquran maupun hadist. Sehingga umat
islam dalam hal ini para ulama berusaha untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang
ada dengan melakukan ijtihad. Ijtihad sendiri merupakan hasil pemikiran para ulama dan
pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip pokoknya tetap merujuk pada alquran dan hadist. Jadi,
7
tidak dibenarkan ketika seseorang berijtihad tentang suatu masalah yang sudah jelas diatur
dalam aiquran dan hadist dengan mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan keduanya.
Ketika islam dikaji dengan meletakkannya pada posisi hasil pemikiran ulama (dalam hal
ini ijtihad) di samping tentunya wahyu (alquran dan hadist) maka kajian ini memerlukan
kajian lain (social sciences humanities) di luar kajian teologis normatif. Penggunaan disiplin
ilmu sosial untuk mengkaji masyarakat muslim tidak bisa lepas dari kajian islam itu sendiri
dalam konteks sosialnya. Sehingga ajaran islam dan keyakinannya tidak bisa dilepaskan dari
proses analisisnya. Misalnya, terdapat beberapa perbedaan ajaran islam pada beberapa
kelompok masyarakat yang memiliki struktur sosial yang berbeda, terutama dalam masalah-
masalah yang bersifat furu’ (cabang). Contoh lain yang paling mudah dilihat adalah
terdapatnya empat mazhab dalam islam, seperti Syafi’i, Maliki,Hambali,dan Hanafi. Satu
sama lain memiliki persamaan dan perbedaan dalam perkara-perkara furu’iyyah dalam
pemahaman dan praktik keagamaan. Maka penggunaan pendekatan sosiologis menjadi sangat
penting untuk memahami ajaran islam yang sedikit banyak dipengaruhi oleh masalahdan
struktur sosial masyarakat.
Alasan lain pentingnya pendekatan sosial dalam memahami islam adalah proporsi
terbesar dalam ajaran islam, baik dalam alquran, hadist, maupun ijtihad merupakan perkara-
perkara mu’amalah (masalah sosial). Bahkan banyak diantara ajaran islam yang
menghubungkan masalah ibadah dengan masalah mu’analah. Misalnya, ketika umat islam
melakukan hubungan suami istri ketika sedang melaksanakan saum di bulan ramadhan maka
kafaratnya selain saum dua bulan berturut-turut adalah membebaskan hamba sahaya dan
memberi makan enam puluh fakir miskin. Selain itu, bagi wanita yang sedang menyusui dan
orang yang sudah renta, ibadah saum nya boleh diganti dengan fidyah (memberi makan fakir
miskin). Masalah perbudakan dan kemiskinan di sini dihubungkan dengan masalah ibadah,
(yaitu saum) sebagai kafarat atas pelanggaran pada ibadah.
Perkara sosial merupakan suatu perkara yang mendapatkan perhatian yang sangat
besar dalam agama islam. Islam hadir sebagai sebuah agama yang mampu menciptakan
tatanan sosial yang adil dan mengedepankan aspek humanity atau HAM. Penggunaan ilmu
sosiala terkadang memiliki berbagai problem sehingga menimbulkan banyak kritik bahkan
penolakan dari masyarakat muslim. Peneliti Barat kerapkali menerapkan generalisasi hasil
penelitiannya,keadaan sosiologis masyarakat muslim pada suatu daerah digeneralisir pada
daerah yang lebih luas. Problem kedua, yaitu adanya gap antara perilaku sosial pemeluk
islam dengan ajaran normatif islam. Hal ini dikarenakan miskinnya pengetahuan yang
8
dimiliki peneliti Barat yang notabene merupakan orang sekuler. Sehingga hal ini
menimbulkan problem lain, dalam hal pengambilan referensi oleh para peneliti Barat. Mereka
mengambil sumber referensi bukan dari sumber ajaran islam yang asli , yaitu Al-Qur’an dan
hadits, tetapi referensi-referensi para orientalis yang terkadang tidak sesuai dengan ajaran
islam yang sebenarnya. Ini merupakan kekeliruan awal dalam prosedur penelitian. Problem
lainnya muncul, yaitu berkaitan dengan masalah niat dan tujuan dalam pengkajian islam. Niat
dan tujuan penelitian ini akan sangat mempengaruhi peneliti sosial dalam melaksanakan
kajian islam dengan ,menggunakan disiplin ilmunya. Apa yang terjadi dalam dunia ilmu
sosial ketika dipergunakan untuk mengkaji islam dan ketika ilmuwan sosialnya adalah
nonmuslim Barat atau orang islam yang hanya mengikuti disiplin ilmu sosial menurut
ideologi Barat yang sekuler.
Dengan demikian,perlunya kerja sama anatara peneliti sosial dengan para cendikiawan
muslim atau para ulama dalam melakukan kajian islam dengan pendekatan ilmu sosial. Cara
yang lebih ideal adalah melahirkan para peneliti dan ilmuawan sosial yang juga merupakan
ilmuwan muslim sehingga menghasilkan penelitian yang lebih objektif dan ilmiah sesuai
dengan realitas yang ada. Langkah berikutnya adalah kemampuan mewujudkan suatu teori
dalam dunia ilmu sosial yang mencerminkan identitas keislaman meskipun belum atau tidak
sampai pada realisasi mengislamkan ilmu sosial. Sehingga hal ini merupakan proyek besar
yang memerlukan usaha serius dari kalangan ilmuwan muslim, melahirkan epistemologi yang
kokoh di bidang ilmu seperti Psikologi Islam, Sosiologi Islam, Ekonomi Islam, dan ilmu-ilmu
lain yang relevan dengan konteks keislaman.

D. Pendekatan Historis / Sejarah

Kata “sejarah” menunjukan makna yang cukup beragam. Beberapa referensi


menyebutkan bahwa “sejarah” mengandung arti pengetahuan-pengetahuan tentang
perkembangan keadaan alam secara keseluruhan. Selain itu, para sejarawan membatasi
makna sejarah untuk membahas persoalan-persoalan dan kejadian-kejadian masa lalu. Kata
sejarah/historis sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “historia” yang berarti “apa-apa
yang berkaitan dengan manusia sejak permulaan ia meninggalkan bekas (asar) di bumi
dengan menggambarkan dan menceritakan kejadian yang berhubungan dengan kejadian-
kejadian bnagsa-bangsa atau individu-individu.”

9
Ibnu Khaldun mendefinisikan “sejarah” sebagai catatan tentang masyarakat umat manusia
atau peradaban dunia tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat.
Selanjutnya, ia memaparkan bahwa ilmu sejarah adalah ilmu yang sangat luar biasa yang
mempunyai tujuan dan makna yang mendalam karen ailmu ini memberi informasi kepada
manusia tentang keadaan umat dna perilaku umat masa lalu. Persoalan dunia dan agama tidak
kana smpurna tanpa pemahaman yang mendalam akan ilmu sejarah.
Pendekatan sejarah merupakan pendekatan yang sangat penting dalam pengkajian studi
islam. Pendekatan sejarah dalam studi islam berarti pengkajian studi islam yang ditinjau dari
segi tempat, objek, waktu, latar belakang, dan pelaku peristiwa tersebut. Setiap peristiwa
berusaha untuk diteliti dan dilacak kapan, dimana, sebab, dan siapa yang terlibat dalam setiap
peristiwa trsebut. Pendekatan sejarah ini sangat dibutuhkan dalam memahami studi islam
karena pada hakikatnya agama turun dalam situasi yang konkret dan sangat berkaitan dengan
kondisi sosial kemasyarakatan.
Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber hukum utama dalam islam dalam pengkajiannya
tidak bisa dipisahkan dari pendekatan sejarah. Misalnya, untuk memahami larangan minuman
keras yang terdapat dalam al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 219, An-Nisa ayat 43, dan al-
Maidah ayat 90-91. Pada Surah Al-Baqarah ayat 219 Allah SWT masih membolehkan
minuman keras dengan menyebutkan bhawa masih terdapat manfaat akan tetapi mudarat-nya
lebih besar. Yang kedua dalam surah An-Nisa ayat 43 Allah SWT melarang sholat dalam
keadaan mabuk. Selain itu, terakhir dasar Surah Al-Maidah ayat 90-91 Allah SWT dengan
tegas melarang minuman keras secara mutlak. Dalam memahami hukum minuman keras
tentunya harus dipahami bhawa ketiga ayat tersebut merupakan langkah-langkah
pengharaman minuman keras secara betahap. Sehingga perlu diperhatikan ayat mana yang
turun lebih dulu dan ayat mana yang turun belakangan. Pengharaman minuman keras secara
bertahap juga dapat dipahami dari aspek masyarakat Arab saat itu yang menjadikan minuman
keras sebagai minuman yang sudah lekat dengan kebudayaan.

Ilmu hadits juga tidak bisa dipisahkan dari pendekatan sejarah. Untuk memahami kualitas
suatu hadits maka perlu diteliti rawi, sanad, dan matan-nya. Pengkajian rawi dan sanad tidak
bisa dipisahkan dari pendekatan sejarah. Untuk meneliti seorang rawi apakah ia seorang yang
adil, dhabit, dan sifat-sifat rawi yang lainnya maka diperlukan penelitian sejerahnya.
Begitupun untuk meneliti sanad apakah sampai Rasulullah Saw atau terputusnya suatu sanad
memerlukan penelitian sejarah. Sehingga dpat ditentukan bhawa hadits tersebut kualitasnya
10
sahih, hasan, atau dhaif. Tanpa pendekatan sejarah maka akan sulit bagi para ahli hadits
untuk meneliti keontentikan sebuah hadits.

Pendekatan sejarah menjadi sangat penting dalam studi islam terutama dalam hukum-
hukum yang terdapat hukum/aturan yang baru untuk menmabah, mengganti atau
menghapuskan hukum/aturan sebelumnya yang dikenal sebagai nasikh-mansukh. Misalnya,
mengenai boleh tidaknya melakukan ziarah kubur. Para periodeawal islam, ziarah kubur
merupakan perkara yang dilarang. Hal ini dikarenakan aqidah umat islam pada saat itu masih
belum kuat sehingga dikhawatirkan katika melakukan ziarah kubur akan terjerumus pada
perbuatan-perbuatan yang mendekati kemusyrikan, seperti meminta-minta pada orang yang
sudah meninggal. Akan tetapi, pada saat aqidah umat islam sudah kuat maka rasulallah
membolehkan ziarah kubur.

E. Pendekatan Psikologis

Psikologi berasal dari bahasa yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu. Secara sederhana, psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang
mempelejeri perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Pada prinsipnya, ilmu
psikologi meneliti ssesuatu yang tidak tampak seperti jiwa dan mental dengan
memperhatikan sesuatu yang tampak seperti perbuatan dan perilaku. Perbuatan dan perilaku
seseorang mencerminkan keadaan jiwanya atau keyakinan dan kepercayaan yang dianut nya.
Keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap suatu agama akan sangat mempengaruhi
perilaku pemeluknya, baik dari segi kebiasaan, cara berpakaian, gaya hidup, dan lain
sebagainya. Cara berpakaian orang muslim tentunya berbeda dengan orang non muslim,
seperti pada aturan menutup aurat. Kebiasaan ketika menyapa dengan mengucapkan salam,
tolong-nemolong, saling menghormati, di samping merupakan kebiasaan sosial
kemasyarakatan juga dilandasi oleh keyakinan sebagai sesuatu perbuatan menjalankan
kepercayaanyang dianutnya sebagai seorang muslim dan bernilai ibadah.
Dengan pendekatan sikologis dapat diketahui tingkat keagamaan yang dihayati,
dipahami,dan diamalkan seseorang dan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa
seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu psikologi maka akan diketahui suatu
cara yang tepat untuk menanamkan agama.misalkan, dalam membiasakan anak shalat

11
sebelum ia baligh dengan beberapa tahapan, seperti dalam hadist riwayat Abu Daud no 495
dan ahmad no. 6650, yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda :
“Perhatikan anak-anak kalian untuk melaksanan sholat saat usia mereka tujuh tahun, dan
pukulah mereka pada usia 10 tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (Dishahihkan oleh
al banin dan Irw’aul Kholil no.247)
Hadits diatas dengan tegas menjelaskan bagaimana menanamkan perilaku keagamaan,
yaitu sholat pada anak. Artinya, membiasakan anak untuk sholat harus dilakukan sejak kecil.
Tentunya perintah terseburt harus disertai dengan pemahaman-pemahaman yang berdasar
tentang makna dari ibadah. Begitu pula dnegan perintah-perintah yang lainnya, seperti saum,
zakat, haji, dan lain sebagainya. Bagaimana penghayatan keagamaan seseoarang yang
terdapat dalam jiwanya dapat dilihat daroi kualitas praktik dari pelaksanaan beribadah.

F. Pendekatan Filosofis

Kata filsafat merupakan serapan dari bahasa arab yaitu falsafah yang berasal adri bahasa
yunani, yaitu Philosophia. Philosophia terdiri dari dua kata yaitu philia yang berarti
persahabatan atau cinta dan shopia berarti kebijaksanaan atau pengetahuan. Sehingga filsuf
dapat dikatakan sebagai orang yang memilki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan
kebijaksanaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia filsafat diartikan sebagai pengetahuan
dan penyelidikan sebagai akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum-hukum, dan
sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran akan
adanya sesuatu. Sidi Gazalba menyatakan bahwa filsafat adalah berpikir secara mendalam,
sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikamh, atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.
Pendekatan filsafat digunakan untuk memahami studi islam agar maksud, hikmah, inti
dari ajaran islam dapat dipahami dengan seksama. Setiapa ajaran tentunya memiliki hikmah
yang terkandung didalamnya. Misalkan, dalam al qur’an surat Al-Ankabut ayat 45 Allah
menyatakan :
“…Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar….”(QS. Al-ankabut(29) : 45)

Dari ayat diatas maka dpat dipahami bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Berarti ketika seseorang melaksanakan shalat harus dapat mengubah perilakunya di luar

12
shalat, yaitu menghindarkan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Maka ketika seseorang
shalat tetapi masih melakukan perbuatan keji dan mungkar maka orang tersebut belum
memahami dan memaknai shalatanya, atau dnegan kata lai shalatnya belum benar. Karena
shalat yang benar haruslah dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan keji dan mungkar.
Al-qur’an dan hadits adalah sumber utama ajaran islam sehingga tidak dapat hanya
dipahami secara harfiah,tetapi juga harus dipahami secara ma’nawiyah. Sehingga pendekatan
filsafat menjadi sangat penting terutama untuk memahami makna yang terkandung dari
tekstualitas Alquran dan hadi. Hal ini diperlukan untuk mehami maksud yang sebenranya dari
kedua sumber utama buku islam tersebut, agar umat islam dpat memahami islam secraa
menyeluruh pada hakikat dasar atau inti ajaran islam.
Melalui pendekatan filsafat ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama
yang bersifat formalistik, yaitu mengamalkan agama dengan susah payah tetapi tidak
memiliki makna apa-apa. Pengalaman agama ahnya sebatas cangkang tanpa isi didalamnya,.
Mengamalkan ajaran agama tetapi sebatas cangkang tanpa isi didalamnya. Mengamalkan
ajaran agama tetapi tidak memahmi maksud dan tujuan dari pelaksanaannya. Agama hanya
dipahami sebatas praktik dan ritual semata tanpa arti . Sehingga banyak dijumpai seseorang
yang pengalaman ritual kegamaan sangat bagus,tetapi perbuatan dan perilakunya jauh dari
nila-nilai keislaman . Sehingga pendekatan filsaft adalam memahami islam menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam pengkajian studi islam. Akan tetapi, ini bukan berartu tanpa batas.
Penggunaan akal dan rasio dalam studi agam tidak boleh melewati batas-batas wilayah akal
seperti perkara-perkara yang bersifat gaib, untuk memahmainya tidak dapat dijangkau kal.
Maka disini perlu kiranya dipahami bahwa wahyu harus mampu memandu akal. Ketika
memahami wahyu maka harus didasari oleh keyakinan dan keimanan,baru oleh akal.
Misalkan, kenapa shalat subuh dua rakaat, dzuhur empat rakaat, ashar empat rakaat dan
sebagainya maka cukup diimani dan diyakini kebenarannya karen hal tersebut bersumber dari
wahyu. Sehingga penggunaan akal tetap dibatasi oleh wahyu,tidak sebebas-bebasnya,

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pendekatan atau paradigma adalah cara pandang yang digunakan dalam mempelajari
agama,termasuk islam.
2. Terdapat beberapa pendekatan dalam mempelajari islam yaitu pendekatan teologis
normatif, pendekatan antropologis, pendekatan sosiologis,pendekatan historis,pendekatan
psikologis dan pendekatan filosofis
3. Pendekatan teologi normatif bertolak pada suatu keyakinan keagamaan dang mengklaim
bahwa agamanya yang paling benar dibandingkan agama lainnya.
4. Pendekatan antropologis dalam studi agama merupakan suatu cara dalam memahami
agama dengan cara melihat praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang di
masyrakat.
5. Pengembangan studi islam dengan pendekatan sosiologis tidak lepas dari kajian ilmu
sosial yang mempunyai kebenaran empiris, melibatkan berbagai teori sosiologi menjadi
penting untuk menemukan suatu pemahaman yang komprehensif tentang islam. Sosiologi
berusaha menjelaskan sifat dan maksud kebersamaan dalam kehidupan masyarakat, baik
ikatan-ikatan yang terbentuk maupun keyakinan yang berkembang pada setiap kelompok
masyarakat. Sosiologi juga menjelaskan keterkaitan dari setiap gejala sosial yang muncul
di tengah masyarakat.
6. Pendekatan sejarah dalam studi islam berarti pengkajian studi islam ditinjau dari segi
tempat, objek, waktu, latar belakang, dan pelaku peristiwa tersebut.
7. Pendekatan psikologis dalam studi islam dapat memberikan pengetahuan tentang tingkat
keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang dan sebagai alat untuk
memasukkan agama ke dalam jiwa seorang sesuai tingkatan usia.
8. Pendekatan filsafat digunakan untuk memahami studi islam agar maksud, hikmah, inti
dari ajaran islam dapat dipahami dengan saksama dan setiap pelajaran tentunya memiliki
hikmah yang terkandung didalamnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Neneng Nurhasanah, Dra., M. Hum., Amrullah Hayatuddin, S.H.I., M.Ag., dan Yayat
rahmat Hidayat, S.Pd., M.E,Sy. 2022. Metode Studi Islam. Jakarta: AMZAH

15

Anda mungkin juga menyukai