Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ISLAM SEBAGAI AGAMA DAN OBJEK STUDI

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Studi Islam Integratif

Dosen Pengampu:

Dr. Taufiqur Rohman, M. Sy

Disusun Oleh:
KELAS A

1. Ahmad Sibaweh ( 50223017 )


2. Rizalulloh ( 50223017)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN


ILMU KEGURUAN

PASCASARJANA UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID


PEKALONGAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan


rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga makalah “ Islam Sebagai Agama Dan Objek
Studi” dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan bagi umat manusia di
dunia
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Teriringkan permohonan maaf apabila
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat diharapkan untuk
memperbaiki dan menyempurnakannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah khasanah ilmu pengetahuan kita bersama.

Pekalongan, 07 September 2023

Penulis
Daftar isi
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
Daftar isi..............................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. ISLAM SEBAGAI AGAMA.....................................................................................................3
B. Islam Sebagai Objek Studi..........................................................................................................7
PENUTUP..........................................................................................................................................10
Kesimpulan................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata aslama dan salam yang
merupakan fi’il madhi (kata kerja lampau). Adapun mengenai pengertian Islam dari segi
istilah, menurut Harun Nasution adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya
membawa ajaran-ajaran yang tidak hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi
dari kehidupan manusia.
Islam sebagai ajaran menjadi sebuah topik yang menarik dikaji, baik oleh kalangan
intelektual Muslim sendiri maupun sarjana-sarjana Barat, mulai dari tradisi orientalis sampai
pada sebutan Islamisist (ahli pengkaji keislaman), atau sebutan lain sebagai Islamolog. Kajian
keislaman (Islamic studies) merupakan suatu disiplinilmu yang membahas Islam, baik ajaran,
kelembagaan, sejarah,maupun kehidupan umatnya. Dalam prosesnya, usaha kajian itu
mencerminkan suatu transmisi doktrin-doktrin keagamaan dari generasi ke generasi, dengan
menjadikan tokoh-tokoh agama mulai dari Rasûlullâh sampai dengan ustâdz (guru agama),
dan paradâ’i sebagai perantara sentral yang hidup [the living mediators]. Secarakelembagaan,
proses ini berlangsung di berbagai institusi mulai darikeluarga, masyarakat, masjid, kuttâb,
madrasah, pesantren, sampai dengan al-jâmi’ah. Di samping proses transmisi, kajian agama
juga merupakan usaha bagi para pemeluk agama yang bersangkutan untuk memberikan
respon, baik dalam pengertian ofensif maupun defensif, terhadap ajaran, ideologi, atau
pemikiran dari luar agama yang diyakininya.1
Islam yang telah dikaji sejak zaman lahirnya sampai abad ini, telah melahirkan berbagai
disiplin keilmuan dari berbagai pendekatan yang melahirkan berbagai pandangan. Dalam era
globalisasi informasi sekarang ini; mempelajari Islam tidak bisa dipelajari secara parsial,
tetapi harus dipelajari secara interdisipliner. Mengingat Islam membuka diri untuk dibaca
atau dikaji oleh siapapun, untuk dijadikan obyek studi, apalagi era globalisasi dewasa ini
Islam harus didekati secara interdisipliner.
Telah menjadi kebutuhan obyektif bahwa Islam harus mampu berdialog dengan semua
perkembangan ilmu pengetahuan modern. Upaya untuk menjawab tantangan zaman inilah
yang menjadi pokok persoalan bagaimana keilmuan Islam bisa bicara pada tataran
internasional. Oleh karena itu Islam sebagai obyek kajian membuka diri terhadap realitas
dunia yang beragam ini.2
Dalam dunia Islam, sebenarnya studi tentang Islam sudah terjadi sejak Islam itu sendiri
datang di bumi di mana studi Islam itu dilakukan. Sudah barang tentu awalnya dengan cara
yang sangat sederhana sesuai dengan perkembangan jumlah dan tingkat intelektualitas
1
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam Menelusuri Jejak Historis Kajian Islam Ala Sarjana Orientalis, CV.Pangger: 2008,
Cet. I, hal. 2

2
Saifuddin Mujtaba, Studi Islam Interdisipliner: Sebuah Keniscayaan, (Probolinggo: At-Turāṡ, 2015) Vol. 2 No. 2
penduduk yang mengikuti agama Islam, maka cara melakukan studi Islam juga mengalami
perkembangan. Demikian pula, meskipun dengan tujuan yang sama yakni untuk
mengamalkan ajaran Islam, namun cara atau pendekatannya juga dilakukan dengan beberapa
macam dan di beberapa tempat yang berbeda-beda pula. Di samping itu, jika tujuan studi
Islam itu berbeda, terutama sekali oleh mereka yang tidak ada maksud untuk mengamalkan
ajaran Islam.3
Pemakalah dalam hal ini akan menjelaskan bagaimana pentingnya Islam sebagai agama dan
Objek Studi untuk ditujukan kaum milenial guna memotivasi agar generasi penerus bangsa
mau lebih mendalami ajaran Islam, tidak hanya dalam agama tetapi juga dalam hal kajian
keilmuan modern yang berguna bagi umat seutuhnya khususnya umat islam.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian islam sebagai agama ?
b. Bagaimana islam sebagai agama di tinjau dari segi historis ?
c. Bagaimana islam sebagai objek studi ?

3
Agus Aditoni, Studi Islam di Indonesia: Peluang dan Tantangan, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2018), hal. 6
BAB II
PEMBAHASAN

A. ISLAM SEBAGAI AGAMA


Agama berasal dari bahasa sansekerta a dan gam. A berarti tidak dan gamberarti pergi. Jadi,
kata tersebut berarti “tidak pergi”, “tetap di tempat”, ”Langgeng” diwariskan secara turun-
temurun. Dalam pandangan Islam, istilah agama selalu dihubungkan dengan istilah din,
millah, wijhah, dan syir’ah.Kata din secara etimologi adalah peraturan Ilahi yang
mengantarkan orang yang berakal sehat dengan sadar menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Al-Maududi, din adalah serangkaian ajaran yang berisi tuntunan lengkap tentang
cara berfikir, bersikap, berbuat, dan bertingkah laku yang baik tanpa terikat oleh faktor ruang
dan waktu.4
Islam adalah salah satu agama besar yang memiliki banyak pengikut di seluruh dunia. Agama
ini didasarkan pada ajaran-ajaran yang ditemukan dalam Al-Quran, kitab suci Islam, yang
dipercayai sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad (SAW) oleh Allah SWT
melalui malaikat Jibril. Selain Al-Quran, ajaran Islam juga didasarkan pada Hadis, yang
merupakan catatan tentang tindakan dan perkataan Nabi Muhammad.

Beberapa prinsip utama dalam Islam meliputi5:

1. Tauhid: Islam adalah agama tauhid yang mengutamakan kepercayaan kepada satu Allah yang
Maha Esa. Tauhid adalah konsep sentral dalam Islam yang mencakup beberapa aspek:
a) Tawhid al-Uluhiyah: Ini adalah kepercayaan bahwa hanya Allah yang layak diibadahi dan
disembah, dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya dalam ibadah.
b) Tawhid al-Asma wa Sifat: Allah memiliki sifat-sifat yang unik dan sempurna, dan tidak ada
yang serupa dengan-Nya dalam sifat dan atribut-Nya.
c) Tawhid al-Ibada: Setiap tindakan dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim harus selaras
dengan ajaran Allah, seperti yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah.

Islam disebut sebagai agama tauhid karena mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya
Tuhan yang berhak disembah. Keesaan Allah ini merupakan prinsip fundamental dalam
Islam, dan seluruh ajaran, praktik, dan kehidupan seorang Muslim dibangun berdasarkan
konsep tauhid. Tauhid juga menekankan penolakan terhadap politeisme (syirik), yaitu
penyekutuan Allah dengan sesuatu atau seseorang selain Allah, yang dianggap sebagai dosa
terbesar dalam Islam.

Dengan demikian, tauhid adalah dasar agama Islam yang mendefinisikan kepercayaan kepada
Allah yang Maha Esa dan mengatur seluruh aspek kehidupan seorang Muslim.

2. Nabi Muhammad
4
Abd. Wahid, Pengantar Studi Islam, (Jember: IAIN Jember, 2020), hal. 1
5
Abdulloh karim, Realisasi tauhid dalam kehidupan, UIN.Antasari.ac.id, September 5, 2023, https://www.uin-
antasari.ac.id/realisasi-tauhid-dalam-kehidupan/
Nabi Muhammad (lahir pada April 571 M di Mekkah, Arab Saudi, dan meninggal pada 8
Juni 632 M di Madinah, Arab Saudi) adalah seorang pemimpin agama, sosial, politik, dan
pendiri agama Islam. Dalam keyakinan umat Islam, dia adalah nabi yang diberikan wahyu
ilahi untuk memberitakan dan meneguhkan prinsip monoteistis dalam ajaran yang
sebelumnya telah diberikan kepada nabi-nabi seperti Adam, Ibrahim, Musa, Isa, dan yang
lainnya.6

Nabi Muhammad dianggap sebagai nabi terakhir dalam Islam dan dihormati sebagai
"Rasulullah" atau "Nabi Akhir Zaman." Beliau memainkan peran penting dalam
menyebarkan ajaran Islam, mengumpulkan wahyu-wahyu Allah dalam Al-Quran, dan
membimbing umatnya ke jalan yang benar.

3. Lima Rukun Islam:

Lima Rukun Islam adalah prinsip-prinsip dasar dalam agama Islam yang merupakan
kewajiban bagi setiap muslim untuk dijalankan. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai
Lima Rukun Islam:

a) Syahadat (Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat): Ini adalah rukun pertama dan paling
fundamental dalam Islam. Seorang muslim mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai
pengakuan iman bahwa "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Utusan
Allah."
b) Salat (Mendirikan Salat): Salat adalah ibadah shalat lima kali sehari yang wajib bagi setiap
muslim. Ibadah ini melibatkan berdiri, ruku', sujud, dan berdoa kepada Allah.
c) Puasa (Berpuasa di Bulan Ramadhan): Muslim diwajibkan berpuasa selama bulan
Ramadhan, menahan diri dari makan, minum, dan perilaku tertentu dari fajar hingga matahari
terbenam.
d) Zakat (Membayar Zakat): Zakat adalah kewajiban memberikan sebagian kekayaan kepada
mereka yang membutuhkan. Ini adalah bentuk sumbangan sosial dalam Islam.
e) Haji (Menunaikan Ibadah Haji bagi yang mampu): Haji adalah ibadah perjalanan ke kota
suci Mekkah yang wajib bagi muslim yang mampu secara fisik dan finansial.

Lima Rukun Islam ini adalah pondasi dari praktik keagamaan dalam Islam dan merupakan
pedoman untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama tersebut.

4. Syariat

Islam memiliki seperangkat hukum dan tata cara yang diatur dalam hukum Islam, yang
dikenal sebagai syariat. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, moralitas,
dan hukum perdata.
Syariat dalam konteks Islam mengacu pada hukum dan aturan yang mengatur tata cara hidup
umat Muslim sesuai dengan ajaran agama Islam. Syariat Islam mencakup berbagai aspek
kehidupan, termasuk ibadah, moralitas, sosial, dan hukum. Ini termasuk juga pengaturan
dalam hal salat, puasa, zakat, haji, serta prinsip-prinsip moral seperti kejujuran, kebaikan, dan
keadilan.

6
Wikipedia.org
Syariat Islam bersumber dari Al-Quran, hadis (tradisi yang menggambarkan perbuatan dan
ucapan Nabi Muhammad), dan ijtihad (penafsiran hukum oleh cendekiawan agama). Tujuan
dari syariat Islam adalah memberikan panduan kepada umat Muslim agar mereka menjalani
kehidupan yang taat pada Allah dan bermanfaat bagi masyarakat7.

Dalam budaya Islam, pemahaman dan praktik syariat dapat bervariasi berdasarkan
interpretasi dan tradisi yang berbeda. Namun, prinsip-prinsip utama syariat tetap menjadi
dasar untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.

5. Akhirat:

Islam mengajarkan keyakinan pada kehidupan setelah kematian dan penghakiman terakhir.
Orang-orang akan diadili atas perbuatan mereka di dunia ini dan akan menghadapi
konsekuensi berdasarkan amal mereka.

Akhirat adalah istilah dalam Islam yang mengacu pada kehidupan setelah kematian di dunia.
Dalam pandangan Islam, kehidupan di akhirat merupakan kehidupan yang abadi dan kekal, di
mana setiap individu akan dihisab (dihitung amalannya) dan mendapatkan balasan
berdasarkan perbuatan baik dan buruknya selama hidup di dunia.8

Pandangan tentang akhirat merupakan bagian penting dalam ajaran Islam. Umat Muslim
meyakini bahwa akhirat adalah tempat yang akan menentukan nasib akhir mereka, apakah
mereka akan mendapatkan kebahagiaan abadi di surga atau siksaan di neraka, berdasarkan
amal perbuatan mereka di dunia.

Konsep akhirat juga melibatkan keyakinan akan kebangkitan setelah kematian, di mana
semua manusia akan dihidupkan kembali untuk menerima keadilan Allah. Ayat-ayat Al-
Quran dan hadis Nabi Muhammad menjelaskan banyak aspek tentang akhirat, termasuk
deskripsi surga dan neraka.

Oleh karena itu, bagi umat Islam, kesadaran akan akhirat memengaruhi cara hidup mereka,
mendorong mereka untuk melakukan perbuatan baik, taat pada ajaran agama, dan menjalani
hidup yang bermakna dengan harapan mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

6. Moralitas dan Etika:


Islam mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi, termasuk kasih sayang, keadilan,
kejujuran, dan tolong-menolong. Para pengikut Islam diharapkan untuk menjalani kehidupan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini.9

Moralitas dan etika adalah dua konsep terkait yang sering digunakan dalam konteks perilaku
manusia:

7
Adhi Muhammad daryono, memahami makna dan arti syariat islam, September 5,2023,
https://hijra.id/blog/articles/kajian/memahami-arti-syariat-islam/

8
Wikipedia.org
9
Frans magnis suseno, etika dasar masalah masalah dasar pokok filsafat moral, pustaka filsafat, 2005
 Moralitas mengacu pada seperangkat prinsip atau aturan internal yang mengatur tindakan
individu atau kelompok dalam masyarakat. Moralitas adalah pandangan tentang apa yang
benar atau salah dalam konteks nilai-nilai, kepercayaan, dan budaya tertentu. Ini berkaitan
dengan pertimbangan tentang perbuatan baik atau buruk, dan sering dipengaruhi oleh faktor
seperti agama, budaya, dan pendidikan.
 Etika adalah studi tentang prinsip-prinsip moral dan bagaimana prinsip-prinsip ini diterapkan
dalam konteks sosial atau profesional. Etika sering digunakan untuk merujuk pada kode etik
atau aturan perilaku yang mengatur profesi tertentu, seperti etika medis atau etika bisnis. Ini
lebih fokus pada aspek sistematis dalam mengambil keputusan moral.

Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa moralitas adalah prinsip-prinsip yang
dipandu oleh individu atau kelompok dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan etika lebih
berkaitan dengan norma-norma yang diterima oleh profesi atau dalam situasi tertentu.

Keduanya memiliki peran penting dalam membentuk perilaku manusia dan masyarakat
secara keseluruhan, membantu individu dan kelompok untuk memahami apa yang dianggap
baik dan bagaimana berperilaku dengan benar dalam berbagai konteks.

7. Ummah: Pengikut Islam dianggap sebagai satu komunitas (ummah) yang bersatu dalam
kepercayaan mereka pada Allah dan ajaran Islam. Solidaritas dan persatuan dalam komunitas
ini dianggap penting.10

Ummah dalam Islam merujuk pada komunitas umat Muslim secara keseluruhan. Ini adalah
konsep sentral dalam agama Islam yang mencerminkan persatuan dan persaudaraan antara
umat Muslim di seluruh dunia, terlepas dari perbedaan etnis, budaya, atau negara asal.
Konsep ini dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad sebagai panggilan untuk
membentuk komunitas yang menjalankan nilai-nilai Islam.

Dalam Al-Qur'an, Allah menggambarkan ummatan wasaṭan, yang berarti umat yang adil dan
moderat, sebagai umat terbaik yang diberikan sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Ummah
juga memiliki peran sosial, ekonomi, dan politik dalam Islam.

Ummah juga memiliki aspek sosial yang kuat. Para anggota umat Islam diharapkan untuk
saling membantu dalam kebaikan dan mendukung satu sama lain dalam kesulitan. Solidaritas
umat adalah bagian integral dari konsep ini.

Kesimpulannya, ummah dalam Islam adalah komunitas umat Muslim yang bersatu dalam
keyakinan dan prinsip-prinsip agama Islam, bekerja bersama untuk mencapai kesejahteraan
bersama dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, Islam juga memiliki berbagai cabang dan aliran, seperti Sunni dan Syiah, yang
memiliki perbedaan dalam pemahaman dan praktik keagamaan tertentu. Selain itu, Islam juga
berperan penting dalam budaya, sejarah, dan kehidupan sosial di berbagai negara di seluruh
dunia. Agama ini memiliki beragam tradisi, ritual, dan praktik yang menggambarkan
kekayaan budaya umat Muslim.

10
Wikipedia .org
B. Islam Sebagai Objek Studi
Dari fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang menarik untuk
dijadikan sebagai objek kajian dan dalam mengkaji Islam, tentu kita harus berpedoman pada
dua sumber otentiknya yakni Alquran dan hadis. Orang yang memeluk Agama Islam, yang
disebut muslim adalah orang yang bergerak menuju ketingkat eksistensi yang lebih tinggi.
Demikian yang tergambar dalam konotasi yang melekat dalam kata Islam apabila kita
melakukan suatu kajian tentang arti Islam itu sendiri. Untuk memecahkan masalah yang
timbul dalam masyarakat, maka seorang muslim mengadakan suatu penafsiran terhadap Al-
quran dan hadis sehingga timbullah pemikiran Islam, baik yang bersifat tekstual maupun
kontekstual.
Islam sebagai agama, pemikiran atau penafsiran Alquran dan hadis, juga sebagai objek
kajian, sebuah sistem yang hidup dan dinamis. Sistem ini meliputi sebuah matriks mengenai
nilai dan konsep yang abadi. Hidup dan realistis sehingga memberikan karakter yang unik
bagi peradaban. Karena Islam merupakan suatu sistem total, maka nilai dan konsep ini
menyerap setiap aspek kehidupan manusia.
Islam sebagai agama teologis juga merupakan agama pengetahuan yang melahirkan beragan
pemikiran, lahirnya pemikiran ini memberi indiksi yang kuat bahwa pada dataran
pemahaman dan aktualisasi nilai Islam merupakan suatu wujud keterlibatan manusia dalam
Islam, dan bukan berarti mereduksi atau mentransformasikan doktrin esensialnya. Bukankah
dalam Islam telah memotivasi pelibatan akal pikiran untuk dikenali, diketahui dan
diimplementasikan ajarannya (QS. 96;1). Ajarannya yang berbentuk universal hanya bisa
ditangkap dalam bentuk nilai, sehingga ketika ia turun dan jatuh ke tangan manusia, ia baru
menjadi bentuk (Muhammad Wahyudi Nafis, 7). Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam
wilayah Islam untuk dikaji dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif,
metodologi dan berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat
dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa yang terdapat
dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup juga Islam yang berupa
pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.
Islam berbentuk nilai-nilai, jika pemikiran (akal pikiran) dilibatkan dalam proses memahami
dan mengaktualisasikannya dalan senarai sejarah Pemikiran Islam terpotret bagaimana
pemikiran peminat studi Islam memberi andil kreatif dan signifikan terhadap bangunan
pemahaman ajaran Islam dalam berbagai dimensinya yang melahirkan berbagai jenis
pengetahuan Islam (ulumul Islam) seperti teologis, filsafat Islam, ulumul Quran dan hadis,
ilmu-ilmu syariah dan sebagainya.11
Jadi, mengkaji Islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang dipahami oleh pemikir-
pemikir yang telah mengkaji ajaran-ajaran Islam yang melahirkan bentuk pemahaman atau
kajian tertentu.
Studi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan persoalan
metode dan pendekatan yang akan dipakai dalam melakukan pengkajian terhadapnya.
Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan

11
Ikhsan Moh Hayatul, Etimologi Studi Islam, Ar-Risalah, Vol. XVII No. 1 April 2016
dengan orang yang diteliti atau metode-metode untuk mencapa pengertian tentang masalah
penelitian.12
Sebagai objek studi, Islam harus didekati dari berbagai aspeknya dengan menggunakan
multidisiplin ilmu pengetahuan, salah satunya adalah melalui pendekatan sejarah agar dapat
memahami tentang Islam dengan benar. Pendekatan sejarah mengutamakan orientasi
pemahaman atau penafsiran terhadap fakta sejarah yang berperan sebagai metode analisis,
atau pisau analisis, karena sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang
mendukung timbulnya suatu kejadian, maka agama sebagai sasaran penelitian haruslah
dijelaskan fakta-faktanya yang berhubungan dengan waktu.13
Sebagai sebuah kajian ilmiah, pengembangan studi Islam tentunya pada satu sisi harus dapat
mengakomodir pengembangan ilmu dan epistemologi yang dapat memperkaya studi
keIslaman itu sendiri. Karena bagaimanapun, secara historis perkembangan ilmu pengetahuan
termasuk studi Islam tidak pernah mengenal kata sempurna: to be historical that every human
knowledge is never be complete.14
mengingat Studi Islam di sini sebagai suatu disiplin ilmu, dan setiap disiplin keilmuan mesti
jelas objek kajiannya, maka sudah barang tentu ada objek yang dikaji dalam Studi Islam.
Sama halnya dengan studi (kajian) agama yang memposisikan “agama” sebagai sasaran
(objek) studi atau kajian.15
maka agama Islam, dalam berbagai aspeknya, merupakan objek yang dibahas dalam Studi
Islam. Dalam kotenteks ini, Dawam Rahardjo, dengan merujuk Bernard Lewis, memberikan
penegasan bahwa Studi atau Kajian Islam dapat mengungkap keberadaan tiga hal (aspek)
yang berbeda, tetapi tentu saling punya keterkaitan,dari agama Islam itu sendiri, yaitu: (1)
Islam sebagai suatu agama atau ajaran (doktrin), yakni sebagaimana yang tertulis (tergelar) di
dalam wahyu Allah berupa al-Qur’an dan as-Sunnah. (2) Islam sebagai teologi (dan
semisalnya), sebagai interpretasi terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, baik yang sifatnya
tekstual maupun kontekstual. (3) Islam sebagai yang telah diwujudkan dalam berbagai bentuk
peradaban.16
Sebagaimana disiplin ilmu studi Agama memposisikan agama sebagai sasaran atau objek
studinya, maka studi Islam atau pengkajian Islam (islamic studies), dengan padanan katannya
dalam berbagai redaksi bahasa, serta eksplanasinya dalam bentuk rumusan definisi
sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sesungguhnya dapat dipastikan bahwa objek yang
menjadi sasaran dalam penelitian atau studi Islam adalah agama Islam itu sendiri. Dengan
ungkapan lain, Islam sebagai agama adalah merupakan objek atau sasaran penelitian atau
kajian dalam studi Islam. Secara eksplisit meposisikan agama Islam sebagai sebuah sasaran
12
Depdikbud. kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2005), hal. 192
13
Haryanto Sri, Pendekatan Historis dalam Studi Islam, (Manarul Qur’an, 2017) Volume. 17. No. 1. hal. 133
14
Musnur HeriIntizar, Pengembangan Studi Islam Perspektif Insider-outsider, Palembang: 2016) Vol. 22, No. 2, hal. 200
15
Taufik Abdullah dan M. Rusli, Pengantar Metodologi Penelitian Agama, Suatu Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1991), hal. 13

16
Syamsul Arifin, Agus Purwadi, Khoirul Habib, Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta: SIPRESS, 1996),
85-86
studi dan penelitian agama dalam sebuah bab khusus bertajuk “Islam sebagai sasaran Studi
dan Penelitian”.17
Dalam konteks Agama Islam sebagai sasaran studi (penelitian), Mudzhar telah membuat
kategorisasi Agama Islam atas Islam sebagai wahyu dan Islam sebagai produk sejarah. Tentu
saja hal ini relevan dengan studi atau penelitian agama pada umumnya, di mana agama
sebagai sasaran atau objek penelitian atau studi mempunyai dua aspek yakni aspek historis
dan aspek normatif.18 Hal ini juga dikemukakan oleh Amin Abdullah, agama Islam sebagai
sasaran atau objek dalam studi atau kajian Islam, dalam keragaman term atau sebutannya itu,
sebenarnya dapat disimplifikasikan (disederhanakan) ke dalam dua kategori yakni dimensi
normativitas Islam atau Islam normatif dan dimensi historisitas Islam atau Islam historis. 19
Sejalan dengan uraian di atas, istilah “Islam” (Agama Islam)—dalam kapasitasnya sebagai
objek atau sasaran penelitian atau kajian dalam Studi Islam—sudah barang tentu tidak hanya
menunjuk domain doktrinal-normatif semata sebagaimana yang tergelar di dalam teks-teks
wahyu suci Tuhan, melainkan juga menunjuk kepada hasil atau produk kreatif intelektual
manusia dalam bentuk interpretasi dan aplikasi praksisnya dalam ranah pengalaman historis-
empiris. Dengan demikian, sesungguhnya Islam (Agama Islam) dalam konteks posisinya
sebagai sasaran penelitian atau Studi Islam, di satu sisi menunjuk pada dimensi doktrinal-
normatif sebagai wahyu Tuhan, dan di sisi lain sekaligus ia adalah merupakan produk sejarah
karya intelektual manusia sebagai bentuk terjemahan dan elaborasi terhadap teks-teks firman
suci Tuhan ke dalam berbagai bentuk kreativitas manusia dalam berbagai ragam dimensi dan
manifestasinya.
Perkembangan seperti ini memunculkan pergeseran keseimbangan dalam beberapa disiplin
kajian Islam di antara sarjana-sarjana muslim dan non muslim. Tak kurang terdapat sarjana
muslim yang begitu menonjol, sehingga mempengaruhi seluruh sarjana lain dalam kajian-
kajian yang mereka lakukan, seperti Halil Inalcik.20

PENUTUP
Kesimpulan

17
M. Atha’ Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 11
18
Moh. Nasir Mahmud, Orientalisme: Berbagai Pendekatan Barat dalam Studi Islam, diedit oleh Mahlail Syakur (Kudus:
MASEIFA Jendela Ilmu, 2013), hal.13

19
M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).
20
Azyumardi Azra, Studi Islam Timur dan Barat, Pengalaman Selintas dalam UQ. No. 3 Vol. V, 1994, hal. 8
Islam memiliki daya tarik luar biasa sebagaisumber inspirasi yang tidak habis-habisnya
dikaji. Ini terbukti sejak lama Islam menjadi objek studi, tidak saja di kalangan muslim tetapi
juga di kalangan non muslim, untuk tujuan dan kepentingan beragam. Titik perhatian studi
Islam juga beragam, baik pada tingkat Islamsebagai sistem keyakinan maupun Islam sebagai
suatu sistem sosial.Artinya, banyak kalangan yang mempelajari Islam pada level doktrin
(Islam normative), demikian juga banyak kalangan yang mempelajari Islam dari sisi
manifestasinya dalam kehidupan sosial atau Islam yang “menyejarah” (Islam historis).
Dalam hal ini, obyek studi berkembang sangat pesat dalam tradisi keilmuan Timur maupun
Barat. Hal ini mengambil bentuk pada disiplin kajian Islam (Islamic studies), yakni suatu
frame scientific yang menelaah dialektika dan sintesa doktrin dan dimensi kesejarahan dalam
masyarakat Islam. Dengan kata lain bahwa kajian Islam sasarannya adalah ajaran Islam dan
masyarakat Islam itu sendiri.
Dari sini bisa dimengerti, mengapa kajian keislaman menjadiwilayah tersendiri, dan bahkan
terus berkembang dan berkembang. Ini tidak lain karena dalam Islam terdapat konsep tata
dan kelola yang bila digali secara serius sangat berpotensi menghadirkan kedamaian dan
kemakmuran di muka bumi. Model pengaturan ketertiban dunia yang mampu mengayomi
banyak komunitas bangsa, serta anti penindasan terhadap sebagian yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam Menelusuri Jejak Historis Kajian Islam Ala Sarjana
Orientalis, CV.Pangger: 2008
Saifuddin Mujtaba, Studi Islam Interdisipliner: Sebuah Keniscayaan, (Probolinggo: At-Turāṡ,
2015)
Agus Aditoni, Studi Islam di Indonesia: Peluang dan Tantangan, (Surabaya: UIN Sunan
Ampel, 2018
Abd. Wahid, Pengantar Studi Islam, (Jember: IAIN Jember, 2020
Azim, Nanji 2003 Peta Studi Islam, Terj. Muamirotum, Yogyakarta: Fajar Baru
Zuhri H. 2016. Studi Islam Sebuah Pengantar. Jogjakarta: FA PRESS
Amin, Ahmad. Dhuha al-Islam. Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
Ikhsan Moh Hayatul. Etimologi Studi Islam, Ar-Risalah
Depdikbud. kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2005)
Haryanto Sri. 2017. Pendekatan Historis dalam Studi Islam. Manarul Qur’an
Musnur HeriIntizar. 2016. Pengembangan Studi Islam Perspektif Insider-outsider.
Palembang
Taufik Abdullah dan M. Rusli. 1991. Pengantar Metodologi Penelitian Agama, Suatu
Pengantar . Yogyakarta: Tiara Wacana
Syamsul Arifin, Agus Purwadi, Khoirul Habib. 1996. Spiritualitas Islam dan Peradaban
Masa Depan. Yogyakarta: SIPRESS
M. Atha’ Mudzhar. 1998. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek . Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Moh. Nasir Mahmud.2013. Orientalisme: Berbagai Pendekatan Barat dalam Studi Islam,
diedit oleh Mahlail Syakur. Kudus: MASEIFA Jendela Ilmu
M. Amin Abdullah. 1999. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai