Anda di halaman 1dari 22

Jihad Dalam Perspektif Al-Qur’an

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Studi Al-Qur’an Integratif

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Tubagus Surur, M.Ag

Disusun Oleh :

Aldi Hasani H.F (50223006)

Khairunnisa (50223007)

Amiq Khoirul Fahmi (50223016)

KELAS A

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ABDURRAHMAN WAHID


PEKALONGAN

2023
A. Latar Belakang

Dewasa ini pemahaman tentang jihad seringkali tidak dipahami


sebagaimana semestinya. Kondisi ini dipicu oleh beberapa sebab, salah satunya
interpretasi yang salah terhadap makna jihad, baik yang dipahami oleh beberapa
kaum Muslim atau non-Muslim. Bagi non-Muslim, mereka menilai jihad dalam
Islam merupakan situasi yang tidak terkendali, irasional, dan konotasinya
perang total. Fakta ini bisa kita dapatkan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh
beberapa non-Muslim yang anti terhadap Agama Islam. Jack Nelson-Pallmeyer
dalam Is Religion Killing Us Menulis:
“The problem of Islam and violence is not limited to incompatible texts but is
rooted in the overwhelming preponderance of passages in the Qur’an that
legitimate violence, warfare, and intolerance. Violence in service to Allah is
both justified and mandated by Allah or Muhammad under the sanction of
divine threat.”
“Masalah Islam dan kekerasan tidak terbatas pada teks-teks yang tidak
sejalan tetapi berakar pada banyaknya ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang
melegitimasi kekerasan, peperangan, dan intoleransi. Kekerasan dalam
pengabdian kepada Allah dibenarkan dan diamanatkan oleh Allah atau
Muhammad di bawah sanksi ancaman ilahi.”
Anehnya, masih ada saja kaum Muslim yang terpengaruh pandangan
non-Muslim seperti di atas. Dampaknya muncul oknum-oknum orang
beragama Islam yang berjihad tetapi tidak sesuai dengan etika jihad yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Pada akhirnya konsep
jihad yang komprehensif sebagaimana yang diletakkan oleh para ulama pun
menjadi salah di mata mereka. Akibatnya, Islam dituduh sebagai agama yang
ditegakkan dan dikembangkan dengan kekerasan. Hal ini adalah pengaruh dari
pemahaman makna jihad yang salah dan banyaknya terorisme. Mereka dengan
entengnya membunuh orang beragama lain dengan dalih berjihad di jalan Allah.
Banyak oknum teroris melakukan bom bunuh diri karena mereka beranggapan
ketika berhasil membunuh non-Muslim akan dinanti oleh bidadari surga.
Pemahaman jihad seperti ini tentu salah kaprah karena agama Islam adalah

1
rahmat bagi seluruh alam, agama yang cinta damai dan persatuan. Sudah
seharusnya sebagai warga negara Indonesia yang berlandaskan pancasila kita
saling toleransi terhadap non-Muslim. Sehingga citra jihad dalam agama Islam
akan berubah dari peperangan menjadi perdamaian.
Berangkat dari itu, makalah ini mencoba membahas tentang pengertian
jihad, jenis-jenis jihad, dan etika jihad dalam agama Islam yang sesuai dengan
ajaran Rasulullah SAW. Pembahasan terhadap tiga hal ini diharapkan mampu
menggambarkan konsep jihad dalam agama Islam, sehingga nantinya tidak lagi
terjadi reduksi yang salah terhadap makna konsep jihad

B. Pengertian Jihad

Pengertian Jihad menurut bahasa berasal dari kata jahada, artinya


tenaga, usaha atau kekuatan. Menurut istilah jihad artinya bersungguh-sungguh
mencurahkan segenap fikiran, kekuatan, dan kemampuan untuk mencapai
tujuan. Jihad dapat dilaksanakan dalam keadaan perang maupun damai. Dalam
keadaan perang, jihad dilaksanakan dengan qital, yaitu berperang dijalan
Allah. Sedangkan jihad dalam keadaan damai dapat dilaksanakan di bidang
ekonomi, pendidikan, budaya dan lain-lain.1
Jihad menurut al-Qur’an adalah salah satu ajaran agama yang bersifat
sentral, unik, dan sangat fundamental. Menyamakan makna jihad dengan
perang (Qitȃl) adalah suatu kekeliruan dan kesalahan yang besar, sebab perang
adalah hanyalah bagian dari ajaran jihad yang sifatnya sementara. Makna dari
jihad itu sendiri adalah perjuangan seumur hidup yang berkelanjutan atau tanpa
ada batasnya. Substansinya berupa ajaran agama untuk dunia dan akhirat.
Penegasan al-Qur’an agar umat Islam melakukan jihad sudah ada sejak periode
Mekkah. Jihad yang dianjurkan ialah jihad dalam pengertian dakwah,
pengendalian diri, dan bersikap sabar menghadapi berbagai penganiayaan yang
dilancarkan orang-orang musyrik atau non muslim. Substansi ajaran jihad yang
digambarkan didalamnya terfokus pada aspek ibadah dan bersifat vertikal.

1
Ahsin A. W. Al-Hafiz, Kamus Ilmu Al-Quran, (Cet. I; Jakarta: Hamzah, 2005), hlm. 138.

2
Sedangkan pada periode Madinah lebih terfokus pada pengertian perang, yaitu
perlawanan orang-orang Islam terhadap serangan dan ancaman musuh atau bisa
juga kita sebut dengan pembelaan diri.2
Qital adalah bentuk terakhir jihad, yaitu perang dengan menggunakan
pedang atau senjata apapun itulah makna umum yang dipahami dari kata jihad,
walaupun sebenarnya keduanya tidak mempunyai kesamaan etimologis; qital
berasal dari qatala-yuqatiluqital-muqatalah. Maknanya pun juga berbeda. Qital
serumpun dengan kata qatl yang mempunyai arti membunuh, sementara jihad
dari jahada yang berarti beban berat. Kata qital dengan ragam bentuk
turunannya disebut dalam al-Qur’an sebanyak 67 kali. Antara jihad dan qital
ada hubungan umum dan khusus; setiap qital yang dilengkapi niat agama
disebut jihad, namun jihad tidak mesti berupa qital.3
Ajaran jihad adalah salah satu ajaran penting yang Allah cintai serta
mempunyai fungsi yang sangat besar dalam al-Qur’an. Ajaran ini
dideskripsikan sebagai tijȃrah (sebuah perniagaan yang menguntungkan) yang
bisa mendatangkan atau menghasilkan pahala dan memberikan kebebasan atau
kemerdekaan pada manusia dari azab kecil. Ajaran jihad mempunyai keutamaan
khusus yaitu apabila dikomparasikan dengan ajaran lain.
Konsep ajaran jihad dalam al-Qur’an berperan sangat besar bagi
manusia, agama dan negara. Pengungkapan dan penyampaian ajaran jihad
dalam al-Qur’an tidak independen, melainkan terhubung dengan ajaran-ajaran
lainnya, seperti keimanan, hijrah, dan sabar. Kenyataan ini menandakan bahwa
ajaran jihad adalah ajaran penting yang harus menjadi sebuah perhatian oleh
seluruh umat muslim, tidak hanya dilihat atau dipandang sebelah mata saja.
Tujuan jihad menurut al-Qur’an tidak terbatas pada tujuan politis dan
militer saja, lebih penting lagi adalah tujuan keagamaan di antaranya
memperluas penyebaran agama, menguji kesabaran, mencegah ancaman
musuh, mencegah kedzaliman dan menjaga kesepakatan perjanjian. Dengan
begitu, fungsi jihad tersebut menjadi sangat penting dan luas. Di mana saja dan

2
Rohimin, Jihad Makna dan Hikmah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006, hlm. 5
3
Yusuf Al Qardhawi, Fiqh al Jihad, (Bandung: Mizan, 2010), hlm. 30.

3
kapan saja setiap orang harus dan dapat melakukannya sesuai dengan
kemampuannya. Di antara fungsi-fungsi penting dari ajaran jihad dapat dilihat
dari berbagai aspek seperti ibadah, dakwah, politik militer dan aspek spiritual
keagamaan. Objek jihad yang ditunjukkan al-Qur’an pada dasarnya tidak
terbatas pada objek tertentu. Namun demikian, dalam al-Qur’an ditegaskan dan
dijelaskan juga ada beberapa objek yang dipandang cukup penting untuk dilihat
dan diperhatikan antara lain, orang-orang kafir, munafik, musyrik, hawa nafsu,
dan pengacau (al-bighat).4
Rasulullah SAW. memposisikan jihad di nomor dua sebagai suatu amal
yang afdhal sesudah mengimani Allah dan Rasulnya. Dijelaskan dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah di bawah ini:
“Rasulullah SAW pernah ditanya, amal apakah yang paling utama?
Rasulullah saw bersabda, iman kepada Allah dan Rosulnya. Ia bertanya,
kemudian apa? Beliau menjawab, jihad di jalan Allah. Ia bertanyalagi,
kemuadian apa? Beliau menjawab, Haji yang mabrur.” (Muttafaqun ‘alaih).”
Jihad menjadi salah satu amal yang paling utama sebab di dalamnya
terdapat nuansa perjuangan mukmin dalam menghidupkan dan
mempertahankan Islam secara kaffah. Perjuangan itu memerlukan pengorbanan
yang luar biasa yang bisa saja berupa jiwa, raga, harta, dan lainnya. Oleh sebab
itu, jihad menempati puncak kedudukan amal sesudah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Karena memang demikian urutannya, segala bentuk jihad
apapun harus berlandaskan iman pada Allah dan Rasul-Nya. Ibarat tubuh, iman
adalah ruh dan jihad adalah jasadnya yang tidak dapat dipisahkan dalam
keadaan apapun.5
Jihad bukan hanya dalam bentuk maju berperang ke medan laga
melawan musuh Allah. Memang benar hal ini adalah wujud jihad. namun,
makna jihad tidaklah sesempit itu. Jihad sebagai bentuk pengorbanan jiwa untuk
menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini bisa diterjemahkan dalam beragam

4
Rohimin, Jihad Makna dan Hikmah, hal. vii – ix.
5
Alaik S, Ajaran Nabi Tentang Jihad Kedamaian, Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2010, hal. 2.

4
aktivitas positif lainnya. Salah satunya adalah sebagaimana diteguhkan melalui
sabda Nabi dalam sebuah hadits yang artinya.
“seseorang datang kepada Rasulullah saw dan memohon izin untuk
melakukan jihad. Beliau bertanya: “apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
dia menjawab: “iya” Beliau bersabda: “berjihadlah engkau kepada mereka
berdua.” (HR. Bukhori).
Hadis diatas menjelaskan bahwasanya Rasulullah pernah melarang
seorang pemuda yang ingin ikut serta dalam barisan pasukan yang hendak
berangkat ke gelanggang pertempuran. Larangan tersebut didasarkan pada
alasan bahwa pintu-pintu jihad yang lain masih terbuka lebar bagi pemuda itu.
Pintu jihad tidak hanya satu. Aneka bentuk ibadah yang berfungsi meneggakan
kalimat Allah di muka bumi ini bermartabat jihad. Bahkan berbakti kepada
orang tua pun merupakan jihad.6
Dalam Islam, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa jihad tidak
melulu tentang perang. Sebab setiap kegigihan yang dilakukan oleh umat
muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tergolong jihad. Sementara
jihad yang kerapkali diartikan sebagai perang adalah solusi akhir dalam
rangkaian dakwah islamiyah. Sebab pada dasarnya Islam sangatlah membenci
peperangan.7
Tujuan jihad menurut al-Qur’an tidak terbatas pada tujuan politis dan
militer saja, lebih penting lagi adalah tujuan keagamaan di antaranya
memperluas penyebaran agama, menguji kesabaran, mencegah ancaman
musuh, mencegah kedzaliman dan menjaga kesepakatan perjanjian. Dengan
begitu, fungsi jihad tersebut menjadi sangat penting dan luas. Di mana saja dan
kapan saja setiap orang harus dan dapat melakukannya sesuai dengan
kemampuannya. Di antara fungsi-fungsi penting dari ajaran jihad dapat dilihat
dari berbagai aspek seperti ibadah, dakwah, politik militer dan aspek spiritual
keagamaan.8

6
Alaik S, Ajaran Nabi tentang Jihad Kedamaian, hlm.12-13.
7
Rifa’at Husna Ma’afi dan Muttaqan, Konsep Jihad dalam Perspektif Islam, dalam
Jurnal Kalimah, Vol. 11 No. 1 Tahun 2013, hal. 147-148.
8
Rohimin, Jihad Makna dan Hikmah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006, hlm. 15.

5
Pemahaman jihad menurut Quraish adalah cara mencapai tujuan
dengan tidak mengenal putus asa, menyerah, berkeluh kesah. Tetapi jihad tidak
dapat dilakukan tanpa modal dan perencaan yang strategis. Tema-tema yang
mengandung makna jihat dalam al-Quran Berikut ini penulis paparkan ayat-ayat
jihad menurut Quraish Shihab :

QS. Al-Ambiya/21: 17, 18. QS. Al-Hajj/22: 78.


QS. Alimran/3:142 QS. At-Tahrim/21: 9
QS. Al-Baqarah/2: 214, 155, QS. Al-Qashas/28: 50.
218, 168, 268,216, 190, 193, 191, QS. Yusuf /12: 53.
192 QS. Al-‘Araf/7: 200, 201
QS. At-Taubah/9:19, 24, 44, 79, QS. Al-Anfal/8: 65, 60, 66, 58
19,24,44, 81 QS. An-Nisa4:76, 120
QS. Al-Ankabut/29: 6, 69. QS. Al-Anfal/8: 61, 62
QS. Luqman /31: 15 QS. Al-Baqarah/2: 216.15

C. Pembagian Jihad Menurut Ulama

Salah satu pembagian jihad yang akurat adalah sebagaimana yang


dikemukakan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Dalam kitabnya Zâd al-Ma’âd, Ibn
Qayyim menulis jihad terdiri dari empat. Pertama, jihâd al-nafs (jihad dalam
memperbaiki diri). Kedua, jihâd al-syaithân (jihad melawan syaithan). Ketiga,
jihâd al-kuffâr wa al- munâffiqîn (jihad melawan orang-orang kafir dan orang-
orang munafik). Keempat, jihâd al-bâbi al-zulmi wa al-bida’ wa al- munkarât
(jihad melawan orang-orang zalim, ahli bid’ah, dan para pelaku kemungkaran).
Ibn Qayyim al-Jauziyyah menjabarkan empat pembagian jihad ini ke dalam tiga
belas tingkatan jihad (marâtibu al-jihâd).9
1. Jihad Al-Nafs (Jihad Untuk Memperbaiki Diri)
Jihad melawan nafsu terdiri dari empat tingkatan; pertama,
memerangi hawa nafsu dengan cara mempelajari hidayah dan agama yang

9
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Zâd al-Ma’âd, (Beirut: Daaru al-Kutub al-‘Arabi, Cetakan I,
1425H/2005M), 415-416.

6
benar. Ini berarti wajib bagi individu muslim untuk mempelajari ajaran
Islam. Karena jika tidak, akan menyebabkan kemunduran yang melahirkan
kejumudan. Dan bagi muslim yang tidak mempelajari ajaran Islam
hidupnya akan terasa hampa. Kedua, berjihad melawan hawa nafsu dengan
mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. Artinya, ilmu jika tidak diamalkan
akan sia- sia. Memang secara zahir hal ini tidak akan membahayakan si
pemilik ilmu. Akan tetapi di sini terlihat sifat egois yang akan membawa
dampak negatif. Ketiga, berjihad melawan hawa nafsu dengan mengajak
orang untuk mendalami ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang yang
belum mengetahui. Jihad ini juga berkaitan dengan peringatan Nabi SAW
yang menyatakan tentang hukuman bagi orang yang berilmu tapi
menyembunyikan ilmunya. Keempat, berjihad melawan hawa nafsu dengan
bersabar menghadapi kesulitan dalam berdakwah. Dapat dipahami bahwa
orang yang berdakwah di jalan Allah sering mendapat gangguan manusia.
Sebagaimana yang dialami oleh para nabi. Dalam kondisi ini, seorang da’i
diuji kesabarannya. Kosekuensinya, ia harus melatih hawa nafsunya dengan
kesabaran seperti yang dicontohkan oleh para Nabi.

2. Jihad Al-Syaithan (Jihad Melawan Setan)


Jihad melawan setan ada dua tingkatan; pertama, berjihad dengan
menolak apa saja yang disusupi oleh setan kepada hamba, seperti keragu-
raguan. Artinya manusia harus berusaha sekuat tenaga dalam menolak
bisikan keragu-raguan yang dihembus oleh setan. Dalam Tafsir Samarkand,
Abu Lais Nasr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim Samarkand ketika
menafsirkan Surat al- Nâs: 4-5 menulis bahwa dengan kemampuan dirinya
yang terbatas, manusia tidak mampu melawan kejahatan setan yang berupa
bisikan keragu-raguan. Karena setan menyusup dalam aliran darah manusia,
juga masuk ke dalam dada manusia.10 Namun manusia bisa melawan
kejahatan ini dengan memohon bantuan kepada Allah. Permohonan ini

10
Abu Lais Nasr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim Samarkand, Tafsir al-Samarkand
al-Musamma Bahru al-‘Ulûm, Juz I, (Beirut: Dâru al-Kutub al-‘Alamiah, 1413H/ 1993M), 528.

7
terwujud dalam do’a yang dipanjatkan kepada Allah SWT. Kedua, melawan
setan dengan menolak segala keinginan syahwat yang merusak. Ini
bermakna manusia dituntut untuk melawan godaan setan yang selalu
memancing syahwat manusia. Salah satu sarana yang tepat dalam melawan
godaan ini adalah dengan berpuasa. Karena puasa memiliki makna spiritual
yang dirancang untuk menahan hawa nafsu.

3. Jihad al-Kuffar wa al-Munaffiqin (Jihad Melawan Orang-orang Kafir dan


Orang-orang Munafik)
Jihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik ada empat
tingkatan, yaitu memerangi mereka dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Di
sini dapat dipahami bahwa jihad melawan orang kafir tidak langsung
dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan senjata (jihad perang). Ada
tahapan-tahapan yang dilakukan sebelum jihad perang dilaksanakan.
Apabila tahapan-tahapan ini belum terpenuhi, maka jihad perang belum bisa
dilakukan. Sebagai contoh bisa dilihat pada sejarah Nabi ketika mengirim
surat kepada raja-raja di sekitar Jazirah Arab sebagai seruan dakwah.
Sementara jihad terhadap orang munafiq tidak kalah pentingnya dengan
jihad yang lain. Alasannya, orang munafik lebih susah untuk dideteksi
karenakan sifatnya yang “bermuka dua”.
3. Jihad al-Babi al-Zhulmi wa al-Bida’ wa al-Munkarat (Jihad Melawan
Orang-orang Zalim, Ahli Bid’ah dan Para Pelaku Kemungkaran)
Jihad melawan orang-orang zalim, ahli bid’ah, dan para pelaku
kemungkaran terdiri dari tiga tingkatan, pertama, dengan menggunakan
tangan jika memungkinkan dan mampu. Artinya kemungkaran jangan
dibiarkan merajalela. Bagi orang yang mampu mencegahnya dengan
perbuatan, maka ia harus mencegah kemungkaran dengan perbuatannya.
Namun jika tidak mampu, solusi kedua adalah dengan menggunakan lisan.
Maksudnya, mencegah dengan menasehati pelaku kemungkaran. Memberi
nasehat dengan kata-kata yang sopan. Apabila solusi kedua ini juga tidak
mampu, maka solusi terakhir adalah dengan hati. Merubah kemungkaran
dengan hati adalah dengan membenci kemungkaran itu, cara terakhir ini

8
merupakan tanda kelemahan iman seseorang. Ketiga hal ini tercermin dalam
Hadis Nabi SAW:

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendak- lah dia
merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya
dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya,
sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.”(HR. Muslim)
Orang yang melihat kemungkaran kemudian membiarkannya, itu
pertanda hatinya telah tertutup. Hudzaifah pernah berkata bahwa ia
mendengar Rasulullah SAW, mengatakan bahwa hati yang hitam tidak dapat
mengetahui kebaikan dan tidak menolak kemungkaran, kecuali hanya
menurutkan hawa nafsunya. Di sini dapat dipahami bahwa orang yang
menolak kemungkaran berarti hatinya tertutup (hitam), sehingga tidak dapat
melihat kebaikan. Solusi agar terhindar dari kondisi hati yang seperti ini
adalah dengan taqwa kepada Allah. Artinya menaati segala perintah Allah
dan meninggalkan semua larangannya.
Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, Allah SWT berkali-kali menegaskan
tentang anjuran untuk mencegah kemungkaran. Karena, jika kemungkaran
di suatu tempat telah merajalela, maka kerusakan akan merata di daerah itu.
Yang sangat disayangkan adalah kerusakan akan menimpa orang-orang
shalih juga. Pada akhirnya azab Allah akan menimpa orang-orang yang
saleh tadi.
Dengan klasifikasi yang bertingkat, maka pembagian jihad Ibn Qayyim
al-Jauziyyah terbilang akurat. Karena pembagian ini telah mencakupi
seluruh ranah jihad. Di samping itu pembagian ini juga tidak condong
kepada jihad di medan pertempuran saja. Sehingga mampu menjelaskan
bahwa pada dewasa ini dengan kondisi hampir seluruh wilayah dunia berada
dalam kondisi damai, kecuali beberapa Negara saja seperti Palestina,

9
Afganistan beberapa tahun yang lalu, tanpa jihad di medan pertempuran
pun, kaum muslim bisa mengoptimalkan jihadnya pada sektor yang lain.
Dari pemaparan tentang jihad dan pembagian jihad di atas terlihat
bahwa, jihad ada yang sifatnya penekanan terhadap pembentukan pribadi
muslim dan ada yang sifatnya proteksi terhadap kaum muslim dari
gangguan luar. Keduanya memiliki etika yang perlu dipahami oleh seorang
mujahid sebelum terjun ke medan jihad. Urgennya etika jihad untuk
dipahami supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapannya.
Sehingga esensi dari jihad dapat terwujud sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh syariat.
D. Jenis-Jenis Jihad Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan beberapa ayat Al-Qur’an, hadits Nabi SAW, dan pendapat
para ulama, jihad dalam Islam dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: jihad
akbar (jihad terbesar) dan jihad asghar (jihad kecil).
1. Jihad Akbar
Jihad akbar artinya jihad terbesar yaitu berjuang melawan hawa
nafsu. Tujuan dari jihad akbar adalah perbaikan diri sendiri agar dapat
mendekat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dan hadits sangat
ditekankan betapa pentingnya jihad akbar ini bagi setiap orang Islam.
Sebenarnya hawa nafsu itu adalah karunia dari Allah, yang dapat
mendatangkan kebaikan dan keburukan kepada manusianya. Jika nafsu
diarahkan kepada keinginan rendah, maka akan mendatangkan
malapetaka.11 Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Jasiyah ayat 23-24:

َ ‫س ۡم ِعِۦه َوقَ ۡل ِبِۦه َو َجعَ َل‬


َ َ‫علَ َٰى ب‬
‫َص ِر ِِۦ‬ َ ‫علَ َٰى ِع ۡل ٖم َو َخت ََم‬
َ ‫علَ َٰى‬ َ َ ‫ت َم ِن ٱت َّ َخذَ ِإ َٰلَ َه ۥهُ ه ََو َٰىهُ َوأ‬
َ ُ‫ضلَّهُ ٱللَّه‬ َ ‫أَفَ َر َء ۡي‬
)32( َ‫ش َو ٗة فَ َمن يَهۡ دِي ِه ِم ۢن بَعۡ ِد ٱللَّ ِۚ ِه أَفَ ََل تَذَ َّك ُرون‬ َ َٰ ‫ِغ‬
‫ِي ِإ ََّّل َحيَاتُنَا ٱلد ُّۡنيَا نَ ُموتُ َون َۡحيَا َو َما يُهۡ ِل ُكنَا ٓ ِإ ََّّل ٱلد َّۡه ِۚ ُر َو َما لَ ُهم ِب َٰذَ ِل َك ِم ۡن ِع ۡل ٍۖم ِإ ۡن‬
َ ‫َوقَالُواْ َما ه‬
)32( َ‫ظنُّون‬ ُ َ‫ُه ۡم ِإ ََّّل ي‬

11
Rohimin, Jihad Makna dan Hikmah, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 17.

10
“ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-
Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata:
"Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan
kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka
tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Q.S Al-Jasiyah; 23-24)
Maksud dari ayat ini ialah orang yang hanya mengikuti hawa
nafsunya. Apa yang dipandang baik oleh hawa nafsunya dia lakukan, dan
apa yang dipandang buruk oleh hawa nafsunya ia tinggalkan. Ayat ini
dijadikan dalil oleh kelompok aliran Mu’tazilah untuk menguatkan
pendapat mereka yang menyatakan bahwa penetapan baik dan buruk itu
harus berdasarkan pertimbangan akal.12
2. Jihad Asghar
Jihad asghar atau jihad kecil, yaitu berjuang dengan cara
mengangkat senjata atau pedang untuk mempertahankan agama Allah. Hal
itu telah dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dengan kata
lain sering disebut sebagai perang fii sabillah, sedangkan dalam kitab-
kitab fiqih disebut jihad fii sabilillah.
Para ulama telah sepakat bahwa jihad asghar (perang mengangkat
senjata) hukumnya adalah fardhu kifayah dan bukan fardhu ain, kecuali
pendapat Abdullah bin Al Hasan yang mengatakan bahwa hukum jihad
adalah tathawwu (sukarela), yang dimaksud fardhu kifayah dalam berjihad

12
Ibnu Katsir, Tafsir ibnu Katsir, (Solo: Insan Kamil, 2015), hlm. 299.

11
adalah apabila hal tersebut telah dikerjakan oleh sekelompok orang, maka
gugurlah hukum kefardhuan tersebut dari kelompok lainnya. 13
E. Paradigma Memahami Makna Jihad
1. Makna Jihad dalam Konteks Kekinian
Pengertian kata jihad dalam Al-Quran dalam berbagai macam ahli
tafsir mengungkapkan bahwa jihad adalah usaha yang sugguh-sungguh
untuk mencapai sesuatu yang dilakukan dengan cara profesional yang
didukung oleh modal yang mapan. Paradigma inilah yang digunakan untuk
mendefinisikan makna jihad dalam konteks kekinian.
Makna jihad jiwa adalah melawan hawa nafsu atau diri (jihad al-
nafs). Jihad jiwa mencurahkan segenap usaha dan kemampuan untuk
berkomitmen terhadap aturan Allah swt. dan menapaki jalan yang lurus.
Hal ini mencakup ketaatan dan peribadatan kepada Allah swt, menjauhi
maksiat, melaksanakan kewajiban kepada Tuhan, serta berinteraksi kepada
makhluk. Jihad melawan hawa nafsu mencakup pengendalian diri dalam
menjalankan perintah Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya. Jihad
melawan hawa nafsu merupakan perjuangan yang amat berat (jihad akbar).
Jihad melawan hawa nafsu itu memiliki beberapa tingkatan, di
antaranya jihad yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas
intelektual, baik untuk pendalaman ilmu pengetahuan umum maupun ilmu
keagamaan dalam rangka mencari dan mempresentasikan kebenaran
agama. Hal ini karena Allah memerintahkan untuk mempelajari agama dan
menyiapkan pahala yang besar bagi para penuntut ilmu. Jihad melawan
hawa nafsu erat kaitannya dengan pengamalan dan pengaplikasian ilmu
pengetahuan yang diperolehnya. Jihad melawan hawa nafsu dengan
mensosiasikan (mendakwahkan) ilmu kepada orang lain. Ketabahan dan
kesabaran dalam menuntut ilmu pengetahuan, mengamalkan dan
mensosialisasikan dikategorikan sebagai jihad melawan hawa nafsu. 14

13
Safuan Al Fandi, Jihad Makna dan Keutamaannya Dalam Sudut Pandang Islam, (Solo:
Sendang Ilmu, 2007), hlm. 34.
14
Dzulqarnain M. Sunusi, Antara Jihad dan Terorisme, (Makassar: Pustaka AsSunnah,
2011), Hlm. 84-85.

12
Inspirasi dari hadis Rasulullah tentang jihad besar yakni jihad
melawan hawa nafsu sendiri, ini menjadi pondasi sisi kemuliyaan
seseorang jika sadar dan mampu melawan pengaruh negatif dalam diri
untuk menuju pada kecerdasan individual setiap individu maka seara
otomatis dapat mempengaruhi pola perkembangan kehidupan dunia
modern.15 Perilaku jihad individual setiap hari harus kontinyu dilakukan
oleh setiap umat manusia dengan usaha jihad melawan hawa nafsu dan
berusaha keras untuk memperbaiki budi pekerti, berjihad untuk berbicara
yang baik, jihad membantu orang yang susah, juga untuk hidup yang
mapan, berkorban untuk kehidupan yang menakjubkan untuk diri sendiri
dan lingkungan sekitar hemat penulis inilah jihad akbar yang relevan
dalam konteks kekinian.
Sekiranya semua orang dapat menyadari dan mulai dari sekarang
melakukan jihad untuk melawan hawa nafsunya maka secara otomatis
perubahan sosial dalam setiap lingkungan masyarakat kearah yang lebih
baik bisa tercapai suasana yang kondusif dan menyenangkan. Misalnya
jihad dalam melakukan ibadah haji khususnya di Indonesia berjuta-juta
penduduk muslim telah mengorbankan cinta tetapi perubahan secara
signifikan belum dirasakan. Jihad individual (jihad melawan diri sendiri)
yakni mengorban rasa cinta baik fisik dan non fisik untuk penyerahan diri
hanya semata kepada Allah tetapi ini tingkat jihad paling tinggi mungkin
kita tidak ada dalam level ini.16
Imam al-Gazali menerangkan jihad melawan nafsu itu berat yang
memerintahkan kepada kejahatan (nafs al- amma’rah bi al-su) dan
menentang kebahagiaan manusia dari dua aspek: Pertama, nafsu
merupakan musuh dari dalam diri. Kedua, nafsu merupakan musuh yang
dicintai. Imam al-Gazali mengutarakan bahwa manusia itu buta terhadap
aib dari orang yang dicintainya. Manusia tersebut hampir tidak melihat

15
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar, (Cet. VI;Jakarta:Bumi Putra, 2004),
Hlm. 5.
16
Amir Hamzah, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Al Mubarak Vol. 03, No. 02,
2018, Hlm. 37.

13
aibnya tersebut. Apabila seseorang menganggap baik keburukan dan tidak
melihat aibnya, padahal tampak jelas bahwa nafsu adalah musuh yang
berbahaya, manusia itu menyesal dan mengalami kerusakan tanpa
disadari. Pengecualian bagi orang yang merasa diawasi oleh Allah. Ilmu
menjadikan orang penuh amanah dan ihsan, dan mentaati perintah
perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. dan mengajak. mereka ke jalan
Allah atas kebenaran, dengan cara yang bijak penuh hikmah, nasihat yang
baik, dan dialog dengan kelompok yang berbeda dengan cara yang baik.
Kesimpulannya bahwa diantara aspek terpenting jihad melawan
hawa nafsu adalah harus melatih jiwa dan diri agar dapat ke medan
pertempuran jihad lainnya. Jihad melawan hawa nafsu merupakan
tingkatan penting dari beberapa tingkatan jihad di jalan Allah. Hal ini harus
diletakkan pada tempatnya, tidak dibiarkan secara mutlak, tidak diambil
lebih banyak dari yang ditentukan dan tidak melangggar macam macam
jihad yang lain.17
2. Jihad Rohani
Sementara itu, jihad dalam pengertian perjuangan moral dan
spiritual, jihad tanpa kekerasan dan bersenjata telah dengan sangat jelas
dikemukakan dalam banyak ayat Alquran. Perjuangan moral dan spiritual
adalah perjuangan menegakkan keadilan, kebenaran dan kesalehan. Semua
tema ini terangkum dalam istilah yang sangat populer dan menjadi inti
keseluruhan perjuangan dalam kehidupan orang-orang beriman; “amar
ma’ruf nahi munkar”.
Perintah al-Qur’an mengenai ini tidak dibatasi hanya terhadap laki-
laki, tetapi juga perempuan. Meskipun pandangan-pandangan konservatif
telah membatasi perjuangan kaum perempuan hanya dalam ruang sempit
bernama keluarga, tetapi pandangan Tauhid, paradigma kesetaraan
manusia dan keadilan, memberikan peluang kepada kaum perempuan

17
Yusuf Al Qardhawi, Fiqh al Jihad, (Bandung: Mizan, 2010), Hlm. 91-92.

14
untuk berjihad dalam ruang-ruang sosial, ekonomi, politik dan
kebudayaan.18
Jihad membangun kebersamaan dan tanpa diskriminasi,
menegakkan keadilan dan menghapuskan segala bentuk kezaliman, serta
mewujudkan kesalehan budaya dan membatasi keserakahan nafsu, harus
menjadi cara-cara kehidupan manusia ke depan. Inilah makna jihad akbar
sekaligus sebuah bentuk kerahmatan semesta yang menjadi cita-cita Islam.
Jihad juga mengandung arti “kemampuan” yang menuntut sang
mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai
tujuan. Karena itu Jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang
mujahid tidak menuntut atau mengambil tetapi memberi semua yang
dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya
tercapai atau yang dimilikinya habis.
ِ ِۗ ‫ص ِمنَ ۡٱۡلَمۡ َٰ َو ِل َو ۡٱۡلَنفُ ِس َوٱلث َّ َم َٰ َر‬
َّ َٰ ‫ت َوبَش ِِر ٱل‬
َ‫َص ِب ِرين‬ ٖ ‫وع َون َۡق‬ ۡ ِ ‫َولَن َۡبلُ َونَّ ُكم ِبش َۡي ٖء ِم َن ۡٱلخ َۡو‬
ِ ‫ف َوٱل ُج‬
“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. “ (QS
Al-Baqarah: 155)
Jihad dan sabar bukanlah dua buah sikap yang bertentangan tetapi
adalah dua buah sikap yang saling menunjang dimana untuk Jihad itu
diperlukan kesabaran. Dua buah ayat Makiyah lainnya bisa dijadikan
sebagai argumentasi bahwa Jihad itu bukanlah semacam perang fisik yang
ditujukan buat orang-orang kafir. Dalam surat Al-Hajj ayat 78 :

َ ِۚ ‫ِين ِم ۡن َح َر ِۚ ٖج ِملَّةَ أ َ ِبي ُك ۡم ِإ ۡب َٰ َره‬


‫ِيم‬ ِ ‫علَ ۡي ُك ۡم فِي ٱلد‬ َ ‫ٱجتَبَ َٰى ُك ۡم َو َما َجعَ َل‬ ِ َّ ‫َو َٰ َج ِهدُواْ فِي‬
ۡ ‫ٱَّلل َح َّق ِج َها ِد ِِۚۦِ ُه َو‬
‫علَى‬ َ ‫ش َهدَآ َء‬ ُ ْ‫علَ ۡي ُك ۡم َوت َ ُكونُوا‬ َ ‫ش ِهيدًا‬ َ ‫سو ُل‬ ُ ‫ٱلر‬َّ َ‫س َّم َٰى ُك ُم ۡٱل ُم ۡس ِل ِمينَ ِمن قَ ۡب ُل َوفِي َٰ َهذَا ِليَ ُكون‬ َ ‫ُه َو‬
‫ير‬
ُ ‫َص‬ ِ َّ‫ٱَّلل ُه َو َم ۡولَ َٰى ُك ٍۡۖم فَنِعۡ َم ۡٱل َم ۡولَ َٰى َونِعۡ َم ٱلن‬
ِ َّ ‫ٱعت ََِص ُمواْ ِب‬
ۡ ‫ٱلزك ََٰوة َ َو‬َّ ْ‫َصلَ َٰوة َ َو َءاتُوا‬ َّ ‫اس فَأَقِي ُمواْ ٱل‬
ِۚ ِ َّ‫ٱلن‬
“ Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak

H.M. Arifin, Psikologi dan beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, (Cet. II;
18

Jakarta: Bulan Bintang, 1977), Hlm.77.

15
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-
orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi
atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat
dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. “ (Q.S. Al-Hajj:
78)
‫فَ ََل ت ُ ِطعِ ۡٱل َٰ َك ِف ِرينَ َو َٰ َج ِه ۡدهُم ِبِۦه ِج َهادٗا َك ِب ٗيرا‬
“ Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.”
(Q.s Al-Furqan: 52)
Pada ayat ini yang dituju oleh dlamir (kata ganti) “bihi” (dengan ini)
ialah al-Quran sebagaimana ditunjukkan oleh hubungan ayat ini dan ayat
sebelum dan sesudahnya. Dalam dua ayat tersebut (QS. 22:78 dan 25:52),
terang sekali bahwa kaum Muslimin diperintahkan untuk berjihad yang
pada ayat pertama dimana Jihad tersebut dilakukan demi mendekatkan diri
kepada Allah, sedangkan pada ayat kedua jihad tersebut diarahkan kepada
kaum kafir. Kedua-dua jihad tersebut bukanlah semacam perang fisik,
dengan mempergunakan pedang, tetapi semacam Jihad rohani “watawa
saubil haqqi” dengan mempergunakan al-Quran. Oleh karena itu
perjuangan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk menundukkan
hawa nafsu serta untuk mengalahkan kaum kafir bukanlah dengan
menggunakan pedang melainkan dengan al-Quran.19
3. Jihad Memerangi Kebodohan
Dalam konteks kekinian khususnya ke-Indonesiaan, persoalan umat
dan bangsa cukup menantang untuk dijadikan sebagai lahan jihad adalah
masalah keterbelakangan terutama di bidang pendidikan. Indonesia
sebagai Negara besar tentunya sangat ironis jika indeks atau prestasi

19
Amir Hamzah, Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an, Hlm. 39.

16
pendidikan di negeri ini berada pada level bawah. Persoalan di balik Ujian
Nasional hingga maraknya Perguruan Tinggi Swasta dengan kualitas yang
sangat meragukan dalam berbagai aspeknya merupakan secuil contoh
tentang persoalan yang ada di balik kualitas pendidikan Indonesia.
Fenomena di atas memang sungguh ironis. Akan tetapi sebagai
Muslim harus tetap optimis dalam menyikapi berbagai persoalan yang di
hadapinya. Jihad Ilmu Pengetahuan adalah merupakan langkah yang
sangat tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Ruh al-jihad akan dapat
membangkitkan semangat umat Islam untuk bekerja keras dengan
menatap masa depan yang gemilang. Semangat kegigihan dan ketekunan
dalam mengartikulasi makna “Iqra” harus dipadukan dengan makna jihad
secara totalitas. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 78
merupakan sebuah motivasi serta panduan bagi kita untuk berupaya
maksimal serta sungguh-sungguh dalam meraih cita-cita. Arti kata jihad
yang mengandung masyaqqah/kesulitan (sebagaimana disebutkan di atas)
memang tidak mudah untuk di implementasikan. Akan tetapi bukankah
kondisi yang menyulitkan serta menyusahkan itu akan melahirkan sebuah
kemudahan?. Hal ini sesuai dengan salah satu kaidah ushul fiqh “Al-
Masyaqqah Tujlib al-Taisir” Kesukaran/kesulitan itu dapat menarik
kemudahan.20
F. Term term Jihad
1. Term Jihad Konteks Perang
Term jihad di dalam konteks perang terdapat pada QS. at-Taubah
(9): 41 menggunakan term jihad dengan sandingan kata berangkatlah ‫اِ ْن ِف ُر ْوا‬
merupakan fi’il amr (perintah). Khitab jihad pada ayat ini Allah khususkan
untuk orang-orang yang beriman. Allah menggunakan fi’il amr pada kata
‫ اِ ْن ِف ُر ْوا‬sebagai perintah “berangkatlah” berperang dengan rasa ringan atau
berat. Kemudian term ‫ َجا ِهد ُْوا‬pada ayat ini juga sebagai fi’il amr yang
menyimpan damir kamu (orang-orang mukmin), dengan harta, dan jiwamu

20
Achmad Dardirie AR, Jihad dalam Konteks Dakwah Kekinian, Jurnal Al-Mishbah, Vol.
16, No. 2, 2020, Hlm. 295.

17
di jalan Allah. Ayat ini mengisahkan tentang sikap orang mukmin yang
enggan melaksanakan perintah perang Tabuk sebab alasan sakit dan lanjut
usia. Terdapat riwayat yang menceritakan bahwa orang mukmin enggan
melaksanakan perang sebab sedang musim buah, dan udara yang panas,
sehingga membuat orang mukmin memilih bersantai di rumah dan
menikmati hasil panen.
2. Term Jihad dalam Konteks Ilmu
Terdapat pada QS. al-Furqan (25): 52 yang artinya “Maka janganlah
engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka
dengannya (Al-Qur'an) dengan (semangat) perjuangan yang besar”. Di
dalam ayat ini terdapat dua term jihad, yaitu bentuk jahidhum dan jihadan.
Keduanya berasal dari akar kata jahada yang memiliki arti bersungguh-
sungguh. Kata sandingannya yaitu bihi sesudah kata jahidhum, dan
sesudah jihadan yang merujuk kembali kepada Al-Qur’an. Hal ini
dimaksudkan bahwa orang mukmin diperintahkan untuk berjihad dengan
membacakan ajaran-ajaran yang ada di dalam Al-Qur’an kepada orang
musyrik Makkah pada saat itu dan sebagai argumen untuk menjawab
problematika saat itu.
3. Term Jihad Konteks Keluarga
Ayat jihad yang berkaitan dengan keluarga yaitu di dalam QS.
Luqman (31): 15 menggunakan term jihad dengan bentuk jahadaka
(memaksamu) merupakan bentuk fi’il madi yang menyimpan isim damir
mustatir yaitu pada fa’ilnya yang berupa alif tathniyah, dan damir ka
(kamu) menjadi maf’ul bih. Term jihad pada ayat ini disandingkan dengan
kata tushrika sebagai bentuk fi’il mudari’ yang mansub sebab adanya an
(antusyrika) sebelumnya yang berarti mempersekutukan Allah. Ayat ini
menceritakan tentang nasihat Lukman terhadap anaknya, bahwa Allah
melarang mengikuti perintah orang tua jika konteksnya di dalam
kemungkaran (mempersekutukan Allah).21

21
Handoko, Agus. “Konsep Jihad Dalam Perspektif Alquran (Studi Tematik Dalam Tafsir
al Kasysyaf Atas Ayat-Ayat Jihad).” Mizan: Journal of Islamic Law 2, no. 2, 2018.

18
4. Term Jihad Konteks Harta
Ayat jihad dengan konteks harta terdapat di dalam QS. at-Taubah
(9): 79, term jihad yang digunakan yaitu juhdahum bentuk dari isim
mas}dar yang bermakna kesanggupan dengan damir hum sebagai rujukan
kepada orang-orang yang bersedekah. Term jihad disandingkan dengan
kata as sadaqati sebagai kalimat isim masdar yang ditandai dengan huruf
jār (fii) yang artinya memberi sedekah (dengan sukarela). Ayat ini
menceritakan kisah orang munafik yang mencela seorang sahabat ketika
bersedekah dengan sedikit harta yang ia miliki dan mendapatkan tuduhan
berlaku riya dalam bersedekah, kemudian Allah menurunkan ayat ini
sebagai balasan celaan orang munafik.
5. Term Jihad Konteks Sumpah
Term jihad dalam konteks sumpah terdapat pada QS. an-Nah}l (16):
38, menggunakan bentuk isim masdar (jahda) yang berarti sungguh-
sungguh, term jahda disandingkan dengan sighat aqsam (aqsamu) atau
sumpah yang berbentuk fi’il madli, dan yang dikuatkan dengan kata billahi
(dengan nama Allah). Ayat ini menceritakan ketika orang musyrik
bersumpah dengan sungguh-sungguh, dengan nama Allah, mereka
mengatakan bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang sudah
mati sebagai hukuman. Namun Allah membantahnya dengan suatu janji
Allah. Urusan membangkitkan orang mati atau sesuatu yang Allah
kehendaki adalah hal mudah bagi Allah dengan firman-Nya “jadilah, maka
jadilah” (QS. an-Nahl: 40).22

G. Kesimpulan
Jihad menjadi salah satu amal yang paling utama sebab di dalamnya
terdapat nuansa perjuangan mukmin dalam menghidupkan dan

22
Anita Ulyati Azizah, Perkembangan Term Jihad dalam Al-Qur’an (Aplikasi Pendekatan
Semantik Toshisiko Izutsu), Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 6 No. 1, 2022, Hlm. 150.

19
mempertahankan Islam secara kaffah. Oleh sebab itu, jihad menempati puncak
kedudukan amal sesudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena
memang demikian urutannya, segala bentuk jihad apapun harus berlandaskan
iman pada Allah dan Rasul-Nya. Ibarat tubuh, iman adalah ruh dan jihad adalah
jasadnya yang tidak dapat dipisahkan dalam keadaan apapun.
Jihad bukan hanya dalam bentuk maju berperang ke medan laga melawan
musuh Allah. Memang benar hal ini adalah wujud jihad. Namun, makna jihad
tidaklah sesempit itu. Jihad sebagai bentuk pengorbanan jiwa untuk
menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini bisa diterjemahkan dalam
beragam aktivitas positif lainnya. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua
orang tua yang masih hidup di dunia.
Pintu jihad tidak hanya satu, aneka bentuk ibadah yang berfungsi
meneggakan kalimat Allah di muka bumi ini bermartabat jihad. Bahkan
berbakti kepada orang tua pun merupakan jihad. Dalam Islam, sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, bahwa jihad tidak melulu tentang perang. Sebab setiap
kegigihan yang dilakukan oleh umat muslim dalam mendekatkan diri kepada
Allah SWT tergolong jihad. Sementara jihad yang kerapkali diartikan sebagai
perang adalah solusi akhir dalam rangkaian dakwah Islamiyah. Sebab pada
dasarnya Islam sangatlah membenci peperangan.
Tujuan jihad menurut al-Qur’an tidak terbatas pada tujuan politis dan
militer saja, lebih penting lagi adalah tujuan keagamaan di antaranya
memperluas penyebaran agama, menguji kesabaran, mencegah ancaman
musuh, mencegah kedzaliman dan menjaga kesepakatan perjanjian. Dengan
begitu, fungsi jihad tersebut menjadi sangat penting dan luas. Di mana saja dan
kapan saja setiap orang harus dan dapat melakukannya sesuai dengan
kemampuannya. Di antara fungsi-fungsi penting dari ajaran jihad dapat dilihat
dari berbagai aspek seperti ibadah, dakwah, politik militer dan aspek spiritual
keagamaan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abu Lais Nasr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim Samarkand, Tafsir al-
Samarkand al-Musamma Bahru al-‘Ulûm, Juz I. Beirut: Dâru al-Kutub al-
‘Alamiah, 1413H/ 1993M.
Ahsin A. W. Al-Hafiz. 2005. Kamus Ilmu Al-Quran. Cet. I; Jakarta: Hamzah.
Alaik S. 2010. Ajaran Nabi Tentang Jihad Kedamaian. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.
Amir Hamzah. 2018. Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal Al Mubarak Vol. 03,
No. 02.
Dzulqarnain M. Sunusi. 2011. Antara Jihad dan Terorisme. Makassar: Pustaka
AsSunnah.
H.M. Arifin. 1977. Psikologi dan beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia.
Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang.
H.M. Arifin. 2004. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar. Cet. VI;Jakarta:Bumi
Putra.
Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Zâd al-Ma’âd. Beirut: Daaru al-Kutub al-‘Arabi, Cetakan
I, 1425H/2005M.
Ibnu Katsir. 2015. Tafsir ibnu Katsir. Solo: Insan Kamil.

Rifa’at Husna Ma’afi dan Muttaqan. 2013. Konsep Jihad dalam Perspektif Islam.
dalam Jurnal Kalimah, Vol. 11 No. 1.
Rohimin. 2006. Jihad Makna dan Hikmah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Safuan Al Fandi. 2007. Jihad Makna dan Keutamaannya Dalam Sudut Pandang
Islam. Solo: Sendang Ilmu.
Yusuf Al Qardhawi. 2010. Fiqh al Jihad. Bandung: Mizan.

21

Anda mungkin juga menyukai