Makalah Revisi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur'an
program studi Pendidikan agama islam Fakultas Tarbiyah
Iain Bone
Dosen Pengajar:
AMINULLAH M.Pd.I
Oleh Kelompok 1:
HUSNUL FADILA
862082022112
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUSI AGAMA ISLAM NEGERI BONE (IAIN BONE) 2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menjadikan umat Islam sebagai
umat terbaik yang dibedakan dari makhluk lainnya, yang memerintahkan kepada
kebaikan, bertaqwa kepada-Nya serta melarang berbuat kemungkaran.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak
berbicara dari hawa nafsu, semua pembicaraannya didasarkan atas wahyu yang
diturunkan kepadanya, keselamatan juga semoga dilimpahkan kepada keluarganya,
sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Berkat rahmat Allah yang telah diberikan kepada kami, makalah ini yang
berjudul “Hukum Jihad Dan Bom Bunuh Diri, ” Dapat kami selesaikan, sekalipun di
dalamnya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, karena hanya itulah batas
kemampuan kami dan karya ini tidak dapat kami selesaikan tanpa adanya bantuan-
bantuan dari pihak Iain, oleh karena itu ucapan terima kasih yang tak ternilai kepada
kami haturkan kepada pihak yang telah membantu kami baik secara moril maupun
materil.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, khususnya dari dosen mata kuliah
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang.
Kelompok 1
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Definisi Jihad.........................................................................................................3
A. kesimpulan............................................................................................................10
B. Saran......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................iii
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk Memahami Prilaku Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Agama Islam
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. Definisi Jihad
Secara etimologi, jihad memiliki arti berjuang atau melakukan perjuangan
dengan sungguh-sungguh. Dengan kata lain, jihad adalah upaya pengerahan segenap
kekuatan, baik melalui perkataan maupun perbuatan, terutama dalam konteks
peperangan. Kata "jihad" berasal dari bentuk masdar (sighat) dalam bahasa Arab,
yaitu دNN( يجهj-h-d), dengan akar kata yang memiliki huruf-huruf jim, ha, dan dal
(Ramdhun, 2002).
Dalam bahasa Arab, kata jihad terkait dengan akar kata hijaiah د – ه – جdan
memiliki berbagai bentuk turunannya. Dalam Al-Qur'an, kata ini muncul sebanyak 41
kali, dengan 8 kali penggunaan dalam ayat Makkiyah dan 33 kali dalam ayat
Madaniyah, tersebar pada 23 ayat. Rohimin merinci bahwa menurut Ibnu Faris, setiap
kata yang berinisial huruf hijaiah د – ه – جpada dasarnya memiliki makna kepayahan
atau sejenisnya (Rohimin, 2006).
Dalam kutipan Ramdhun dari Ibn Al-Manzhur, kata "jahd" atau "juhd"
diartikan sebagai kekuatan, kekuasaan, atau kesanggupan, dan juga dapat merujuk
kepada kesukaran atau kesulitan, serupa dengan makna kata "thaqah" dan "wus" yang
mencerminkan kekuatan dan kesanggupan. Kata "jahada – yajhadu – jahdan" dan
kata "ijtahada" memiliki arti yang sebanding dengan kata "jada," yang mengandung
makna bersungguh-sungguh (Ramdhun, 2002).
Ketika kata "jihad" dikaitkan dengan kata "fî sabîlillâh," maka muncul definisi
terminologis. Menurut definisi terminologis, jihad adalah tindakan memerangi kaum
kafirin yang memerangi Islam dengan tujuan menegakkan kalimat Allah. Pandangan
3
Kasjim Salenda menambahkan dimensi makro dan mikro pada konsep jihad (Salenda,
2009). Secara makro, jihad mencakup makna luas yang tidak hanya terbatas pada
perang fisik, tetapi juga melibatkan perang melawan hawa nafsu dan dimensi non-
fisik lainnya. Secara mikro, jihad diartikan sebagai perang fisik. Selain itu, dalam Al-
Qur'an, penggunaan kata "jihad" selalu terhubung dengan kata-kata seperti "al-qital"
(membunuh, melaknat, dan mengutuk), "al-harb" (perang), "al-ghazw" (perang fisik),
dan "an-nafr" (berangkat, pergi, mengalahkan, berpaling, perasaan takut) (Rumadi,
2006).
Dari menurut para ulama yang berpendapat terkait masalah definisi Jihad dapat
disimpulkan bahwa istilah jihad memiliki makna yang beragam. Namun, secara
ringkas, dapat kita kelompokkan jihad ke dalam dua kategori utama. Pertama, jihad
internal (al-jihâd al-akbar) merupakan perjuangan untuk mengendalikan diri dari
sifat-sifat negatif dan upaya peningkatan kualitas intelektualitas serta integritas
kepribadian individu dan masyarakat. Kedua, jihad eksternal (al-jihâd al-asghar)
mencakup perjuangan dengan menggunakan fisik di medan pertempuran.
Meskipun jihad dapat dibagi menjadi beberapa bagian (job), hal tersebut tidak
berarti bahwa setiap Muslim memiliki kebebasan penuh untuk memilih sesuai
keinginannya. Semua bagian tersebut saling terkait dan berjalan secara integratif,
karena sifat jihad bersifat kontekstual dan bergantung sepenuhnya pada problematika
yang ada. Dengan demikian, "entitas jihad" tidak dapat berdiri sendiri secara
independen, melainkan sangat bergantung pada konteks problematika yang dihadapi
(Suharsono, 2005).
4
Dari sudut pandang terminologis, jihad dapat diartikan sebagai tindakan
memerangi yang ditujukan kepada mereka yang menentang Islam untuk menegakkan
kalimat Allah. Pandangan ulama mengelompokkan jihad menjadi dua kategori utama,
yaitu jihad internal (perjuangan melawan sifat negatif dan peningkatan kualitas
intelektualitas) dan jihad eksternal (perjuangan dengan fisik di medan pertempuran).
Meskipun dibagi menjadi beberapa bagian, jihad tetap terkait dan berjalan secara
integratif, bergantung pada konteks problematika yang dihadapi. Dengan demikian,
"entitas jihad" tidak dapat berdiri sendiri secara independen, melainkan sangat
bergantung pada konteks yang relevan (Syafi’i & Fikriawan, 2021).
Selain terdapat dalam berbagai kamus, makna jihad juga dapat dipahami
melalui ayat-ayat al-Qur'an. Dalam al-Qur'an, terdapat 36 ayat yang terkait dengan
jihad atau mengandung unsur kata jihad, menurut beberapa sumber. Menurut Yusuf
al-Qaradhawi, kata jihad beserta bentuk-bentuknya disebut sebanyak 34 kali dalam
al-Qur'an. Meskipun kata jihad seringkali dikaitkan dengan peperangan (al-qitâl)
untuk membela agama dan kehormatan umat, namun hal ini tidak mengecualikan
makna-makna lain dari kata jihad dalam al-Qur'an (Qardhawi, 2010).
Dalam konteks al-Qur'an, jihad memiliki beberapa makna, antara lain jihad
melawan hawa nafsu, jihad dalam dakwah dan penjelasan, serta jihad melalui
kesabaran. Yusuf al-Qaradhawi merujuk pada jenis jihad ini sebagai jihad sipil (al-
jihâd al-madani). Sebagai contoh, terdapat tiga makna jihad yang mencakup jihad
perang, jihad moral, dan jihad dakwah yang dapat ditemukan dalam al-Qur'an.
َيا َأُّيَها الَّنِبُّي َج اِهِد اْلُك َّفاَر َو اْلُم َناِفِقيَن َو اْغ ُلْظ َع َلْيِه ْم َو َم ْأَو اُهْم َجَهَّنُم َو ِبْئَس اْلَم ِص يُر
5
Terjemahan:
Wahai Nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan orang-
orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Dan tempat
mereka adalah Jahannam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat
kembali."
Berdasarkan redaksinya, ayat ini dapat keliru dipahami oleh individu yang
memiliki ketakutan atau keengganan terhadap ajaran Islam. Hal ini karena dalam
ungkapan "Perangilah orang-orang kafir..." bisa menimbulkan kesan bahwa setiap
orang kafir dan munafik harus dilibatkan dalam pertempuran.
َو اَّل ِذ يَن َج اَه ُدوا ِفيَن ا َلَنْه ِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنا َو ِإَّن َهَّللا َلَم َع
اْلُم ْح ِسِنيَن
Terjemahan:
Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhaan)
Kami, sungguh, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar bersama orang-orang
yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
Menurut Yusuf al-Qaradhawi jihad di sini adalah jihad moral yang meliputi
jihad terhadap hawa nafsu dan jihad melawan godaan setan. Sehingga jihad perang
tidak termasuk dalam ayat ini (Qardhawi, 2010).
3. Jihad Bermakna Dakwah
Jihad dalam makna dakwah terdapat dalam Surat al-Nahl ayat 110. Allah
berfirman:
6
َفاْسَتِقْم َك َم ا ُأِم ْر َت َو َم ن َت اَب َم َع َك َو اَل َتْطَغ ْو ا ِإَّن ُه ِبَم ا َتْع َم ُل وَن
َبِص يٌر
Terjemahan:
7
dapat mencakup berbagai bentuk permusuhan, seperti antagonisme, bentrokan,
kebencian, konflik, dan sebagainya.
Dalam konteks perbedaan antara al-qital dan al-harb, Yusuf al-Qaradhawi
membedakannya. Al-qital adalah peperangan, sementara al-harb adalah perang.
Peperangan adalah bagian terakhir dari jihad, yakni berperang dengan menggunakan
senjata untuk menghadapi musuh, sesuai syariat Islam. Sedangkan perang adalah
kelompok yang menggunakan senjata dan kekuatan materi untuk melawan kelompok
lain, dengan tujuan hegemoni, penindasan, atau merampas kekayaan. Perang bersifat
militer dan menggunakan berbagai jenis senjata, bahkan bisa melibatkan perang
kebudayaan, media massa, dan ekonomi.
Dengan adanya perbedaan tersebut, terlihat bahwa pendapat al-Qaradhawi
mengenai definisi al-qital dan al-harb sangat argumentatif. Al-Qaradhawi
menunjukkan bahwa perang bisa bersifat zalim, di mana satu kelompok dianggap
benar dan adil, sedangkan kelompok lain dianggap salah dan zalim. Oleh karena itu,
penulis lebih setuju dengan pandangan al-Qaradhawi yang membedakan antara al-
qital dan al-harb.
Isu bom bunuh diri menjadi topik diskusi menarik karena dampaknya yang
meluas ke berbagai aspek, seperti sosial, politik, dan ekonomi. Bom bunuh diri
mendapatkan justifikasi dari sebagian kelompok agama, namun tetap dikritik oleh
kelompok lain. Justifikasi agama sering kali berupa janji surga bagi pelakunya, yang
mendorong mereka tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap korban dan
masyarakat. Bom bunuh diri, dalam konteks ini, mengacu pada aksi seorang mujahid
yang meledakkan diri di suatu tempat serangan dengan tujuan melawan musuh Islam.
Pelaku bom bunuh diri mengorbankan nyawanya demi perjuangan, diyakini sebagai
jihad fi sabilillah untuk meraih syahid dan mendapatkan pasangan muthahharah di
surga (Takruri, 2002).
8
melihatnya sebagai tindakan haram dalam Islam. Perbedaan ini memunculkan ruang
terbuka bagi pelaku bom bunuh diri, terutama jika mendapatkan dukungan dari
kelompok ulama yang membolehkan (Al-Qadah, 2002). Kejelasan mengenai status
hukum pelaku bom bunuh diri sangat diperlukan sebagai acuan dalam mencegah
tindakan tersebut. Dalam fikih kontemporer, ada legitimasi bagi bom bunuh diri
dengan beberapa argumen pembenaran, terutama dalam konteks peperangan di
beberapa negara konflik.
Pendapat ulama yang membenarkan tindakan bom bunuh diri, seperti Yusuf al-
Qaradawi, menyatakan bahwa bom bunuh diri dilakukan sebagai jihad dan
mendapatkan legalitas dalam Islam. Namun, ulama lain mengecam tindakan tersebut
sebagai aksi bunuh diri yang tidak dibenarkan dalam Islam, menganggap pelakunya
sebagai orang yang mati sia-sia dan masuk neraka (Qardhawi, 2010).
Tentunya, isu bom bunuh diri tidak ditemukan dalam fikih klasik, tetapi
menjadi perhatian dalam fikih kontemporer sebagai respons terhadap perkembangan
masyarakat. Diperlukan pemahaman yang jelas terhadap isu ini untuk menghindari
atau mencegah tindakan bom bunuh diri, terutama dengan menjaga keselarasan ajaran
Islam dan mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat.
Kesimpulan dari materi diatas bahwa makna jihad dan isu bom bunuh diri
merupakan dua aspek kontroversial dalam konteks ajaran Islam. Meskipun konsep
jihad memiliki dimensi perjuangan internal dan eksternal, serta dapat ditafsirkan
sebagai perang fisik dan perjuangan non-fisik, pendapat tentang hukum bom bunuh
diri masih menjadi perdebatan di kalangan ulama Islam. Beberapa ulama
mendukungnya sebagai bentuk jihad, sementara yang lain menganggapnya sebagai
tindakan haram dan merugikan. Isu bom bunuh diri juga memunculkan dampak sosial
dan politik yang signifikan, mempengaruhi persepsi terhadap Islam secara global.
Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang konteks dan implikasinya
penting untuk merespon isu ini dengan bijak, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam
dan prinsip kemanusiaan (Aminullah, 2022).
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara keseluruhan, materi di atas membahas makna jihad dalam Islam dan isu
kontroversial seputar bom bunuh diri. Jihad, secara etimologis, bermakna berjuang
atau melakukan perjuangan dengan sungguh-sungguh. Dalam ajaran Islam, jihad
memiliki dimensi perjuangan internal dan eksternal, mencakup perang fisik dan
perjuangan non-fisik. Dalam konteks Al-Qur'an, jihad memiliki makna yang
bervariasi, termasuk jihad melawan hawa nafsu, jihad dalam dakwah, dan jihad
melalui kesabaran.
Namun, isu bom bunuh diri menjadi sorotan karena dampaknya yang meluas,
terutama dalam aspek sosial, politik, dan ekonomi. Bom bunuh diri mendapat
justifikasi dari beberapa kelompok agama, dengan janji surga sebagai dorongan kuat
bagi pelakunya. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang status
hukum bom bunuh diri, beberapa menganggapnya sebagai bentuk jihad, sementara
yang lain mengecamnya sebagai tindakan haram.
Pentingnya kejelasan mengenai status hukum pelaku bom bunuh diri sebagai
dasar acuan umat Islam menjadi perhatian, terutama karena perbedaan pendapat
memberikan ruang terbuka bagi pelaku untuk beraksi dengan dalih dukungan
kelompok ulama yang membolehkannya. Dalam fikih kontemporer, terdapat
legitimasi bagi bom bunuh diri dengan sejumlah argumen pembenaran, namun isu ini
tidak ditemukan dalam fikih klasik.
Kesimpulannya, pemahaman yang mendalam tentang konsep jihad dan isu bom
bunuh diri sangat penting dalam menjaga keselarasan ajaran Islam dan merespons
dampaknya pada masyarakat. Perdebatan di kalangan ulama mencerminkan
kompleksitas isu ini, dan kejelasan terkait status hukumnya menjadi landasan untuk
mencegah tindakan yang dapat merugikan banyak pihak.
10
B. SARAN
Demikian tugas penyusunan makalah ini yang kami persembahkan. Harapan
kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita lebih menyadari bahwa agama
Islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan
potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala
keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek.
Dengan harapan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami
harapkan, khususnya dari dosen yang telah membimbing kami. Demi kesempurnaan
makalah ini apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qadah, M. T. (2002). Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam, al-
Mugāmarāt bi al-Nafsi fī al-Qitāl wa╩ ukmuhā fī al-Islām. Bandung: Pustaka
Umat.
Muttaqin, M. (2013). Konsep Jihad dalam Perspektif Islam. Kalimah: Jurnal Studi
Agama Dan Pemikiran Islam, 11(1), 134–139.
Ramdhun, A. B. (2002). Jihad jalan kami, terj. Darsim Ermaya Imam Fajarudin,
Solo: Era Intermedia.
Rumadi, R. S. (2006). dari Jihad hingga Kritik Wacana Agama. Jakarta: Erlangga.
Salenda, K. (2009). Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam. Badan
Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI.
Syafi’i, A., & Fikriawan, S. (2021). JIHAD KONTEMPORER: Jihad Sebagai Jalan
Kehidupan, Bukan Jalan Kematian. AL-MIKRAJ : Jurnal Studi Islam Dan
Humaniora (E-ISSN: 2745-4584), 1(1), 108–120.
https://doi.org/10.37680/almikraj.v1i1.672
Takruri, N. H. (2002). Aksi Bunuh Diri atau Mati Shahid al-’Amaliyat Al-
Istisyhidiyah fi al-Mizan al-Fiqhi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
III
IV