Anda di halaman 1dari 16

ULUMUL QUR'AN

HUKUM JIHAD DAN BOM BUNUH DIRI

Makalah Revisi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur'an
program studi Pendidikan agama islam Fakultas Tarbiyah
Iain Bone

Dosen Pengajar:
AMINULLAH M.Pd.I
Oleh Kelompok 1:
HUSNUL FADILA
862082022112

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUSI AGAMA ISLAM NEGERI BONE (IAIN BONE) 2023
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menjadikan umat Islam sebagai
umat terbaik yang dibedakan dari makhluk lainnya, yang memerintahkan kepada
kebaikan, bertaqwa kepada-Nya serta melarang berbuat kemungkaran.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak
berbicara dari hawa nafsu, semua pembicaraannya didasarkan atas wahyu yang
diturunkan kepadanya, keselamatan juga semoga dilimpahkan kepada keluarganya,
sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Berkat rahmat Allah yang telah diberikan kepada kami, makalah ini yang
berjudul “Hukum Jihad Dan Bom Bunuh Diri, ” Dapat kami selesaikan, sekalipun di
dalamnya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, karena hanya itulah batas
kemampuan kami dan karya ini tidak dapat kami selesaikan tanpa adanya bantuan-
bantuan dari pihak Iain, oleh karena itu ucapan terima kasih yang tak ternilai kepada
kami haturkan kepada pihak yang telah membantu kami baik secara moril maupun
materil.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, khususnya dari dosen mata kuliah
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa
yang akan datang.

Bone, 6 Januari 2024

Kelompok 1

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................................................2

B. Rumusan Masalah.................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

A. Definisi Jihad.........................................................................................................3

B. Jihad dalam Al-Qur’an..........................................................................................5

C. Jihad Dan Bom Bunuh Diri...................................................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................10

A. kesimpulan............................................................................................................10

B. Saran......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................iii

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengertian tentang jihad dan isu bom bunuh diri merupakan aspek yang
menarik untuk diungkap dan dipahami lebih dalam dalam konteks ajaran Islam.
Ajaran Islam sebagai agama besar memiliki konsep jihad yang luas, mencakup
dimensi perjuangan internal dan eksternal, baik dalam bentuk perang fisik maupun
perjuangan non-fisik. Namun, isu bom bunuh diri, yang mengklaim dirinya sebagai
bentuk jihad, memunculkan perdebatan di kalangan ulama Islam.
Jihad, secara etimologis, berasal dari kata yang berarti berjuang atau melakukan
perjuangan dengan sungguh-sungguh. Dalam Al-Qur'an, kata "jihad" muncul
sebanyak 41 kali, dengan makna yang mencakup perjuangan melawan hawa nafsu,
perang fisik, dakwah, dan pengorbanan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, isu
bom bunuh diri, yang mengaitkan dirinya dengan konsep jihad, menimbulkan
kontroversi karena dampak luasnya terhadap masyarakat dan citra Islam secara global
Isu bom bunuh diri tidak ditemukan dalam fikih klasik dan menjadi perhatian
dalam fikih kontemporer sebagai respons terhadap perkembangan masyarakat.
Beberapa ulama membenarkan tindakan bom bunuh diri sebagai bentuk jihad,
sementara yang lain mengecamnya sebagai aksi bunuh diri yang tidak dibenarkan
dalam Islam. Pemahaman yang jelas tentang konsep jihad dan penilaian terhadap bom
bunuh diri diperlukan agar umat Islam dapat menjauh dari tindakan yang merugikan
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam konteks Indonesia, yang telah mengalami serangkaian peristiwa terkait
bom bunuh diri seperti Bom Bali, Bom JW Marriott, dan serangkaian aksi terorisme
lainnya, pemahaman yang mendalam terhadap isu ini menjadi semakin penting.
Pemahaman tersebut tidak hanya melibatkan aspek agama, tetapi juga aspek sosial,
politik, dan keamanan nasional.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagiaman Jihad Dalam Hukum Islam?

2. Apakah Perbuatan Bom Bunuh Diri Dalam Berperangan Di Perbolehkan Dalam


Ajaran Isalam?

3. Bagaimana Cara Kita Menyikapi Pelaku Bom Bunuh Diri Ini?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Hukum Jihad

2. Untuk Memahami Prilaku Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Agama Islam

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Definisi Jihad
Secara etimologi, jihad memiliki arti berjuang atau melakukan perjuangan
dengan sungguh-sungguh. Dengan kata lain, jihad adalah upaya pengerahan segenap
kekuatan, baik melalui perkataan maupun perbuatan, terutama dalam konteks
peperangan. Kata "jihad" berasal dari bentuk masdar (sighat) dalam bahasa Arab,
yaitu ‫د‬NN‫( يجه‬j-h-d), dengan akar kata yang memiliki huruf-huruf jim, ha, dan dal
(Ramdhun, 2002).

Dalam bahasa Arab, kata jihad terkait dengan akar kata hijaiah ‫ د – ه – ج‬dan
memiliki berbagai bentuk turunannya. Dalam Al-Qur'an, kata ini muncul sebanyak 41
kali, dengan 8 kali penggunaan dalam ayat Makkiyah dan 33 kali dalam ayat
Madaniyah, tersebar pada 23 ayat. Rohimin merinci bahwa menurut Ibnu Faris, setiap
kata yang berinisial huruf hijaiah ‫ د – ه – ج‬pada dasarnya memiliki makna kepayahan
atau sejenisnya (Rohimin, 2006).

Menurut ar-Raghib al-Asfahani, kata al-jihad dan al-mujahadah diartikan


sebagai upaya mencurahkan kemampuan untuk menghadapi musuh. Dengan
demikian, konsep jihad tidak hanya mencakup dimensi fisik dalam peperangan, tetapi
juga melibatkan pengorbanan dan usaha maksimal dalam berbagai aspek kehidupan .

Dalam kutipan Ramdhun dari Ibn Al-Manzhur, kata "jahd" atau "juhd"
diartikan sebagai kekuatan, kekuasaan, atau kesanggupan, dan juga dapat merujuk
kepada kesukaran atau kesulitan, serupa dengan makna kata "thaqah" dan "wus" yang
mencerminkan kekuatan dan kesanggupan. Kata "jahada – yajhadu – jahdan" dan
kata "ijtahada" memiliki arti yang sebanding dengan kata "jada," yang mengandung
makna bersungguh-sungguh (Ramdhun, 2002).

Ketika kata "jihad" dikaitkan dengan kata "fî sabîlillâh," maka muncul definisi
terminologis. Menurut definisi terminologis, jihad adalah tindakan memerangi kaum
kafirin yang memerangi Islam dengan tujuan menegakkan kalimat Allah. Pandangan

3
Kasjim Salenda menambahkan dimensi makro dan mikro pada konsep jihad (Salenda,
2009). Secara makro, jihad mencakup makna luas yang tidak hanya terbatas pada
perang fisik, tetapi juga melibatkan perang melawan hawa nafsu dan dimensi non-
fisik lainnya. Secara mikro, jihad diartikan sebagai perang fisik. Selain itu, dalam Al-
Qur'an, penggunaan kata "jihad" selalu terhubung dengan kata-kata seperti "al-qital"
(membunuh, melaknat, dan mengutuk), "al-harb" (perang), "al-ghazw" (perang fisik),
dan "an-nafr" (berangkat, pergi, mengalahkan, berpaling, perasaan takut) (Rumadi,
2006).

Dari menurut para ulama yang berpendapat terkait masalah definisi Jihad dapat
disimpulkan bahwa istilah jihad memiliki makna yang beragam. Namun, secara
ringkas, dapat kita kelompokkan jihad ke dalam dua kategori utama. Pertama, jihad
internal (al-jihâd al-akbar) merupakan perjuangan untuk mengendalikan diri dari
sifat-sifat negatif dan upaya peningkatan kualitas intelektualitas serta integritas
kepribadian individu dan masyarakat. Kedua, jihad eksternal (al-jihâd al-asghar)
mencakup perjuangan dengan menggunakan fisik di medan pertempuran.

Meskipun jihad dapat dibagi menjadi beberapa bagian (job), hal tersebut tidak
berarti bahwa setiap Muslim memiliki kebebasan penuh untuk memilih sesuai
keinginannya. Semua bagian tersebut saling terkait dan berjalan secara integratif,
karena sifat jihad bersifat kontekstual dan bergantung sepenuhnya pada problematika
yang ada. Dengan demikian, "entitas jihad" tidak dapat berdiri sendiri secara
independen, melainkan sangat bergantung pada konteks problematika yang dihadapi
(Suharsono, 2005).

Maka dapat di ambil kesimpulan Secara keseluruhan, jihad memiliki makna


yang bervariasi, melibatkan upaya berjuang atau berperjuangan dengan sungguh-
sungguh dalam berbagai konteks, termasuk peperangan. Dalam dimensi etimologi,
jihad berkaitan dengan pengerahan segenap kekuatan, baik melalui perkataan maupun
perbuatan. Selain dimensi fisik, konsep jihad juga mencakup pengorbanan dan usaha
maksimal dalam aspek kehidupan lainnya.

4
Dari sudut pandang terminologis, jihad dapat diartikan sebagai tindakan
memerangi yang ditujukan kepada mereka yang menentang Islam untuk menegakkan
kalimat Allah. Pandangan ulama mengelompokkan jihad menjadi dua kategori utama,
yaitu jihad internal (perjuangan melawan sifat negatif dan peningkatan kualitas
intelektualitas) dan jihad eksternal (perjuangan dengan fisik di medan pertempuran).
Meskipun dibagi menjadi beberapa bagian, jihad tetap terkait dan berjalan secara
integratif, bergantung pada konteks problematika yang dihadapi. Dengan demikian,
"entitas jihad" tidak dapat berdiri sendiri secara independen, melainkan sangat
bergantung pada konteks yang relevan (Syafi’i & Fikriawan, 2021).

B. Jihad Dalam Al-Qur’an

Selain terdapat dalam berbagai kamus, makna jihad juga dapat dipahami
melalui ayat-ayat al-Qur'an. Dalam al-Qur'an, terdapat 36 ayat yang terkait dengan
jihad atau mengandung unsur kata jihad, menurut beberapa sumber. Menurut Yusuf
al-Qaradhawi, kata jihad beserta bentuk-bentuknya disebut sebanyak 34 kali dalam
al-Qur'an. Meskipun kata jihad seringkali dikaitkan dengan peperangan (al-qitâl)
untuk membela agama dan kehormatan umat, namun hal ini tidak mengecualikan
makna-makna lain dari kata jihad dalam al-Qur'an (Qardhawi, 2010).

Dalam konteks al-Qur'an, jihad memiliki beberapa makna, antara lain jihad
melawan hawa nafsu, jihad dalam dakwah dan penjelasan, serta jihad melalui
kesabaran. Yusuf al-Qaradhawi merujuk pada jenis jihad ini sebagai jihad sipil (al-
jihâd al-madani). Sebagai contoh, terdapat tiga makna jihad yang mencakup jihad
perang, jihad moral, dan jihad dakwah yang dapat ditemukan dalam al-Qur'an.

1. Jihad Bermakna Perang


Pengertian jihad sebagai perang dapat kita lihat pada Surat al-Tahrîm ayat 9.
Allah berfirman:

‫َيا َأُّيَها الَّنِبُّي َج اِهِد اْلُك َّفاَر َو اْلُم َناِفِقيَن َو اْغ ُلْظ َع َلْيِه ْم َو َم ْأَو اُهْم َجَهَّنُم َو ِبْئَس اْلَم ِص يُر‬

5
Terjemahan:
Wahai Nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan orang-
orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Dan tempat
mereka adalah Jahannam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat
kembali."

Berdasarkan redaksinya, ayat ini dapat keliru dipahami oleh individu yang
memiliki ketakutan atau keengganan terhadap ajaran Islam. Hal ini karena dalam
ungkapan "Perangilah orang-orang kafir..." bisa menimbulkan kesan bahwa setiap
orang kafir dan munafik harus dilibatkan dalam pertempuran.

2. Jihad Bermakna Moral


Adapun pengertian jihad sebagai jihad moral bisa kita jumpai dalam Surat al-
Ankabût ayat 69. Allah berfirman:

‫َو اَّل ِذ يَن َج اَه ُدوا ِفيَن ا َلَنْه ِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنا َو ِإَّن َهَّللا َلَم َع‬
‫اْلُم ْح ِسِنيَن‬

Terjemahan:
Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhaan)
Kami, sungguh, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar bersama orang-orang
yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
Menurut Yusuf al-Qaradhawi jihad di sini adalah jihad moral yang meliputi
jihad terhadap hawa nafsu dan jihad melawan godaan setan. Sehingga jihad perang
tidak termasuk dalam ayat ini (Qardhawi, 2010).
3. Jihad Bermakna Dakwah
Jihad dalam makna dakwah terdapat dalam Surat al-Nahl ayat 110. Allah
berfirman:

6
‫َفاْسَتِقْم َك َم ا ُأِم ْر َت َو َم ن َت اَب َم َع َك َو اَل َتْطَغ ْو ا ِإَّن ُه ِبَم ا َتْع َم ُل وَن‬
‫َبِص يٌر‬
Terjemahan:

Maka berdirilah kamu dengan lurus, sesuai dengan perintah yang


diberikan kepadamu, dan janganlah kamu menyeleweng.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. An-Nahl: 110)
Terkait dengan ayat ini, Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa jihad dalam
konteks ayat ini mencakup upaya dakwah dan penyebaran ajaran Islam, serta jihad
dalam menanggung penderitaan dan kesulitan. Seperti yang dialami oleh Umat
Muslim di Makkah sebelum mereka berhijrah ke Habasyah. Di Makkah, mereka
menghadapi penderitaan, penindasan, pengepungan, dan penyiksaan. Oleh karena itu,
segala bentuk kesulitan yang dihadapi oleh Kaum Muslim menunjukkan bahwa jihad
dalam ayat ini juga mencakup makna jihad sabar (Pamungkas, 2023).
Jihad, dalam pelaksanaannya, dapat diartikan dalam tiga konteks. Pertama,
dalam konteks pribadi, jihad merupakan usaha untuk membersihkan pikiran dari
pengaruh ajaran selain Allah, melalui perjuangan spiritual, serta melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, dalam konteks komunitas, jihad berarti
berupaya menjaga tegaknya ajaran Islam dalam masyarakat atau keluarga, dengan
cara melakukan dakwah dan membersihkan diri dari kemusyrikan. Ketiga, dalam
konteks kenegaraan, jihad adalah usaha menjaga negara (wilayah Islam) dari
serangan luar atau pengkhianatan dari dalam, guna menjaga ketertiban dan
ketenangan rakyat dalam beribadah di wilayah tersebut, termasuk melaksanakan amar
ma'ruf dan nahi munkar. Namun, perlu dicatat bahwa jihad ini hanya berlaku di
wilayah yang menerapkan Islam secara menyeluruh (Muttaqin, 2013).
Dalam hal ini, al-qital, secara etimologi, adalah isim masdar dari kata kerja
qatala-yuqatilu-muqatalatan, yang bermakna membunuh atau peperangan yang terjadi
antara dua kelompok. Sementara al-harb adalah kata asli dengan variasi makna,
seperti peperangan antara dua kelompok atau antonim dari kata perdamaian, yang

7
dapat mencakup berbagai bentuk permusuhan, seperti antagonisme, bentrokan,
kebencian, konflik, dan sebagainya.
Dalam konteks perbedaan antara al-qital dan al-harb, Yusuf al-Qaradhawi
membedakannya. Al-qital adalah peperangan, sementara al-harb adalah perang.
Peperangan adalah bagian terakhir dari jihad, yakni berperang dengan menggunakan
senjata untuk menghadapi musuh, sesuai syariat Islam. Sedangkan perang adalah
kelompok yang menggunakan senjata dan kekuatan materi untuk melawan kelompok
lain, dengan tujuan hegemoni, penindasan, atau merampas kekayaan. Perang bersifat
militer dan menggunakan berbagai jenis senjata, bahkan bisa melibatkan perang
kebudayaan, media massa, dan ekonomi.
Dengan adanya perbedaan tersebut, terlihat bahwa pendapat al-Qaradhawi
mengenai definisi al-qital dan al-harb sangat argumentatif. Al-Qaradhawi
menunjukkan bahwa perang bisa bersifat zalim, di mana satu kelompok dianggap
benar dan adil, sedangkan kelompok lain dianggap salah dan zalim. Oleh karena itu,
penulis lebih setuju dengan pandangan al-Qaradhawi yang membedakan antara al-
qital dan al-harb.

C. Jihad Dan Bom Bunuh Diri

Isu bom bunuh diri menjadi topik diskusi menarik karena dampaknya yang
meluas ke berbagai aspek, seperti sosial, politik, dan ekonomi. Bom bunuh diri
mendapatkan justifikasi dari sebagian kelompok agama, namun tetap dikritik oleh
kelompok lain. Justifikasi agama sering kali berupa janji surga bagi pelakunya, yang
mendorong mereka tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap korban dan
masyarakat. Bom bunuh diri, dalam konteks ini, mengacu pada aksi seorang mujahid
yang meledakkan diri di suatu tempat serangan dengan tujuan melawan musuh Islam.
Pelaku bom bunuh diri mengorbankan nyawanya demi perjuangan, diyakini sebagai
jihad fi sabilillah untuk meraih syahid dan mendapatkan pasangan muthahharah di
surga (Takruri, 2002).

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang status hukum bom


bunuh diri. Beberapa menganggapnya sebagai bagian dari jihad, sementara yang lain

8
melihatnya sebagai tindakan haram dalam Islam. Perbedaan ini memunculkan ruang
terbuka bagi pelaku bom bunuh diri, terutama jika mendapatkan dukungan dari
kelompok ulama yang membolehkan (Al-Qadah, 2002). Kejelasan mengenai status
hukum pelaku bom bunuh diri sangat diperlukan sebagai acuan dalam mencegah
tindakan tersebut. Dalam fikih kontemporer, ada legitimasi bagi bom bunuh diri
dengan beberapa argumen pembenaran, terutama dalam konteks peperangan di
beberapa negara konflik.

Pendapat ulama yang membenarkan tindakan bom bunuh diri, seperti Yusuf al-
Qaradawi, menyatakan bahwa bom bunuh diri dilakukan sebagai jihad dan
mendapatkan legalitas dalam Islam. Namun, ulama lain mengecam tindakan tersebut
sebagai aksi bunuh diri yang tidak dibenarkan dalam Islam, menganggap pelakunya
sebagai orang yang mati sia-sia dan masuk neraka (Qardhawi, 2010).

Tentunya, isu bom bunuh diri tidak ditemukan dalam fikih klasik, tetapi
menjadi perhatian dalam fikih kontemporer sebagai respons terhadap perkembangan
masyarakat. Diperlukan pemahaman yang jelas terhadap isu ini untuk menghindari
atau mencegah tindakan bom bunuh diri, terutama dengan menjaga keselarasan ajaran
Islam dan mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat.

Kesimpulan dari materi diatas bahwa makna jihad dan isu bom bunuh diri
merupakan dua aspek kontroversial dalam konteks ajaran Islam. Meskipun konsep
jihad memiliki dimensi perjuangan internal dan eksternal, serta dapat ditafsirkan
sebagai perang fisik dan perjuangan non-fisik, pendapat tentang hukum bom bunuh
diri masih menjadi perdebatan di kalangan ulama Islam. Beberapa ulama
mendukungnya sebagai bentuk jihad, sementara yang lain menganggapnya sebagai
tindakan haram dan merugikan. Isu bom bunuh diri juga memunculkan dampak sosial
dan politik yang signifikan, mempengaruhi persepsi terhadap Islam secara global.
Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang konteks dan implikasinya
penting untuk merespon isu ini dengan bijak, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam
dan prinsip kemanusiaan (Aminullah, 2022).

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara keseluruhan, materi di atas membahas makna jihad dalam Islam dan isu
kontroversial seputar bom bunuh diri. Jihad, secara etimologis, bermakna berjuang
atau melakukan perjuangan dengan sungguh-sungguh. Dalam ajaran Islam, jihad
memiliki dimensi perjuangan internal dan eksternal, mencakup perang fisik dan
perjuangan non-fisik. Dalam konteks Al-Qur'an, jihad memiliki makna yang
bervariasi, termasuk jihad melawan hawa nafsu, jihad dalam dakwah, dan jihad
melalui kesabaran.
Namun, isu bom bunuh diri menjadi sorotan karena dampaknya yang meluas,
terutama dalam aspek sosial, politik, dan ekonomi. Bom bunuh diri mendapat
justifikasi dari beberapa kelompok agama, dengan janji surga sebagai dorongan kuat
bagi pelakunya. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang status
hukum bom bunuh diri, beberapa menganggapnya sebagai bentuk jihad, sementara
yang lain mengecamnya sebagai tindakan haram.
Pentingnya kejelasan mengenai status hukum pelaku bom bunuh diri sebagai
dasar acuan umat Islam menjadi perhatian, terutama karena perbedaan pendapat
memberikan ruang terbuka bagi pelaku untuk beraksi dengan dalih dukungan
kelompok ulama yang membolehkannya. Dalam fikih kontemporer, terdapat
legitimasi bagi bom bunuh diri dengan sejumlah argumen pembenaran, namun isu ini
tidak ditemukan dalam fikih klasik.
Kesimpulannya, pemahaman yang mendalam tentang konsep jihad dan isu bom
bunuh diri sangat penting dalam menjaga keselarasan ajaran Islam dan merespons
dampaknya pada masyarakat. Perdebatan di kalangan ulama mencerminkan
kompleksitas isu ini, dan kejelasan terkait status hukumnya menjadi landasan untuk
mencegah tindakan yang dapat merugikan banyak pihak.

10
B. SARAN
Demikian tugas penyusunan makalah ini yang kami persembahkan. Harapan
kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita lebih menyadari bahwa agama
Islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan
potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala
keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek.
Dengan harapan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami
harapkan, khususnya dari dosen yang telah membimbing kami. Demi kesempurnaan
makalah ini apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qadah, M. T. (2002). Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam, al-
Mugāmarāt bi al-Nafsi fī al-Qitāl wa╩ ukmuhā fī al-Islām. Bandung: Pustaka
Umat.

Aminullah. (2022). Fikih Kontemporer (N. I. Adzmiyah & N. I. A’yuni (eds.)).

Muttaqin, M. (2013). Konsep Jihad dalam Perspektif Islam. Kalimah: Jurnal Studi
Agama Dan Pemikiran Islam, 11(1), 134–139.

Pamungkas, M. I. (2023). Akhlak Muslim Modern: Membangun Karakter Generasi


Muda. Marja.

Qardhawi, Y. (2010). Fiqih jihad: sebuah karya monumental terlengkap tentang


jihad menurut al-Quran dan Sunnah. PT Mizan Publika.

Ramdhun, A. B. (2002). Jihad jalan kami, terj. Darsim Ermaya Imam Fajarudin,
Solo: Era Intermedia.

Rohimin, J. (2006). Makna dan Hikmah. Jakarta: Erlangga.

Rumadi, R. S. (2006). dari Jihad hingga Kritik Wacana Agama. Jakarta: Erlangga.

Salenda, K. (2009). Terorisme dan Jihad dalam Perspektif Hukum Islam. Badan
Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI.

Suharsono. (2005). JIHAD GERAKAN INTELEKTUAL: Mengubah Langgam


Doktrinal Menuju (W. Kencana (ed.)).

Syafi’i, A., & Fikriawan, S. (2021). JIHAD KONTEMPORER: Jihad Sebagai Jalan
Kehidupan, Bukan Jalan Kematian. AL-MIKRAJ : Jurnal Studi Islam Dan
Humaniora (E-ISSN: 2745-4584), 1(1), 108–120.
https://doi.org/10.37680/almikraj.v1i1.672

Takruri, N. H. (2002). Aksi Bunuh Diri atau Mati Shahid al-’Amaliyat Al-
Istisyhidiyah fi al-Mizan al-Fiqhi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

III
IV

Anda mungkin juga menyukai